Anda di halaman 1dari 2

Puncak ajaran Dharma KEHENINGAN SEMPURNA

Nyoman Kurniawan

- Di dalam pura-pura di Bali tidak hanya ada figur Sanghyang Acintya [yang
mahasuci tidak terpikirkan] dan dewa-dewi, tapi juga banyak ada figur-figur
menyeramkan.
- Di Penataran Agung Pura Besakih palinggih kiwa [kegelapan, keburukan] dan
tengen [kesucian, kebaikan] diletakkan sejajar dan kedudukannya sama.
- Kita mebanten tidak hanya ke "alam-alam luhur" tapi juga ke "alam bawah.

Kalau orang yang tidak paham maha-tattva yang termuat di dalamnya, kita Hindu
Bali bisa dikira memuja setan. Justru inilah ciri tempat suci yang sebenarnya, bukan
hanya yang suci-suci saja ada disana, melainkan Bhur Bvah Svah semuanya
lengkap ada disana.

Pura memang sarat dengan wujud-wujud seram, tapi bagai sadhaka yang bathinnya
sudah terdisiplinkan dari sad ripu dan dari dualitas pikiran, akan dapat melihat
rahasianya, untuk kemudian terkagum-kagum. Karena ciri manusia yang sudah
menyatu dalam keheningan sempurna adalah tidak ada lagi yang perlu dilawan dan
ditendang. Semuanya sudah mengalir sempurna sesuai dengan putaran waktunya.

Bathinnya serupa ruang yang menyediakan tempat pada apa saja dan siapa saja
untuk bertumbuh, serupa langit yang memayungi semuanya, serupa matahari yang
menyinari semua tanpa memilih. Sehingga tidak saja manusia dan mahluk baik
yang diberi tempat dan ruang, tapi semuanya diberikan tempat dan ruang.

Itu sebabnya dalam ajaran Hindu kita dibekali dengan maha-tattva Rwa Bhinneda,
yaitu melampaui dualitas. Tidak ada kegelapan yang ditendang, tidak ada
keburukan yang diajak perang. Kesucian maupun kegelapan, kebaikan maupun
keburukan, keduanya diletakkan sama sejajar, serta dihormati dan disayangi secara
sama.

Jalan keutamaan berada diatas dualitas kiwa-tengen [baik-buruk]. Terlalu lama


manusia kelelahan dalam pencarian religius dengan cara membuat Tuhan
berperang dengan setan, kesucian bertempur dengan kegelapan, salah berbenturan
dengan benar. Dan ketika semua peperangan, pertempuran dan benturan ini
dihentikan, bathin langsung sampai kepada hakikat diri yang sejati : paramashanti.
Disinilah semua unsur kehidupan dan alam semesta diolah menjadi welas asih,
kedamaian dan kebaikan.

Dalam roda samsara, jiwa-jiwa yang terlahir di bhur loka, adalah jiwa-jiwa yang
kekotoran bathinnya pekat dan karma buruknya banyak. Pahami mereka sebagai
mahluk-mahluk menderita dan bukan mahluk jahat. Mereka sangat memerlukan
welas asih dan kebaikan kita. Dan siapa tahu yang kita sebut bhuta kala atau
ashura itu, beberapa kelahiran sebelumnya pernah menjadi orang tua kita. Tapi
kebetulan karena karena kekotoran bathinnya pekat dan karma buruknya banyak,
mereka mengalami kejatuhan dalam roda samsara.

- Mahluk-mahluk alam bawah adalah mahluk menderita yang sangat memerlukan


welas asih dan kebaikan kita.
- Orang-orang jahat adalah mahluk menderita yang sangat memerlukan welas asih
dan kebaikan kita.
- Dan mereka juga bagian dari "tubuh semesta" yang sama dengan kita, yaitu
Brahman. Keseluruhan alam semesta [langit, matahari, bintang, bulan, bumi
manusia, binatang, tetumbuhan, dewa, ashura, bhuta kala, dll], terangkai rapi
manunggal didalam jejaring kosmik yang tidak terbatas, yang mahasuci tidak
terpikirkan [Brahman].

Kalau sudah paham semua ini, sadar tentang hakikat ini, kita mau membenci
siapa ? Mau perang dengan siapa ? Sehingga kita bisa memasuki puncak ajaran
dharma, yaitu KEHENINGAN SEMPURNA.
bersama Ngurah Agung Agf, Siky Hendro Wibowo, Wayan Wisnawa, Artama
Negara, Andri Asanto Mahendra Jawane, Lovely Orchid, Putu Rahma Dewi, Zheng
Xuanyuan, Eddie Si Kopral Dudut, Chan Nina Chan,Ian Wisanggeni, Kristina
Wulandari, Rossifumi Nararya, Hendra Nugraha Tempe danLanidya Ripa.

Anda mungkin juga menyukai