Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol.

19(1):2936 ISSN 0853-7291

Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau


(Scylla serrata Forsskl,1775) dengan
Pemberian Stimulasi Molting Berbeda

Ali Djunaedi

Departement Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH. Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275
Email : alidjunaedi@ymail.com

Abstrak

Produksi kepiting bakau (S. serratta Forsskl, 1775) sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan, tingkat kelulushidupan dan prosentase moulting. Studi tentang pengaruh
metode perangsangan moulting kepiting bakau merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai
metode perangsangan moulting terhadap prosentase moulting, kelulushidupan dan
pertumbuhan. Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Penelitian menggunakan biota uji 120 ekor kepiting bakau (S. serrata Forsskl,
1775) betina. Perlakuan metode perangsangan moulting yaitu, ablasi, autotomi dan
penyuntikan hormon ovaprim dan kontrol, masing-masing diulang 3 kali. Pengamatan
dilakukan pada, persentase moulting, kelulushidupan, pertumbuhan dan kualitas air. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan sangat nyata (p>0,01) pada
berbagai perlakuan metode perangsangan moulting terhadap persentase moulting,
kelulushidupan dan pertumbuhan. Perlakuan metode ablasi menunjukkan hasil paling tinggi,
dengan persentase moulting 80 10%, kelulushidupan 83,34 5,78% dan laju pertumbuhan
spesifik harian 5,36 0,34%/hari. Sedangkan hasil terendah dicapai oleh perlakuan metode
autotomi dengan persentase moulting 13,33 5,78%, kelulushidupan 16,67 5,7% dan laju
pertumbuhan spesifik harian 1,81 0,22%/hari. Metode ablasi mata baik untuk diterapkan
dalam merangsang moulting di dalam pemeliharaan kepiting bakau guna menunjang
peningkatan produksi.

Kata Kunci : Kepiting bakau, Scylla serratta, Kelulushidupan, Moulting, Pertumbuhan

Abstract

Production of mud crab (S. serratta Forsskl, 1775) influenced by moulting, the growth
and survival rate. Study of effects of stimulation of moulting on mud crab cultivation are
important. The objective of the research was influence of various stimulation method on
percentage of moulting, growth and survival rate. The method used experimentally
laboratories with complete random design. The mud crab (S. serrata Forsskl, 1775) females
was used as treatment biota. There were given various treatment methods which moulting
stimulation, ablation, autotomi, injection hormone ovaprim and controls each 3 times
replicated. Observations were made of the percentage moulting, survival rate, growth rate
and water quality parameter. The results showed that there are highly significant (p<0.01) in
the various treatment methods of stimulation moulting on the percentage moulting, growth
and survival rate. Ablation treatment method showed the highest result, where moulting
percentage is 80 10%, survival rate 83.34 5.78% and the specific growth rate of 5.36 0.34%
/ day. While the lowest is autotomi method with moulting percentage is 13.33 5.78%, survival
rate 16.67 5.7% and the specific growth rate of 1.81 0.22%/day. Ablation method is good
to stimulate of moulting in the cultivation of mud crabs to increased production.

Keywords: Mud crab, Scylla serratta, Survival Rate, Moulting, Growth.

*) Corresponding author Diterima/Received : 19-11-2015, Disetujui/Accepted : 25-12-2015


www.ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt
Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

