Anda di halaman 1dari 32

TUGAS

MEKANIKA BATUAN
ROCK MASS CLASSIFICATION METHODE

OLEH:

Adnan Ruziq Ihsan (1407114170)


Azhar Riaddy (1407113785)
Dyna Aulia R (1407123176)
Kurnia Desmilestari (1407114733)
Muhammad Muhsi (1407122707)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan
sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk terowongan dengan penyanggaan
menggunakan penyangga baja. Kemudian klasifikasi dikembangkan untuk penyangga
non-baja untuk terowongan, lereng, dan pondasi. 3 pendekatan desain yang biasa
digunakan untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik. Salah
satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan menggunakan
metode empiric.
Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik,
observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement. Dikarenakan
kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha untuk mencari
hubungan antara desain galian batu dengan parameter massa batuan.
Banyak dari metode-metode tersebut telah dimodifikasi oleh yang lainnya dan
sekarang banyak digunakan untuk penelitian awal atau bahkan untuk desain akhir.
Ada beberapa sistem klasifikasi masa batuan yang terkenal pada saat ini, namun pada
makalah ini yang akan dibahas adalah sistem klasifikasi massa batuan dengan
menggunakan metode Rock Mass Rating (RMR), Q, dan GSI
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Sebagai tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Mekanika Batuan.
2. Untuk mengetahui secara umum cara mengklasifikasi massa batuan dengan
menggunakan sistem RMR (Rock Mass Rating), Q system, dan GSI
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rock Mass Rating (RMR)


Rock Mass Rating (RMR) atau juga dikenal dengan Geomechanichs
Classification dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-1973. Metode rating
dipergunakan pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada
pengalaman Bieniawski dalam mengerjakan proyek-proyek terowongan dangkal.
Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang
berbeda-beda seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara,
kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan selama
bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan
disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional
(Bieniawski, 1979).
Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam
penggunaannya, dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat
diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah.
Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda-beda
seperti tambang batubara, tambang pada batuan kuat (hard rock) kestabilan lereng,
kestabilan pondasi, dan untuk kasus terowongan.
Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi
menurut struktur geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah.
Batas-batas seksi umumnya struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan
jenis batuan. Perubahan signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinu
mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi seksi-
seksi yang berbeda.
Tujuan dari sistem RMR adalah untuk mengklasifikasikan kualitas massa batuan
dengan menggunakan data permukaan, dalam rangka untuk memandu metode
penggalian dan juga untuk memberikan rekomendasi pertambangan mendukung serta
rentang yang tidak didukung dan stand-up time. Selain itu, menurut metode RMR,
yang tergantung pada kondisi massa batuan di daerah penelitian, penelitian ini juga
mencoba untuk mencari tahu risiko rekayasa potensi yang mungkin terjadi selama
konstruksi pertambangan dan berusaha untuk menunjukkan metode yang tepat untuk
mengendalikan dan mencegah seperti risiko-risiko potensial.

2.2.1. Klasifikasi massa batuan metode RMR (Rock Mass Rating)

Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi


RMR, Bieniawski menggunakan lima parameter utama yang dijumlahkan untuk
memperoleh nilai total RMR, yaitu ;
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)
b. Rock Quality Designation (RQD)
c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)
d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)
e. Kondisi air tanah (Groundwater conditions)

Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam
sistem klasifikasi RMR :
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)
Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact
rock) yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk
menekan sampel batuan dari satu arah ( uniaxial). Nilai UCS merupakan besar
tekanan yang harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan point load
index merupakan kekuatan batuan batuan lainnya yang didapatkan dari uji point
load. Jika UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada uji point load,
sampel ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski
mengusulkan hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah
UCS = 23 Is. Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS dan Is adalah MPa.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot
berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel kekuatan material batuan utuh (Bienawski, 1989)


PLI
Deskripsi Kualitatif UCS (MPa) Rating
(MPa)
Sangat kuat sekali (exceptionally strong) >250 >10 15
Sangat kuat (very strong) 100-250 4-10 12
Kuat (strong) 50-100 2-4 7
Sedang (average) 25-50 1-2 4
Lemah (weak) 5-25 Penggunaa 2
Sangat lemah (very weak) 1-5 1
n UCS

Sangat lemah sekali (extremely weak) <1 lebih 0


dilanjutkan

b. Rock Quality Designation (RQD)


RQD didefinisikan sebagai prosentase panjang core utuh yang lebih dari 10 cm
terhadap panjang total core run. Diameter core yang dipakai dalam pengukuran
minimal 54.7 mm. Dan harus dibor dengan double-tube core barrel. Perhitungan
RQD mengabaikan mechanical fracture yaitu fracture yang dibuat secara
sengaja atau tidak selama kegiatan pengeboran atau pengukuran (Hoek, dkk. 1995).
Kondisi air tanah (Groundwater conditions).

Tabel Rock Quality Designation (RQD) (Bieniawski, 1989)


RQD (%) Kualitas Batuan Rating
<25 Sangat jelek (very poor) 3
25-50 Jelek (poor) 8
50-75 Sedang (fair) 13
75-90 Baik (good) 17
90-100 Sangat baik (excellent) 20

c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)


Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua kekar
berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Sementara Sen dan
Eissa (1991) mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh pada suatu
selang pengamatan. Menurut ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus
antara bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter jarak antar (spasi) kekar diberi bobot
berdasarkan nilai spasi kekar-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel jarak antar (spasi) kekar (Bieniawski, 1989)


Deskripsi Spasi kekar (m) Rating
Sangat lebar (very wide) >2 20
Lebar (wide) 0,6 - 2 15
Sedang (moderate) 0,2 - 0,6 10
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat (very close) <0,006 5

d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)


Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,
meliputi kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah
(separation/aperture), kekasaran kekar ( roughness), material pengisi
(infilling/gouge), dan tingkat kelapukan (weathering). karakteristik tersebut adalah
sebagai berikut:
Roughness
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter yang
penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang kasar
akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang
diskontinu.
Tabel penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski (1976).
Kekasaran Deskripsi Pembobota
Permukaan n
Sangat kasar Apabila diraba permukaan sangat tidak rata, 6
(very rough) membentuk punggungan dengan sudut terhadap
bidang datar mendekati vertical,
Kasar (rough) Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran 5
pada permukaan terlihat jelas, permukaan kekar
terasa kasar.
Sedikit kasar Butiran permukaan terlihat jelas, dapat 3
(slightly rough) dibedakan, dan dapat dirasakan apabila diraba
Halus (smooth) Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
Licin berlapis Permukaan terlihat mengkilap 0
(slikensided)

Separation
Merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu. Jarak ini biasanya diisi
oleh material lainya (filling material ) atau bisa juga diisi oleh air. Makin besar jarak
ini, semakin lemah bidang diskontinu tersebut.
Continuity
Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu, atau juga
merupakan panjang dari suatu bidang diskontinu.
Weathering
Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.

Tabel tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976).


Klasifikasi Keterangan
Tidak terlapukkan Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar,
butiran kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit terlapukkan Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi
dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman
biasanya akan nampak mulai dari permukaan sampai ke
dalam batuan sejauh 20% dari spasi.
Terlapukkan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan
sebagian material batuan terdekomposisi. Tekstur asli
batuan masih utuh namun mulai menunjukkan butiran
batuan mulai terdekomposisi menjadi tanah.
Sangat terlapukkan Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai
tanah, namun tekstur batuan masih utuh, namun butiran
batuan telah terdekomposisi menjadi tanah.
Infilling (gouge)
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu mempengaruhi
stabilitas bidang diskontinu dipengaruhi oleh ketebalan, konsisten atau tidaknya dan
sifat material pengisi tersebut. Filling yang lebih tebal dan memiliki sifat
mengembang bila terkena air dan berbutir sangat halus akan menyebabkan bidang
diskontinu menjadi lemah.

Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing-


masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian
bobot berdasarkan pada tabel dibawah ini.

Tabel Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989).


Parameter Rating

Panjang kekar <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m >20 m

Persistence/continuity 6 4 2 1 0

Jarak antar permukaan Tidak ada < 0,1 mm 0,11,0 mm 1-5 mm > 5 mm
kekar
6 5 4 1 0
(separation/aperture)

Kekasaran kekar Sangat kasar Kasar Sedikit kasar Halus Slickensided

(roughness) 6 5 3 1 0

Keras Lunak
Material pengisi Tidak ada
< 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
(infilling/gouge)
6 4 2 2 0

Tidak lapuk Sedikit lapuk Lapuk Sangat lapuk Hancur


Kelapukan (weathering)
6 5 3 1 0

e. Kondisi Air Tanah


Debit aliran air tanah atau tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan massa
batuan. Oleh sebab itu perlu diperhitungkan dalam klasifikasi massa batuan.
Pengamatan terhadap kondisi air tanah ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
Inflow per 10 m tunnel length : menunjukkan banyak aliran air yang teramati setiap
10 m panjang terowongan. Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai yang
dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar
(bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
General condition : mengamati atap dan dinding terowongan secara
visual, sehingga secara
umum dapat dinyatakan dengan keadaaan umum dari permukaan seperti
kering, lembab,
menetes atau mengalir. Untuk penelitian ini, cara ketiga ini yang digunakan.

Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan


sebagai salah satu kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah
(wet), terdapat tetesan air (dripping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada
perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air tanah (groundwater conditions) diberi
bobot berdasarkan tabel dibawah ini.

Tabel Kondisi air tanah (Bieniawski, 1989).


Terdapat Terdapat
Kering
Kondisi umum Lembab Basah tetesan air aliran air
(completely dry)
(dripping) (flowing)
Debit air tiap 10 m
panjang
Tidak ada < 10 10 25 25 125 > 125
terowongan
(liter/menit)
Tekanan air pada
kekar / tegangan 0 < 0,1 0,1-0,2 0,1-0,2 > 0,5
prinsipal mayor
Rating 15 10 7 4 0

2.2.2. Orientasi Kekar (Orientation of discontinuities)

Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya.


Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara
orientasi kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh
karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari
lima parameter lainnya.
Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini.
Nilai RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR basic. Hubungan
antara RMRbasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi kekar
dimana, RMRbasic = parameter (a+b+c+d+e)

2.2.3. Penggunaan Rock Mass Rating (RMR)


Setelah nilai bobot masing-masing parameter-parameter diatas diperoleh, maka
jumlah keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat
dipergunakan untuk mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan
sudut geser dalam untuk tiap kelas massa batuan seperti terlihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel Kelas massa batuan, kohesi dan sudut geser dalam berdasarkan nilai RMR
(Bieniawski, 1989).
Profil massa
Deskripsi
batuan
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0
Kelas massa Sangat Sangat
Baik Sedang Jelek
batuan baik jelek
300-400 200-300 100-200
Kohesi > 400 kPa < 100 kPa
kPa kPa kPa
Sudut geser
> 45 35 -45 25 -35 15 -25 < 15
dalam

Kondisi massa batuan dievaluasi untuk setiap setiap bidang diskontinu yang ada
(Bieniawski,1989). Dengan menjumlahkan semua rating dari lima parameter akan
diperoleh nilai RMR dasar yang belum memperhitungkan orientasi bidang
diskontinu.
Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan
nilai RMR karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi
engineering-nya, seperti terowongan, chamber, lereng atau fondasi (Edelbro, 2003).
Arah umum dari bidang diskontinu berupa strike dan dip, akan mempengaruhi
kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh sumbu dari lubang bukaan tersebut,
apakah tegak lurus strike atau sejajar strike, penggalian lubang bukaan tersebut,
apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan.
Panduan ini tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari
permukaan, ukuran dan bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai
(Bieniawski,1989)
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui
stand-up time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up time.
Keakuratan dari stand-up time ini menjadi diragukan karena nilai stand-up time
sangat dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan
(durability), dan kondisi tegangan in situ yang merupakan parameter-parameter
penting yang tidak tercakup dalam metode klasifikasi RMR. Oleh karena itu,
sebaiknya grafik ini digunakan hanya untuk tujuan perbandingan semata.

