Anda di halaman 1dari 69

Sutra Ksitigarbha

Bodhisattva Purva
Pranidhana
Daftar Isi
Bab 1 – Istana Trayastrimsa 3

Bab 2 – Persamuan Dari Tubuh Jelmaan 12

Bab 3 – Melihat Kondisi Karma Makhluk Hidup 15

Bab 4 – Hukum Karma Makhluk Hidup Jambudvipa 19

Bab 5 – Nama-Nama Neraka 27

Bab 6 – Pujian Tathagata 30

Bab 7 – Manfaat Bagi Yang Hidup dan Yang Meninggal 37

Bab 8 – Pujian Raja Yama Dan Pengikutnya 41

Bab 9 – Nama Para Buddha 47

Bab 10 – Kondisi Dan Perbandingan Pahala Berdana 50

Bab 11 – Pelindung Dharma Dari Dewa Bumi 54

Bab 12 – Manfaat dari Melihat dan Mendengar 57

Bab 13 – Mempercayakan Manusia dan Dewa 65

2
Bab 1 – Istana Trayastrimsa
Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi
khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan
dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya)
menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa.

Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa,
datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit
diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan
perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan
dari Buddha Sakyamuni.

Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau
alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan Maha
Prajna (kebijaksanaan tertinggi) serta Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin) untuk menundukkan para umat
manusia yang berhati keras, dan membimbing mereka hingga sadar serta dapat mengerti jalan yang
menuju kebahagiaan dan dapat menghindari jalan yang menuju penderitaan!

Ketika para siswa/umat yang pernah dibimbing oleh Sang Buddha (yang telah dilahirkan di pelbagai alam
Surga) mendengar Maha Gurunya datang ke istana Surga Trayastrimsa, mereka semua mengirim
wakilnya atau datang sendiri guna memberi penghormatan kepada Maha Gurunya untuk membalas
Maha Budi-Nya. Pada saat itu Sang Buddha merasa amat gembira, Beliau tersenyum dan mengeluarkan
ratusan ribu koti (1 koti = 10 juta) “Maha-Rasmihprabha-Megha” yaitu awan yang bercahaya yang amat
terang dari seluruh badan-Nya dan jenisnya berupa-rupa seperti: Awan bercahaya yang Maha Pari-
Purna, Awan bercahaya yang Maha-Maitri, Maha-Jnana, Maha-Prajna, Maha-Samadhi, Maha-Sri, Maha-
Punya, Maha-Guna, Maha-Sarana, Maha Stotra serta awan-awan indah dan sinar-sinar Buddha yang
amat terang lainnya. Banyaknya sungguh tak terhingga dan tak terkatakan!

Setelah awan-awan dan sinar-sinar itu berhenti keluar dari seluruh badan Sang Buddha, lalu terdengar
bermacam-macam suara yang sangat merdu yang keluar dari mulut Sang Buddha.

Suara-suara yang merdu ini dapat membimbing semua makhluk hidup untuk mencapai penerangan
yaitu: suara dari Dana-Paramita-Ghosa, dari Sila-Paramita-Ghosa, Ksanti-Paramita-Ghosa, Virya-
Paramita-Ghosa, Dhyana-Paramita-Ghosa, Prajna-Paramita-Ghosa, Maitri Ghosa, Karuna Ghosa, Mudita
Ghosa, Upekkha Ghosa, Vimoksa Ghosa, Anasvara Ghosa, Jnana Ghosa, Maha Jnana Ghosa, Simhadana
Ghosa, Garjita Ghosa, Maha Garjita Ghosa, serta suara-suara lainnya. Banyaknya tak terhitung!

Ketika suara-suara tersebut selesai dikumandangkan, datanglah rombongan Para Dewata, Naga, Hantu
dan Makhluk-Makhluk Suci beserta rombongan-rombongan lainnya yang jumlahnya banyak sekali!
Mereka ada yang datang dari alam Sahaloka (alam manusia), alam Surga Maha-Raja-Kajika, atau Surga
Trayastrimsa jurusan 33 alam Surga, atau Surga Yama, Tusita, Nimanarati, Paranirmitavasavartin, Surga
Brahmakajika, Brahmaparsadya, Brahma-puronita dan Surga Mahabrahma, Parittabha, Apramanabha,
3
Abhasvara, Parittasubha, Apramasubha, Subhakrtsna, Anabhraka, Punyaprasava, Brhatphala, Avrha,
Atapa, Sudrsa, Sudarsana, Akanistha, Mahamahesvara hingga Surga Naivasamjnanasamjnayatana yaitu
Surga yang tertinggi dari para mulia, semua dari mereka telah berkumpul di pesamuhan agung di istana
Surga Trayastrimsa tersebut!

Kemudian hadir juga rombongan Dewa Penguasa Laut, Dewa Sungai, Dewa Pohon, Dewa Gunung, Dewa
Bumi, Dewa Danau, Dewa Pertanian, Dewa Perondaan Siang, Dewa Perondaan Malam, Dewa Angkasa,
Dewa Langit, Dewa Minuman dan Makanan, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan serta rombongan dari
Para Makhluk Suci lainnya.

Dan dari rombongan tersebut baik yang datang dari alam Sahaloka (alam manusia) atau datang dari
alam lain, semuanya telah berkumpul di arena pesamuhan agung tersebut.

Kemudian hadir pula rombongan dari Para Raja Setan seperti: Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan
Pengisap Darah, Raja Setan Pengisap Sari Mani, Raja Setan Pemakan Janin dan Telur, Raja Setan
Penyebar Penyakit, Raja Setan Penolak Tuba serta para Raja Setan Pengasih Penyayang, para Raja Setan
Pemberi Rezeki kepada umat manusia, para Raja Setan Berbudi Luhur serta rombongan Para Raja Setan
yang lain beserta pengikutnya, jumlahnya banyak sekali dan semuanya telah berkumpul di arena
pesamuhan agung tersebut!

Pada saat itu, Sang Buddha bersabda kepada Pangeran Dharma Manjushri Bodhisattva-Mahasattva: “O,
Ariya Manjushri yang Maha Bijak! Bisakah Anda menghitung jumlah dari para hadirin yang berada di
dalam pesamuhan agung ini?”

“Tidak mungkin O, Bhagava Yang Termulia,” jawab Sang Manjushri. “Walaupun dengan kepandaian serta
daya Riddhi-Abhijnabala-Ku (tenaga batin), aku tidak mampu menghitung jumlah dari para hadirin ini
walaupun selama ribuan Kalpa (waktu yang panjangnya tak terkira) Aku menghitungnya.”

Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Manjushri: “Benar! Jumlahnya sungguh sulit kita ketahui,
Aku pun telah menghitungnya dengan Buddhacaksu-Ku (Mata Buddha) namun, tetap tidak bisa
Kuketahui berapa jumlahnya! Tentu lebih sulit lagi bagimu.”

“Ketahuilah O, Ariya Manjushri! Kehadiran mereka itu merupakan suatu prestasi tersendiri dari
Bodhisattva Ksitigarbha.

Sejak zaman dulu hingga sekarang Beliau terus menjalankan tugas suci-Nya di alam semesta tanpa
berhenti, sehingga para makhluk, baik yang telah diselamatkan oleh-Nya, maupun yang akan
diselamatkan, juga yang belum diselamatkan, atau dengan kata lain, baik yang telah mencapai
penerangan, atau yang akan mencapai penerangan serta yang belum mencapai penerangan atau
Kebodhian dapat memperoleh manfaat yang sangat besar jika mereka mengikuti ajaran-Nya.

Sang Manjushri berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Peristiwa yang mengagumkan ini bagi-Ku tidaklah
menimbulkan keraguan, sebab, sejak masa silam Aku telah melaksanakan berbagai Karma Kusalamulena
(perbuatan kebajikan) dan telah memperoleh pengetahuan Avaranajnana (kebijaksanaan tanpa
4
halangan), maka Aku akan merasa yakin sepenuhnya terhadap uraian Sang Buddha, namun, bagi para
Sravaka, yang berpahala kecil, bagi para Dewa, Naga, Asta Gatyah (delapan kelompok makhluk) serta
para umat manusia di masa yang akan datang, apabila mereka mendengar sabda Tathagata tentang
peristiwa hari ini, mungkin mereka tidak dapat memahaminya sehingga dapat menimbulkan keraguan
dalam hati mereka!

Apabila kita langsung mengajarkan Dharma ini kepada mereka, mungkin mereka akan melakukan dosa
pemfitnahan, demi untuk mencegah timbulnya keraguan terhadap sutra ini, maka kami mohon agar
Sang Buddha sudi menguraikan tentang prestasi tersendiri dari Bodhisattva Ksitigarbha serta saat Beliau
melaksanakan Carya dan Bhavana (menjalankan dan mempraktekkan Dharma) beserta jasa-jasa dan
kebajikan yang pernah Beliau buat.

Juga tentang Maha-Pranidhana-Nya, niat suci-Nya yang Maha Mulia serta kunci keberhasilan-Nya yang
membuat Beliau dapat membimbing sedemikian banyak umat di alam semesta ini.”

Sang Buddha bersabda: “O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak! Seandainya semua tumbuhan seperti
rumput, pohon, hutan, rimba, padi, rami, bambu, kumpai serta batu, gunung, debu halus yang berada di
dunia dalam Trisahasra-Mahasahasra masing-masing diubah menjadi Sungai Gangga dan butiran pasir
yang berada di setiap Sungai Gangga itu, tiap butirnya dijadikan alam Trisahasra-Mahasahasra, butiran
debu yang berada di tiap alam Trisahasra itu tiap butirnya dijadikan satu kalpa, tumpukan debu selama
satu kalpa itu tiap butir debunya dijadikan masa kalpa lagi, maka berapa kalpa jumlahnya, akan sangat
sukar sekali dihitung, bukan?

Namun, jasa-jasa Bodhisattva Ksitigarbha sejak Beliau mencapai Dasa-Bhumayah berstatus setingkat
dengan Buddha hingga sekarang, lamanya telah mencapai ribuan kali lipat daripada perumpamaan kita
tadi!”

“Apalagi sewaktu Beliau masih di Sravaka Bhumi atau di Pratyekabuddha-Bhumi, waktu yang lamanya
juga tak terhitungkan! O, Ariya Manjushri, Ketahuilah, baik kewibawaan maupun kesucian dari cita-cita
dan Pranidhana (tekad utama) dari Bodhisattva ini sangatlah agung dan sulit diperkirakan banyaknya,
maka itu apabila terdapat putra-putri yang berbudi di masa yang akan datang, setelah mereka
mendengar nama agung dari Bodhisattva ini, walaupun mereka hanya memberi hormat atau memuji
jasa-Nya, atau memuliakan nama-Nya atau mengadakan puja-bhakti dengan dupa, Gandha, bunga dan
sebagainya, atau membuat rupa-Nya, baik dalam bentuk lukisan berwarna maupun berbentuk ukiran,
pahatan dan sebagainya, maka putra-putri yang berbudi itu akan dianugerahi kesempatan yang amat
cerah yakni dilahirkan di Surga Trayastrimsa hingga ratusan kali, dan selamanya tidak akan dilahirkan
lagi di alam sengsara!”

“O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak”, sabda Sang Buddha: “Dengarkanlah baik-baik, sekarang Aku akan
mulai menguraikan suatu Dharma yang penting tentang Bodhisattva ini kepada kamu sekalian!”

“Sudilah menguraikannya O, Bhagava Yang Termulia! Kami telah siap mendengarkannya”, jawab Sang
Boddhisattva Manjushri.

5
“Ketahuilah O, Ariya Manjushri! Sulit dihitung waktunya yaitu berkalpa-kalpa yang silam Ksitigarbha
Bodhisattva Mahasattva merupakan putra dari seorang Maha Grhapati (orang tua yang berjasa dan
banyak memiliki harta benda), waktu itu, terdapat seorang Buddha yang bernama SIMHA VIKRIDITA
PARIPURNA CARYA Tathagata.

Beliau sedang bertugas di dunia pada waktu itu guna untuk menyelamatkan para umat yang sengsara.
Suatu hari, putra Maha Grhapati datang ke vihara-Nya dan melihat wajah/rupa Sang Tathagata yang
demikian agung dan menawan hati, lalu Beliau bertanya kepada Buddha Simha Vikridita Praipurna
Carya: “O, Lokanatha Yang Termulia! Katakanlah, Buddha pernah melaksanakan Dharma apa dan pernah
berikrar dengan kata-kata yang bagaimana sehingga dapat memiliki rupa yang sedemikian agung dan
menawan hati?”

“O, Putra-Ku yang berbudi! Jika anda berhasrat ingin memiliki sesosok badan bercahaya seperti Buddha,
maka anda harus menjalankan ‘Pelaksanaan Bodhisattva yaitu bercita-cita untuk hidup suci dan berniat
menyelamatkan umat yang sengsara terus-menerus tanpa berhenti!”

Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjushri: “O, Ariya Manjushri! Setelah mendengar sabda
dari Buddha tersebut putra Maha Grhapati segera membangkitkan BodhicittaNya atau niat suciNya!

Beliau langsung berikrar di depan Buddha Simha Vikridita Paripurna Carya dengan berkata: ‘Mulai dari
hari ini hingga masa mendatang, dalam waktu yang ber-Kalpa-Kalpa Aku akan menyelamatkan para
umat yang terkena dosa berat yang sedang menderita di 6 Gati (alam surga, alam asura, alam manusia,
alam neraka, alam hantu kelaparan dan alam binatang) hingga mereka terbebas!

Dan Aku akan menggunakan berupa-rupa cara yang tepat untuk membimbing mereka agar dengan
cepat mereka dapat membebaskan dirinya dari belenggu kelahiran dan kematian serta dapat lahir di
negeri Buddha dan setelah semuanya terlaksana barulah Aku akan mencapai Penerangan Sempurna dan
menjadi Buddha!” Oleh karena itu O, Ariya Manjushri! Maka, putra Maha Grhapati yang pernah berikrar
di depan Buddha itu hingga sekarang, meskipun lamanya telah melewati ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa
yang sulit dihitung lamanya, status Beliau masih Bodhisattva dan Beliau masih dengan tekad bulat
menjalankan tugas-Nya di seluruh alam semesta, sebenarnya Bodhisattva Ksitigarbha sudah lama sekali
mencapai tingkat Buddha, tapi Beliau sering sekali berada di Gati atau alam Neraka dan kelakuan-Nya
tidak berbeda dengan Bodhisattva Avalokitesvara! Inilah kisah tentang ikrar agung Bodhisattva
Ksitigarbha yang pertama.”

Kemudian selang beberapa masa yang panjang atau beberapa Asankhyeya-Kalpa yang silam, ada
seorang Buddha yang sedang bertugas di dunia ini. Beliau bernama BUDDHA PADMA SAMADHI SVARA
RAJA Tathagata yang usia-Nya mencapai 4 juta Koti Asankhyeya Kalpa. Setelah masa Periode Saddharma
habis, menyusul masa Periode Dharma Serupa, pada saat itu terdapat seorang putri Brahmana.