PENDAHULUAN stadia awal dibandingkan stadia dewasa,


dengan demikian kesempatan tumbuh
Kepiting bakau merupakan komoditi kepiting terjadi saat kepiting muda
ekspor yang masih prospetif terutama (Hanafi, 1992).
produk dalam bentuk kepiting soka (soft
shell crab). Akan tetapi sampai saat ini Secara fisiologis, pertumbuhan dan
masih banyak kendala yang dihadapi proses moulting kepiting bakau
antara lain waktu ganti kulit atau molting dipengaruhi oleh faktor fisiologis baik
yang tidak serentak dan periode secara langsung dan tak langsung.
pemeliharaan yang relatif lama serta Pengaruh langsung dilakukan dengan
tingginya angka kematian. Hal tersebut pemberian hormon (Bliss, 1983). Kontrol
akan berakibat tidak pastinya produksi hormon pada kepiting dipengaruhi oleh
dan biaya pemeliharaan yang tidak adanya hormon penghambat di
efisien. antaranya hormon penghambat
metobolisme, hormon penghambat
Berbagai penelitian telah dilakukan moulting (MIH) dan hormon penghambat
untuk mengatasi masalah tersebut, antara perkembangan gonad (GIH) (Carlisle,
lain stimulasi dengan pakan, lingkungan 1953). Sedangkan cara fisiologi tak
dan dengan pemotongan kaki (Fujaya, langsung dilakukan dengan metode
2009). Namun hasilnya masih belum seperti autotomi atau ablasi (Kanna, 2000). Oleh
yang diharapkan. Masalah utama di karena itu, studi tentang pengaruh
dalam produksi budidaya pemeliharaan metode perangsangan moulting dalam
kepiting bakau, terutama kepiting soka pengembangan usaha budidaya kepiting
atau kepiting lunak ditentukan oleh bakau secara intensif perlu dilakukan.
berbagai faktor, di antaranya
pertumbuhan, kelulushidupan dan tingkat
moulting. Faktor kelulushidupan sangat MATERI DAN METODE
penting karena kepiting dijual dengan
satuan ekor. Sedangkan kepiting moulting Biota uji yang akan digunakan
(soka) mempunyai nilai jual yang lebih adalah 120 ekor kepiting bakau (S. serrata
tinggi dari pada kepiting yang tidak Forsskl,1775) betina dengan bobot 80 2
moulting. g. Kondisi kepiting sehat dan aktif serta
lengkap anggota tubuhnya. Kepiting
Faktor-faktor yang mempengaruhi didapatkan dari pengepul di Desa Dana
tingkat produksi dalam suatu usaha Sari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten
budidaya kepiting soka adalah prosentase Pemalang. Kepiting terlebih dahulu
moulting, laju pertumbuhan dan dilakukan adaptasi terhadap kondisi yang
kelangsungan hidup (Kanna, 2000). dan ada di dalam bak pemeliharaan selama
Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh lebih kurang 5 hari (Siahainenia, 2004).
faktor internal dan eksternal (Kordi, 2000).
Faktor internal meliputi keturunan, umur, Dua belas bak berukuran 1 x 1 x 1
kecepatan pertumbuhan relatif, jenis m3 digunakan sebagai tempat
kelamin, reproduksi, ketahanan terhadap pemeliharaan kepiting dan wadah
penyakit dan kemampuan untuk keranjang apung berukuran 30 x 15 x 15
memanfaatkan pakan. Sedangkan faktor cm yang terbuat dari plastik bagian
eksternal meliputi kualitas air, kepadatan atasnya ditutup dengan anyaman
dan jumlah serta komposisi asam bambu. Setiap bak diisi sepuluh ekor
amino/protein yang terkandung dalam kepiting. Pemeliharaan dilakukan dengan
pakan. sistem baterai.

Kepiting bakau (S.serrata Forsskl, Media uji berupa air laut yang
1775) akan mengalami pergantian kulit diambil langsung dari saluran tambak
sebanyak 18 kali dari stadia instar sampai dengan menggunakan pompa air yang
dewasa. Secara umum frekuensi dilengkapi sistem saringan pasir.
pergantian kulit lebih sering terjadi pada Sedangkan pakan yang diberikan yaitu

30 Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

potongan ikan rucah dengan ransum Wo = Berat rata-rata kepiting bakau pada
pemberian pakan dengan sebesar 5 % awal penelitian (g)
dari berat tubuh dan diberikan dua kali Wt = Berat rata-rata kepiting bakau pada
sehari. waktu t (g) dan
t = Lama Pemeliharaan (hari)
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Prosentase Moulting
eksperimental. Penelitian menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 Pengamatan moulting dilakukan
perlakuan perbedaan metode stimulasi setiap minggu dengan menghitung
moulting yaitu dengan ablasi berapa jumlah kepiting yang ganti kulit
(pemotongan tangkai mata) , utotomi (moulting). Kemudian dihitung
(pemotongan kaki), hormon (penyuntikan prosentasenya.
hormon reproduksi) dan tanpa stimulasi
sebagai kontrol, masing-masing diulang 3 Kelulushidupan
kali. Parameter yang diamati adalah
pertumbuhan, persentase moulting dan Pengamatan tingkat kelulushidupan
kelulushidupan. Pengamatan moulting dapat ditentukan dengan menghitung
dilakukan setiap hari, sedangan berapa jumlah awal/ total kepiting tiap
pertumbuhan dan parameter kualitas air bak pemeliharaan yang masih hidup dan
dilakukan setiap minggu. berapa jumlah kepiting yang mati pada
saat pengamatan.
Pelaksanaan penelitian dimulai
dengan pengumpulan alat dan bahan, Parameter Lingkungan
serta adaptasi biota uji. Setelah semua
persiapan penelitian selesai diakukan, Parameter lingkungan yang diukur
kemudian biota uji diberi perlakuan sesuai mencakup beberapa parameter kualitas
dengan metode stimulasi masing-masing. air. Parameter tersebut, antara lain: suhu,
Selanjutnya setiap kepiting yang telah pH (derajat keasaman), salinitas, amonia,
diberi perlakuan dimasukkan kedalam DO. Pengukuran parameter temperatur,
keranjang dan ditempatkan pada 1 bak pH, dan salinitas dilakukan dengan interval
untuk 10 buah keranjang. Pemberian waktu pengamatan tiga kali tiap 12 jam,
pakan dilakukan pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.00 dan 18.00 WIB
setelah dilakukan penyiponan. Sedangkan dalam 24 jam. Penentuan kadar amoniak
pergantian air dilakukan setiap minggu. dan DO dilakukan setiap satu minggu
Pemeliharaan dilakukan selama 5 minggu. sekali selama 5 minggu.
Setiap minggu dilakukan penimbangan
berat kepiting, penghitungan prosentase Analisis Data
molting dan prosentase kelulushidupan.
Data parameter pengamatan
Pertumbuhan penelitian, yaitu data laju pertumbuhan,
moulting, dan kelulushidupan spesifik
Pengamatan pertumbuhan harian dianalisis menggunakan ANOVA
didasarkan pada laju pertumbuhan (Analisis Varians) untuk menentukan
spesifik harian didapatkan melalui perbedaan pengaruh masing masing
perhitungan penimbangan berat tubuh perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan
secara gravimetri. Laju pertumbuhan pengaruh perlakuan diuji dengan uji
spesifik harian dapat ditentukan dengan beda nyata jujur atau HSD (Santoso,
menggunakan rumus, (Changbo et al., 2004). Data parameter lingkungan
2004) : dianalisis secara diskriptif.

LPH = ((lnWt lnW0 )x100) / t


HASIL DAN PEMBAHASAN
Di mana:
LPH = Laju pertumbuhan berat spesifik Laju pertumbuhan spesifik harian S.
harian (%/hari) serrata Forsskl, 1775 dari yang paling

Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi) 31


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

tinggi secara berurutan adalah perlakuan moulting dan hormon penghambat


ablasi sebesar 5,36 0,34%/hari, moulting. Hormon tersebut banyak
penyuntikan hormon mencapai 3,72 diproduksi dalam tangkai mata. Menurut
0,55%/hari , kontrol menunjukkan hasil Soyez dan Kleinholz (2005), dalam tangkai
sebesar 2,49 0,41 %/hari, dan perlakuan mata tersebut terdapat X-organ yang
autotomi sebesar 1,81 0,22%/hari ( dapat menghambat pertumbuhan,
Gambar 1). moulting dan kematangan gonad.
Metode ablasi dilakukan dengan
Hasil analisis menunjukkan laju menghilangkan salah satu tangkai mata.
pertumbuhan spesifik harian S. serrata Penghilangan organ tersebut berakibat
Forsskl, 1775 pada metode ablasi tidak terbentuknya hormon penghambat
menunjukkan hasil yang tinggi pertumbuhan (Anggoro, 2001).
dibandingkan dengan metode autotomi
dan penyuntikan hormone ( Gambar 1). Sedangkan perlakuan autotomi laju
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pertumbuhannya lebih rendah, hal
Siahainenia (2000), yang menyatakan tersebut dikarenakan pemotongan capit
bahwa kepiting yang diberi perlakuan dan kaki jalan bertujuan hanya untuk
ablasi mempunyai laju pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan organ yang
tingkat kematangan gonad yang lebih baru. Metode autotomi hanya melukai
tinggi dari pada kepiting yang tidak capit dan menghilangkan kaki jalan
dilakukan ablasi. namun tangkai mata masih utuh sehingga
hormon penghambat yang disekresikan
Pertumbuhan kepiting dengan oleh organ masih terbentuk dan
metode ablasi lebih tinggi karena menghambat laju pertumbuhan. Hal sama
mempunyai jumlah moulting yang lebih terjadi pada metode penyuntikan hormon
banyak dari metode lainnya. Sedangkan yang biasanya dilakukan untuk
pada saat moulting, terjadi peningkatan menstimulasi perkembangangonad dalam
pertumbuhan yang cukup besar baik pemijahan sehingga mempercepat
pertumbuhan ukuran panjang, lebar pertumbuhan melalui proses moulting.
maupun beratnya. Menurut Hartnoll Menurut Moosa dkk. (1985), menyatakan
(2004), pertumbuhan krustasea bahwa kepiting yang akan melakukan
dipengaruhi oleh kontrol hormon, yaitu perkawinan setelah matang gonad
hormon moulting, pengaruh rangsangan didahului oleh proses moulting. Metode ini
dari luar dan umur. Menurut Bliss (1983), memang bertujuan untuk mempercepat
menyatakan bahwa pertumbuhan pertumbuhan melalui proses moulting
krustasea dipengaruhi oleh beberapa namun hormon penghambat yang
kontrol hormon, di antaranya hormon dihasilkan dari sekresi X-organ masih