2.2.4. Rock Mass Rating basic (RMRbasic)

RMRbasic adalah nilai RMR dengan tidak memasukkan parameter orientasi kekar
dalam perhitungannya. Untuk keperluan analisis kemantapan suatu lereng,
Bieniawski (1989) merekomendasikan untuk memakai sistem Slope Mass Rating
(SMR) sebagai metode koreksi untuk parameter orientasi kekar.
Sedangkan RMRbasic adalah nilai RMRbasic dengan parameter kondisi air
diasumsikan kering. RMRbasic bertujuan untuk melihat kondisi batuan secara alami
tanpa adanya pengaruh air.

Tabel Kelebihan Dan Kelemahan Metode RMR Bieniawski (Swart, A. H., 2004).
Kelebihan Kekurangan
Telah dikenal dan Sangat bergantung terhadap metode penggalian
digunakan secara luas. yang digunakan. Rekomendasi penyangga yang
diberikan hanya berlaku untuk bentuk terowongan
tapal kuda dengan span maksimum 10 m dan
kedalaman maksimum 900 m.
Adanya faktor koreksi Faktor koreksi terhadap orientasi kekar merupakan
terhadap orientasi kekar kategori yang kasar dan sulit ditentukan tanpa
pengalaman yang luas. Pada kondisi terburuk,
orientasi kekar tidak dipertimbangkan untuk
mendapatkan pengaruh yang dominan pada
perilaku massa batuan.
Adanya factor koreksi Dalam praktiknya, beberapa kondisi kekar tidak
terhadap pengaruh air dapat digambarkan secara akurat
tanah.
Kondisi kekar yang Nilai RQD ditentukan melalui persamaan yang
digambarkan meliputi diberikan oleh Palmstrm. Nilai RQD yang
kontinuitas, separasi, diberikan oleh persamaan ini bisa menghasilkan
kekasaran, isian, dan nilai yang lebih besar daripada nilai RQD yang
alterasi kekar. dihitung secara aktual.
Mudah menggabungkan
Metode RMR memperhitungkan frekuensi kekar
parameter- parameter
dua kali, yaitu melalui RQD dan jarak antar kekar.
yang diukur yaitu RQD
Oleh karena itu, metode ini sangat sensitif terhadap
dan jarak antar kekar
perubahan dari spasi fraktur yang ada.
untuk menjelaskan
frekuensi kekar ataupun
ukuran blok.
Kuat tekan uniaksial Tidak memperhitungkan pengaruh dari tegangan
digunakan untuk terinduksi dalam perkiraan kestabilan lubang
menentukan kekuatan bukaan.
batuan intak. Nilai
inidapat dengan mudah
ditentukan uji poin load
secara langsung
dilapangan.
Parameter-parameter Metode RMR dikembangkan dari latar belakang
penting dari massa teknik sipil yang berbeda dengan penggalian
batuan dapat ditentukan berbentuk lombong-lombong.
dari nilai RMR.
Metode RMR sangat tidak sensitif terhadap kuat
tekan batuan intak yang merupakan parameter
penting dalam perilaku teknik dari massa batuan
tertentu (Pells, 2000).
Metode RMR tidak dapat membedakan perbedaan
grade dari material batuan yang dihadapi dengan
baik (Pells, 2000).
Keakuratan dari nilai stand-up time yang diberikan
oleh Bieniawski diragukan sejak nilai ini sangat
bergantung terhadap metode penggalian yang
digunakan, durability dan tegangan in situ yang
merupakan parameter penting yang tidak tercakup
dalam metode RMR. Oleh karena itu, grafik
tersebut hanya digunakan untuk kepentingan
perbandingan semata.
Tidak memperhitungkan laju pada saat batuan segar
melapuk ketika tersingkap ke permukaan.
2.2 Klasifikasi metode Q

