Anda di halaman 1dari 2

Potret Kehidupan Masyarakat Kota Dalam Film Jakarta Maghrib

Arti Rizki Astari - 180810130035


Film Jakarta Maghrib ini menceritakan tentang fenomena kehidupan masyarakat
kota Jakarta dengan mengambil setting waktu saat Maghrib. Film karya Salman
Aristo ini berjenis omnibus, yang memiliki 5 segmen cerita pendek yang berbeda
dengan penekanan pada tema yang sama yaitu tentang kehidupan sosial
masyarakat kota. Perbedaan dari kelima cerita ini adalah dari segi pokok
permasalahan dan konflik yang coba dikembangkan di setiap ceritanya. Segmen
pertama yang berjudul Iman Cuma Ingin Nur menceritakan tentang fenomena
kehidupan rumah tangga keluarga kecil dengan penghasilan pas-pasan masyarakat
pinggiran kota. Keruwetan masalah rumah tangga yang kompleks telah menjadi
sesuatu yang mau tidak mau harus dihadapi oleh keluarga kurang mampu
masyarakat pinggir kota. Minimnya penghasilan menjadikan mereka harus rela
berdesakkan dengan anggota keluarga yang lain. Gizi bayi yang kurang
diperhatikan juga menjadi masalah yang harus dihadapi oleh keluarga kurang
mampu di Ibukota. Selain itu, kerepotan perempuan dalam mengurus bayi dan
melayani kebutuhan biologis suami menjadi masalah setiap hari perempuan dari
masyarakat kurang mampu pinggiran Ibukota.
Cerita selanjutnya yang berjudul Adzan begitu religius dan menyentuh. Pesan
yang ingin disampaikan pada segmen ini adalah banyaknya warga yang sudah tidak
mementingkan hubungannya dengan tuhan. Warga Jakarta terlalu sibuk dengan
urusan dunia nya yang mengakibatkan sepinya rumah ibadah yang ada di Ibukota.
Akhir dari segmen ini juga sangat kritis, menyikapi fenomena warga yang mudah
terprovokasi keadaan tanpa mengetahui dan menyelidiki terlebih dahulu fakta yang
ada. Tingkat sensitifitas warga Ibukota terhadap isu-isu agama juga dinilai tidak
masuk akal. Masyarakat akan melakukan tindakan anarkis apabila ada yang
merendahkan agamanya, padahal faktanya mereka sendiri tidak mendalami dan
memprioritaskan urusan agamanya masing-masing.
Cerita ketiga yang berjudul Menunggu Aki lebih menunjukkan buruknya kondisi
sosial masyarakat Jakarta yang saat ini cenderung individualis, sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing, dan kurang peka terhadap lingkungan sekitar.
Segmen ini bermula dari beberapa orang tetangga yang berkumpul dengan tidak
sengaja karena menunggu Aki yang merupakan tukang nasi goreng langganan
mereka. Kesan individualis terlihat ketika orang-orang tersebut yang notabene
merupakan tetangga satu kompleks belum mengenal antara satu sama lain. Selain
itu, orang-orang yang menganggap diri intelek dan memiliki pemikiran modern
ternyata telah mencetak generasi apatis yang tidak peka terhadap lingkungan
sekitar. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya segerombolan orang yang membuat
kegaduhan di lingkungan mereka dan sering mengganggu ketenangan warga.
Mereka yang sedang menunggu Aki ini, kebanyakan memiliki profesi yang
seharusnya dekat dengan rasa sosial terhadap masyarakat, tetapi tidak ada yang
mau menegur orang yang telah membuat kegaduhan tersebut dan malah mencari
berbagai alasan agar tidak ikut campur dengan fenomena tersebut.
Cerita keempat yang berjudul Cerita Si Ivan lebih menyiratkan tentang permainan
anak modern yang lebih suka memainkan games dan teknologi lainnya yang lebih
bersifat individualis ketimbang dengan permainan tradisional. Selain itu, peran
media yang begitu mempengaruhi pola pikir anak-anak zaman sekarang tanpa
disaring, juga ditonjolkan dalam segmen ini. Lalu segmen terakhir yang berjudul
Jalan Pintas menyiratkan makna bahwa pasangan kekasih di zaman sekarang
tidak hanya menuntut cinta sebagai landasan hubungan mereka. Tetapi juga
menuntut komitmen, kerasionalan, dan materi.

Anda mungkin juga menyukai