Karena Beliau banyak menanam benih kebajikan pada masa yang silam, maka Beliau selalu dipuji oleh
ornag-orang di sekitarnya. Di manapun Beliau berada Beliau selalu dilindungi oleh para Dewa Surga.
Tetapi, tabiat dan prilaku ibu-Nya amat buruk. Ibu-Nya bukan saja menganut ajaran sesat melainkan ia

6
sama sekali tidak percaya pada Tri Ratna, malahan ia berani memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan
Sangha). Walaupun telah dipergunakan bermacam-macam cara oleh putrinya untuk merubah tabiat ibu-
Nya agar ia dapat mencapai pandangan yang benar. Namun, hasilnya nihil! Dan berselang tidak
beberapa lama ibu-Nya pun meninggal dunia dan Vinnyana-nya / arwahnya masuk ke alam Neraka Avici.
Kematian ibunya benar-benar membuat putri Brahmana merasa amat berduka cita. Meskipun beliau
belum bisa mengetahui ibu-Nya lahir di alam kesedihan yang mana, tapi ia mengerti tentang hukum
Karma dan hukum sebab akibat bagi seorang yang berpandangan keliru serta menganut ajaran sesat dan
yang enggan menaruh perhatian terhadap hukum karma atau hukum sebab-musabab serta tidak
percaya pada Dharma ajaran dari para Buddha, malahan berani memfitnah Tri Ratna! Beliau merasa
yakin bahwa ibu-Nya pasti ditempatkan di alam kegelapan! Demi untuk menyelamatkan ibu-Nya yang
malang itu secepat mungkin, maka Sang Putri Brahmana menjual rumah kediamannya beserta alat-alat
perabotan rumah-Nya, kemudian dari hasil penjualan itu Beliau membeli sejumlah banyak dupa, wangi-
wangian, bermacam-macam bunga segar serta berbagai alat pujaan lainnya, kemudian saji-sajian
tersebut dibawa ke tempat ibadah serta vihara-vihara yang telah lama ditinggalkan oleh para umat di
masa yang lampau, beliau mengadakan puja-bhakti secara khidmat serta secara besar-besaran kepada
para Buddha yang silam.

Saat Sang Putri Brahmana tiba di suatu vihara, Beliau melihat Buddha rupang (patung Buddha) dari
Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara Raja di ruangan vihara tersebut, baik lukisan maupun ukiran
dari kayu atau batu, semua kelihatan sangat agung dan megah, sehingga timbul rasa kagum dalam
hatinya, Beliau pun merenung: “O, Betapa agungnya! Buddha ini memiliki gelar ‘Yang Maha Sadar’!

Beliaulah yang memiliki ‘Sarvajnana’ (segala Kebijaksanaan Terluhur serta Maha-Tahu) Jika saja Beliau
masih berada di dunia ini, Aku akan memohon kepada Beliau untuk menunjukkan di alam manakah ibu-
Ku ditempatkan setelah ia meninggal dunia, pastilah Buddha ini mau memberitahuku!”

“O, Ariya Manjushri!” Buddha Sakyamuni melanjutkan sabda-Nya: “Pada saat Sang Putri Brahmana
sedang bersedih dan lama sekali beliau berdiri di depan Buddha rupang tersebut, seluruh muka-Nya
dibasahi oleh air mata yang keluar terus-menerus , tiba-tiba terdengar suara yang datang dari langit: “O,
Putri yang berbudi! Janganlah Engkau terlalu bersedih hati, sekarang Aku akan menunjukkan kepadamu
alam mana yang ditempati ibumu!’

Setelah mendengar suara tersebut segeralah Sang Putri Brahmana merangkupkan kedua telapak
tangannya lalu beranjali ke arah langit seraya berkata: ‘O, Sang Maha Kuasa! Betapa besar jasa dan
rahmat-Mu! Mau menghilangkan penderitaanku! Sejak ditinggalkan oleh ibuku hingga sekarang, siang
dan malam aku selalu merindukan ibuku yang tersayang, yang telah hilang dari sisiku! Namun,
dimanakah beliau berada saat ini? Dan kepada siapakah dapat kutanyakan?’ Kemudian datang lagi suara
dari langit: ‘O, Putri yang berbudi! Aku bukan Sang Maha Kuasa atau Dewata, Aku adalah seorang
Buddha masa lampau yang bernama Tathagata BUDDHA PADMA SAMADHI SVARA RAJA, yang sedang
engkau puja dan anda renung, karena kerinduan Sang Putri yang penuh belas-kasih, telah melebihi
kesedihan umat-umat lain, maka Aku datang memberi bantuan kepadamu!’

7
Sang Putri Brahmana merasa sangat terharu setelah mendengar sabda Buddha tersebut. Lalu ia pun
menyembah dengan sekuat tenaganya, kemudian ia terjatuh, lalu pingsan. Setelah dia dirawat oleh
pengikutnya serta para viharawan lama kemudian Beliau siuman kembali.

Lalu Beliau menengadah ke atas langit lagi sambil berdoa dan berkata: ‘Kasihanilah aku, Buddha Yang
Termulia! Katakanlah segera di alam manakah ibuku sekarang berada? Sebab, sejak ibuku meninggal
dunia, baik ragaku maupun batinku sudah hancur total, mungkin tidak lama lagi kehidupanku pun akan
berakhir!’

“Waktu itu O, Ariya Manjushri!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Tathagata Buddha Padma
Samadhi Svara Raja dengan menggunakan suara batin-Nya, Beliau meyakinkan Sang Putri Brahmana: ‘O,
Putri yang berbudi! Setelah puja bhaktimu ini selesai, cepatlah kembali ke rumahmu. Kemudian
duduklah bersila di dalam kamar yang bersih dan pusatkan pikiranmu, lalu renungkanlah nama-Ku terus-
menerus, pasti anda dapat mengetahui di alam mana ibumu berada!”

Setelah mendengar sabda tersebut Sang Putri Brahmana merasa sangat gembira dan lega, bergegas
beliau memberi hormat kepada Tathagata tersebut lalu beliau kembali ke rumahnya. Setiba di
rumahnya, Sang Putri Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati beliau merenungkan nama
Buddha Padma Samadhi Svara Raja dengan cara bermeditasi selama satu hari satu malam tanpa
berhenti.

Dalam samadhinya, Sang Putri Brahmana merasa dirinya berada di suatu tempat yang asing yaitu pantai
laut yang amat luas, air laut tampak mendidih dan bergolak-golak. Banyak binatang buas yang berbadan
baja berkejar-kejaran di tengah laut. Di sana juga terdapat ratusan ribu orang, laki-laki dan perempuan,
mereka timbul-tenggelam di dalam air laut itu, ada sebagian dari mereka dimangsa oleh binatang buas
yang berada di dalam laut itu!

Tak berapa lama, datanglah berupa-rupa Setan Yaksa, ada yang bertangan banyak, yang bermata
banyak, berkaki banyak, berkepala banyak, atau yang bertaring setajam pedang. Mereka berbondong-
bondong mengusir orang yang dihukum itu menuju ke kelompok binatang buas di situ. Lalu Para Setan
Yaksa beramai-ramai menangkap orang-orang tersebut, lalu menekuk kepala dan kaki mereka dan
menggulungnya menjadi gumpalan, ada yang menarik tubuh orang tersebut hingga menjadi panjang
sekali, lalu mematahkan seluruh tulangnya, atau menyobek-nyobek dagingnya hingga mati, kemudian
mayatnya dibuang ke dalam laut. Tingkah laku mereka yang demikian bengis itu sungguh sangat
menakutkan sehingga tidak ada seorangpun yang sanggup memandangnya lama-lama!

Namun, Sang Putri Brahmana tersebut tidak merasa takut sedikitpun! Apa sebabnya? Karena dia telah
memuliakan nama Buddha Padma Samadhi Svara Raja dan telah di-Adhisthanakan (dikuatkan batinnya)
oleh Sang Tathagata tersebut!

Saat itu datanglah seorang Raja Setan yang bernama Amagadha menyambut Sang Putri Brahmana
dengan penuh sujud seraya berkata: ‘Sadhu! Sadhu! Sadhu! Bodhisattva Yang Mulia! Ada apa gerangan
anda datang ke wilayah alam ini?’

8
‘Memang ada keperluan sesuatu O, Raja Setan yang budiman! Apa nama alam ini?’, Tanya Sang Putri
Brahmana.

‘Namanya “Lautan Karma” yang pertama, letaknya di sebelah barat dari pusat Maha-Cakravada (Gunung
Kepungan Besi yang utama)’, jawab Raja Setan.

‘Benarkah di tengah-tengah Maha-Cakravada terdapat alam Neraka?’

‘Benar! Alam Neraka persis di tengah-tengahnya.’

Sang Putri bertanya lagi: ‘O, Raja Setan yang budiman! Katakanlah mengapa aku dapat mengunjungi
wilayah Neraka ini?’

‘Seperti yang anda ketahui O, Bodhisattva Yang Mulia!’ Jawab Sang Amagadha: ‘Semua makhluk yang
dapat mengunjungi wilayah alam Neraka ini, mereka harus memenuhi satu dari 2 syarat sebagai berikut:

1) Orang yang memiliki tenaga batin serta becitra penuh martabat;

2) Orang yang memiliki dosa berat dari Karma jahat.

Jika salah satu tidak dipenuhi, siapapun sulit datang ke wilayah ini!’

Sang Putri bertanya kepada Sang Amagadha lagi: ‘Apa sebabnya air laut ini mendidih terus-menerus?
Dan apa sebabnya di permukaan air mendidih itu terdapat sedemikian banyak orang dan binatang
buas?’

Sang Amagadha menjawab: ‘Orang-orang tersebut datang dari dunia Jambudvipa (alam manusia),
mereka berdosa berat dan baru meninggal dunia. Tapi, dalam waktu 49 hari tiada seorangpun dari
anggota keluarganya yang membuat jasa-jasa atau kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk
menyelamatkan mereka.

Karena sewaktu mereka masih berada di dunia, mereka enggan menanam benih kebaikan! Maka, tanpa
membawa suatu apapun kecuali dosa beratnya, kini mereka harus menanggung akibat perbuatannya.
Dan, sesuai dengan hukum Karma, mereka diterjunkan ke alam kesedihan. Mereka harus menyeberangi
lautan yang berair mendidih ini ke alam Neraka, namun, sebelum tiba ke tempatnya, mereka telah
menjadi korban di tengah-tengah lautan ini!’ Di jurusan timur, kira-kira 100 Yojana dari lautan pertama
ini, terdapat satu lautan lagi yang kondisinya lebih menyedihkan jika dibandingkan dengan laut pertama
ini! Dan di sebelah timur lautan kedua, terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi dan
hukumannya lebih berat beberapa kali lipat dari lautan kedua! Barang siapa yang telah mendengar 3
macam dosa terjahat atau dinamai dosa Tri Karma yakni: perbuatan jahat yang dilakukan melalui:
jasmani/Akusala Kayakarma, perkataan/Akusala Vaccikarma dan pikiran/Akusala Manokarma.

Maka mereka secara otomatis harus menyeberangi lautan tersebut untuk menuju ke alam Neraka
setelah kehidupan mereka di alam manusia berakhir. Maka dari itu, ketiga lautan ini dinamakan: Lautan
Karma atau Karmasagara!’ Demikian Sang Amagadha menjelaskan.
9
Selanjutnya Sang Putri Brahmana bertanya lagi: ‘Terletak dimanakah alam Neraka itu?’

Jawab Sang Amagadha: ‘Di bawah ketiga lautan ini dan jenisnya serta bentuknya berupa-rupa. Neraka
yang besar jumlahnya 18 buah, yang sedang 500 buah dan hukumannya berat sekali! Sedangkan neraka
kecil, Wah, Banyak sekali! Hingga ratusan ribu buah dan hukumannya juga sangat berat!’

Kemudian Putri Brahmana berkata: ‘Ibuku baru saja meninggal dunia, tapi aku sama sekali tidak tahu
arwahnya berada di alam yang mana?’

Raja Setan bertanya: ‘Saat ibumu berada di dunia (alam manusia) beliau pernah bekerja seperti apa?’

Putri Brahmana menjawab: ‘Pekerjaannya biasa saja, tapi ibuku berpandangan sesat dan beliau pernah
memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha).

Jika beliau dinasehati, beliau hanya percaya sebentar saja kepada Sang Tri Ratna, setelah itu beliau
berubah lagi, beliau tidak bersedia menghormati Tri Ratna! Kini, meskipun ibuku belum lama meninggal,
tapi, di alam manakah ibuku dilahirkan, aku tidak tahu!’

‘Siapa nama ibumu dan berasal dari suku apa?’ Tanya Raja Setan.

‘Orang tuaku adalah keturunan kaum Brahmana. Ayahku bernama Silasudharsana dan ibuku bernama
Vatri.’ Jawab Putri Brahmana.

Setelah Sang Raja Setan Amagadha mendengar nama ibunya lalu merangkupkan kedua telapak
tangannya seraya berkata: ‘Pulanglah sekarang O, Bodhisattva Yang Mulia! Tinggalkan alam yang
menyedihkan ini, kembalilah ke tempat asalmu, dan mulai sekarang tak usah cemas dan sedih lagi!
Sebab tiga hari yang lalu, seorang yang dihukum di Neraka Avici bernama Vatri, telah dilahirkan di alam
Surga dan menurut kabar dari Surga, Sang Vatri diberkahi oleh putrinya yang amat menyayangi orang
tuanya itu, yang pernah mengadakan puja-bhakti di beberapa taman ibadah dan di berbagai stupa serta
vihara-vihara Buddha di dunianya dengan upacara yang sangat khidmat dan secara besar-besaran
termasuk vihara serta stupa dari Buddha Padma Samadhi Svara Raja itupun dipersembahi olehnya.
Maka, kali ini bukan saja ibunya terbebas dari Neraka Avici, akan tetapi banyak penghuni dari neraka
Avici pun ikut bergembira dan mereka semua mendapat kesempatan bebas dari alam kesedihan dan
dilahirkan di alam Surga.’

Setelah Sang Amagadha selesai menjelaskannya, beliau bersikap anjali lagi lalu pergi. Sang Putri
Brahmana pun merasa dirinya bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi. Setelah ia mengakhiri
Samadhi-Nya hati-Nya merasa amat riang gembira, karena Beliau telah mengetahui asal usul dan sebab
musabab tersebut!

Kemudian Beliau kembali lagi ke vihara tersebut dan berikrar di stupa, tepat di depan patung Tathagata
Buddha Padma Samadhi Svara Raja, beliau berkata: ‘Aku berjanji, bahwa Aku bertekad akan
menggunakan bermacam cara yang tepat untuk menyelamatkan segala makhluk yang berdosa agar
mereka semua dapat membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan! Dan, tugas-Ku akan

10
berlangsung terus hingga berKalpa-Kalpa yang akan datang. Apabila penghuni Neraka belum kosong, aku
tidak akan mencapai ke-Buddha-an!’

Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjushri: “O, Ariya Manjushri! Tahukah Anda? Yang
disebut Raja Setan Amagadha itu, Beliau sekarang adalah Bodhisattva Dravyasri. Dan yang disebut putri
Brahmana itu, Beliau sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha! Mereka sejak dahulu kala telah
menjalankan tugas di 6 Gati atau di 6 alam kehidupan dan hingga sekarang pun Beliau masih terus
menjalankan tugas-Nya tanpa berhenti sekejap pun! Inilah kisah tentang ikrar agung Ksitigarbha
Bodhisattva yang kedua.”

11
Bab 2 – Persamuan Dari Tubuh Jelmaan
Pada saat itu, di pesamuhan agung istana surga Trayastrimsa telah hadir badan jelmaan dari Sang
Ksitigarbha yang selama ini bertugas di “kantor-kantor” Neraka di pelbagai dunia yang banyaknya hingga
ratusan ribu Koti Asankhyeya, sulit diperkirakan!

Kini, mereka berkumpul bersama-sama dengan jutaan Koti Nayuta umat suci yang telah bebas dari
duniawi serta para makhluk hidup yang telah keluar dari berbagai alam sengsara yang telah diberkati
oleh Maha Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin luhur) dari Buddha Sakyamuni, semua dari mereka
membawa bermacam-macam bunga-bunga harum untuk dipersembahkan kepada Buddha Sakyamuni.

Dan para hadirin yang pernah diberkati oleh bimbingan Sang Ksitigarbha kebanyakan dari mereka telah
mencapai tingkat gelar Avinivartaniya Anuttara Samyaksambodhi. Tetapi sebelum mereka mencapai
tingkat kesucian ini mereka senantiasa berputar terus dalam lingkaran kelahiran dan kematian di 6 Gati
tanpa berhenti semasapun! Kini, mereka telah diberkahi ke-Maha-belas-kasihan (Maha-Karuna) dan Niat
Suci Utama (Maha-Pranidhana) dari Bodhisattva Ksitigarbha, mereka semua telah mencapai Kebodhian.

