Anda di halaman 1dari 7

http://www.boombastis.

com/pangeran-yogyakarta/87625

Ki Ageng Suryomentaram, Kisah


Pangeran Jogjakarta yang Memilih Hidup
Sebagai Rakyat Jelata
by Aini Boom16 days ago23331 share

Namanya memang tidak banyak disebut dalam sejarah Indonesia. Padahal


kiprahnya dalam pendidikan dan kemerdekaan tidak bisa dianggap enteng.
Dialah Bendara Raden Mas Kudiarmaji, putra dari Sri Sultan Hamengku
Buwana VII. Seorang pangeran keraton yang lebih memilih hidup sebagai
rakyat jelata. Konon, BRM Kudiarji merasa gelimang kenikmatan hidup
sebagai pangeran membuatnya gelisah. Pasalnya, semua kenyamanan
hidupnya otomatis ia dapat tanpa perjuangan. Jadilah sang pangeran
memilih jalan hidupnya sendiri.

Perjalanan sebagai rakyat jelata ia mulai dengan membagi-bagikan


hartanya kepada masyarakat miskin. Selanjutnya, ia memilh hidup sebagai
petani di sebuah desa kecil di Yogjakarta. Meski tak lagi menjadi pangeran,
ia tetap mengabdi kepada masyarakat. Yaitu dengan menghidupkan
pendidikan rakyat bersama sahabatnya, Ki Hajar Dewantara. Tidak hanya
itu, ia juga ikut berjuang bersama PETA untuk meraih kedaulatan
Indonesia.
Ki Ageng Suryomentaram [Image Source]

Meninggalkan Keraton dan Gelar Pangeran

Sejak kecil BRM Kudiarmaji memang cerdas. Dengan mudah ia menguasai


bahasa Belanda, Arab, dan Inggris sekaligus. Ia juga lulus ujian
sebagai Klein Ambtenaar dan magang di kantor gubernur selama 2 tahun.
Pengetahuan Islam pun ia dapat dari pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad
Dahlan. Sampai di usia 18 tahun, BRM Kudiarmaji diangkat menjadi
pangeran dengan gelar Bendara Pangeran Harya Suryomentaram.
Keraton Yogyakarta [Image Source]Kedudukan sebagai pangeran
membuatnya mendapat banyak fasilitas. Di antaranya tempat tinggal, gaji
bulanan, kendaraan, pengawalan serta tanah tanpa usaha yang berarti.
Anehnya, kemudahan hidup yang didapatkan tak lantas mendatangkan
kenyamanan hidup. Sang pangeran justru semakin sering gelisah dan tidak
bahagia.

Semakin lama berada di Keraton, Pangeran Suryomentaram makin merasa


orang-orang hanya menghargai gelarnya. Kebanyakan orang hanya
bersikap baik karena kedudukannya sebagai pangeran saja. Di tengah
kebimbangannya, terkadang ia diam-diam keluar jauh dari keraton untuk
bisa merasakan kehidupan rakyat biasa.

Menjadi Pedagang, Buruh Penggali Sumur, Hingga


Petani
Ilustarsi berjualan jaman dulu [Image Source]Kehidupan luar istana
nyatanya benar-benar impian Pangeran Suryomentaram. Di luar keraton,
sang pangeran menjelma menjadi pedagang batik dan ikat pinggang.
Nama samaran yang kerap dipakainya adalah Natadangsa. Tidak hanya
itu, ia pun sempat menjadi buruh galih sumur. Dan sampai di usia 29 tahun,
permintaaan pengunduran dirinya sebagai pangeran diterima. Impiannya
terwujud, dan ia memilih menjadi petani di Desa Beringin yang berlokasi di
lereng Gunung Merbabu. Di tempat inilah, sang pangeran benar-benar
lebur gelar ningratnya.

Menggagas Taman Siswa Bersama Ki Hajar


Dewantoro
Guru-gur di Taman Siswa [Image Source]Selepas Perang Dunia I, Ki Gede
Suryomentaram aktif dalam sarasehan dengan teman-teman
seperjuangannya. Termasuk di dalamnya adalah Ki Hajar Dewantara.
Dalam perkumpulan itu, mereka kerap membahas masalah-masalah rakyat
Hindia Belanda, khususnya tentang pendidikan. Pertemuan itu akhirnya
menghasilkan keputusan pendirian sekolah yang dinamakan Taman Siswa.
Ki Ageng sendiri dengan legowo menjadikan rumahnya sebagai gedung
sekolah. Hari itu disepakati bahwa Ki Ageng akan fokus mendidik kaum
dewasa. Sedang Ki Hajar Dewantara dipilih menjadi pemimpin Taman
Siswa.

Tokoh di Balik Pembentukan PETA


Diorama Ki Ageng Suryomentaram dengan 4 Serangkai Saat
Pembentukan PETA [Image Source]Selain tertarik menghidupkan
pendidikan rakyat, Ki Ageng juga aktif menentang penjajahan. Di berbagai
forum ia mengungkapkan bahwa untuk mengusir penjajah perlu dibentuk
tentara. Meski tidak banyak yang mengetahui fakta ini, nyatanya Ki Ageng
berperan penting dalam pembentukan Tentara Pembela Tanah Air (PETA).
Untuk mengobarkan semangat para tentara, Ki Ageng juga membuat
tulisan-tulisan penyemangat yang intinya rakyat diminta berani mati untuk
membela tanah air.Tulisannya biasa disebut Jimat Perang dan kemudian
banyak dipopulerkan oleh Bung Karno dalam pidato-pidatonya.

Menjadi Penceramah
Makam Ki Ageng Suryomentaram [Image Source]Setelah Indonesia
merdeka, Ki Ageng semakin sering memberikan ceramah kepada rakyat.
Isi ceramahnya banyak berbicara tentang pengetahuan tentang
kebahagiaan (kawruh beja). Pemikirannya ini kemudian lebih populer
dikenal sebagai kawruh jiwa. Intinya, kebahagiaan tidak dimaksudkan
hanya sebagai keberlimpahan materi atau tingginya kedudukan.
Kebahagiaan menurut Ki Ageng adalah penemuan dan pemahaman yang
mendalam akan diri sendiri. Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan yang
bebas, kebahagiaan yang tidak terikat tempat, waktu, dan keadaan.
Sampai akhir hayatnya, Ki Ageng selalu menyuarakan tentang kunci
kebahagiaan hidup.
Sampai saat ini, banyak hasil pemikiran Ki Ageng Suryomentaram yang
sudah dibukukan baik dalam bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia.
Bahkan, ada sebuah komunitas yang secara rutin mempelajari pemikiran
Ki Ageng dan menghayati wejangan-wejangan beliau. Pemikiran-pemikiran
ini dinilai sangat berharga bagi orang yang mengupayakan kebebasan dan
kebahagiaan hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai