Anda di halaman 1dari 18

Sistem Rujukan Untuk Penderita Gangguan

Integumen (Luka Bakar)


Selasa, 21 Januari 2014
Sistem Rujukan Untuk Penderita Gangguan Integumen (Luka Bakar)

TUGAS SISTEM INTEGUMEN I


SISTEM RUJUKAN UNTUK PENDERITA GANGGUAN INTEGUMEN
(LUKA BAKAR)

Di susun oleh :
KELOMPOK 6 (SI 3A)
1. Maulidia Alfiarista S. 111.0081
2. Muhammad Afan A. 111.0085
3. Nikmatus Sholikah 111.0091
4. Ninin Arindi 111.0093
5. Putri Septaria E. 111.0103
6. Tatok Prayoga 111.0131
7. Yestilia Rahma 111.0137

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2013-2014
PEMBAHASAN
I. PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang menimbulkan derita besar pada penderitanya. Selain
mengancam jiwa, luka bakar juga menyebabkan berbagai morbiditas berupa gangguan fisik yang
berat serta dampak psikologis yang serius yang dapat menganggu fungsi sosial penderitanya.
Mekanisme terjadinya, luas, dan kedalaman luka bakar, serta usia merupakan faktor yang sangat
menentukan mortalitas kasus luka bakar. Penderita anak-anak dan usia lanjut merupakan faktor-
faktor yang sangat menenfukan mortalitas kasus luka bakar.
Seorang penderita yang mengalami lukabakar seluas 5% LPT (luas permukaan tubuh)
membutuhkan waktu satu bulan untuk bisa kembali ke aktivitas kerja sehari-harinya dan
penderita dengan luka, 10% LPT butuh 1 -6 bulan, 20% LPT butuh 6 bulan-1 tahun, dan 35%
LPT butuh lebih dari 1 tahun. Pertolongan pada waktu, dengan cara, dan oleh orang yang tepat
sangatlah krusial dalam tatalaksana kasus luka bakar.
Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald). Mayoritas dari
luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan ruang
makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Anak yang
memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas, minuman panas atau
makanan panas.
Luka bakar dangkal dan ringan (superficial) dapat sembuh dengan cepat dan tidak
menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya dalam dan luas, maka penanganan
memerlukan perawatan di fasilitas yang lengkap dan komplikasi semakin besar serta kecacatan
dapat terjadi. Oleh karena itu, semua orang khususnya orangtua, harus meningkatkan
pengetahuan mengenai luka bakar dan penanganannya, terutama pada anak-anak.
Tujuan tatalaksana luka bakar adalah untuk membantu penderita kembali kepada kehidupan
terbaiknya pasca luka bakar. Dalam praktik penanganan luka bakar, tenaga medis harus
menguasai diagnosis berdasarkan kriteria derajat berat luka bakar. Salah satu kriteria untuk
merawat penderita luka bakar adalah klasifikasi yang dibuat oleh American Burn Association
(ABA). Keterampilan penegakan diagnosis penetapan indikasi rawat inap dan tatalaksana praktis
menjadi kunci keberhasilan tenaga medis di lini depan untuk ikut menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas luka bakar. Sangatlah penting bagi tenaga medis di pelayanan kesehatan primer
untuk menentukan kapan sebuah kasus luka bakar cukup ditanganinya sendiri, dirujuk ke rumah
sakit biasa, atau harus langsung dirujuk ke pusat pelayanan luka bakar. Keputusan ini dibuat
dengan mempertimbangkan luas, dalam, lokasi, kondisi komorbiditas, penyebab luka bakar, serta
usia penderita.
II. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas
atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau
mendinginkan. Luka bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama
namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak memiliki
lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan untuk
mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).
III. PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit luka bakar terdiri dari fase akut, subakut, dan fase lanjut. Pada fase
akut (sejak terjadinya cedera sampai syok awal teratasi; 0 sampai 72 jam) atau yang sering
disebut fase syok, yang menjadi ancaman hidup adalah gangguan airway (pernafasan) berupa
pembengkakan jalan napas akibat cedera inhalasi oleh udara panas atau gas toksik produk
pembakaran di tempat kejadian, gangguan breathing akibat eschar yang melingkar di dada atau
trauma toraks terkait cedera (misal frakur iga atau pneumotoraks), serta gangguan circulation
akibat meningkatnya permeabilitas dinding vaskular yang menyebabkan ekstravasasi cairan
intravascular dalam jumlah besar. Pada fase subakut (setelah fase akut teratasi; 3 minggu atau
lebih), yang menjadi masalah adalah keadaan hipermetabolisme, infeksi hingga sepsis, serta
inflamasi dalam bentuk SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) yang dapat
mengarah ke MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) hingga MOF (Multiple Organ
Failure). Masalah penutupan luka menjadi titik berat penanganan dalam fase subakut ini. Setelah
dinyatakan "sembuh" dan diperkenankan untuk mengikuti program rawat jalan, pasien luka
bakar masuk dalam fase lanjut. Dalam fase ini penyulitnya berupa parut hipertrofik, keloid,
dispigmentasi, kontraktur, deformitas dan kecacatan lain, serta masalah psikologis. Semua
masalah tersebut harus direkonstruksi dan direhabilitasi secara sinambung. (Maj Kedokt Indon,
Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008).
Penanganan luka bakar di luar rumah sakit dibagi menjadi dua. Yaitu fase akut dan fase
lanjutan (follow up). Pada fase akut, ada 3 hal yang harus dilakukan. Pertama, menentukan
apakah luka bakar perlu di rujuk ke rumah sakit atau tidak. Kedua, mengurangi rasa sakit dan
ketiga, mencegah terjadinya infeksi dan perburukan serta mengusahakan penyembuhan. Pada
fase lanjutan, penanganan ditujukan untuk rehabilitasi dan pencegahan kecacatan
(kekakuan/kontraktur). Pada fase akut perlu pengetahuan untuk menetukan luas area luka bakar,
kedalaman luka bakar karena dua factor ini yang secara dominan menentukan perlu tidaknya
perawatan rujukan di fasilitas yang lebih lengkap. Rujukan ke fasilitas lebih lengkap juga
dipengaruhi lokasi luka bakar, usia pasien, dan kondisi yang menyertai luka bakar.
IV. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi luka bakar
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka bakar
diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni:
a. Berdasarkan penyebab
Luka bakar karena api
Luka bakar karena air panas
Luka bakar karena bahan kimia
Luka bakar karena listrik
Luka bakar karena radiasi
Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar derajat I
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis (lapisan paling superfisial).
Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
Tidak dijumpai bullae
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari tanpa jaringan parut.
Contoh : sunburn akibat berjemur terlalu lama

