PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II PERMASALAHAN
2.1 Pengertian Limbah Beton
2.2 Permasalahan dan Dampak Limbah Beton
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk
bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain lain. Beton merupakan satu kesatuan yang
homogen. Beton ini didapatkan dengan cara mencampur agregat halus (pasir), agregat
kasar (kerikil), atau jenis agregat lain dan air, dengan semen portland atau semen hidrolik
yang lain. Banyaknya jumlah penggunaan beton dalam kontruksi mengakibatkan
peningkatan kebutuhan material beton, sehingga memicu penambangan batuan sebagai
salah satu bahan pembentuk beton secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan turunnya
jumlah sumber alam yang tersedia untuk keperluan pembetonan.
Selain itu, material penyusun beton juga merupakan bahan yang didapat dari
eksploitasi alam sehingga bisa menimbulkan kerusakan alam. Semen, pasir dan air yang
merupakan bahan penyusun beton merupakan bahan yang didapatkan dari alam.
Sehingga jika membuat beton yang baru dengan jumlah yang banyak akan menimbulkan
kerusakan alam yang cukup parah.
2.3 Implementasi
Kondisi ruas jalan kaligawe Semarang pada tahun 2008 yang masih menggunakan
perkerasan lentur (flexible pavement) sering mengalami kerusakan berat. Hal itu
disebabkan karena kondisi jalan yang sering terendam air dan beban lalu lintas yang
berat, mengakibatkan hubungan antara partikel aspal menjadi merenggang saat terendam
air dan pada saat itu juga beban berat melintas di atas aspal yang merenggang
mengakibatkan hubungan antar partikel aspal menjadi lepas, sehingga terjadi kerusakan
pada bagian jalan aspal tersebut.
Perkerasan kaku (rigid pavement) pada ruas jalan kaligawe Semarang mulai
diterapkan sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini dan penggunaan perkerasan kaku
(rigid pavement) ini dinilai sangat memuaskan, terbukti sampai saat ini tidak terjadi
kerusakan berat pada ruas jalan Kaligawe akibat rendaman air dan beban lalu lintas yang
berat. Sehingga perkerasan kaku (rigid pavement) terbukti cocok diterapkan pada ruas
jalan Kaligawe Semarang.
Kerusakan yang terjadi pada bagian jalan dengan perkerasan kaku (rigid
pavement) seperti pumping, cracking dan kerusakan lainnya dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja pada ruas jalan kaligawe ini. Sehingga diperlukan preservasi jalan yaitu
metode perbaikan pada kondisi jalan perkerasan kaku (rigid pavement) yang mengalami
kerusakan.
Purdy dan Sabugal (1999) mengumpulkan sampel limbah dari truk yang dipilih
secara acak. Raja dan Murphy (1996) survei teori sampling untuk estimasi jumlah limbah
padat yang dihasilkan oleh unit hunian rata-rata di kota.
Gay dkk, (1993) memperkirakan komposisi dan hasil limbah berdasarkan
mengkonversi data ekonomi penjualan untuk wilayah ke dalam perkiraan timbulan
sampah.
Hockett dkk. (1995) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengukur
variabel-variabel yang mempengaruhi manajemen limbah padat perkapita di selatan-
timur Amerika Serikat menggunakan informasi dari utara Carolina sebagai sebuah data
set.
O.F. Kofoworola dan S.H. Gheewala (2009), menyatakan bahwa industri
konstruksi Thailand menghasilkan rata-rata 1,1 juta ton limbah konstruksi per tahun. Atas
dasar penduduk Thailand dari 2002-2005 (ASEAN, 2005) dan menggunakan kegiatan
konstruksi time-series data untuk periode yang sama (National Statistics Organization of
Thailand, 2007), diamati bahwa kecenderungan limbah konstruksi yang dihasilkan di
Thailand digunakan variabel seperti jumlah izin konstruksi, luas bangunan, populasi, dan
limbah konstruksi yang dihasilkan untuk hasil limbah konstruksi dalam kilogram per
orang. Limbah Konstruksi itu menunjukkan kecenderungan meningkat sejalan dengan
perkembangan ekonomi, urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang cepat terbukti
dengan statistik pemerintah dan diamati dalam studi lain (National Economic and Social
Development Board of Thailand, 2006; Organization for Economic Cooperation and
Development, 1998; Visvanathan dkk., 2004). Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan
limbah konstruksi juga telah diamati di banyak negara (Christiansen dan Fischer, 1999).
Unit pengukuran limbah konstruksi tidak hanya kilogram per orang tetapi juga
juta ton per tahun. Aliran limbah pembangunan dan pembongkaran merupakan aliran
limbah terbesar ketiga dalam hal kuantitatif di EU, setelah limbah pertambangan dan
pertanian. Jumlah limbah pembangunan dan pembongkaran yang dihasilkan diperkirakan
sekitar 180 juta ton per tahun, menurut angka-angka yang diberikan oleh EU
Environment General Directorate (EC DG ENV 2007).
