Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri konstruksi menjadi sektor yang signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan


perekonomian. Aktifitas perekonomian di hampir semua negara berkaitan erat dengan
industri konstruksi. Di sisi lain, industri konstruksi menjadi salah satu kontributor utama dari
dampak negatif terhadap lingkungan, karena tingginya jumlah limbah yang dihasilkan dari
konstruksi, baik karena pekerjaan renovasi, pembongkaran ataupun kegiatan yang
berhubungan dengan konstruksi (HH Lau & A.Whyte 2007). Yahya, K. & Boussabaine, AH
(2004) menyatakan bahwa industri konstruksi adalah salah satu pencemar lingkungan
terbesar. Maka upaya melakukan pengukuran dan menganalisis dampak lingkungan dari
limbah yang dihasilkan dari kegiatan lokasi konstruksi menjadi sangat urgen.
Berdasarkan banyak penelitian, lokasi pembangunan menghasilkan banyak limbah
konstruksi yang dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Di berbagai belahan
dunia yang tengah melakukan banyak pembangunan konstruksi mempunyai permasalahan
yang berkaitan dengan limbah konstruksi. Salah satu limbah konstruksi yaitu limbah beton.
Misalnya di kondisi ruas Jalan Kaligawe Semarang pada tahun 2008 yang masih
menggunakan perkerasan lentur (flexible pavement) sering mengalami kerusakan berat
sehingga dilakukan solusi dengan penggunaan limbah beton yang didaur ulang. Penggunaan
beton Recycling ini akan sangat memberikan manfaat besar bagi preservasi jalan di ruas jalan
kaligawe Semarang, karena dengan teknologi daur ulang yang memaksimalkan penggunaan
material bekas yang telah terpasang, akan meminimalkan kebutuhan fresh aggregate batu
pecah sebagai kebutuhan pekerjaan jalan secara keseluruhan, dan tentunya akan bermuara
kepada pengurangan exploitasi sumber daya alam batuan baik di gunung maupun di sungai.
Dengan segala kelebihannya yang dapat disimak akhir-akhir ini, metoda daur
ulang (recycling) pantas dinilai sebagai salah satu metoda perbaikan jalan yang cocok,
karena disamping murah dan ramah lingkungan, juga mampu memberikan hasil yang
memuaskan. Metoda beton recycling pertama kali diuji coba pelaksanaannya di Pantura, di
ruas Sewo, yang teruji setelah dilanda banjir ternyata jalan tersebut masih utuh, sedang
tidak jauh di lain lokasi mengalami rusak berat. Kejadian ini mendorong penggunaan
teknologi recycling meluas pada ruas-ruas paket yang lain. (Sudarno, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan limbah beton?


2. Bagaimana penggunaan daur ulang limbah beton untuk perkerasan kaku?

1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui arti dari limbah beton


2. Dapat mengetahui penggunaan beton hasil daur ulang untuk preservasi Jalan Kaligawe
Semarang

1.4 Sistematika Penulisan

Laporan ini terdiri dari beberapa bab, yaitu:


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Sistematika Penulisan

BAB II PERMASALAHAN
2.1 Pengertian Limbah Beton
2.2 Permasalahan dan Dampak Limbah Beton

BAB III SOLUSI PERMASALAHAN


3.1
3.2
3.3
3.4

BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah Beton

Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk
bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain lain. Beton merupakan satu kesatuan yang
homogen. Beton ini didapatkan dengan cara mencampur agregat halus (pasir), agregat
kasar (kerikil), atau jenis agregat lain dan air, dengan semen portland atau semen hidrolik
yang lain. Banyaknya jumlah penggunaan beton dalam kontruksi mengakibatkan
peningkatan kebutuhan material beton, sehingga memicu penambangan batuan sebagai
salah satu bahan pembentuk beton secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan turunnya
jumlah sumber alam yang tersedia untuk keperluan pembetonan.

2.2 Permasalahan dan Dampak Limbah Beton

Keterbatasan kemampuan alam dalam menyediakan material pembentuk beton


merupakan sebuah persoalan yang penting. Disisi lain ada beberapa bangunan tua yang
terpaksa dibongkar karena bangunan tersebut perlu diperbaharui, mengalami kerusakan,
atau tidak layak lagi dihuni. Pembuangan limbah tersebut memerlukan biaya dan tempat
pembuangan.
Pembuangan limbah padat seperti ini pada dasarnya dapat mengurangi kesuburan
tanah. Disamping itu, pada saat ini beton siap pakai (ready mix) sedang marak digunakan
untuk pembuatan kontruksi bangunan, namun pada penerapannya sering terjadi kelebihan
supply dan sisanya terkadang dibuang di sembarang tempat, sehingga dapat mengurangi
kesuburan tanah dan merusak keseimbangan ekosistem.