2) Luka bakar derajat II


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Derajat 2A / dangkal / superficial (luka bakar superficial partial thickness/superficial dermal burn)
Penyebabnya cairan atau uap panas (tumpahan atau percikan), paparan nyala api. Kerusakan
mengenai bagian superfisial dari dermis. Kulit tampak merah muda, berbula, basah, dan terasa
nyeri. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari. Sehingga penyembuhan spontan yang
berasal dari keratinosit di sisa kelenjar keringat, kelenjar sebaseus, dan folikel rambut tersebut,
penyembuhan dapat menyebabkan perubahan pigmentasi kulit.

b) Derajat 2B / dalam / deep (deep partial thickness/deep dermal burn)


Penyebabnya cairan atau uap panas (tumpahan), api, minyak panas. Kerusakan mengenai hampir
seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
Kulit tampak pucat dengan bercak merah darah dan tidak nyeri lagi (hipestesi). Sel epitel yang
viabel tinggal sedikit, sehingga penyembuhan spontan sulit terjadi. Penyembuhan terjadi lebih
lama, tergantung epitel yang tersisa. Penyembuhan berlangsung lebih dari 3-4 minggu atau lebih
dari sebulan dan kemungkinan besar meninggalkan parut hipertrofik serta kontrakfur bila tidak
diberikan perawatan yang baik. Luka bakar derajat ini sebaiknya ditangani dengan cangkok kulit
atau skin subtitute lainnya untuk menutup luka.