Gambar 1. Rerata Laju Pertumbuhan Spesifik S. serrata Forsskl, 1775

32 Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

terbentuk sehingga menghambat laju moulting (Tabel 1). Hasil penelitian


pertumbuhan seperti halnya pada menunjukkan moulting terjadi setelah
metode autotomi. minggu pertama dan mencapai puncak
pada minggu ke tiga dan minggu ke
Pertumbuhan melalui proses empat masa pemeliharaan. Persentase
moulting pada metode ablasi terjadi moulting individu yang tertinggi dicapai
pada minggu ke tiga. Hal ini sesuai dengan metode ablasi. Menurut Carlisle
dengan hasil penelitian Afrizal (2009), (1953), dalam tangkai mata krustasea
yang menyatakan bahwa kepiting terdapat hormon yang dapat
mengalami masa moulting atau ganti kulit menghambat moulting dan
15-20 hari. Lebih lanjut, Siahainenia (2000), perkembangan gonad. Oleh karena itu,
menyatakan kepiting dalam pertumbuhan dengan adanya penghilangan X-organ
siklus hidupnya mengalami moulting 2-5 penghasil hormon penghambat moulting
kali dalam waktu 3-4 bulan. Dengan di tangkai mata melalui proses ablasi
terjadinya proses moulting pada minggu dapat lebih meningkatkan jumlah
ke tiga maka berat kepiting S. serrata kejadian moulting pada kepiting yang
Forsskl, 1775 pada minggu ini akan dibudidayakan. Proses kerja metode
mengalami peningkatan karena pada ablasi langsung ke target organ, yaitu
proses moulting terjadi pertambahan dengan menghilangkan tangkai mata
berat dan lebar karapas. sebagai organ penghasil hormon
penghambat moulting sehingga proses
Prosentase Moulting kerja moulting menjadi cepat. Metode
autotomi dilakukan dengan melukai capit
Persentase moulting rata-rata S. dan memotong kaki jalan tetapi tangkai
serrata Forsskl, 1775 di dalam mata masih utuh, sehingga hormon
pemeliharaan selama lima minggu penghambat moulting masih terbentuk.
dengan berbagai metode stimulasi Metode autotomi juga menyebabkan
moulting pada perlakuan kontrol stres karena rasa sakit akibat perlakuan
menunjukkan persentase moulting rata- lebih besar daripada perlakuan metode
rata 16,67 5,78%. Moulting terjadi pada lain, yakni pemotongan capit dan kaki
minggu ke dua dan ke tiga dengan jalan. Hal ini mengharuskan kepiting
persentase tingkat moulting 10 dan 6,7%. melakukan penyembuhan kembali dalam
Perlakuan kontrol pada minggu pertama, pembentukan individu baru.
minggu ke empat dan minggu ke lima
tidak terjadi moulting. Metode penyuntikan hormon
ovaprim menstimulasi perkembangan
Berdasarkan hasil analisis statistik, gonad untuk mempercepat proses
perlakuan stimulasi moulting berpengaruh moulting karena kepiting yang matang
sangat nyata ( p < 0,01) terhadap tingkat gonad, sebelum melakukan pemijahan

Tabel 1. Persentase moulting individu S. serrata Forsskl, 1775 dengan berbagai metode
perangsangan moulting selama penelitian

Minggu ke Persentase Moulting (%)


Kontrol Ablasi Autotomi Ovaprim
1 0 6,7 3,3 0
2 10 20 3,3 0
3 6,7 43,3 6,7 13,3
4 0 10 0 46,7
5 0 0 0 0
Jumlah 16,67 5,78 80 10 13,33 5,78 60 10

Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi) 33


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

terlebih dahulu melakukan proses moulting membuat kepiting perlu waktu yang lebih
(Moosa dkk.,1985). Oleh karena itu, lama untuk pemulihan kondisinya. Luka ini
penggunaan hormon ini tepat dilakukan dapat juga menyebabkan terjadinya
dalam menstimualsi kematangan gonad infeksi karena adanya bakteri yang
dan proses pemijahan kepiting. Dengan terdapat dalam media air laut dan bakteri
demikian, pemberian hormon ovaprim yang berasal dari sisa pakan sehingga
juga dapat menstimulasi proses moulting. menyebabkan kematian (Department of
Proses kerja hormon memerlukan waktu Ocean Development, 1999). Menurut
untuk merangsang target organ Malik (2009) berpendapat bahwa kepiting
sementara tangkai mata sebagai yang sudah stress, keseimbangan fisiologis
penghasil hormon penghambat moulting tubuhnya pun terganggu, sehingga daya
masih utuh. Dengan demikian, hormon tahan tubuhnya menurun, memberi
penghambat moulting juga masih peluang terhadap parasit, virus dan
terbentuk. Hal ini memperlambat fluktuasi kualitas air untuk masuk dan
terjadinya proses moulting. merusak fungsi fisiologis pada kepiting
sehingga dapat menyebabkan kematian.
Proses ganti kulit (moulting) kepiting Menurut Husni (2006) dalam Afrizal (2009)
memerlukan energi dan gerakan yang yang menyatakan bahwa secara biologis
cukup kuat, maka bagi kepiting dewasa pematahan capit dan kaki jalan dapat
yang mengalami pergantian kulit merangsang organ tubuh kepiting untuk
membutuhkan energi dari pakan yang
tumbuh kembali. Hal ini disebabkan
cukup besar. Jumlah kandungan nutrisi
setelah capit dan kaki jalan kepiting lepas,
yang dihasilkan dari pakan yang diberikan
kepiting akan terangsang untuk
mencukupi bagi kepiting untuk melakukan
memperbaiki fungsi morfologi tubuhnya
proses moulting. Lebih lanjut Borgstrom
dengan cara melakukan pergantian kulit
(2002), mengemukakan bahwa sebagai
sehingga akan menjadi kepiting
organisme yang berhubungan dengan air,
cangkang lunak.
kepiting memperoleh energi dari
makanan yang mereka dapatkan.
Pemotongan capit kaki atau
Apabila kandungan energi berkurang
autotomi bertujuan untuk meningkatkan
maka protein dalam tubuh akan dipecah
hormon yang dapat menimbulkan
dan dipergunakan sebagai sumber energi.
ketidakseimbangan atau stress sehingga
Energi yang diperlukan dalam proses
kepiting akan merespon untuk melakukan
moulting cukup besar, Jika protein dipakai
regenerasi dengan cara moulting, namun
sebagi sumber energi tidak mencukupi
tingkat stress pada kepiting juga dapat
maka hal tersebut juga dapat menyebkan
menyebabkan kematian. Selain hal
kematian kepiting pada saat moulting.
tersebut, faktor moulting juga
berpengaruh terhadap tingkat
Kelulushidupan
kelulushidupan. Proses moulting yang
lebih pendek dari interval moulting, maka
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
akan meningkatkan hormon ketidakseim-
kelulushidupan tertinggi dicapai oleh
bangan atau stress sehingga
perlakuan ablasi (Gambar 2). Hal ini
menyebabkan kematian. Disamping itu
diduga dikarenakan luka akibat perlakuan
juga kepiting yang mengalami moulting
pada metode ablasi lebih kecil dari pada
memerlukan energi untuk prosesnya
luka pada perlakuan metode autotomi,
(Phelan dan Grubert, 2007). Hal ini juga
sehingga metode Autotomi, mempunyai
dapat mengakibatkan kematian karena
tingkat kelulushidupan paling rendah.
energi yang diperlukan cukup besar.
Kelulushidupan terendah pada metode Faktor yang mempengaruhi tingkat
autotomi terjadi di minggu pertama dan kelulushidupan antara lain dinyatakan
ke dua. Perbedaan tingkat kelulushidupan dalam dua hal yaitu, faktor biotik seperti
disebabkan oleh beberapa faktor, di kompetitor, predator, kepadatan populasi,
antaranya tingkat stres yang diakibatkan parasit, penyakit, virus dan bakteri serta
karena luka yang diterima kepiting. Luka faktor abiotik, yang meliputi faktor fisika
yang didapat pada metode autotomi dan kimia.

34 Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

Gambar 2. Kelulushidupan S. serrata Forsskl, 1775

Kualitas air pada media dan penanganan hasil panen.