Selain itu, material penyusun beton juga merupakan bahan yang didapat dari
eksploitasi alam sehingga bisa menimbulkan kerusakan alam. Semen, pasir dan air yang
merupakan bahan penyusun beton merupakan bahan yang didapatkan dari alam.
Sehingga jika membuat beton yang baru dengan jumlah yang banyak akan menimbulkan
kerusakan alam yang cukup parah.

2.3 Implementasi
Kondisi ruas jalan kaligawe Semarang pada tahun 2008 yang masih menggunakan
perkerasan lentur (flexible pavement) sering mengalami kerusakan berat. Hal itu
disebabkan karena kondisi jalan yang sering terendam air dan beban lalu lintas yang
berat, mengakibatkan hubungan antara partikel aspal menjadi merenggang saat terendam
air dan pada saat itu juga beban berat melintas di atas aspal yang merenggang
mengakibatkan hubungan antar partikel aspal menjadi lepas, sehingga terjadi kerusakan
pada bagian jalan aspal tersebut.

Perkerasan kaku (rigid pavement) pada ruas jalan kaligawe Semarang mulai
diterapkan sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini dan penggunaan perkerasan kaku
(rigid pavement) ini dinilai sangat memuaskan, terbukti sampai saat ini tidak terjadi
kerusakan berat pada ruas jalan Kaligawe akibat rendaman air dan beban lalu lintas yang
berat. Sehingga perkerasan kaku (rigid pavement) terbukti cocok diterapkan pada ruas
jalan Kaligawe Semarang.

Kerusakan yang terjadi pada bagian jalan dengan perkerasan kaku (rigid
pavement) seperti pumping, cracking dan kerusakan lainnya dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja pada ruas jalan kaligawe ini. Sehingga diperlukan preservasi jalan yaitu
metode perbaikan pada kondisi jalan perkerasan kaku (rigid pavement) yang mengalami
kerusakan.

Penggunaan beton Recycling akan sangat memberikan manfaat besar bagi


preservasi jalan di ruas jalan Kaligawe Semarang, karena dengan teknologi daur ulang
yang memaksimalkan penggunaan material bekas yang telah terpasang, akan
meminimalkan kebutuhan fresh aggregate batu pecah sebagai kebutuhan pekerjaan jalan
secara keseluruhan, dan tentunya akan bermuara kepada pengurangan exploitasi sumber
daya alam batuan baik di gunung maupun di sungai. (Sudarno,2010)

2.4 Lokasi Implementasi


Salah satu daerah yang memanfaatkan beton daur ulang ini adalah di Jalan
Kaligawe, Semarang, Jawa Tengah. Lokasi dari Jalan Kaligawean Semarang, Jawa
Tengah dapat dilihat pada gambar berikut.

Jalan Kaligawe, Semarang, Jawa Tengah

Perkerasan yang rusak pada Jalan Kaligawe Semarang, Jawa Tengah

2.5 Dampak Limbah Beton

Limbah konstruksi mungkin dianggap bahan tidak berbahaya dan tidak


menyebabkan banyak masalah, namun faktanya hal tersebut mempunyai dampak yang
signifikan terhadap lingkungan yang disebabkan oleh proses pembangunan dan
pembongkaran sebuah konstruksi.
Berbagai regulasi telah dihasilkan dalam hal pembuangan dan pemantauan
dampak lingkungan termasuk didalamnya pencemaran air tanah. Dampak terhadap
kualitas air tanah secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu:

Kontaminasi dengan bahan kimia berbahaya,


Jenis ini adalah hasil kontaminasi dengan bahan kimia berbahaya,
terutama senyawa organik atau logam berat. Zat kimia ini diyakini merupakan
hasil dari sejumlah bahan kimia berbahaya baik diterapkan pada bahan bangunan,
atau pembuangan bahan kimia dalam aliran limbah pembanguan dan
pembongkaran.