3) Luka bakar derajat III (full thickness)


Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
Penyebabnya cairan atau uap panas, api, minyak, bahan kimia, tegangan listrik
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan. Kerusakan dapat pula mencapai jaringan di bawah kulit sampai ke otot bahkan
tulang.
Tidak dijumpai bulae.
Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami
kerusakan/kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka. Harus
dilakukan eksisi jaringan nekrotik (eschar) serta diberi penutup skin graft.
2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka, American Burn Association menggolongkan luka bakar
menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
Luka bakar full thickness lebih dari 20%.
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah
Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-
anak
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
Luka tidak sirkumfer.
Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
V. MERUJUK PASIEN LUKA BAKAR
Sangatlah penting bagi dokter di pelayanan kesehatan primer untuk menentukan kapan sebuah
kasus luka bakar cukup ditanganinya sendiri, dirujuk ke rumah sakit, atau harus langsung dikirim
ke RS dengan unit luka bakar. Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan luas, dalam,
lokasi, kondisi komorbiditas, penyebab luka bakar, serta usia pasien. Yang dapat ditangani
sebagai pasien rawat jalan langsung oleh dokter (Yankes Tingkat Pertama) adalah kasus luka
bakar minor yaitu luas luka bakar derajat II <10% LPT pada orang dewasa atau <5% pada anak-
anak atau lansia, luka bakar derajat III <2% LPT, tidak mengenai area wajah, genitalia,
persendian, tidak disebabkan oleh listrik atau zat kimia, tidak ada trauma termal inhalasi dan
tidak ada kondisi komorbiditas yang signifikan. Di luar kriteria ini pasien harus segera dirujuk ke
rumah sakit (Yankes Tingkat Kedua) atau langsung ke RS dengan unit luka bakar (Yankes
Tingkat Ketiga) jika terdapat kriteria berikut :

1. Luka bakar derajat II >10% LPT

2. Luka bakar yang mengenai daerah wajah, mata, tangan, kaki, genitalia, perineum (sekitar
anus), persendian utama

3. Luka bakar derajat II pada kelompok usia berapa pun

4. Luka bakar yang melingkar

5. Luka bakar listrik (termasuk tersambar petir)

6. Luka bakar akibat zat kimia

7. Terdapat cedera inhalasi. Luka bakar yang mencederai saluran napas.


8. Luka bakar pada usia kurang dari 12 bulan

9. Terdapat masalah medis sebelumnya (pre-existing medical conditions) / kondisi


komorbiditas.

10. Terdapat trauma penyerta, tetapi dengan luka bakar yang paling berpotensi menimbulkan
mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih berpotensi tinggi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan terlebih dahulu di trauma
center sebelum dirujuk ke unit luka bakar.

11. Pasien luka bakar anak yang dirawat di rumah sakit yang tidak memiliki petugas dan
fasilitas pelayanan pasien pediatrik yang memadai.

12. Penderita luka bakar yang memerlukan penanganan khusus untuk masalah emosional dan
sosial atau memerlukan tindakan rehabilitatif khusus (mencakup kasus penganiayaan dan
penelantaran anak)
VI. SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN
1. SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN / YANKES (PERMENKES 001/2012)
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
Timbal balik
Horisontal maupun vertical
2. TINGKATAN PELAYANAN KESEHATAN
1) Yankes Tingkat Pertama (kelas C dan / D)
Puskesmas, RS Pratama, Klinik
Praktek Perorangan
2) Yankes Tingkat Kedua ( RS kelas B)
Yankes spesialistik dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik
3) Yankes Tingkat Ketiga (RS kelas A)
Yankes sub spesialistik
Dengan pengetahuan dan teknologi sub spesialistik
3. SISTEM RUJUKAN
Dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari Yankes Tingkat Pertama
Yankes Tk II/III hanya dapat diberikan atas rujukan yankes Tk. I/II
Bidan dan Perawat hanya dapat melakukan rujukan kedokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan Tk. Pertama
Dikecualikan dari pelayanan kesehatan secara berjenjang, dikecualikan pada keadaan: Gawat
darurat; Bencana; Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; Pertimbangan geografis.
Bagi peserta jaminan/asuransi sosial, Diwajibkan mengikuti sistem rujukan
Bagi peserta asuransi komersial, sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi
Bagi yang bukan peserta jaminan /asuransi, dapat mengikuti sistem rujukan
4. TATA CARA RUJUKAN
a. RUJUKAN VERTICAL
Antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan
Dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi atau sebaliknya
b. RUJUKAN HORISONTAL
Antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan
5. ALUR SISTEM RUJUKAN REGIONAL
Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskesmas,
kemudian kelas C, kelas D selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.
Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap yang diberikan
berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan
tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien.
RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A antar atau lintas
kabupaten/kota yang telah ditetapkan
VII. Ilustrasi Kasus Penentuan Rujuk-Rawat Kasus Luka Bakar