Klasifikasi batuan Q-System dikenal juga dengan istilah Rock Tunneling Quality
Index untuk keperluan perancangan penyangga penggalian bawah tanah.
Q-System digunakan dalam klasifikasi massa batuan sejak tahun 1980 di Iceland.
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Barton, dkk di 1974 berdasarkan
pengalaman pembuatan terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia.
Pembobotan Q-System didasarkan atas penaksiran numerik kualitas massa batuan
berdasarkan 6 parameter berikut;
1. RQD (Rock Quality Designation)
2. Jumlah Kekar/Joint Set Number (Jn)
3. Kekasaran Kekar atau Kekar Utama/Joint Roughness Number (Jr)
4. Derajat Alterasi atau pengisian sepanjang kekar yang paling lemah/Joint Alteration
Number (Ja)
5. Aliran Air/Joint Water Reduction Number (Jw)
6. Faktor Reduksi Tegangan /Stress Reduction Factor (SRF)

Dalam sistem ini, diperhatikan diskontinuitas dan joints. Angka dari Q bervariasi dari
0.001-1000 dan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

1. RQD (Rock Quality Desgnation)


RQD = 100,4 - 3,68
Dimana : Frekuensi Joint (1/Spasi)

Tabel 1. RQD

Kualitas batuan menggunakan klasifikasi Q-system dapat berkisar dari Q= 0,0001


sampai Q= 1000 pada skala logaritmik kualitas massa batuan.
2. Jn (Joint Set Number)

Tabel 2. Jn

3. Jr (Joint Roughness Number)

Tabel 3. Jr
4. Ja (Joint Alteration Number)
Tabel 4. Rock Wall Contact

Tabel 5. Rock wall contact before 10 cm shear

Tabel 6. No rock wall contact when sheared


5. Jw (Joint Water Reduction Number)
Tabel 7. Jw

6. SRF (Stress Reduction Factor)

Tabel 8. SRF (1)

Tabel 9. SRF (2)

ESR
Perhitungan Equivalent Dimention berdasarkan lebar bukaan terowongan dan nilai
ESR (Excavation Support Ratio). Nilai ESR sangat bergantung pada kategori
penggalian.
ED = Excavation Span, Diameter or Height (m)/ESR
Tabel 10. ESR

Misalkan perhitung nilai Q :


Q = 90/4 x 3/1 x 1/15 = 4,5

Misalkan sebuah terowongan mau dibuka selebar 15 meter untuk keperluan


pertambangan permanent maka;
ED = 15 / 1,6 = 9,4
Berdasarkan nilai ED dan nilai Q tersebut dapat diperkirakan hubungan antara lebar
bukaan terowongan dengan sistem penyangga yang harus digunakan.

Hubungan tersebut dapat dilihat pada grafik yang dibuatkan oleh Barton tahun 1974.
Grafik tersebut kemudian diupdate lagi oleh Grimstad dan Barton tahun 1993.

Dengan nilai ED: 9,4 dan Q : 4,5 maka masuk dalam kategori 4. Kategori 4
mengharuskan pemasangan rock bolt dengan spasi 2,1 meter dalam shotcrete setebal
4-10cm.