Kontaminasi dengan bahan kimia yang tidak beracun


Jenis kedua adalah hasil kontaminasi dari jumlah yang lebih besar dari
bahan kimia yang tidak beracun yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas air
tanah. Zat kimia tersebut seperti klorida, natrium, sulfat dan amoniak yang
dihasilkan dari penyaringan bahan utama limbah pembangunan dan
pembangunan.

2.6 Penelitian tentang Trend meningkatnya Limbah Konstruksi

Untuk negara-negara berkembang, industri konstruksi merupakan salah satu


sektor penting untuk mengembangkan perekonomian suatu negara. Akan tetapi hal
tersebut tidak lepas dari permasalahan yang timbul akibat kegiatan tersebut. Oleh karena
itu, menjadi sangat penting untuk membuat lingkungan proyek konstruksi yang ramah
(friendly).
Begum dkk (2006) Bossink dan Brouwers (1996), Tang dan Larsen (2004)
menjelaskan bahwa untuk membuat sebuah sistem pengelolaan sampah yang tepat untuk
industri konstruksi, data mengenai struktur limbah konstruksi harus tersedia. Karena
langkah pertama untuk mencapai upaya meminimalisir dan pengendalian limbah
konstruksi adalah menemukan sumber data dari limbah konstruksi yang dihasilkan.
Mengingat isu meminimalisir limbah konstruksi telah menjadi isu penting bagi
masyarakat dan sudah seharusnya sistem manajemen limbah konstruksi dikembangkan
dalam semua proyek konstruksi untuk mengatur dan mengurangi limbah konstruksi yang
berpengaruh negatif terhadap lingkungan terutama di lokasi konstruksi (KK Lau &
A.Whyte 2007).
Identifikasi limbah konstruksi dalam proyek konstruksi, khususnya di negara
berkembang sangat dibutuhkan. Kebutuhan untuk memperoleh trend limbah konstruksi
sebagai platform untuk mengembangkan sistem dan manajemen limbah menjadi sangat
penting.

2.7 Pengukuran Limbah Konstruksi

Menurut N.J.G.J Bandara, dkk (2007) mengukur tingkat limbah konstruksi


berdasarkan karakterisasi limbah, setidaknya ada dua metode yang dapat digunakan,
yaitu:
1. metode klasik analisis limbah langsung
2. kedua Economic Input / Output (EIO) analisis.

Purdy dan Sabugal (1999) mengumpulkan sampel limbah dari truk yang dipilih
secara acak. Raja dan Murphy (1996) survei teori sampling untuk estimasi jumlah limbah
padat yang dihasilkan oleh unit hunian rata-rata di kota.
Gay dkk, (1993) memperkirakan komposisi dan hasil limbah berdasarkan
mengkonversi data ekonomi penjualan untuk wilayah ke dalam perkiraan timbulan
sampah.
Hockett dkk. (1995) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengukur
variabel-variabel yang mempengaruhi manajemen limbah padat perkapita di selatan-
timur Amerika Serikat menggunakan informasi dari utara Carolina sebagai sebuah data
set.
O.F. Kofoworola dan S.H. Gheewala (2009), menyatakan bahwa industri
konstruksi Thailand menghasilkan rata-rata 1,1 juta ton limbah konstruksi per tahun. Atas
dasar penduduk Thailand dari 2002-2005 (ASEAN, 2005) dan menggunakan kegiatan
konstruksi time-series data untuk periode yang sama (National Statistics Organization of
Thailand, 2007), diamati bahwa kecenderungan limbah konstruksi yang dihasilkan di
Thailand digunakan variabel seperti jumlah izin konstruksi, luas bangunan, populasi, dan
limbah konstruksi yang dihasilkan untuk hasil limbah konstruksi dalam kilogram per
orang. Limbah Konstruksi itu menunjukkan kecenderungan meningkat sejalan dengan
perkembangan ekonomi, urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang cepat terbukti
dengan statistik pemerintah dan diamati dalam studi lain (National Economic and Social
Development Board of Thailand, 2006; Organization for Economic Cooperation and
Development, 1998; Visvanathan dkk., 2004). Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan
limbah konstruksi juga telah diamati di banyak negara (Christiansen dan Fischer, 1999).
Unit pengukuran limbah konstruksi tidak hanya kilogram per orang tetapi juga
juta ton per tahun. Aliran limbah pembangunan dan pembongkaran merupakan aliran
limbah terbesar ketiga dalam hal kuantitatif di EU, setelah limbah pertambangan dan
pertanian. Jumlah limbah pembangunan dan pembongkaran yang dihasilkan diperkirakan
sekitar 180 juta ton per tahun, menurut angka-angka yang diberikan oleh EU
Environment General Directorate (EC DG ENV 2007).
Trend limbah konstruksi juga dinyatakan dengan nilai mata uang dan nilai
keekonomian, semisal kegiatan konstruksi yang dihitung di Negara China, yakni sekitar
40% dari sumber daya alam dan digunakan sekitar 40% energi (Wu, 2003), tapi terbuang
sekitar $ 30 miliar yuan (1US $ = $ 8,0273 yuan) dari produksi limbah padat dan dengan
tidak daur ulang (China Government, 2004).
BAB III
SOLUSI PERMASALAHAN