Setibanya di arena pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa, mereka semua merasa amat gembira
dan dengan penuh kasih mereka memuja Buddha Sakyamuni, mata mereka terus-menerus memandang
ke wajah Buddha Sakyamuni tanpa bergerak sekejabpun.

Kemudian Buddha Sakyamuni menjulurkan lengannya yang berwarna keemasan menjadi jutaan tangan
emas sambil meraba ubun-ubun kepala dari setiap jelmaan Sang Ksitigarbha yang banyaknya ratusan
ribu Koti Asankhyeya itu seraya berkata: “O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas-asih! Ketahuilah
sejak Aku bertugas di Alam Sahaloka yang sedang mengalami Panca-Kasayah (5 kekeruhan) ini, Aku
berniat membimbing para umat yang masih bertegar hati hingga menjadi sadar dan kembali ke jalan
yang benar.

Meskipun Aku telah lama bekerja keras, namun masih ada sebagian umat yang tetap memiliki kelakuan
yang tidak baik. Betapa menyedihkan! O, Maha Ariya Ksitigarbha! Sungguh, pekerjaan-Ku ini tidak
berbeda dengan Anda. Anda pernah menjelmakan badan-Mu hingga demikian banyak, namun, selaku
seorang Buddha, Akupun pernah menjelma badan-Ku hingga ratusan ribu Koti, kemudian dengan
berbagai cara yang tepat aku menyelamatkan para makhluk yang sengsara. Tentu saja, para umat yang
bijak, yang berindera tajam, dapat memahami ajaran-Ku. Demikian juga bagi yang banyak menanam
kebajikan pada masa silam, mereka cepat sadar. Akan tetapi, mereka yang berkarma berat, berbatin
gelap, membutuhkan waktu yang lama sekali untuk merubah pandangannya yang keliru, yang telah
lama sekali mereka miliki! Untuk umat yang mempunyai karma berat dan yang enggan mentaati ajaran
para Buddha atau sama sekali tidak menghormati Buddha Dharma.

Umat yang sulit “diobati” ini tetap kuselamatkan dengan badan jelmaan-Ku. Demi untuk membimbing
mereka, Aku selalu menjelmakan badan-Ku menjadi seorang lelaki atau wanita, Dewa, Naga, Makhluk-
makhluk suci, Setan. Bahkan Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi gunung, hutan, sungai, padang,
sungai kecil, kolam, sumber air dan sebagainya agar dapat menolong makhluk yang sengsara!
12
Kadangkala Aku juga menjelmakan diri-Ku menjadi Raja Indra, Raja Brahma, Raja Cakravartin atau
seorang Kulapati, atau seorang Raja, Menteri, Pegawai Negara, atau seorang Bhikshu-Bhikshuni,
Upasaka, Upasika, Sravaka, Pratyeka Buddha, Arahat atau Bodhisattva dan sebagainya guna untuk
menyelamatkan para makhluk sengsara di seluruh alam semesta! Maka itu bukan hanya dengan tubuh
Buddha saja para Buddha menjalankan tugasNya.

“O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas-asih!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Lihatlah, hadirin
yang sebagian besar adalah berasal dari makhluk-makhluk yang bertegar hati yang mana terus menerus
Aku membimbingnya selama ber-Kalpa-Kalpa, dan kini mereka semua telah terbebas dari belenggu.
Tetapi masih ada umat yang terlibat Karma berat dan enggan menaati ajaran-Ku, sehingga mereka harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan Hukum Karma! O, Maha Ariya Ksitigarbha!
Tolonglah, apabila para umat tersebut telah diterjunkan ke alam kesengsaraan dan sedang menjalani
hukuman terberat, engkau semua harus mengingat nasehat yang Ku-ucapkan ini sewaktu kita berada di
Surga Trayastrimsa, agar semua makhluk hidup yang berada di alam manusia hingga pada masa
Bodhisattva Maitreya lahir, semuanya dapat dibebaskan dari belenggu penderitaan dan dapat
memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan Buddha.

Semoga mereka semua dapat di-Vyakarana (divisuddhi) langsung oleh Buddha Maitreya di masa yang
akan datang!” Pada saat itu, semua badan jelmaan Sang Bodhisattva Ksitigarbha dari berbagai dunia
sejak berkalpa-kalpa yang lalu semuanya bersatu kembali ke badan asal-Nya!

Lalu beliau memberi penghormatan kepada Buddha Sakyamuni dan dengan perasaan haru dan air mata
yang berlinang, Bodhisattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Atas
bimbingan Buddhalah Saya dapat mencapai tingkat kesucian dan memiliki kebijaksanaan. Saya tahu
dalam selang waktu yang tidak lama lagi Sang Bhagava akan meninggalkan kami sekalian guna
melakukan Parinirvana, karena segala kewajiban Sang Buddha telah selesai. Betapa sedihnya! O,
Bhagava Yang Termulia!

Sungguh, Aku senantiasa terkenang akan jasa-jasa-Mu yang demikian agung! Dan Aku juga tidak akan
lupa, sejak dahulu kala Aku selalu dilindungi oleh Sang Bhagava dan diberkahi dengan Riddhi-
Abhijnabala (tenaga batin terluhur) yang kekuatannya luar biasa, sehingga sejauh ini baik kebijaksanaan-
Ku maupun ketrampilan-Ku menjadi sedemikian luhur dan ajaib. Terutama berkat Sang Buddha Aku
dapat menjelmakan badan-Ku hingga sedemikian banyak dan semua badan jelmaan-Ku dapat bertugas
di ratusan ribu Koti dunia.

Bahkan setiap dunia dapat Aku datangi dengan badan jelmaan-Ku dan setiap badan jelmaan-Ku mampu
menyelamatkan ratusan ribu Koti umat, mengajari mereka untuk yakin kepada Tri Ratna agar mereka
dapat bebas dari penderitaan lahir dan mati, dapat melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai
Nirvana! O, Bhagava Yang Termulia! Ketahuilah, barang siapa yang dapat menganut Buddha Dharma,
dan dapat berbuat jasa-jasa kebaikan, walaupun jasanya hanya seujung rambut, atau hanya setetes air,
atau bagaikan sebutir pasir bahkan hanya sekecil atom, Aku bertekad menolong mereka selangkah demi
selangkah hingga akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Buddha Maitreya di

13
masa yang akan datang! Sekarang, kami dengan tulus ikhlas memohon Sang Bhagava untuk tidak
mengkhawatirkan para makhluk yang terlibat hukuman berat, baik yang berada di masa sekarang
ataupun di masa mendatang itu!” Demikianlah, kata-kata itu diulangi 3 kali oleh Sang Ksitigarbha di
depan Buddha Sakyamuni.

“Sadhu! Sadhu! Sadhu! Cita-cita-Mu sedemikian luhur dan patut Kuhargai!” Sang Buddha memuji Sang
Ksitigarbha: “Aku ikut bergembira atas segala hasil kerja-Mu yang sedemikian gemilang! Apabila kelak
Anda telah mensukseskan Niat Suci Utama-Mu yang pernah Anda ikrarkan pada masa yang silam itu,
berarti kewajiban agung-Mu sudah selesai, dan Anda langsung dapat mencapai Anuttara
Samyaksambodhi dan menjadi seorang Buddha baru, sambil menjalankan tugas agung di suatu dunia
yang Anda inginkan!”

14
Bab 3 – Melihat Kondisi Karma Makhluk Hidup
Sang Ibu DEWI MAHAMAYA (Buddhamatraka atau ibunda dari Buddha Sakyamuni) bangkit dari tempat
duduk-Nya, lalu merangkupkan kedua telapak tangan-Nya, memberi hormat kepada Bodhisattva
Ksitigarbha yang berwelas asih! Saya ingin mengetahui tentang Hukum Karma yang berlaku bagi para
makhluk dari dunia Jambudvipa (alam manusia). Terutama para makhluk yang melakukan berbagai jenis
perbuatan buruk atau jahat dan akibat karma yang harus mereka terima.

“O, Maha Buddhamatrka Yang Mulia!” Jawab Sang Ksitigarbha: “Dunia dari para makhluk hidup serta
alam-alam dari para Buddha jumlahnya banyak sekali sampai berjuta-juta! Dunia dari makhluk hidup ada
yang terdapat alam neraka, dan ada yang tidak terdapat alam neraka sama sekali, demikian juga kaum
wanita, Sravaka, Pratyekabuddha termasuk Buddha Dharma tidak terdapat di semua alam kehidupan.

Sang Ibu Dewi Maha Maya sekali lagi memohon kepada Bodhisattva Ksitigarbha: O, Maha Ariya
Ksitigarbha! Aku ingin mengetahui tentang hukuman yang harus diterima oleh makhluk Jambudvipa
(alam manusia) terutama bagi mereka yang melakukan perbuatan jahat!” Pinta Sang Ibu Mahamaya.

“Dengarlah baik-baik O, Maha Buddhamatrka! Aku akan menguraikannya secara singkat.” Sabda Sang
Bodhisattva Ksitigarbha.

“Sudilah menerangkannya. Kami sekalian telah siap mendengarkan-Nya!” Sahut Buddhamatrka Dewi
Mahamaya.

Bodhisattva Ksitigarbha menguraikannya kepada Sang Ibu Dewi Mahamaya dengan mengatakan:
“Hukuman terberat dari Neraka yang berlaku di dunia Jambudvipa (alam manusia) adalah sebagai
berikut:

1. Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi orang tuanya, bahkan ia
berani membunuh orang tuanya, maka manusia yang berkelakuan buruk ini setelah ia
meninggal akan diterjunkan ke Neraka Avici untuk menjalani hukumannya hingga jutaan Kalpa,
sulit memperoleh kesempatan untuk keluar lagi!

2. Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan Buddha, atau menghancurkan
patung Buddha dan Bodhisattva serta berani memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan
Sangha), atau tidak menghormati Kitab Suci ajaran para Buddha, maka hukumannya sama yaitu
diterjunkan ke Neraka Avici!

3. Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti para Bhikshu, berani menodai Bhikshuni
atau berani melakukan perbuatan asusila di vihara atau berani membunuh makhluk bernyawa di
dalam vihara, hukuman mereka adalah sama yaitu diterjunkan ke neraka Avici.

4. Apabila terdapat seorang umat yang berani menyamar sebagai seorang Sramana (rohaniawan-
rohaniawati), tapi hatinya bukan Sramana, dan ia memboroskan harta benda yang dimiliki
Sangha, menipu para penganut agama yang bersembahyang di dalam vihara, selalu melanggar
15
tata-tertib vihara dan melakukan bermacam-macam Karma jahat, hukuman yang akan mereka
terima adalah sama yaitu diterjunkan ke neraka Avici.

5. Apabila terdapat para umat yang berani mencuri harta benda milik Sangha, seperti barang-
barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija, makanan atau minuman, jubah atau pakaian
dan lain-lainnya, walaupun hanya sedikit atau benda yang tidak berharga sekalipun, namun
diperoleh dengan mencuri, maka hukuman bagi mereka tidak berbeda dengan nomor 1, yakni
mereka harus diterjunkan ke Neraka Avici selama jutaan Kalpa, sulit mendapat kesempatan
untuk keluar lagi!

Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan urain-Nya: “O, Maha Buddhamatrka! Barang siapa yang terlibat
dosa berat seperti yang Kuuraikan tadi, mereka harus diterjunkan di Neraka “Pancanantarya” atau
disebut Neraka Avici, dan selama menjalani masa hukuman di Neraka Avici, mereka harus menerima
kesedihan dan kesakitan yang tanpa berhenti sekejappun. Betapa menyedihkan!”

“O, Maha Ariya Ksitigarbha! Bagaimanakah keadaannya di dalam alam Neraka Pancanantarya itu?”
Tanya Sang Ibu Dewi Mahamaya. Bodhisattva Ksitigarbha menjawab: “Bentuk Neraka berupa-rupa O,
Maha Buddhamatrka! Dan semuanya berada di dalam Gunung “Maha Cakravada”, bentuk neraka yang
besar jumlahnya 18 buah, bentuk neraka yang sedang berjumlah 500 buah dan setiap Neraka masing-
masing mempunyai nama tersendiri.

Sedangkan yang kecil jumlahnya banyak sekali sampai jutaan buah dan namanya pun berbeda-beda
juga! Ketahuilah O, Maha Buddhamatrka! Neraka Pancanantarya itu, luasnya kurang lebih 80.000
Yojana. Semua dilengkapi dengan tembok besi, tinggi dari tembok tersebut 10 ribu Yojana. Di dalam
Neraka tersebut tidak ada tempat yang kosong, semuanya dipenuhi kobaran api yang dahsyat!.

Neraka ini dibagi menjadi beberapa jajaran ruangan dan tiap jajaran masing-masing mempunyai nama
sendiri-sendiri. Di antaranya terdapat sebuah Neraka yang terbesar, itulah Neraka Avici, luasnya 18.000
Yojana, temboknya juga terbuat dari besi dan tingginya 1.000 Yojana! Kobaran api yang menyala di
dalamnya sangat panas, apinya menjalar-jalar ke atas, kemudian turun lagi ke dasar bawah terus-
menerus membakar tanpa berhenti sekejappun!

Di dalam Neraka tersebut terdapat 84.000 ekor ular yang bertubuh besi dan di 4 sudutnya terdapat 4
ekor anjing, besarnya bagaikan gunung, tubuhnya juga terbuat dari besi. Binatang yang bertubuh besi ini
semua dapat mengeluarkan api dari mulutnya, sinar matanya bagaikan kilat, giginya setajam pedang.
Dan bulu di tubuh anjing besi itu selalu menyala-nyala. Mereka saling berkejar-kejaran di dalam tembok
besi itu, atau berlari-lari di dalam kobaran api dan melukai si pembuat dosa.

Mereka kadang-kadang berlari ke arah timur, lalu kembali ke barat, larinya sangat cepat, tak pernah
berhenti sekejappun! Di dalam Neraka tersebut terdapat ranjang besi yang penuh sesak, luasnya 10 ribu
Yojana! O,Maha Buddhamatrka! Betapa hebatnya, apabila terdapat seorang terhukum terbaring di atas
ranjang besi itu, ia lantas melihat dirinya telah berada di setiap ranjang besi yang jumlahnya ribuan!

16
Demikian juga, apabila terdapat jutaan orang yang harus menjalani hukuman berbaring di atasnya,
mereka lantas melihat tubuh mereka telah berada di setiap ranjang tersebut juga! Mengapa demikian?
Itu tak lain karena mereka telah berbuat dosa yang sedemikian banyaknya!”

Sang Ksitigarbha melanjutkan: “Setelah si pembuat dosa itu disiksa oleh Ular besi dan Anjing besi,
datang lagi ribuan Setan Yaksa dan Iblis-Iblis yang sangat bengis, gigi mereka seperti keris yang tajam,
sinar matanya seperti kilat, kukunya sangat runcing terbuat dari tembaga kuning. Mereka menangkap si
pembuat dosa dengan cakarnya yang runcing lalu digigit hingga tewas. Terdapat juga Setan Yaksa yang
memegang tombak yang ujungnya adalah pedang baja, lalu menusuknya ke tubuh orang-orang yang
berdosa, sehingga mulut, hidung, perut atau punggung dari orang yang berdosa tersebut terluka parah,
kemudian orang yang ditusuk itu dilempar ke atas dan dibiarkan jatuh ke bawah terus menerus
berulang-ulang kali hingga tewas. Ada juga umat yang berdosa yang ditaruh di atas ranjang besi yang
panas membara!

Kemudian datang lagi sekelompok burung Garuda besi yang amat buas mematuki mata si pembuat dosa
dan ular yang bertubuh baja membelit leher si pembuat dosa, setelah itu seluruh sendi tulang si
pembuat dosa dipaku dengan paku panjang dan lidahnya dicabut lalu dilindasi dengan bajak yang tajam,
lalu usus dari si pembuat dosa dicabut keluar dan diiris-iris menjadi potongan, kemudian mulutnya
dituangi dengan cairan tembaga yang melebur dan seluruh badannya dibaluti dengan besi yang panas!