Jika nilai dari persamaan Q system telah ditemukan, maka system support dapat
ditentukan berdasarkan grafik berikut ini.
Gambar 1. Reinforcement Categories

Panjang Rock Bolt yang akan dipasang bisa dihitung menggunakan rumus :

Gambar 2. Rock Bolt

Dimana B = Lebar Terowongan


Gambar 2. pemasangan Shotcrete dan Rock Bolt diterowongan
2.3 Sifat indeks batuan

Sifat indeks batuan adalah sifat fisik batuan yang ditentukan oleh jenis
dan origin batuan . Sifat indeks dipengaruhi paling utama oleh asal muasal batuan
(origin), tekstur batuan dan komposisi mineral. Sifat-sifat indeks tersebut antara lain:
2.3.1 Porositas & Permeabilitas
Porositas batuan diartikan sebagai perbandingan antara volum rongga-
rongga pori terhadap volum total batuan. Bagaimana suatu porositas terbentuk sangat
dipengaruhi oleh proses-proses yang dilalui oleh batuan selama masa
pembentukannya. Porositas primer pada batuan sedimen klastik dipengaruhi oleh
teksturnya. Porositas primer pada batuan beku lebih banyak terbentuk pada lubang-
lubang gas batuan vulkanik. Sementara pada batuan metamorf berupa mikro porositas
yang terbentuk selama proses rekristalisasi. Porositas sekunder bisa juga terbentuk
oleh kekar atau sesar yang disebabkan oleh gaya tektonik.
Porositas (terutama yang terbuka) akan mendorong fluida untuk
memasukinya dan secara perlahan akan menyebabkan pelapukan. Dengan demikian
batuan yang mempunyai porositas dan rekahan lebih besar akan mempunyai kekuatan
tahan yang lebih kecil dan sebaliknya. Tabel dibawah menjelaskan beberapa contoh
batuan dengan % porositas yang berbeda-beda. Dapat terlihat bahwa batuan beku dan
metamorf (segar dan tanpa fracture) mempunyai % porositas yang lebih kecil
daripada batuan sedimen. Hal ini tentunya membuktikan bahwa batuan beku dan
metamorf dalam keadaan segar dan tanpa fracture merupakan batuan yang baik untuk
konstruksi suatu bangunan.

Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meloloskan air, semakin besar


permeabilitas, maka akan mengurangi kekuatan batuan.
2.3.2 Void index
Adalah ukuran seberapa besar kekompakan dari material-material penyusun batuan
dan seberapa besar fracture yang terbentuk pada batuan akibat kompresi/tekanan
selama jutaan tahun. Diagram dibawah menggambarkan hubungan antara void indeks
dalam % (sumbu x) dengan besarnya gabungan gaya tekan dan tarik (sumbu y).
Kesimpulan dari diagram ini adalah semakin kecil nilai void index, maka batuan
akan lebih kuat menerima gaya kompresi maupun gaya tarik. Kenaikan nilai void
index juga mempengaruhi nilai modulus elastisitas batuan dimana hubungannya
adalah berbanding terbalik. Di bawah ini merupakan contoh jenis batuan dengan
nilai void index yang berbeda.
2.3.3 Unit berat, Densitas dan Specific gravity
Densitas merupakan perbandingan antara massa dan volume batuan. Densitas
menentukan seberapa besar kekuatan yang digunakan untuk menghancurkan batuan.
Semakin besar densitas suatu batuan (serta batuan dalam keadaam segar), maka
batuan itu akan semakin kuat dan juga sebaliknya. Beberapa contoh densitas antara
lain batuserpih 2750 kg/m3, granit 2650 kg/m3, batupasir 2200 kg/m3, basalt 2650
kg/m3, marmer 2700 kg/m3, batugamping 2450 kg/m3, dll. Unit weight hampir sama
dengan density, dimana semakin besar Unit Weight maka batuan akan semakin kuat.
Dibawah ini adalah kolom klasifikasinya.