1. Penderita pada kasus 1 berusia muda tanpa riwayat komobiditas yang dapat mengganggu
penyembuhan. Luka bakar yang dialami tergolong luka bakar ringan yang meliputi 3 kali luas
telapak tangan penderita atau sekitar 2,5% LPT dan berderajat 2A. Walaupun luka bakar
mengenai daerah sendi, dengan perawatan yang baik terhadap luka bakar derajat 2A, diharapkan
tidak terjadi gangguan fungsi di fase lanjut. Bula yang besar dapat dipecahkan karena berisi
cairan yang dapat mengundang infeksi dan menyulitkan dressing luka. Kulit bula dapat
dimanfaatkan sebagai dressing biologis dan diberikan moist dressing konvensional. Pemasangan
bidai di sisi anterior area persendian dapat mencegah proses kontraksi yang kemudian dapat
menyebabkan kontraktur. Dengan demikian, penderita ini dapat ditatalaksana oleh dokter
(Yankes Tingkat Pertama).
2. Penderita pada kasus 2 berusia dewasa muda tanpa riwayat komobiditas yang dapat mengganggu
penyembuhan. Luka bakar kira-kira seluas 9% LPT karena mengenai separuh lateral ekstremitas
atas (4,5% LPT) dan area paha kanan (4,5% LPT). Kedalaman luka bakar sebagian besar
berderajat 2A; sebagian berbaur dengan luka bakar derajat 2B. Area perifer luka bahkan sudah
mengalami epitelisasi. Luka bakar tidak mengenai area persendian bahu, sebagian melibatkan
area persendian siku, dan sedikit mengenai sisi lateral lutut. Secara umum luka di area
persendian berderajat 2A sehingga diprediksi tidak mengganggu fungsi sendi di fase lanjut. Luka
bakar derajat 2A dan 2B seluas <15% LPT pada orang dewasa dapat dirawat secara poliklinis
dan penangananannya dapat dilakukan oleh dokter dengan prinsip moist dressing konvensional
yaitu salep / vaselin + kasa lembab + kasa kering + balutan hipoalergenik kedap air atau
pembalut elastis (Yankes Tingkat Pertama). Jika luka tidak sembuh setelah dua minggu
perawatan, penderita selayaknya dirujuk ke RS kelas B (Yankes Tingkat Kedua).
3. Pada penderita anak-anak tersebut (kasus 3) tidak ditemukan cedera inhalasi. Luka bakar
berderajat 2A dan seluas 14% LPT menurut Lund and Browder chart untuk anak berusia 5 tahun
(wajah 6,5% LPT, sisi anterior leher 1% LPT, trunkus anterior 6,5% LPT). Penderita ini
selayaknya memperoleh perawatan inap mengingat luasnya dan area fungsional yang terlibat.
Sebaiknya penderita dirawat dan atau di rujuk dari RS kelas B ke rumah sakit dengan
kemampuan perawatan pediatric (Yankes Tingkat Ketiga/Kelas C).
VIII. MANAJEMEN SEBELUM DIRUJUK
Seperti kasus trauma pada umumnya, begitu pasien luka bakar datang dokter penolong
harus melakukan evaluasi dan tindakan life saving mengatasi masalah ABC (airway, breathing,
dan circulation). Kalau diperlukan, segera lakukan intubasi endotrakea dan pasang infus di
daerah yang tidak terkena luka bakar minimal dengan jarum no.16. Bila terdapat eskar melingkar
dada disertai distres pernapasan, segera lakukan eskaratomi sesuai garis eskaratomi di dada yaitu
di sepanjang lengkungan dan sedikit di depan linea aksilaris anterior. Lepaskan pakaian dan
perhiasan yang terbakar sambil melakukan anamnesis dengan cepat perihal mekanisme terbakar:
apakah terkurung di suatu ruangan, ledakan, tersengat listrik, terkena bahan kimia, waktu dan
lama kejadian, serta trauma lain terkait kejadian. Sebisanya diperoleh informasi sekilas mengenai
ada tidaknya penyakit penyerta seperli jantung, hipertensi, diabetes, gangguan ginjal, atau obat
yang sedang dipaksi. Jika luka bakar disebabkan oleh asam atau basa kuat, segera guyur dengan
air sebanyak-banyaknya secara terus-menerus setidaknya selama 20 menit.
Indikasi melakukan intubasi segera adalah adanya distres pernapasan, riwayat cedera
inhalasi misalnya terkurung dalam ruangan terbakar atau terkena ledakan, terlihat wajah, alis,
dan bulu hidung hangus, adanya arang atau sputum kehitaman, stridor, dan eritema atau
pembengkakan pada orofaring dengan inspeksi langsung.
Setelah tindakan penyelamatan primer selesai, lakukan penilaian luas dan kedalaman luka
bakar. Jika terdapat kriteria untuk merujuk ke unit luka bakar dan pasien untuk sementara sudah
stabil, lakukan koordinasi dengan dokter di pusat luka bakar dan rujuk pasien dengan lampiran
catatan hasil pemeriksaan yang dianggap penting oleh dokter pengirim maupun penerima
rujukan. Luka dapat ditutup sementara dengan pembalut yang ideal yaitu polyvinyl chloride
sheeting (clingfilm), untuk melindungi luka, mengurangi kehilangan panas dan menahan
evaporasi, dan agar tidak mengganggu tampilan luka. Hal ini akan membantu tim unit luka bakar
nantinya yang akan mengevaluasi luka dengan lebih akurat. Jika tidak terdapat film transparan,
karena luka bakar derajat 2 terasa nyeri bahkan bila terkena aliran udara ruangan di atas luka,
penutupan luka dengan kain/kasa steril akan mengurangi nyeri, lalu selimuti pasien agar tetap
hangat.
Berikan irnunisasi tetanus sesuai dengan riwayat status imunisasi tetanus. Analgesik dan
sedatif tidak perlu diberikan mengingat penderita luka bakar berat sering menjadi gelisah lebih
karena hipoksemia dan hypovolemia bukan karena nyeri. Pemberian oksigen dan cairan akan
menghasilkan respons yang lebih memuaskan dibandingkan dengan pemberian analgesik
narkotik yang malahan dapat mengaburkan tanda terjadinya hipoksemia atau hipovolemia.
*Tatalaksana*
Secara sistematik dapat dilakukan 6 C : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,
covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan
langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir
selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu dibawah normal, terutama pada
anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar.
Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin)
sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan
pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar
karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak
selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan
terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan
risiko infeksi berkurang.

Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial-thickness (dapat dilihat pada table 4 jadwal pemberian
antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat
diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat
alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2
bulan

Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :


Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

PENUTUP
Penilaian dan penanganan awal kasus luka bakar yang tepat tidak hanya akan
menurunkan mortalitas tapijuga akan mempertahankan kualitas hidup penderita. Keputusan yang
tepat kapan merujuk seorang penderita luka bakar memberi dampak yang besar bagi keberhasilan
penanganan luka bakar. Melakukan dengan benar tindakan yang sesuai dengan kompetensi
seorang dokter sebagai penolong pertama, dokter bedah umum di instansi rumah sakit, atau
seorang dokter bedah plastik di unit luka bakar, tidak akan membuat masing-masing peran
tersebut menjadi berkurang nilainya. Hal ini justru akan memaksimalkan harapan dan kualitas
hidup pasien karena terlangani dengan tepat sesuai dengan porsi dan keahlian setiap petugas
kesehatan yang melayaninya. Tidak perlu ragu untuk merujuk ketika tidak tahu atau ragu tentang
apa yang harus dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Prasetyono, Theddeus O.H. Rendy, Leo. 2008. Jurnal Merujuk Pasien Luka Bakar : Pertimbangan
Praktis. Jakarta : IDI.

Anda mungkin juga menyukai