Walaupun orang tersebut telah mati disiksa hingga ribuan kali, apabila masa hukumannya belum habis,
begitu ditiupi “Angin Karma” ia akan hidup kembali, dan harus menjalani hukumannya lagi, terus
menerus sampai jutaan Kalpa, ia akan sulit memperoleh peluang untuk keluar! Akan tetapi, semua alam
yang berada di dalam tata-surya atau disebut “3 ribu Maha sistem dunia” (Trisaharsa Mahasaharsa
Lokadhatu) yang dipengaruhi proses kerusakan pada periode “Caturkalpa”. Saat dunia tengah
mengalami kerusakan, alam Neraka juga ikut rusak. Tapi, jika masa hukuman dari para umat yang
berdosa berat, yang sedang menjalani hukuman itu belum habis, maka mereka akan dipindahkan ke
sistem dunia lain, apabila dunia dari sana pun mengalami kerusakan, mereka akan dikirim lagi ke jurusan
yang lain dan setelah dunia dari mana ia berasal telah terbentuk kembali, maka umat yang berdosa itu
akan dikembalikan ke dunia yang baru terbentuk tersebut! Demikianlah tentang Neraka Pancanantarya
serta hukuman yang harus mereka terima!

“O, Maha Buddhamatrka! Masih terdapat lima perihal tentang hukum Karma yang berkaitan dengan
Neraka Pancanantarya itu, yaitu:

1. Pada saat orang yang berdosa menjalani hukumannya baik siang maupun malam dalam masa
yang berKalpa-Kalpa, mereka tak akan pernah mendapat peluang untuk melepaskan lelahnya
sedikitpun, inilah yang disebut ‘Anantarya’ (artinya kewalahan tanpa batas);

2. Di Neraka tersebut, berapapun jumlah penghuninya, walaupun hanya 1 orang atau jutaan orang
yang dihukum, ruangan itu akan tetap terasa sesak dan padat, inilah ‘Anantarya’;

17
3. Tidak ada satupun dari si terhukum yang dapat menghindar ataupun lolos dari suatu hukuman,
baik berupa siksaan pedang tajam, tongkat berat, binatang bertubuh besi seperti burung Garuda
besi, ular besi, serigala besi, anjing besi dan sebagainya.

Serta menerima siksaan lesung serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh dari orang yang
berdosa atau tubuh dari si pembuat dosa dilindas, digergaji, dipahat, dikikir atau diiris-iris menjadi
berkeping-keping, atau dimasukkan ke dalam periuk besar yang berisi air mendidih, atau tubuh si
terhukum dibalut dengan jaringan baja yang panas, atau dipaksa menaiki keledai besi panas atau
kuda besi yang panas, setelah itu si pembuat dosa akan dibakar, dikupas kulitnya, kemudian disirami
cairan besi yang sedang melebur.

Apabila orang yang berdosa itu merasa lapar dan berteriak kelaparan, ia akan diberi makanan yang
berupa gumpalan besi yang membara dan dipaksa menelannya sampai gumpalan besi itu jebol
keluar dari perutnya dalam keadaan yang masih membara, menyebabkan usus dari umat yang
berdosa itu terbakar hangus dan mengeluarkan darah terus-menerus. Dan hukuman tersebut harus
dijalaninya selama berKalpa-Kalpa terus menerus tanpa berhenti sekejappun sampai masa
hukumannya habis, inilah yang disebut ‘Anantarya’;

4. Di Neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukuman, baik itu lelaki atau wanita,
orang timur atau selatan, barat atau utara, atau yang telah lanjut usianya, atau yang masih
muda, berstatus bangsawan ataupun golongan rendah, baik Naga; Dewa; makhluk apa saja
termasuk Setan dan lainnya. Siapa saja yang berdosa berat ia harus menanggung hukumannya
tanpa dibedakan, ini dinamai ‘Anantarya’;

5. Selama masa hukumannya belum habis, maka si terhukum akan berulang kali mengalami
kematian dan hidup kembali. Siang dan malam mereka terus menerus menjalani penderitaan ini
tanpa berhenti sedetikpun. Dan apabila masa hukumannya telah habis, barulah ia dilahirkan di
alam lain, inilah yang dinamai ‘Anantarya’.

Sang Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan uraian-Nya: “O, Maha Buddhamatrka! Keadaan Neraka
Pancanantarya sungguh banyak sekali, namun dalam Pesamuhan Agung ini Aku hanya dapat
menguraikannya secara singkat, jika Engkau ingin Aku menguraikan tentang semua alat-alat
hukuman serta bentuk-bentuk penderitaannya secara lengkap, mungkin hingga genap satu
Kalpapun uraian-Ku belum selesai!”

Setelah mendengar uraian tersebut, Sang Ibu Mahamaya merasa amat prihatin dan sedih! Lalu
Beliau segera ber-Anjali kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempat-Nya.

18
Bab 4 – Hukum Karma Makhluk Hidup Jambudvipa
Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Sungguh,
atas berkah Maha Riddhi-Abhijnabala Tathagatalah maka Aku dapat menjelajahi jutaan Koti dunia atau
alam dengan menjelmakan badanku hingga sedemikian banyak untuk membimbing makhluk yang
terlibat Hukum Karma. Apabila tidak dianugerahi oleh welas asih Sang Tathagata, tentu saja saya tidak
akan mampu melakukan perubahan apapun, terutama pada saat ini aku mendapat pesan dari Sang
Buddha agar semua makhluk yang berada di Sad Gatya yakni 6 alam kehidupan itu dibimbing semuanya,
supaya mereka dapat terbebas dari penderitaan neraka sampai Sang Ajita (Bodhisattva Maitreya)
menjadi Buddha! O, Bhagava Yang Termulia! Tak usah khawatir! Aku akan melaksanakan tugas ini hingga
sempurna!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Ksitigarbha: “O, Maha Ariya Ksitigarbha! Tahukah Anda? Bahwa
semua makhluk yang belum terbebas dari kesengsaraan itu memiliki tabiat dan pikiran yang tak
menentu. Mereka kadang-kadang melakukan perbuatan jahat dan menciptakan Karma buruk yang
berat. Tetapi kadang-kadang pula mereka melakukan hal-hal yang baik yang menjadikan kebajikan.

Mereka mudah sekali dipengaruhi oleh lingkungannya, itulah sebabnya. Maka mereka terus berputar-
putar di Panca-Gatya (5 alam Penderitaan yakni alam Asura, Manusia, neraka, Setan lapar dan binatang)
hingga berKalpa-kalpa mereka tersesat atau terhalang oleh karma buruk. Sungguh, kelakuan mereka
persis seperti ikan-ikan yang senang bermain di dalam air sungai yang terpasang jala, meskipun untuk
sementara mereka dapat lolos dari jala tersebut, namun tidak beberapa saat berselang mereka terjala
lagi. O, Maha Ariya Ksitigarbha! Para umat yang identik dengan ikan yang malang ini membuat perasaan-
Ku sedih! Untunglah, kini Engkau sanggup menyambung tugas-Ku dengan tekad seperti yang pernah
Anda ikrarkan pada masa-masa yang silam, yakni: berniat menolong para umat yang berdosa berat di
alam semesta. Apakah dengan kepastian ini, Aku masih perlu khawatir?”

Setelah Sang Buddha selesai bersabda, terdapat seorang Bodhisattva-Mahasattva yang bernama Dhyana
Svara Raja di pesamuhan agung itu. Beliau bangkit dari tempat-Nya dan ber-Anjali seraya bertanya: ”O,
Bhagava Yang Termulia! Sudilah menerangkan kepadaku secara singkat! Mengapa Sang Bhagava terus
menerus memuji jasa-jasa dan kebajikan Sang Ksitigarbha? Ikrar apakah yang pernah Beliau janjikan
pada masa yang silam?”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Dhyana Svara Raja: “Dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah
uraian-Ku ini, O, Ariya Dhyana Svara Raja yang budiman! Aku akan mengisahkannya secara terperinci
satu persatu!”

“Pada masa dahulu, yaitu pada Asankhyeya Nayuta Kalpa yang silam, terdapat seorang Buddha yang
bernama SARVAJNASIDDHA TATHAGATA yang memiliki 10 gelar kesucian yakni:

Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha, Vidyacarana, Sampanna, Sugata, Lokavit, Anuttara, Purusa


Damya-Sarathi, Sasta-Devamanusyanam Buddha-Lokanatha’ti. Usia-Nya 60 ribu Kalpa. Sebelum Beliau
meninggalkan rumahNya dan menjadi Sramana, Beliau adalah seorang raja dan bersahabat dengan raja
19
dari negeri tetangga-Nya. Pada saat itu, mereka bersama-sama melaksanakan “Dasa-Kusala” (10 macam
kebajikan) di negeri masing-masing guna untuk memakmurkan rakyat-Nya. Akan tetapi, rakyat dari
negeri tetangga-Nya enggan berbuat baik bahkan melakukan Karma jahat. Kemudian kedua raja
tersebut mengadakan perundingan dan sama-sama mengambil keputusan dengan sepakat
menggunakan cara yang paling tepat untuk membimbing rakyat mereka. Raja yang pertama berikrar
ingin mencapai Kebuddhaan secepat mungkin, agar dapat menyelamatkan para umat yang berdosa
berat. Raja tetangga-Nya juga berikrar ingin menyelamatkan para umat yang berdosa berat yang sedang
mengalami kesengsaraan itu dan ingin membimbing mereka untuk mencapai kebodhian. Dan Beliau
hanya akan menjadi Buddha setelah ikrar-Nya tercapai!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Dhyana Svara Raja: “Ketahuilah O, Ariya Dhyana Svara Raja! Raja
yang pertama itu kini telah mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha, Beliau adalah
Sarvajnasiddha Tathagata, sedangkan Raja tetangga-Nya yang pernah berikrar ingin menyelamatkan
para makhluk yang berdosa berat serta yang sedang mengalami kesengsaraan dan tidak akan menjadi
Buddha sebelum niatnya tercapai, Beliau adalah Bodhisattva-Mahasattva-Ksitigarbha. Inilah kisah
tentang Beliau yang ketiga!”

“Lagi, O Ariya Dhyana Svara Raja yang budiman! Pada masa dahulu kala, yaitu Asankhyeya Kalpa yang
silam, terdapat seorang Buddha yang lahir di dunia ini, nama-Nya SUDDHA PADMA NETRA Tathagata.
Usia-Nya 40 ribu Kalpa. Setelah memasuki Periode Saddharma-Pratirupaka, terdapat seorang Arahat,
Beliau dengan kebajikan-Nya menyelamatkan para umat yang sengsara dan dengan menggunakan
Dharma, ajaran “Hukum Sebab-Akibat” beliau membimbing para umat.

Pada suatu hari, ketika Sang Arahat tengah menjalankan tugas-Nya di suatu daerah, Beliau bertemu
dengan seorang putri yang bernama Jyotinetra, beliau menyediakan makanan dan minuman untuk
memuja Sang Arahat tersebut. Setelah selesai makan dan minum Sang Arahat bertanya kepada sang
putri itu: ‘O, sang putri yang berbudi! Jasa-jasa kebajikan yang anda lakukan ini ingin disalurkan kepada
siapa?

Putri Jyotinetra menjawab: ‘O, Bhante! Hari ini adalah Hari Peringatan Tahun kematian dari ibuku, aku
ingin mengamalkan jasa-jasa kebajikan ini untuk menyelamatkannya! Sayang sekali! Hingga sekarang ini
aku sama sekali tidak tahu di alam manakah ibuku tumimbal lahir! Hal ini membuat aku amat sedih!’

Setelah mendengar ceritanya, lalu Sang Arahat bermeditasi di suatu tempat yang bersih, dengan
Vipassana (mengamati atau melihat dengan mata batin) di dalam Samadhi-Nya, dengan jelas Beliau
melihat ibu dari sang putri tersebut sedang berada di alam kesengsaraan dan tengah menjalani
hukuman di sana. Setelah Sang Arahat bangkit dari Samadhi-Nya Beliau segera bertanya kepada sang
putri Jyotinetra:

‘Sewaktu ibumu masih berada di dunia, pekerjaan apa yang pernah ia buat sehingga ia menderita
kesengsaraan berat di alam Kesedihan?’

20
‘O, Bhante! Ibuku pernah berkelakuan tidak baik, ia terlalu gemar makan anak ikan serta anak bulus,
digoreng atau dimasak dengan sayur, banyaknya tidak kurang dari 10 ribu nyawa ikan yang telah
dibunuhnya! O, Bhante! Harus dengan cara apakah agar ibuku dapat diselamatkan! Kasihanilah daku O,
Bhante!’ pinta Sang Jyotinetra.

Sang Arahat dengan perasaan welas asih memberitahu kepada sang putri tersebut satu cara yang
praktis, yaitu dengan menyebut nama Buddha “Namo Suddha Padma Netra Buddhaya” dengan sepenuh
hati dan di samping itu juga membuat sebuah Buddha rupang (patung Buddha) untuk mengadakan puja-
bhakti di rumahnya, karena hal ini sangat baik bagi yang telah meninggal ataupun yang masih berada di
dunia, kedua-duanya akan mendapat perlindungan dari Sang Buddha!

Setelah sang putri Jyotinetra selesai mendengar ajaran penting dari Sang Arahat, beliau segera menjual
segala barang yang disayanginya dan dari hasil penjualan tersebut beliau mengundang seorang pelukis
untuk melukis gambar Buddha Suddha Padma Netra, kemudian dipuja-Nya dengan khidmat, beliau terus
menerus memuliakan nama Buddha tersebut. Karena hatinya merasa sanagt terharu, beliau menangis di
depan altar Sang Buddha dan dengan perasaan sujud beliau terus-menerus memandang gambar Buddha
tersebut hingga larut malam.

Saat ia sedang tidur tiba-tiba ia bermimpi didatangi seorang Buddha. Badan-Nya amat besar bagaikan
gunung Semeru dan seluruh badan-Nya berwarna keemasan memancarkan sinar yang amat terang
seraya bersabda: “O, putriku yang berbudi! Anda tak usah bersedih! Tidak lama lagi ibumu akan keluar
dari alam sengsara dan beliau akan dilahirkan di rumahmu dan pada saat sang bayi yang baru dilahirkan
itu merasa kelaparan dan kedinginan ia akan berbicara tentang asal-usulnya!’

Tak selang beberapa lama, seorang pramuwismanya yang sedang mengandung itu melahirkan, dan bayi
laki-laki yang baru lahir ke dunia yang belum genap 3 hari itu, merasa amat lapar dan dingin. Sewaktu
bayi pramuwisma itu melihat Sang Jyotinetra, ia lantas menangis seraya berkata: ‘O, anakku yang
tersayang! Aku adalah ibumu! Semua perbuatan yang pernah aku lakukan semasa hidupku di dunia
harus ditanggung oleh diriku sendiri.

Maka dari itu aku telah diterjunkan ke alam bawah, sejak aku meninggal hingga baru-baru ini terus-
menerus aku masuk-keluar dari berbagai alam Neraka besar tanpa berhenti. Kini karena diberkahi oleh
jasa-jasa dari kebajikanmu aku baru memperoleh kesempatan untuk dapat lahir-kembali ke alam
manusia dengan status yang sangat rendah dan usiaku pun sangat pendek, yakni umurku hanya 13
tahun, kemudian aku harus kembali lagi ke alam sengsara. O, anakku yang tersayang! Apakah engkau
dapat menyelamatkan ibumu yang malang ini untuk bebas dari penderitaan?’

“Setelah Sang Jyotinetra mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sang bayi itu, ia merasa yakin bahwa
bayi tersebut benar-benar adalah ibu kandungnya, karena sang bayi itu telah dikuatkan batinnya oleh
Maha Daya Buddha, maka bayi itu dapat berbicara, Sang Jyotinetra merasa amat sedih, dan dengan
terisak-isak lalu ia bertanya: ‘O, ibundaku yang tercinta! Katakanlah, karena dosa apa maka ibu
diterjunkan di alam kesedihan?’

21
Putra pramuwisma menjawab: ‘O, anakku! Karena sewaktu masih berada di dunia, ibumu pernah
terlibat 2 macam dosa berat yakni dosa pembunuhan serta dosa ucapan kasar atau pemfitnahan. Kalau
saja tanpa jasa-jasa dan kebajikanmu, pastilah aku tak akan mendapat kesempatan untuk keluar
sekejappun!’

‘Hukuman apakah yang pernah ibunda jalani di dalam alam Neraka itu?’ Tanya sang putri.

‘O, anakku! Hukuman di alam Neraka dan kesengsaraannya amatlah menyedihkan dan sulit untuk
diceritakan penderitaannya, apabila diceritakan secara luas hingga ratusan ribu tahun pun tak akan
habis dijelaskan!’ jawab ibunya.

Setelah sang putri mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sang bayi itu, menangislah ia tersedu-sedu
lalu ia mengarahkan pandangannya ke atas langit seraya berkata: ‘O, Yang Maha Kuasa! Lindungilah
ibuku! Agar ibuku dapat terbebas dari alam kesedihan selama-lamanya!

Bila usia ibuku telah genap 13 tahun, semoga dosanya dapat dihapuskan dan jangan diterjunkan lagi ke
alam sengsara! Sang putri berdiam sejenak lalu beliau ikrar: ‘O, para Buddha yang berada di sepuluh
penjuru semesta!

Kasihanilah daku dan terimalah “Nadar utamaku” yang akan kuikrarkan ini! Apabila ibuku dapat
membebaskan dirinya dari 3 hal ini yakni: Mulai dari sekarang ia tidak akan diterjunkan lagi ke 3 alam
sengsara, dan jika umurnya telah genap mencapai 13 tahun ia tidak akan menjadi kaum rendah dan ia
tidak akan terlahir lagi sebagai wanita. Kini aku berdiri di depan gambar Buddha Suddha Padma Netra
dan aku berjanji mulai dari sekarang hingga ratusan ribu Koti Kalpa yang akan datang, aku akan
menyelamatkan semua makhluk yang berdosa berat, yang sedang mengalami kesengsaraan di 3 alam
kesedihan di pelbagai dunia, aku akan menyelamatkan mereka hingga mereka bisa membebaskan
dirinya dari alam Neraka, alam binatang dan alam setan-lapar. Aku akan membimbing mereka semua
hingga mencapai Kebuddhaan, setelah semuanya terlaksana barulah hamba mencapai Anuttara
Samyaksambuddha!’

Sewaktu ikrar sang putri selesai, lantas ia mendengar suara gema dari langit, yaitu suara dari Sang
Buddha Padma Netra Tathagata: ‘O, Putri Jyotinetra yang berbudi! Perasaanmu sungguh penuh belas-
kasihan! Demi menyelamatkan ibumu, anda bertekad mengucapkan “Nadar-utama” yang demikian
agung! Dengan jasa kebajikan ini, mulai dari sekarang, bila usia ibumu telah genap 13 tahun, ia akan
terbebas dari hukumannya dan akan dilahirkan di suatu daerah menjadi Brahmacarin (orang yang
bertekad melakukan kehidupan suci), umurnya akan mencapai 100 tahun. Dan setelah itu, dia akan
dilahirkan di sebelah timur, alam Asokavijayasri, atau Sukhavati, negeri Buddha Amitabha! Umurnya
tidak dapat diperhitungkan dengan Kalpa, dan di alam sana dia akan melaksanakan Dharma luhur hingga
mencapai Kebodhian. Kemudian dia akan menjalankan tugasnya di pelbagai alam, umat-umat dari Surga
atau dari dunia manusia yang akan diselamatkan olehnya jumlahnya akan seperti butiran pasir di Sungai
Gangga, tidak dapat diperkirakan!’

22
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja: “O, Maha Ariya, Tahukah Anda?
Yang disebut Sang Arahat yang pernah menyelamatkan putri Jyotinetra itu adalah Bodhisattva
Aksayamati dan yang pernah menjadi ibu dari sang putri Jyotinetra itu adalah Bodhisattva Vimuktika.
Dan, sang putri Jyotinetra adalah Bodhisattva Ksitigarbha!”

“Ketahuilah O, Ariya Dhyana Svara Raja! Budi pekerti Sang Ksitigarbha sejak dari berKalpa-Kalpa yang tak
terkira lamanya telah sedemikian agung, penuh belas-kasihan dan Beliau pernah berikrar dengan nadar-
nadar utama atau Niat Suci yang banyaknya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga. Beliau juga pernah
menyelamatkan para makhluk sengsara yang banyaknya juga tak dapat diperkirakan! Pada masa yang
akan datang, apabila terdapat pria atau wanita yang enggan berbuat Karma baik, hanya senang berbuat
Karma yang jahat dan tidak percaya akan hukum “Sebab-Akibat” dan selalu melakukan hal-hal yang tak
terpuji, seperti perbuatan asusila, berdusta, berlidah dua, mengeluarkan ucapan yang kasar, berani
memfitnah ajaran Buddha dan sebagainya. Maka umat-umat yang demikian akan diterjunkan ke alam
kesengsaraan setelah mereka meninggal dunia! Akan tetapi, apabila sebelum meninggal, mereka dapat
bertemu dengan seorang suci (Yang Ariya) atau orang yang bijaksana, yang mengajak mereka bertobat
dan memohon perlindungan kepada Bodhisattva Ksitigarbha, pastilah dosa yang dimiliki oleh para umat
itu akan berubah menjadi ringan atau musnah, dan mereka pun akan terbebas dari 3 alam sengsara!

Seandainya para umat tersebut telah sadar dan ingin dengan sepenuh hati memberi hormat kepada
Bodhisattva Ksitigarbha, serta memuliakan nama-Nya atau selalu mengadakan puja-bhakti kepada-Nya
dengan dupa, bunga, jubah, permata, minuman, makanan dan sebagainya. Maka si pemuja, pada masa
akan datang selama ratusan ribu Koti Kalpa akan terus-menerus dilahirkan di alam Surga untuk
menikmati kebahagiaan di sana!

Apabila usianya di Surga telah habis mereka akan mendapat kesempatan dilahirkan kembali ke alam
manusia dengan kedudukan sebagai bangsawan atau menjadi seorang raja berkuasa, dan lamanya
hingga ribuan Kalpa masa, bahkan di antara mereka banyak yang memiliki ketrampilan bisa mengingat
kehidupan masa lampau, memahami hukum sebab-musabab dan asal-usulnya di masa yang silam!”

“O, Ariya Dhyana Svara Raja! Sungguh baik dan mulia Riddhi-Abhijnabala yang dimiliki oleh Sang
Ksitigarbha serta jasa-jasa luhur-Nya, yang mana tak akan habis diceritakan! Demi untuk menolong para
umat, Beliau bekerja keras terus-menerus tanpa berhenti semasapun! Maka dari itu, Engkau beserta
para Bodhisattva harus selalu mengingat Sutra ini sedalam-dalamnya, kemudian menyebarkan seluas-
luasnya kepada para umat manusia! Inilah kisah tentang Sang Ksitigarbha yang keempat.”

Setelah Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja selesai mendengar kisah tersebut, Dia berkata kepada Sang
Buddha:

“O, Bhagava Yang Termulia! Tak usah khawatir! Kami, sekeluarga besar dari semua yang berstatus
Bodhisattva Mahasattva pasti dapat mewujudkan pesan Sang Buddha dan akan menjunjung
kewibawaan Buddha untuk mengulang Sutra tersebut di dunia Jambudvipa agar bisa dimanfaatkan oleh
semua umat manusia!”

23
Setelah selesai, Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja ber-Anjali kepada Sang Bhagava lalu kembali ke
tempat duduk-Nya.

Pada saat itu, para Raja Caturmaharajakajika yang datang dari keempat jurusan Surga bersama-sama
bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu merangkupkan kedua telapak tangan-Nya sambil bertanya kepada
Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Apa sebabnya Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha sejak
zaman dulu telah berikrar dengan niat suci utamanya sampai sedemikian banyak dan bermaksud hendak
membebaskan para makhluk yang sengsara hingga tuntas, tapi mengapa masih banyak makhluk-
makhluk yang belum bisa diselamatkan dan mengapa Beliau masih terus berikrar?”

Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada ke 4 Maha Raja Kajika: “Sadhu! Sadhu! Sadhu! O, Maha Raja
Kajika Yang Termulia! Baiklah, Aku sekarang akan mengisahkan tentang hasil kerja Sang Ksitigarbha
kepada Raja dan para hadirin sekalian! Supaya kalian mengetahui mengapa Sang Ksitigarbha selalu
bekerja keras di dunia Jambudvipa Sahaloka (alam manusia) dengan berbagai cara yang trampil untuk
menyelamatkan para makhluk yang sengsara agar dapat terbebas dari kelahiran dan kematian itu!”

“Terima kasih O, Bhagava Yang Termulia! Kami sekalian telah siap mendengarkannya.”

Sang Buddha bersabda: “Meskipun Sang Ksitigarbha sejak zaman dulu hingga sekarang telah banyak
berikrar, namun cita-cita agung yang dimiliki Beliau belum bisa terwujud semuanya, Beliau selalu
berpikir dengan hati yang iba: ‘Jika Aku enggan bertugas di pelbagai alam Neraka, lalu siapa
penggantinya!’

Maka itu Beliau berikrar: ‘Apabila Neraka belum kosong, Aku tak akan menjadi Buddha!’ Demikian pula,
walaupun makhluk-makhluk Jambudvipa telah banyak sekali yang diselamatkan oleh-Nya hingga
terbebas dari tumimbal lahir dan menjadi sadar bahkan banyak yang telah mencapai Kebodhian. Akan
tetapi, masih terdapat sebagian besar makhluk hidup yang dosanya seperti tanaman merambat, makin
lama makin menjalar secara luas, sulit dibebaskan dalam waktu yang singkat, maka dari itu Beliau terus
berikrar dan berikrar lagi! Dan terus bertugas di alam Neraka! Dan, terus-menerus menggunakan ribuan
Koti cara yang tepat untuk membimbing para makhluk hidup yang berada di dunia Jambudvipa/ alam
manusia/ Sahaloka.”

“O, Maha Raja Kajika! Seandainya ada umat yang dengan sengaja melakukan pembunuhan, Sang
Ksitigarbha lantas memberitahu kepada mereka bahwa perbuatan jahat ini akan menerima balasan
karma berusia pendek atau mati muda, atau kena balasan karma yang beratnya akan beberapa kali lipat
pada masa mendatang yang dibalas oleh musuhnya; Bagi yang melakukan pencurian dan perampokan
diberitahu bahwa perbuatan jahat ini akan berakibat tumimbal lahir di keluarga yang miskin dan akan
mengalami banyak kesengsaraan di masa kehidupan yang akan datang.

Bagi yang melakukan perbuatan asusila akan mendapat balasan karma dilahirkan di alam binatang
berjenis unggas seperti burung pipit, merpati, belibis dan sebangsanya; Yang melakukan ucapan kasar
akan berakibat rumah tangganya selalu bentrok dan tidak harmonis; Yang melakukan pemfitnahan akan

24
mendapat balasan karma menjadi orang bisu atau menderita penyakit mulut yang menahun. Yang
senang marah atau membenci orang lain akan berakibat berbadan cacat dan berparas jelek sekali.

Bagi yang berperangai kikir mendapat balasan karma apa yang diinginkannya sulit terwujud; Yang terlalu
serakah terhadap segala makanan dan minuman akan berakibat kelaparan, kehausan dan selalu
menderita penyakit tenggorokan; Yang melakukan perburuan menerima akibat karma mati dalam
ketakutan; Yang durhaka terhadap orang tuanya akan berakibat terkena musibah bencana alam.

Bagi yang membakar hutan menerima balasan karma mati dalam kegilaan atau kesesatan; Yang senang
menganiaya anak tirinya akan mendapatkan pembalasan dari anak tirinya yang beratnya beberapa kali
lipat pada masa mendatang; Yang selalu melakukan penangkapan terhadap anak binatang atau unggas
dengan alat jala akan berakibat sanak saudaranya terpisah jauh dan sulit ditemukan;

Yang memfitnah Tri Ratna akan mendapat balasan karma menjadi buta, tuli dan bisu; Yang menghina
Buddha Dharma akan dihukum di alam sengsara (alam neraka, alam setan dan alam binatang); Yang
merusak dan memboroskan barang-barang milik Sangha akan berakibat dirinya diterjunkan ke alam
Neraka hingga Koti-an Kalpa (waktu yang lama sekali); Yang sengaja menodai Sang Suci atau mengotori
tempat suci akan menerima pembalasan karma diterjunkan ke alam binatang.

Bagi yang melakukan pembunuhan atau penyiksaan terhadap binatang bernyawa dengan air mendidih
atau dengan kobaran api atau dengan cara pembantaian, penjagalan akan mendapat balasan karma
dibalas dengan cara yang sama oleh si korban pada masa yang akan datang.

Para Bhikshu yang melanggar Sila Makan atau Sila lainnya akan berakibat dirinya dilahirkan di alam
binatang dan selalu menderita kelaparan; Yang bertabiat suka memboroskan uang atau barang-barang
berharga akan berakibat pada masa yang akan datang selalu kehilangan benda yang disayangi; Yang
bersikap sombong atau egois akan menerima balasan karma dirinya dilahirkan di golongan paling
rendah.

Yang berlidah dua dan senang bertengkar akan dilahirkan menjadi makhluk yang tidak dapat berbicara
atau menjadi seekor burung yang hanya pandai berkicau; Yang berpandangan tidak benar atau sesat
akan mengakibatkan dirinya dilahirkan di daerah terpencil! Demikianlah, hukum karma yang harus
diterima oleh umat manusia yang berada di dunia Jambudvipa. Bagi yang melakukan Karma jahat
melalui perbuatan, perkataan dan pikiran yang banyaknya hingga jutaan macam akan mendapat balsan
karma yang jumlahnya juga jutaan macam!

Meskipun karma umat manusia sedemikian banyak, tapi, Sang Ksitigarbha tetap dengan ulet terus
berusaha dengan menggunakan berbagai cara yang tepat untuk menyelamatkan dan membimbing
mereka hingga menjadi sadar dan mencapai kesucian.

“O, Maha Raja Kajika! Ketahuilah, para makhluk yang berdosa berat dari Jambudvipa yang enggan
menerima nasehat dari Bodhisattva Ksitigarbha atau ajaran dari para suci dan para tokoh bijak,
semuanya harus menerima pembalasan karma sesuai dengan perbuatannya di pelbagai alam

25
kesengsaraan! Yaitu walaupun setelah mereka menerima pembalasan Karma di alam manusia, mereka
akan diterjunkan lagi ke dalam Neraka hingga jutaan tahun lamanya. Maka dari itu, Maha Raja Kajika
serta para Hadirin yang Kuhargai! Mulai dari sekarang Kamu sekalian harus membangkitkan perasaan
belas-kasihan-Mu untuk melindungi para umat serta Nusa dan bangsanya agar tetap makmur, sejahtera,
damai serta aman dan tenteram, supaya Karma-Karma jahat tidak dilakukan oleh mereka.”

Setelah mendengar sabda Sang Buddha, ke 4 Maha Raja Kajika, merasa sangat sedih dan dengan wajah
sendu mereka memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni, lalu mereka kembali ke tempat-Nya.

26
Bab 5 – Nama-Nama Neraka
Bodhisattva Mahasattva Samantabhadra berkata kepada Sang Ksitigarbha: “O, Maha Ariya Ksitigarbha
yang berwelas asih! Sudilah menerangkan kepada kami tentang Hukum Karma dan jenis-jenis Neraka
serta tempat hukuman bagi para Bhikshu-Bhikshuni, Upasaka dan Upasika serta para umat manusia,
baik yang berada di masa sekarang dan di masa yang akan datang, agar mereka dapat mengetahui
keadaan yang sedemikian pahit tentang alam Neraka beserta akibat dan Hukum Karmanya!”