Limbah konstruksi akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh
karena itu perlu adanya manajemen pengolahan limbah untuk mengurangi dampak tersebut.
Setidaknya ada tiga hal yang diperhatikan dalam manajemen pengolahan limbah, antara lain:

3.1 Design (desain bangunan)

Desain bangunan sangat berkaitan dengan proses konstruksi. Untuk mencapai


pembangunan yang ramah lingkungan juga harus menggunakan desain yang ramah
lingkungan pula. GBI Malaysia (2010) mengembangkan green rating tool untuk
membantu menilai sebuah konstruksi dalam bentuk index. Alat tersebut dinamakan Green
Building Index Residensial New Construction (GBI-RNC). Alat ini dapat menjadi salah
satu pertimbangan dalam menciptakan bangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan
kesadaran berbagai pihak yang terkait tentang isu-isu lingkungan.
Ada 6 kriteria penting yang terbagi dalam sub-bagian dalam memperoleh kredit
poin sesuai yang diperlukan. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Efisiensi Energi
Tujuan untuk menetapkan efisiensi energi minimum adalah untuk
mengurangi konsumsi energi pada bangunan. Sehingga mengurangi emisi
CO2 ke atmosfer.

2. Kualitas didalam ruangan


Kualitas didalam ruangan antara lain meliputi kinerja minimum kualitas
udara, penerangan, maupun kualitas bangunan yang baik.

3. Manajemen dan perencanan lokasi proyek yang berkelanjutan


Mulai dari memilih lokasi, akses transportasi umum, pelayanan umum,
ruang terbuka landscaping dan efek panas, sistem bangunan dan manajemen
lokasi serta manajemen stromwater.

4. Material dan sumber daya alam


Meliputi penyimpanan & pengumpulan daur ulang, manajemen limbah
konstruksi, material daur ulang, material regional dan penggunaan kayu
berkelanjutan.

5. Efisiensi Air
Meliputi pemanfaatan air hujan, air daur ulang, efisiensi air landscaping
dan efisiensi air fittings.

6. Inovasi
Meliputi inovasi didalam desain bangunan dan inovasi desain lingkungan
serta fasilitator green building yang terakreditasi.

3.2 Build (pelaksanaan konstruksi)

Untuk mencapai bangunan yang ramah lingkungan pada tahap pembangunan juga
harus menjadi pertimbangan. Karena dalam kegiatan ini banyak menimbulkan limbah
baik yang disebabkan oleh pembangunan, renovasi maupun pembongkaran. Berbagai
literatur di seluruh dunia mengevaluasi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh proses
konstruksi. Ada beberapa alat evaluasi kinerja lingkungan yang populer antara lain adalah
Building Waste Assessment Score (BWAS), Waste Management Performance Evaluation
Tool (WMPET), Environmental Performance Score (EPS), Environmental Performance
Assessment (EPA) (Shen et al, 2005;. Tam dan Le, 2007; Ekanayake dan Ofori 2004,
Gangolells et al, 2009.).
Berbagai piranti pengukur indikator dikembangkan tidak lain adalah untuk
meminimasi dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan konsep
green construction yang merupakan konsep membangun dengan mempertimbangkan
dampak-dampak lingkungan yang timbul mulai dari pemilihan perencanan sampai
pengolahan konstruksi bangunan tersebut. Dalam pembangunan proyek konstruksi tentu
perlu adanya standar green rating tool juga untuk mengurangi dan meminimalisasi
dampak lingkungan bagi manusia. Salah satunya dengan menggunakan Green
Construction Index (GCI) yang akan memandu dan memberikan informasi yang
sederhana dalam proses konstruksi untuk menuju green construction.