pemeliharaan selama pengamatan masih Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, 30-
dalam kisaran normal dengan suhu rata- 36 hlm.
rata 280C, salinitas 28 g/L, pH 7, oksigen Anggoro, S. 2001. Peran hidrobiologi
terlarut kisaran 5,13-8,29 mg/L dan amonia dalam pengembangan perikanan
kisaran 0,239-0544 mg/L. Kondisi kualitas air pantai. Fakultas Perikanan dan Ilmu
pada media pemeliharaan layak untuk Kelautan, Universitas Diponegoro
memenuhi kebutuhan kualitas air bagi Semarang, 20 - 21 hlm.
kepiting untuk hidup. Azis. 2008. Perangsangan moulting
pascalarva lobster air tawar jenis capit
merah (Cherax quadricarinatus, Von
KESIMPULAN Martens) dengan perlakuan suhu.
Tesis. Program Studi Ilmu Perairan,
Berdasarkan hasil penelitian dapat Sekolah Pasca Sarjana, Institut
disimpulkan, bahwa perbedaan metode Pertanian Bogor, 5-17 hlm.
perangsangan moulting berpengaruh Bliss, Dorothy. E. 1983. The Biology of
terhadap persentase moulting, Crustacea. Vol.8 Environmental
kelulushidupan dan pertumbuhan S. Adaptations. Academic Press, New
serrata Forsskl, 1775. Persentase moulting, York, 198 p.
kelulushidupan dan Laju pertumbuhan Carlisle, D. B. 1953. Moulting hormone in
spesifik harian tertinggi dicapai pada Leander (Crustacea Decapoda). Mar.
metode ablasi (persentase moulting 80 biol., Ass. United Kingdom, 32:95-289
10%, dan kelulushidupan 83,34 5,78%, LPS pp.
5,36 0,34%/hari). Sedangkan laju Chang, E. S. and Snyder, M.J . 1986. Effect
pertumbuhan spesifik harian, tingkat of eyestalk ablation on larval molting
moulting dan kelulushidupan terendah rates morphological development of
dicapai oleh metode autotomi (LPS 1,81 the American lobster (Homarus
0,22%/hari, persentase moulting 13,33 americanus). Biol., Bull., 170: 232-243.
5,78%, dan kelulushidupan 16,67 5,78%). Changbo, Z., D. Shuanglin, W. Fang & H.
Guoqiang. 2004. Effects of Na/K ratio
in seawater on growth and energy
DAFTAR PUSTAKA budget of juvenile Litopenaeus
vannamei. Aquaculture, 234: 485-496.
Afrizal, H. 2009. Teknik pemoultingan Department of Ocean Development.
kepiting (Scylla sp.) cangkang lunak 1999. Fattening of spiny lobster

Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi) 35


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):2936

Panulirus homarus, P. versicolor and Penelitian Universitas Airlangga


mud crab (Scylla serrata) using Surabaya, 14(1):33-35.
different pelletised and live feeds Kanna, I. 2000. Hormon Penghambat
(mussels, clams, squids, trash fish and Moulting (MIH dan GIH) dalam
chicken waste) both in the main land Pembenihan dan Pembesaran
and Islands Development, National Kepiting Bakau, Kanisius, Jakarta, 30-
Institute of Ocean Technology, 32 hlm.
Chennai,12: 235-238. Kasry, A. 1991. Pengaruh antibiotik dan
Gunarto and Cholik, F. 1990. Effect of makanan terhadap kelulushidupan
stocking densities on mangrove crab dan perkembangan larva kepiting
(S. serrata) in ponds. Coastal bakau (Scylla serrata Forsskl). Jurnal
Aquaculture., Maros, South Sulawesi, Penelitian Institut Pertanian Bogor,
Indonesia, 3(2): 60-64. 12(2): 568-570.
Hartnol, R G. 2004. Growth in Crustacea Kordi, M.G.K. 2000. Budidaya Kepiting dan
Twenty Years on. Hidrobiologia Bandeng di Tambak Sistem Polikultur.
Journal, 449(1-3): 111-122. Dahara Prize. Semarang. 11-37 hlm.
Huynh, M.S & R. Fotedar. 2004. Growth, Majid, A.H., S.Nader. A. Azadeh and B.
survival, hemolymph osmolality and Ahmad. 2008. Influence of eyetalk
organosomatic indices of the western ablation and temperature on molting
king prawn (Penaeus laticulatus and mortality of Narrow-clawed
Kihinouye, 1896) reared at different Crayfish. Hidrobiology, 8 : 219 223.
salinities. Aquaculture, 234: 601-614. Phelan, M. Grubert, M . 2007. The life cycle
Irawan, B dan Agus Soegianto. 2004. of the mud crab. Coastal Research
Kekayaan jenis portunidae di sisi Unit. Darwin, Notrhern Territory
shipping line selat Madura. Jurnal Government. 11: 1-5.

36 Pertumbuhan dan Prosentase Molting pada Kepiting Bakau (Ali Djunaedi)

Anda mungkin juga menyukai