“Baiklah O, Ariya Samantabhadra yang Mahacarya!” Sahut Sang Bodhisattva Ksitigarbha.

“Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha serta kekuatan dari cita-cita Yang Ariya Samantabhadra,
Aku akan menguraikan jenis-jenis dan nama-nama dari Neraka beserta hukuman yang berlaku di alam
itu secara singkat! O, Yang Mahacarya! Di sebelah timur dari dunia Jambudvipa ini terdapat sebuah
gunung besar yang bernama Maha Cakravada. Di dalam gunung ini gelap sekali dan sulit ditembusi
cahaya Bulan ataupun Matahari!

Di dalamnya terdapat sebuah Neraka utama yang maha besar bernama Anantarya, dan di sebelahnya
juga terdapat sebuah Neraka besar yang bernama Avici dan disekitarnya juga terdapat Neraka-Neraka
lain seperti Neraka Pojok-Empat, Pedang-Terbang, Panah-Api, Gunung-Berapit, Tembusan Tombak,
Kereta-Baja, Ranjang-Baja, Kerbau-Raja, Jubah-Baja, Mata-Keris-Seribu, Keledai-Baja, Neraka Lemburan
Tembaga, Neraka Peluk Tiang Api, Neraka Api-Menjalar, Bajak-Lidah, Mengikir-Kepala, Membakar Betis,
Mematuk-Mata, Neraka Menelan-Gumpalan-Besi, Neraka Saling-Bentrok, Kapak Baja, Neraka Saling
Geram dan Neraka-Neraka lainnya. Sang Ksitigarbha berhenti sejenak lalu berkata lagi: “O, Mahacarya!
Tahukah Anda? Neraka-neraka yang berada di dalam gunung Maha Cakravada ini banyak sekali, seperti
Neraka Berdengung, Mencabut-Lidah, Air-Berkotoran, Gembok-Tembaga, Gajah-Api, Anjing-Api, Elang-
Api, Kuda-Api, Kerbau-Api, Gunung-Api, Batu-Api, Ranjang-Api, Pengupas-Kulit, Pengisap-Darah,
Pembakar-Tangan, Neraka Pembakar-kaki, Neraka Balok-Api, Neraka Gergaji Api, Neraka Penusuk
Tubuh, Rumah-Api, Rumah-Besi, Serigala-Api dan sebagainya. O, Mahacarya! Di setiap Neraka, di
dalamnya terdapat lagi neraka-neraka kecil yang jumlahnya tidak menentu, ada yang satu, ada yang dua,
ada yang tiga atau empat bahkan hingga ratusan ribu pembagiannya, dan namanya juga berbeda-beda!”

Sang Ksitigarbha melanjutkan sabda-Nya: “O, Samantabhadra yang Mahacarya! Neraka-Neraka tersebut
disediakan khusus untuk para umat yang berani berbuat jahat sewaktu mereka berada di alam manusia!

Daya karma ini besar sekali, ke atas dapat menandingi tingginya Gunung Semeru, ke bawah dapat
menyamai dalamnya samudera, dan dapat menghalangi jalan menuju Buddha Dharma. Oleh karena itu
dosa mereka amat sulit dimusnahkan dalam waktu yang singkat!

Maka dari itu, setiap umat manusia harus selalu waspada akan Karmanya, jangan meremehkan
kesalahan kecil yang dianggap tidak akan membawa dosa.

27
Setelah meninggal dunia, yang berbuat dosa pasti akan dibalas dengan hukuman yang sesuai dengan
perbuatannya, walaupun kesalahannya hanya seujung rambut, itupun tetap tak akan terlepas dari
Hukum Karma!”

“Jika saatnya tiba, hukuman tetap akan dilaksanakan, tak ada seorangpun yang bisa menggantikannya,
walaupun ayah ataupun anaknya sendiri. Masing-masing mempunyai karmanya sendiri-sendiri, tak
dapat saling menggantikan untuk menerima hukuman.

“O, Mahacarya! Sekarang, Aku sedang dianugerahi kewibawaan Buddha dan dalam kesempatan ini, Aku
akan terus menjelaskan tentang hukuman berat yang harus dijalani di dalam setiap Neraka kepada
Kalian! Harap Maha Ariya serta para Hadirin sudi memperhatikannya!”

Bodhisattva Samantabhadra berkata kepada Sang Ksitigarbha: “Telah lama Kuketahui tentang Hukum
Karma yang berlaku di alam Triduggati (3 alam sengsara).

Maka sudilah menerangkannya kepada kami agar para umat manusia yang sengaja melakukan Karma
Jahat pada masa Periode menjelang berakhirnya Dharma akan menjadi sadar, setelah mereka
mengetahui atau mendengar ajaran Buddha Dharma yang pernah diuraikan oleh Sang Ksitigarbha ini,
semoga mereka dapat dengan segera mengamalkan ajaran Buddha untuk membebaskan dirinya dari
belenggu kesengsaraan!”

Sang bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan: “O, Mahacarya! Jenis hukuman yang harus dijalani di setiap
Neraka banyak sekali, dan semua dilaksanakan sesuai dengan perbuatan jahat yang pernah dilakukan
oleh sang umat semasa hidupnya di dunia! Seandainya, sang umat pernah melakukan perbuatan jahat
melalui perkataan maka lidahnya harus dicabut dan dibajak hingga luka oleh Kerbau-baja; Yang berhati
jahat jantungnya akan dikeluarkan dan dimakan oleh Sang Yaksa; Yang melakukan perbuatan jahat
melalui jasmani akan disediakan air mendidih untuk memasak tubuhnya atau si terhukum disuruh
memeluk tiang panas yang terbuat dari tembaga hingga tubuhnya hangus;

Ada Neraka yang dipenuhi kobaran api dan apinya akan menjalar ke tubuh si terhukum; Ada Neraka
yang penuh salju yang suhunya dingin sekali, makhluk apa saja yang masuk ke dalamnya akan mati
kedinginan; Ada neraka yang memiliki kolam yang penuh dengan kotoran berbau busuk dan air tuba,
dan si pembuat dosa akan diterjunkan ke dalamnya; Ada neraka yang membolak-balik tubuh orang yang
berdosa lalu ditusuki dengan tombak runcing; Ada hukuman yang memukuli dada dan punggung si
pembuat dosa; Ada hukuman membakar tangan atau kaki si pembuat dosa.

Ada Neraka yang menyediakan ular baja panas untuk membelit tubuh umat yang berdosa; Ada Neraka
yang menggunakan anjing besi untuk menggigit umat yang berdosa hingga tewas; Ada Neraka yang
menggunakan keledai-baja dan kuda-baja yang panas untuk dinaiki si pembuat dosa hingga yang
menaikinya merasa sengsara sekali dan akhirnya tewas di atas punggung binatang dari baja yang panas
itu!”

28
“O, Mahacarya! Alat-alat hukuman yang digunakan di alam Neraka itu banyak sekali hingga ratusan ribu
jenis, dan bahannya semua terbuat dari tembaga, baja, batu dan api, dan dibuat khusus untuk para
umat yang berdosa berat. O, Mahacarya! Jika secara luas aku menceritakan keadaan hukuman di dalam
alam neraka, hingga satu kalpapun takkan habis diuraikannya, karena di setiap neraka terdapat
hukuman atau penderitaan yang jumlahnya ratusan ribu macam, sedangkan neraka-neraka itu
sedemikian banyaknya. Kini Aku menerima kesaktian dari Sang Buddha sehingga mendapat kesempatan
untuk menjawab pertanyaan dari Yang Ariya (suci). Demikianlah penjelasan-Ku yang singkat sebagai
jawaban terhadap pertanyaan dari Bodhisattva-Mahasattva Samantabhadra, apabila kujelaskan secara
lengkap semua bentuk-bentuk dan keadaan alam neraka, mungkin hingga satu Kalpapun Aku belum
selesai menjelaskan seluruhnya.”

29
Bab 6 – Pujian Tathagata
Pada waktu itu, badan Buddha Sakyamuni tiba-tiba bersinar amat terang, kekuatan dari cahaya yang
dipancarkan tembus sampai ke alam-alam Buddha lain yang banyaknya hingga jutaan Koti bagaikan
butiran pasir di Sungai Gangga. Kemudian sinar yang amat terang benderang itu berubah menjadi suara
merdu yang mengumandangkan nada-nada gembira, memberitahukan sesuatu kepada para
Bodhisattva-Mahasattva serta kepada para Dewa, Naga, Makhluk Suci, Raja Setan, Kinnara, makhluk
yang bukan manusia dan umat lainnya yang berada di seluruh alam Buddha. Bunyinya: “Para pendengar
yang budiman, hari ini aku memuji Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha yang telah menyalurkan
cinta kasih serta kesaktian yang tidak terperikan ke sepuluh penjuru dunia untuk menyelamatkan semua
makhluk hidup yang menderita untuk mencapai kebebasan. Apabila Aku memasuki Parinirvana, Kamu
selaku Bodhisattva-Mahasattva atau Dewa, Naga, Makhluk-makhluk suci, Raja Setan serta umat lainnya,
dengan segala cara yang trampil hendaknya memelihara dan melindungi sutra ini agar para umat dapat
mengamalkannya untuk mencapai kebahagiaan Nirvana.

Setelah suara merdu yang berkumandang dengan nada gembira itu berhenti, Sang Bodhisattva
Mahasattva Samantavistara yang berada di pesamuhan itu bangkit dari tempat-Nya, dengan
mengatupkan kedua telapak tangannya lalu beliau memberi hormat kepada Sang Buddha seraya
berkata: ”O, Bhagava Yang Termulia! Hari ini Sang Bhagava dengan suara yang merdu dan nada yang
gembira menyanjung dan memuji jasa-jasa luhur, kewibawaan, ketrampilan serta kekuatan suci yang
dimiliki Sang Ksitigarbha di pesamuhan agung ini.

Saya mohon Sang Bhagava Yang Termulia sudilah mengumumkan kepada kami, dengan cara apa dan
bagaimana Sang Ksitigarbha membimbing para Dewa, manusia untuk menanam benih kebajikan yang
dapat membuahkan hasil yang gemilang terutama kepada para umat yang berada pada masa menjelang
berakhirnya Dharma, agar berkat khotbah Sang Buddha bermanfaat bagi para hadirin serta para Dewa,
Naga, ke 8 kelompok makhluk dan para umat manusia yang berada di masa yang akan datang juga dapat
mengamalkan jalan kebajikan tersebut serta menjunjung ajaran dari para Buddha.

“O, Ariya Samantavistara serta hadirin sekalian! Dengarkanlah baik-baik!” Sabda Sang Buddha:
“Sekarang, Aku akan menguraikan secara singkat dengan cara apa dan bagaimana Sang Ksitigarbha
membimbing para dewa dan manusia hingga memperoleh kebajikan luhur dan mencapai Jalan
Kebahagiaan!” “Kami siap mendengarkannya, O, Bhagava Yang Termulia!” Sahut Sang Samantavistara.

“Ketahuilah pada masa mendatang, apabila terdapat putra-putri berbudi yang setelah mendengar nama
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, lantas atas dasar kesadaran dari hati sanubarinya yang dalam
beliau memberi hormat, memuji dan merenungkan jasa-jasa Bodhisattva Ksitigarbha, dengan demikian
maka si pemuja dapat memusnahkan dosanya sebanyak 30 Kalpa! O, Ariya Vistara! Seandainya terdapat
para putra-putri berbudi yang melukis gambar Sang Bodhisattva Ksitigarbha atau membuat rupanya
dengan bahan-bahan dari tanah liat, batu akik.

30
Atau dari logam-logam seperti emas, perak, tembaga, perunggu, besi dan sebagainya, kemudian
dipasangkan di suatu tempat yang bersih, untuk diadakan puja-bhakti pada waktu yang tertentu atau
pada waktu siang/malam, maka si pemuja tersebut akan mendapat kesempatan yang amat cerah yakni,
ia akan dilahirkan di Surga Trayastrimsa sebanyak seratus kali berturut-turut setelah ia meninggal dunia!
Dan, jika usia Surganya telah habis, beliau masih dapat tumimbal-lahir kembali ke alam manusia menjadi
seorang raja atau bangsawan yang sangat mulia, dan selama itu tak akan sekalipun diterjunkan ke alam
sengsara! O, Ariya Vistara! Seandainya terdapat kaum wanita yang tidak suka lahir sebagai wanita lagi
pada masa yang akan datang, mereka dapat memuja gambar atau patung Sang Ksitigarbha dengan
bunga, dupa, makanan-minuman, jubah, spanduk sutera, panji-panji, uang logam kuno, permata dan
sebagainya (sajian tak usah lengkap semua, hanya menurut kemampuan si pemuja), beliau yang sering
mengadakan puja-bhakti di depan Bodhisattva Ksitigarbha, apabila kehidupannya telah berakhir di alam
manusia maka mereka akan dilahirkan di alam suci yang tak ada wanitanya seperti di alam “Sukhavati”
(alam Buddha Amitabha) atau dilahirkan di alam “Suddhavaidurya” (alam Buddha Bhaisajyaguru); Atau
tetap dilahirkan di alam manusia dengan tubuh pria dan selama jutaan Kalpa berturut-turut, terkecuali
jika mereka masih harus lahir sebagai seorang wanita untuk menjalankan tugas suci di pelbagai alam
semesta guna untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara!

O, Ariya Vistara! Berkat jasa-jasa yang diperoleh dari pemujaan Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha itu,
maka selama jutaan Kalpa ia tidak akan dilahirkan lagi sebagai kaum wanita!”

“Lagi, O, Ariya Samantavistara!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Apabila ada kaum wanita yang
tidak senang dengan parasnya yang jelek, badannya yang kurang sehat dan yang sering menderita
penyakit.

Maka, jika sang umat tersebut bersedia memberi hormat kepada lukisan atau patung Sang Ksitigarbha,
walaupun hanya sekali saja, maka di masa mendatang hingga ratusan ribu kali ia dilahirkan, ia akan
memiliki paras yang cantik dan memiliki tubuh yang sehat! Tetapi apabila si pemuja tidak jemu akan
tubuh wanitanya, dia akan lahir selama jutaan kali dengan status seorang putri raja atau menjadi ratu
atau lahir sebagai seorang putri dari anggota keluarga termulia seperti putri bangsawan, Menteri,
Naigamabharyarupa dan sebagainya, baik parasnya maupun tubuhnya akan tetap sehat bugar dan elok
belia! Ini semua tidak lain karena si pemuja menghormati Sang Bodhisattva Ksitigarbha dengan sepenuh
hati hingga dirinya dapat menikmati pahala besar dari kebajikan yang dilakukannya!

“Lagi, O, Ariya Vistara! Seandainya putra-putri yang berbudi itu senang dengan menggunakan nyanyian
dan tarian rohani untuk memuji jasa-jasa Ksitigarbha dan dengan tulus sang umat menyediakan dupa,
bunga, dan sebagainya untuk menyembah Beliau di depan gambar-Nya, atau mengajak para simpatisan
baik seorang ataupun puluhan bahkan ratusan untuk bersama-sama mengadakan puja-bhakti kepada
Beliau, maka sang umat tersebut baik di masa sekarang maupun di masa mendatang, akan dilindungi
oleh ratusan ribu Dewa yang berbudi baik siang maupun malam dan sejak itu tidak akan ada kabar buruk
yang didengarnya, juga tidak akan ada musibah atau malapetaka yang menimpanya!”

31
“Lagi, O, Ariya Vistara!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Apabila terdapat umat manusia yang
berkelakuan jahat, atau para Dewa, Setan dan makhluk culas yang tidak berbudi lainnya, sewaktu
mereka melihat para umat dengan tulus menyembah, memuji atau menghormati gambar atau patung
Sang Bodhisattva Ksitigarbha, lalu mereka mengejek, menyindir dan menghina bahwa persembahan
ataupun penghormatan dari sang umat tidak ada gunanya, juga tidak dapat memperoleh jasa dan
sebagainya.