Trend limbah konstruksi juga dinyatakan dengan nilai mata uang dan nilai
keekonomian, semisal kegiatan konstruksi yang dihitung di Negara China, yakni sekitar
40% dari sumber daya alam dan digunakan sekitar 40% energi (Wu, 2003), tapi terbuang
sekitar $ 30 miliar yuan (1US $ = $ 8,0273 yuan) dari produksi limbah padat dan dengan
tidak daur ulang (China Government, 2004).
BAB III
SOLUSI PERMASALAHAN
Limbah konstruksi akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh
karena itu perlu adanya manajemen pengolahan limbah untuk mengurangi dampak tersebut.
Setidaknya ada tiga hal yang diperhatikan dalam manajemen pengolahan limbah, antara lain:
1. Efisiensi Energi
Tujuan untuk menetapkan efisiensi energi minimum adalah untuk
mengurangi konsumsi energi pada bangunan. Sehingga mengurangi emisi
CO2 ke atmosfer.
5. Efisiensi Air
Meliputi pemanfaatan air hujan, air daur ulang, efisiensi air landscaping
dan efisiensi air fittings.
6. Inovasi
Meliputi inovasi didalam desain bangunan dan inovasi desain lingkungan
serta fasilitator green building yang terakreditasi.
Untuk mencapai bangunan yang ramah lingkungan pada tahap pembangunan juga
harus menjadi pertimbangan. Karena dalam kegiatan ini banyak menimbulkan limbah
baik yang disebabkan oleh pembangunan, renovasi maupun pembongkaran. Berbagai
literatur di seluruh dunia mengevaluasi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh proses
konstruksi. Ada beberapa alat evaluasi kinerja lingkungan yang populer antara lain adalah
Building Waste Assessment Score (BWAS), Waste Management Performance Evaluation
Tool (WMPET), Environmental Performance Score (EPS), Environmental Performance
Assessment (EPA) (Shen et al, 2005;. Tam dan Le, 2007; Ekanayake dan Ofori 2004,
Gangolells et al, 2009.).
Berbagai piranti pengukur indikator dikembangkan tidak lain adalah untuk
meminimasi dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan konsep
green construction yang merupakan konsep membangun dengan mempertimbangkan
dampak-dampak lingkungan yang timbul mulai dari pemilihan perencanan sampai
pengolahan konstruksi bangunan tersebut. Dalam pembangunan proyek konstruksi tentu
perlu adanya standar green rating tool juga untuk mengurangi dan meminimalisasi
dampak lingkungan bagi manusia. Salah satunya dengan menggunakan Green
Construction Index (GCI) yang akan memandu dan memberikan informasi yang
sederhana dalam proses konstruksi untuk menuju green construction.
1. Reduction
Reduction merupakan cara terbaik dan efisien dalam meminimalisasi limbah
yang dihasilkan. Secara tidak langsung, zat-zat berbahaya dan beracun akan
berkurang sehingga biaya-biaya pengolahan limbah beracun dan berbahaya akan
berkurang.
Reduction dilakukan dengan cara mengontrol proses desain dan konstruksi.
Ada beberapa material yang mengandung jumlah tinggi energi, seperti beton dimana
semen menyumbang sekitar 5% dari emisi karbon dioksida global. Jika
memungkinkan, saat melakukan design, tentukan produk bangunan dengan konten
daur ulang tinggi daripada bahan baru.
Beton agregat, countertops, karpet, ubin kaca, kayu, dan bahan dry wall
merupakan beberapa bahan yang mungkin mengandung bahan daur ulang tinggi.
Pertimbangan menggunakan bahan lokal untuk mengurangi sampah dengan
meminimalkan transportasi dan konsumsi bahan bakar.
2. Reuse
Reuse adalah pemindahan kegunaan suatu barang ke kegunaan lain. Selain itu,
reuse merupakan cara yang baik setelah reduction karena minimalisasi dari proses
pelaksanaan dan energi yang digunakan dalam pelaksanaan. Misalnya menggunakan
barang yang telah digunakan sebelumnya tetapi masih layak untuk digunakan.
3. Recycling
Recycling adalah proses daur ulang material lama menjadi material baru.
Recycling tidak menghasilkan barang baru, tetapi juga menguntungkan dari segi
ekonomi, karena barang tersebut dapat dijual kembali.
4. Landfilling
Landfilling adalah pilihan terahkir yang dapat dilakukan dalam pengelolaan
limbah yakni pembuangan ke tempat penampungan akhir. Landfilling dilakukan
hanya bila alternatif-alternatif yang lain sudah tidak dapat dilakukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://esfra.blogspot.com/2012/05/penggunaan-daur-ulang-limbah-beton.html
http://pradhity.blogspot.com/2009/04/beton-daur-ulang.html
http://esfra.ft.unissula.ac.id/2015/11/
http://v-images2.antarafoto.com/rp-pr_1199671283_re_455x291.jpg