3.3 Workers Attitude (perilaku pekerja proyek)


Salah satu faktor penting yang dapat menimbulkan dampak negatif berupa limbah
konstruksi adalah perilaku pekerja proyek yang tidak ramah lingkungan. Hal ini menjadi
penting untuk diperhatikan dalam proses pembangunan perumahan dan kawasan
pemukiman yang ramah lingkungan, agar tidak hanya patuh pada desain dan pelaksanaan
konstruksi yang ramah lingkungan, namun juga pada perilaku dan sistematika kerja para
pelaksana proyek. Berbagai perilaku pekerja proyek yang berkaitan dengan upaya
meminimalisir construction waste (limbah konstruksi) menuju konsep green site,
diantaranya yaitu ruang tim kerja proyek yang menerapkan konsep green dengan
mengutamakan penghematan pemakaian lampu dan AC, kebutuhan makan bagi para
karyawan di proyek, sudah tidak lagi memakai box yang cenderung menimbulkan
sampah namun diterapkan sistem katering untuk prasmanan. Demikian juga untuk air
minum, sudah mulai memakai gelas bukan lagi botol-botol yang berdampak pada barang
terbuang yang cenderung menjadi sampah dan mengganti tissue dengan kain pembersih.
Untuk para perokok juga disediakan shelter khusus bagi mereka yang ingin merokok.
Dan para pihak terkait menerapkan pola kerja sesuai tuntutan green yaitu tetap peduli
memonitor tingkat kebisingan dan polutan yang mungkin ditimbulkan proyek. Demikian
halnya untuk alat-alat berat yang masuk ke proyek kemudian menjadi kotor maka wajib
dibersihkan lebih dahulu sebelum keluar proyek dengan memanfaatkan kolam genangan
air hujan yang sudah disediakan.

3.4 Hierarki Pengolahan Limbah Konstruksi

Hierarki pengolahan limbah berdasarkan Chun-li Peng, Domenic E. Scorpio dan


Charles Kibert dalam Strategies for Succesful Construction and Demolition Waste
Recycling Operations (1995) adalah:

1. Reduction
Reduction merupakan cara terbaik dan efisien dalam meminimalisasi limbah
yang dihasilkan. Secara tidak langsung, zat-zat berbahaya dan beracun akan
berkurang sehingga biaya-biaya pengolahan limbah beracun dan berbahaya akan
berkurang.
Reduction dilakukan dengan cara mengontrol proses desain dan konstruksi.
Ada beberapa material yang mengandung jumlah tinggi energi, seperti beton dimana
semen menyumbang sekitar 5% dari emisi karbon dioksida global. Jika
memungkinkan, saat melakukan design, tentukan produk bangunan dengan konten
daur ulang tinggi daripada bahan baru.
Beton agregat, countertops, karpet, ubin kaca, kayu, dan bahan dry wall
merupakan beberapa bahan yang mungkin mengandung bahan daur ulang tinggi.
Pertimbangan menggunakan bahan lokal untuk mengurangi sampah dengan
meminimalkan transportasi dan konsumsi bahan bakar.

2. Reuse
Reuse adalah pemindahan kegunaan suatu barang ke kegunaan lain. Selain itu,
reuse merupakan cara yang baik setelah reduction karena minimalisasi dari proses
pelaksanaan dan energi yang digunakan dalam pelaksanaan. Misalnya menggunakan
barang yang telah digunakan sebelumnya tetapi masih layak untuk digunakan.

3. Recycling
Recycling adalah proses daur ulang material lama menjadi material baru.
Recycling tidak menghasilkan barang baru, tetapi juga menguntungkan dari segi
ekonomi, karena barang tersebut dapat dijual kembali.

4. Landfilling
Landfilling adalah pilihan terahkir yang dapat dilakukan dalam pengelolaan
limbah yakni pembuangan ke tempat penampungan akhir. Landfilling dilakukan
hanya bila alternatif-alternatif yang lain sudah tidak dapat dilakukan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://esfra.blogspot.com/2012/05/penggunaan-daur-ulang-limbah-beton.html
http://pradhity.blogspot.com/2009/04/beton-daur-ulang.html
http://esfra.ft.unissula.ac.id/2015/11/
http://v-images2.antarafoto.com/rp-pr_1199671283_re_455x291.jpg

Anda mungkin juga menyukai