Atau mereka berani menertawakan, serta melakukan pemfitnahan dan mengajak makhluk-makhluk lain
ramai-ramai melakukan kejahatan yang tak terpuji, meskipun kejahatan yang dilakukannya hanya
sejenak saja! O, Ariya Vistara! Para umat manusia atau makhluk lainnya yang berani melakukan
kejahatan seperti itu, mereka akan ditempatkan di Neraka Avici selama Seribu Buddha yang berada di
periode “Bhadrakalpa” ini telah Parinirvarna, dan Periode “Bhadrakalpa” sudah berakhir, selama waktu
yang sebegitu lama itu, mereka harus menjalani siksaan yang berat di alam neraka Avici. Setelah itu
mereka akan dilahirkan lagi di alam Setan-lapar dan sesudah selang masa seribu Kalpa mereka baru
dipindahkan ke alam binatang dan setelah selang masa seribu Kalpa lagi mereka baru dapat lahir di alam
manusia!

Dan meskipun mereka mendapat kesempatan untuk lahir kembali ke alam manusia dengan status
golongan rendah dan menjadi kaum miskin atau umat yang menderita cacat tubuh, tetapi karena batin
mereka yang masih dipengaruhi oleh berbagai Karma jahat yang telah dilakukannya pada masa silam
sehingga tidak berapa lama mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka diterjunkan lagi ke alam
kesengsaraan! Maka dari itu, O, Ariya Vistara! Pembalasan dari Hukum Karma bagi yang melakukan
pemfitnahan kepada orang yang bersembahyang adalah sedemikian berat, apalagi yang dengan sengaja
berusaha memusnahkan Buddha-Dharma!”

“Lagi, O, Ariya Vistara! Pada masa mendatang apabila terdapat seorang lelaki atau wanita yang
menderita penyakit parah yang menahun dan tidak sembuh-sembuh, walaupun sudah sering diobati,
sehingga sepanjang hari beliau harus berbaring terus di atas ranjang, hidupnya sangat merana, mati
tidak bisa, hiduppun sengsara.

Atau terdapat seseorang yang setiap malam bermimpi buruk, seolah-olah dirinya selalu diajak oleh iblis
jahat atau arwah sanak saudaranya bersama-sama pergi ke suatu gunung yang amat curam, hingga
beliau menggigil dan berkeringat, atau setiap siang dan malam beliau terus digoda oleh makhluk halus
selama bertahun-tahun, hingga badannya semakin lama semakin kurus dan hanya bisa mengeluh dan
merintih di atas ranjang. Keadaan ini tak lain karena arwah dari para musuhnya telah lama menunggu
kedatangan orang tersebut di alam Yamaloka (alam dari raja Neraka), agar arwah dari orang tersebut
dapat diadili atas kejahatan yang pernah dilakukannya, dengan demikian para arwah baru akan merasa
puas!

Akan tetapi, usia dari orang tersebut belum sampai waktunya, sehingga harus mengalami kesakitan atau
penyiksaan secara jasmani dulu! Sayang sekali karena manusia hanya memiliki mata jasmani sehingga
tidak dapat melihat arwah musuhnya yang sedang berada di sisinya! O, Ariya Vistara! Mengingat

32
peristiwa yang luar biasa ini, seharusnya para Bijaksana menerangkan kepada sang umat, sehingga
beliau mengetahui akan hal ini dan dapat menjadi sadar secepat mungkin! Para Bijaksana juga harus
membantu mereka dalam membacakan Sutra ini dengan khidmat di depan gambar, lukisan atau patung
dari para Buddha atau Bodhisattva-Mahasattva serta membimbing mereka dalam menyediakan benda-
benda persembahan baik di dalam rumah, pekarangan kebun dan sebagainya sebagai sajian suci.
Kemudian Sang Suci atau Sang Tokoh Bijaksana dapat berdiri di depan orang sakit itu seraya berkata

Namo Buddhaya! Namo Sarva Bodhisattva-Mahasattvaya!

Saya bernama A mewakili B (yang menderita penyakit) mendanakan barang-barang yang amat suci ini di
depan gambar Sang Buddha serta para Bodhisattva-Mahasattva dan juga di depan Sutra suci Sang
Ksitigarbha, memohon agar segala Karma buruk yang dimiliki si B itu dapat diringankan atau
dimusnahkan oleh kekuatan Yang Maha Kuasa! Atau dengan cara lain yaitu memesan keluarga B (yang
menderita itu) agar berdoa di depan Buddha rupang atau patung Bodhisattva serta membaca Sutra suci
ini atau mengumpulkan dana untuk membuat patung Buddha, Bodhisattva di tempat ibadah, atau
membangun stupa, vihara, atau menyalakan lampu di dalam rumah suci atau di jalan yang gelap serta
mendanakan sandang-pangan kepada para anggota Sangha. Ketahuilah, para Ariya atau para tokoh
bijkasana boleh menggunakan cara apa saja asalkan sewaktu membaca “Pernyataan” itu harus
diucapkan dengan suara yang cukup keras di sisi orang sakit itu, agar semua isi dari “Pernyataan” itu
dapat didengar olehnya, supaya jasa-jasa yang diamalkan untuknya dapat diketahuinya dan dapat
diingat oleh Vijnananya (batinnya), bahwa berkat dengan jasa suci tersebut segala Karma buruk yang
dimilikinya akan menjadi ringan atau musnah!

Dan apabila saat sang pasien menghembuskan nafasnya yang terakhir, Sang tokoh bijaksana tetap harus
melanjutkan pembacaan “Pernyataan” tersebut serta Sutra suci ini dengan nada yang agak tinggi, Ariya
Vistara! Berkat jasa-jasa suci ini sang pasien tersebut akan terbebas dari dosa-dosa yang pernah dibuat
di masa silam dan masa kini!

Bahkan dosa berat seperti 5 Dosa Durhaka pun dapat dihapuskan. Selanjutnya dia akan dilahirkan di
suatu alam yang sejahtera, dan pada waktu itu dia akan mengetahui apa yang pernah dialaminya pada
masa silam. O, Ariya Vistara! Seandainya para putra-putri yang berbudi telah mengetahui Sutra suci yang
penting ini dan mereka dapat menyalin atau mencetak dan menyebarkannya, baik perorangan ataupun
bersama dan membuat patung Bodhisattva Ksitigarbha dan memuja-Nya pasti mereka akan dianugerahi
oleh Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha dengan pahala yang sangat agung!

Mereka bisa mencapai Kebuddhaan secepat mungkin! Maka dari itu, O, Ariya Vistara! Anda berusahalah
dengan cepat, apabila Anda berjumpa dengan umat yang berbudi yang menyayangi Sutra suci ini,
memuji atau membaca Sutra ini, Anda segera menggunakan berbagai cara yang praktis untuk
menguatkan batinnya, agar mereka dapat mempraktekkan Dharma ini hingga dapat mengumpulkan
ratusan ribu Koti jasa pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang!”

Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “O, Ariya Samantavistara yang berbudi, di masa yang akan datang
apabila para umat di waktu tidurnya sering bermimpi dan melihat banyak makhluk halus datang
33
mengganggu mereka, merintih dengan suara yang amat menyedihkan atau menangis tersedu-sedu,
mengeluh atau menampakkan bayangannya yang amat menakutkan, atau tubuhnya menggigil terus-
menerus.

Ketahuilah O, Ariya Vistara! Itu bukan makhluk halus melainkan itu adalah arwah dari leluhur sang umat
yang bersangkutan, mungkin itu adalah orang tuanya, anaknya, adik-kakaknya, suami-isteri atau sanak-
saudaranya pada beberapa keturunan kelahiran yang silam. Karena mereka terlibat dosa berat hingga
sekarang mereka masih ditahan di pelbagai alam kesedihan dan tidak dapat keluar, mereka tidak
mempunyai pelindung untuk menyelamatkan dirinya! Maka mereka terpaksa datang ke rumah sanak-
saudaranya untuk meminta bantuan agar mereka mendapat peluang untuk membebaskan dirinya dari
penderitaan!”

“O, Ariya Samantavistara yang berbudi! Sayangilah dan tolonglah mereka! Mulai sekarang Anda boleh
dengan kewibawaan atau kepandaianMu membantu Sang umat tersebut, agar mereka mendapat
manfaat dari membaca Sutra suci ini! Dan, sang umat dapat mengadakan puja-bhakti dengan khidmat
dan membaca Sutra ini selama 3 hari sebanyak 7 kali, jika situasinya mengizinkan beliau dapat
mengundang para suci atau Bhikshu-Bhikshuni dari Sangha bersama-sama dengan para anggota dari
keluarga orang yang bersangkutan untuk mengadakan puja bakti, maka hasilnya akan lebih baik!

Ketahuilah, bahwa setelah Sutra suci ini selesai dibaca, maka dengan jasa kebajikan ini leluhur atau
arwah dari sanak-saudara sang umat tersebut akan terbebas dari alam kesedihan! Dan sejak itu, mimpi
buruk atau bayangan dari makhluk halus itu tidak akan pernah muncul lagi!”

Ada lagi, O, Ariya Vistara! Jika pada masa mendatang terdapat umat dari kaum rendah, budak, pesuruh,
pramuwisma dan sebagainya yang merasa nasibnya selalu dibelenggu oleh kesengsaraan dan mereka
ingin bertobat, dan ingin merubah nasib mereka yang buruk itu, maka mereka harus dengan sepenuh
hati memberi hormat kepada rupang Sang Bodhisattva Ksitigarbha, kemudian menyebut nama Beliau
sebanyaknya 10 ribu kali selama 7 hari. Berkat dari jasa-jasa kebajikan ini maka kelak mereka akan
dilahirkan kembali menjadi anggota dari keluarga yang termulia tanpa mengalami penderitaan di alam
kesengsaraan selama ratusan ribu masa!”

“Lagi, O, Ariya Vistara! Jika di masa yang akan datang apabila ada para umat Jambudvipa baik dari suku
Ksatriya, Brahmana maupun Grhapati atau Kulapati serta suku bangsa apapun, seandainya mereka
mendapat karunia seorang bayi, mereka dapat mengadakan upacara yang sederhana yaitu membaca
Sutra ini atau hanya menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha sebanyak 10 ribu kali selama 7 hari sejak
bayi tersebut lahir.

Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau walinya atau Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni. Maka berkat
dari jasa suci ini sang bayi baik laki-laki maupun perempuan akan jarang ditimpa musibah atau
malapetaka! Demikian pula, hidupnya akan selalu bahagia dan usianya pun panjang!”

“Lagi, O, Ariya Vistara! Ada 10 hari suci (Dasa-Upavasatha) yaitu tanggal 1, 8, 14, 15, 18, 23, 24, 28, 29
dan 30 dari penanggalan Candra-Sengkala (kalendar Lunar). Kesepuluh hari suci ini sangat berarti bagi

34
umat-umat yang berasal dari Jambudvipa (alam manusia). Karena segala perbuatan dari sang umat, baik
yang bersifat kebajikan seperti: menjalankan sila Vegetarian, melepas makhluk hidup, membaca Sutra,
berdana untuk keperluan vihara atau menyumbang kitab suci ataupun perbuatan yang tidak baik seperti
membunuh, mencuri, perbuatan Asusila, berdusta dan Karma-Karma lainnya akan dikumpulkan pada
hari tersebut.

O, Ariya Vistara! Mengingat peristiwa yang penting ini, Anda harus dengan iba mengasihani para umat
terutama membimbing mereka untuk membaca Sutra ini pada Hari Suci tersebut di depan gambar
Buddha atau gambar Bodhisattva, boleh juga di depan para Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni, agar
daerah-daerah dari keempat jurusan yakni timur, selatan, barat dan utara seluas satu Yojana tak akan
terjadi musibah atau malapetaka yang membahayakan mereka!

Demikian pula, para anggota keluarganya, baik yang berusia tua ataupun yang masih muda selama
mereka berada di dalam lingkungan itu mereka akan merasa aman tentram dan selama ribuan tahun
akan tetap terbebas dari segala siksaan alam kesengsaraan! O, Ariya Vistara! Mohon beritahukan
kepada para umat Jambudvipa, barang siapa dapat membaca Sutra ini pada setiap “10 (sepuluh) hari
Suci” itu, pastilah seisi anggota keluarga dari rumahnya tidak akan tertimpa musibah atau penyakit
parah, selalu cukup sandang dan pangan, kehidupannya pun amat sejahtera dan bahagia!”

“Maka dari itu O, Ariya Samantavistara yang berbudi! Anda harus mengenalkan kepada para umat
tentang Bodhisattva Ksitigarbha yang memiliki Riddhi-Abhijnabala yang sedemikian kuat, serta
kepandaian-Nya yang sedemikian luar-biasa, dan kewibawaan-Nya yang sedemikian luhur, yang memiliki
jasa-jasa jutaan Koti! Dan dengan jasa-jasaNya Beliau dapat menolong makhluk yang sengsara yang
banyaknya sulit diperkirakan!

O, Ariya Vistara! Sungguh, umat Jambudvipa sangat disayangi oleh Sang Mahasattva ini, walaupun sang
umat hanya mendengar nama-Nya satu kali atau hanya melihat gambar-Nya saja, bahkan hanya
mendengar 3 atau 5 kata dari Sutra-Nya, ataupun hanya membaca satu bait syair (Gatha), maka pada
masa sekarang ini juga mereka akan memiliki kehidupan yang aman tentram dan di masa yang akan
datang mereka akan dilahirkan menjadi anggota dari keluarga yang termulia dengan rupa yang tampan
rupawan!”

Setelah mendengar sabda Sang Buddha, Bodhisattva Samantavistara bersujud kepada Buddha
Sakyamuni seraya berkata: “Sang Bhagava Yang Termulia! Sesungguhnya, sejak dahulu Aku telah
mengenal Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha Yang memiliki Maha Pranidhana dan Maha Karunika ini,
akan tetapi, agar para umat manusia dapat mengetahui betapa bermanfaat atau berfaedahnya uraian
dari sutra ini, maka Aku dengan sengaja bertanya. O, Sang Bhagava! Apa nama Sutra ini? Dan dengan
cara apakah Aku harus menyebarkan Sutra tersuci ini?”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Samantavistara:

“Sutra ini mempunyai tiga nama:

35
1. Yang pertama adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana Sutra” (Niat Suci Sang
Ksitigarbha).

2. Yang kedua adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Carya Sutra” (Pelaksanaan Dharma dari Sang
Ksitigarbha).

3. Yang ketiga adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Sannahabala Sutra” (Kekuatan dari Niat Suci
Sang Ksitigarbha).

Akan tetapi, karena Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha sejak jutaan Kalpa hingga sekarang selalu
berikrar dengan Maha Pranidhana-Nya (Niat Suci Yang Maha Besar) untuk menolong para makhluk
yang berada di alam semesta, maka, kamu sekalian harus dengan tulus ikhlas mewujudkan cita-cita-
Nya terutama membantu Beliau menyebarkan Sutra ini ke pelbagai daerah, agar para umat dapat
memperoleh manfaat dari Dharma ini!” Setelah Sang Samantavistara beserta para hadirin
mendengar uraian dari Sang Buddha ini, mereka semua berjanji akan menyebarkan Sutra ini dan
dengan perasaan gembira Sang Samantavistara ber-Anjali kepada Sang Buddha dan kembali ke
tempat duduk-Nya.

36
Bab 7 – Manfaat Bagi Yang Hidup dan Yang Meninggal
Pada saat itu, Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang
Termulia! Menurut pendapat-Ku para umat yang berasal dari dunia Jambudvipa (alam manusia) mudah
sekali terlibat dosa yang dilakukannya melalui pikiran, perkataan dan perbuatan, walaupun mereka telah
dibimbing menjadi baik, namun, selang tidak beberapa lama mereka menjadi buruk lagi! Terutama
apabila mereka digoda oleh hal-hal jahat, dengan cepat sekali mereka terpengaruh. Kondisi mereka
bagaikan orang yang dibebani batu berjalan melintasi jalan berlumpur, semakin ia melangkah semakin
dalam kakinya terjerambab! Jika pada saat itu terdapat seorang bijaksana yang bersedia membantu
meringankan beban batu (dosanya) itu sebagian atau semuanya, beruntunglah ia!