2.3.4 Hardness (kekerasan)


Kekerasan pada batuan merupakan ketahanan batuan terhadap gaya tekan dan gaya
tarik yang bekerja padanya sebelum batuan hancur. Kekerasan ditentukan oleh
komposisi mineral dari batuan (kekerasan pada skala Mohs). Semakin banyak mineral
resisten, maka batuan akan semakin keras dan sebaliknya.
2.3.5 Sonic Pulse Velocity
Sonic Pulse Velocity merupakan metode yang digunakan untuk melihat seberapa
besar kuat tekan uniaksial yang ada pada batuan. Batuan dengan perbedaan
mineralogi, tekstur dan kekuatan (strength) akan menghasilkan kecepatan pulsa sonic
yang berbeda-beda pula. Korelasi antara kuat tekan batuan dan kecepatan sonic
terbesar ada pada marmer (0,94-0,97)sedangkan terendah pada granit (0,68). Korelasi
yang rendah pada granit membuktikan adanya kandungan mineral yang homogeny,
kompleksitas kebundaran butir dan perbedaan cepat rambat gelombang pada kristal-
kristal mineralnya.

2.3.6 Sifat Mekanik Batuan


Sifat mekanik batuan berhubungan dengan proses-proses yang mengenai batuan
setelah batuan tersebut terbentuk (adanya gaya dari luar yang berkerja pada batuan).
Sifat-sifat tersebut antara lain:
2.3.6.1 Compressive strength (Gaya tekan)
Compressive strength adalah gaya tekan maksimum yang bisa diberikan pada batuan
dari arah yang berlawanan tanpa menghancurkannya. Compressive strength ini akan
mengurangi volume batuan, dan jika batuan ductile tidak mengalami pecah, maka
akan menjadikannya semakin kuat. Contoh gambar ada di bawah.
2.3.6.2 Tensile strength (Gaya tarik)
Tensile strength adalah gaya tarik maksimum yang bisa diberikan batuan dari arah
yang berlawanan tanpa menhancurkannya. Tensile strength lebih jarang terjadi
daripada compression strength, tetapi lebih mudah menghancurkan batuan. Bangunan
konstruksi sangat tidak disarankan bahkan dilarang untuk dibangun pada daerah
dimana Tensile strength bekerja dominan. Pengaruh Tensile strength pada batuan
berbeda-beda tergantung sifat fisiknya.

2.3.6.3 Elastic modulus (Modulus elastik)


Elastic Modulus adalah kemampuan material batuan untuk kembali ke bentuk semula
setelah gaya yang bekerja padanya ditiadakan. Ada dua macam reaksi batuan yaitu
deformasi elastis (kembali ke bentuk semula ketika gaya dihilangkan dan deformasi
plastis (tidak kembali ke bentuk semula setelah gaya ditiadakan).
2.3.6.4 Poison Ration (Rasio Poison)
Ketika batuan ditekan dari suatu arah, maka akan terjadi pergeseran pada arah yang
berlawanan secara tegak lurus. Hal ini dinamakan efek Poisson. Poison
Rationmengukur seberapa besar efek Poisson yang terjadi. Poison Ration akan besar
pada batuan-batuan yang elastis seperti batupasir berserpih dan batubara serta rendah
pada batuan-batuan keras karena mudah mengalami fracture.
2.3.6.5 Rock Failure Strain
Rock Failure Strain disebabkan oleh adanya pelepasan secara tiba-tiba dari sebuah
gaya setelah sebelumnya bekerja. Pengaruhnya terhadap suatu batuan tentulah sangat
dipengaruhi oleh jenis batuan dan sifat elastisitasnya.
2.3.6.6 Point Load Index
Point Load Index merupakan metode alternatif yang digunakan untuk
mengukurUniaxial Compressive strength Test menggantikan metode Compressive
strength terkait biaya dan waktu yang lebih efisien.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari hasil makalah ini menurut saya ialah, Rock Mass Rating
(RMR), Q system, dan GSI adalah beberapa dari metode klasifikasi massa batuan
yang hasilnya digunakan sebagai bahan perbandingan maupun acuan dalam
meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan, memberikan informasi/data
kuantitatif untuk tujuan rancangan, serta dapat membantu dalam memberikan data
untuk keperluan pada suatu proyek tertentu. Masih banyak metode yang lain, tetapi
untuk mekanika batuan di teknik sipil cukup untuk mengetahui 3 metode ini.

Anda mungkin juga menyukai