Apabila, tokoh bijaksana itu memiliki kekuatan yang cukup dan bersedia membantu umat yang malang
itu untuk keluar dari perjalanan berlumpur tersebut, Beliau akan berkata ‘Perjalanan berat sudah
terlewatkan dan telah tiba ke Jalan yang rata, anda harus tetap sadar dengan sepenuh hati agar tidak
perlu menempuh jalan berat yang lain lagi, karena mungkin tidak ada lagi orang yang akan membantu
anda, sehingga sulit bagi anda untuk keluar dari jalan yang menyengsarakan itu!”

Sang Ksitigarbha melanjutkan: “O, Bhagava Yang Termulia! Banyak sekali umat manusia yang kondisinya
demikian, mulanya mereka hanya memiliki Karma jahat seujung rambut, akan tetapi, berselang tidak
begitu lama, dosa mereka telah berkembang pesat dan hukuman yang akan ditanggungnya menjadi
berat! Karena hal-hal inilah maka Aku sering meminta para umat agar menaruh perhatian terhadap
orang-orang, baik orang tua ataupun saudara yang akan menghembus nafasnya yang terakhir, mereka
harus mengadakan puja-bhakti dengan menyebut nama Buddha/Bodhisattva serta berbuat jasa
kebajikan, kemudian menyalurkannya kepada si almarhum sehingga almarhum tidak akan mengalami
perjalanan yang amat gelap! Pada saat akan wafat sediakanlah satu tempat yang bersih dekat mayat
almarhum, dan pasanglah panji-panji, payung sutera dan sebagainya di atasnya, nyalakanlah beberapa
lampu yang diisi dengan minyak bersih dan diletakkan di atas meja atau di atas petinya, keluarga
almarhum boleh membaca Sutra suci ajaran Sang Buddha dan menyediakan gambar Buddha dan
gambar Bodhisattva serta gambar dari para Ariya dan digantungkan di tempat yang bersih. Kemudian si
pemuja atau Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni dapat menyebut nama-nama Buddha, Bodhisattva serta
Pratyekabuddha di depan gambar tersebut. (seperti Namo Amitabha Buddha; Namo Avalokitesvara
Bodhisattva; Namo Mahasthamaprapta Bodhisattva, Namo Ksitigarbha Bodhisattva, dan lainnya.)
Dengan suara yang jelas dan agak keras supaya setiap ucapan dari nama Buddha atau Bodhisattva
terdengar oleh arwah tersebut dan bisa diingatnya terus.

Menurut Hukum Karma segala perbuatan jahat dari almarhum akan membuahkan hasil yang setimpal,
dengan kata lain ia harus diadili dengan peraturan tertentu kemudian dilahirkan ke suatu alam
kesengsaraan untuk menjalani hukumannya. Tetapi berkat jasa-jasa yang diamalkan oleh keluarganya
pada saat almarhum akan meninggal dunia atau setelah meninggal dunia, maka dosa-dosa yang dimiliki
si almarhum akan musnah pada saat itu juga!

37
Seandainya di antara anggota keluarganya atau umat yang lain bersedia terus beramal kebajikan selama
49 hari sejak wafatnya sang almarhum dan jasa kebajikan yang berharga itu langsung disalurkan kepada
si almarhum, maka almarhum tidak akan dijatuhkan ke alam sengsara, dan sebagai gantinya dia akan
menikmati kebahagiaan di Surga atau di alam manusia terus-menerus! Disamping itu keluarganya yang
masih berada di dunia juga memperoleh pahala keberuntungan yang banyak.”

“Lebih penting lagi O, Bhagava Yang Termulia!” Sang Ksitigarbha melanjutkan: “Sekarang, di depan
Buddha, Bodhisattva-Mahasattva, para Dewa, Naga, kelompok makhluk manusia atau yang bukan
manusia serta para hadirin sekalian, dengan tulus hati Aku memberikan nasehat dan berpesan agar para
umat yang berasal dari dunia Jambudvipa tidak melakukan penyembelihan makhluk apapun, dan tidak
mengadakan upacara yang tidak layak seperti mengundang atau menyembah para makhluk halus dan
jin-jin yang berpenghuni di tengah-tengah air atau di gunung manpun untuk datang ke rumah, dan
menerima sajian dari penyembelihan makhluk hidup itu.

Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, kalau umat mengadakan upacara dengan sajian hasil
pembunuhan, hal itu sama sekali tidak memberikan manfaat sedikitpun kepada si almarhum, melainkan
dosa almarhum bertambah berat. Walaupun almarhum pernah beramal jasa sewaktu dia berada di
dunia dan dia pernah dianugerahi oleh para Ariya lainnya untuk mendapat kesempatan lahir di Surga,
namun, jika keluarganya melakukan pembunuhan untuk dipersembahkan kepada jin-jin, maka ia harus
diadili oleh Sang Kuasa atas makhluk-makhluk yang dibunuh oleh keluarganya itu, akibat dari hal itu sang
almarhum tidak dapat dilahirkan di Surga dalam waktu tertentu! Apabila sang almarhum sama sekali
tidak pernah berbuat jasa kebajikan semasa hidupnya, jika ditambah lagi Karma pembunuhan, pasti dia
akan menanggung Karma itu di alam kesengsaraan. Peristiwa itu persis seperti seseorang yang datang
dari tempat yang jauh dan sudah 3 hari beliau belum makan/minum karena bekalnya habis dan
pundaknya sedang dibebani ratusan kilo barang lalu beliau bertemu dengan anggota keluarganya di
tengah perjalanan dan mereka menambah lagi beberapa barang di pundaknya, sehingga kondisinya
menjadi semakin buruk dan gawat!”

Sang Ksitigarbha melanjutkan dan meyakinkan para hadirin: “O, Bhagava Yang Termulia! Akan tetapi,
jika umat Jambudvipa tersebut berbuat kebaikan dengan berpedoman kepada ajaran Sang Buddha,
meskipun kebaikan itu hanya seujung rambut atau hanya setetes air, atau hanya sebutir pasir bahkan
sehalus debu, namun manfaatnya akan sedemikian besar dan sempurna!”

Pada saat itu, di dalam pesamuhan agung di istana Trayastrimsa terdapat seorang Grhapati bernama
Mahapratibhana, Beliau telah lama mencapai Nirvana, akan tetapi dengan tubuh jelmaan sebagai
seorang Grhapati, beliau selalu hadir di sepuluh penjuru alam Buddha guna menyelamatkan para
makhluk sengsara. Beliau bangkit dari tempat duduk-Nya dan merangkupkan kedua telapak tangan
bertanya kepada Bodhisattva Ksitigarbha: “O, Ariya Ksitigarbha yang Maha welas asih! Jika ada umat
Jambudvipa yang telah wafat, dan anggota dari keluarganya baik yang tua atau yang muda ada yang
berhasrat mengamalkan berbagai sajian yang berharga seperti membuat panji, payung bertirai, gambar
Buddha, gambar para Ariya, nyala lampu, dan berdoa menyebut nama Buddha atau Bodhisattva,
membaca Sutra dan sebagainya. Atau mereka menyediakan sandang-pangan melaksanakan Upavasatha
38
unutk para Bhikshu-Sangha seperti berdana makanan-minuman, jubah, perabot dan sebagainya. Atau
mereka terus menanam berbagai benih kebaikan (umpamanya mereka berdana uang atau makanan dan
baju untuk rumah yatim piatu, para pengungsi yang terkena musibah, membangun vihara, stupa,
mencetak kitab suci dan sebagainya) kemudian jasa ini disalurkan kepada sang almarhum. Apakah
dengan berkah dan kebajikan yang dilakukan oleh keluarganya, si almarhum dapat menikmati pahala
tersebut dan akan memperoleh kebebasan?”

“O, Sang Grhapati yang bijak!” Sabda Sang Ksitigarbha: “Baik sekali pertanyaan-Mu! Sekarang berkat
kewibawaan Sang Buddha dan demi kepentingan bagi semua makhluk di masa sekarang atau di masa
yang akan datang, Aku akan menjawab pertanyaan-Mu secara singkat. O, Sang Grhapati! Ketahuilah,
para umat dari masa apapun, seandainya pada detik-detik terakhir sewaktu mereka akan
menghembuskan nafasnya yang terakhir apabila mereka dapat mendengar nama Buddha atau
Bodhisattva walaupun hanya nama dari seorang Pacceka Buddha saja, si almarhum yang walaupun telah
memiliki dosa ataupun tidak, ia pasti dapat membebaskan dirinya dari alam kesengsaraan!”

“Akan tetapi, O, Sang Grhapati yang bijaksana! Bagi para umat, baik pria maupun wanita, yang sewaktu
masih berada di dunia enggan menanam benih kebaikan, melainkan senang melakukan Karma jahat
hingga dosanya banyak sekali. Meskipun keluarganya banyak mengamalkan jasa kebajikan kepada sang
almarhum setelah beliau meninggal dunia, maka jasa apa saja yang terdiri dari 7 bagian, sang almarhum
hanya dapat menerima satu bagian saja dan 6 bagian lainnya akan dinikmati oleh keluarganya yang
berada di dunia! Maka dari itu, para pria atau wanita yang berada di masa sekarang atau di masa
mendatang harus sadar dan bijaksana dan sedini mungkin dengan menggunakan kesempatan yang amat
berguna ini selama masih sehat dan kuat, mempraktekkan Dharma luhur untuk menyelamatkan diri dari
penderitaan tumimbal-lahir! Dan semua hasil kebajikan yang dilakukannya akan dinikmati oleh umat itu
sendiri tanpa meleset sedikitpun!

Apabila sang umat enggan sadar secara bijaksana terhadap peristiwa yang penting ini, maka pada saat
maut yang disebut “Setan Anitya” (hukum ketidakkekalan) datang, maka arwah dari sang almarhum
akan seperti makhluk halus yang terbang tanpa tujuan, karena mereka tidak mengerti dosa dan jasa
yang pernah dibuat selama masih hidup.

Kini, dalam waktu 49 hari sejak wafat, sang almarhum akan merasa seperti orang tuli dan bisu atau
orang yang sedang menderita penyakit jiwa yang diterjunkan di suatu alam yang asing! Atau karena
Hukum Karma, arwahnya harus jatuh ke alam Yamaraja (Raja Neraka) untuk menunggu hukumannya.
Saat keputusannya belum ditentukan oleh Sang Kuasa, dan arwahnya belum dapat dilahirkan, maka saat
itu kecemasan, kemurungan akan mempengaruhi perasaan arwah si almarhum! Terutama apabila beliau
dilahirkan di pelbagai alam kesengsaraan! Ketahuilah, saat si almarhum sedang dilanda kesedihan
selama 7 minggu itu dia selalu mengenang akan keluarganya yang telah ditinggalkan di dunia. Maka
pada waktu ini sangatlah diharapkan agar para umat dapat mengamalkan jasa-jasa sebanyak-banyaknya
untuk menyelamatkan si almarhum, agar beliau dapat dengan cepat keluar dari alam sengsara. Sebab,
walaupun dia tadinya seorang yang kuat, tapi setelah menjadi arwah datang ke Akhirat dia tak dapat
berbuat apa-apa lagi! Setelah selang 49 hari (kadang-kadang tak pasti) apabila vonisnya selesai, si
39
almarhum harus menurut Hukum Karmanya dihukum sesuai dengan perbuatan yang pernah
dilakukannya semasa masih hidup di dunia. Apabila sang umat benar-benar berdosa berarti dia akan
menerima hukumannya di alam neraka hingga jutaan tahun dan sulit membebaskan diri lagi! Terutama
orang yang telah berbuat dosa durhaka dari Pancanantarya (5 perbuatan durhaka)! Pastilah arwahnya
akan diterjunkan ke Neraka utama hingga ribuan Kalpa bahkan puluhan ribu Kalpa sulit mendapat
kesempatan untuk keluar!”

Sang Ksitigarbha melanjutkan sabdanya: “Lagi O, Sang Grhapati yang bijaksana! Kita harus tahu, bahwa
umat yang baru meninggal dunia, keluarganya atau sanak-saudaranya harus mengadakan puja-bhakti
dengan cara mendanakan sandang-pangan bentuk upacara Upavasatha di depan orang suci, dengan
kebajikan ini mereka dapat meringankan dosa almarhum. Tapi, sebelum upacaranya dimulai, air yang
digunakan untuk mencuci beras, sayur dan makanan lainnya tidak boleh mengotori tempat suci
tersebut, dan saji-sajian sebelum dipujakan pada gambar Buddha dan para Ariya, atau sebelum
dipersembahkan kepada para Bhikshu-Sangha atau para tokoh bijaksana, tidak boleh dimakan duluan
oleh anggota keluarganya!

Apabila si pemuja dengan sengaja melanggar tatakrama atau kurang menaruh perhatian terhadap hal ini
sehingga tempat dan suasananya kurang suci dan khidmat, maka si almarhum sulit menerima jasa-jasa
yang disalurkan oleh keluarganya! Upacara tersebut harus berjalan lancar hingga selesai, sajian dan
tempatnya harus tetap suci-bersih seperti semulanya.

Demikian juga, pujian terhadap gambar Buddha dan para Ariya serta para Bhikshu-Bhikshuni-Sangha
harus dilaksanakan dengan baik. Apabila upacaranya berhasil dengan baik, maka si almarhum akan
menerima jasa tersebut sebanyak satu pertujuh.”

“Maka dari itu, O, Sang Grhapati yang bijak! Apabila para umat dari dunia Jambudvipa itu hendak
mengamalkan jasa untuk orang tuanya atau sanak-saudaranya, maka pada saat beliau akan
menghembus nafasnya yang terakhir, mereka harus dengan perasaan tulus dan khidmat membuat
upacara Upavasatha atau puja-bhakti lainnya. Jika mereka dapat berbuat demikian, manfaatnya baik
bagi orang yang telah meninggal atau yang masih hidup akan sangat baik!”

Ketika Sang Bodhisattva Ksitigarbha mengakhiri sabda-Nya, terdapat jutaan Koti Nayuta Makhluk Surga
dan Bumi serta para Raja Setan yang berasal dari dunia Jambudvipa, semua yang berada di arena
pesamuhan agung di istana Trayastrimsa itu membangkitkan Bodhicittanya (bercita-cita melaksanakan
Dharma dan berniat menyelamatkan makhluk sengsara) sedalam-dalamnya! Kemudian Sang Grhapati
Mahapratibhana ber-Anjali kepada Buddha Sakyamuni dan Sang Ksitigarbha setelah itu beliau kembali
ke tempat duduk-Nya.

40
Bab 8 – Pujian Raja Yama Dan Pengikutnya
Pada saat itu, terdapat rombongan Raja Setan yang dipimpin para Yamaraja yang jumlahnya banyak
sekali, semua telah tiba di istana Trayastrimsa. Nama-nama dari Raja Setan tersebut adalah: Raja Setan
selaku Raja Kejahatan, Raja Setan Berupa-rupa Kejahatan, Raja Setan Pertengkaran, Raja Setan Macan-
Putih, Raja Setan Macan Darah, Raja Setan Macan-Merah, Raja Setan Menyebar-Petaka, Raja Setan
Terbang, Raja Setan Kilat-Petir, Raja Setan Bergigi-Serigala, Raja Setan Seribu-Mata, Raja Setan Khusus
Penelan Binatang, Raja Setan Pemikul-Batu, Raja Setan Pengurus Pemborosan, Raja Setan Pengurus
Bencana, Raja Setan Pengurus Makanan, Raja Setan Pengurus Harta-Benda, Raja Setan Pengurus Ternak,
Raja Setan Pengurus Unggas-Unggas, Raja Setan Pengurus Binatang, Raja Setan Pengurus Para Iblis, Raja
Setan Pengurus Kelahiran, Raja Setan Pengurus Nyawa, Raja Setan Pengurus Penyakit, Raja Setan
Pengurus Kecelakaan, Raja Setan Bermata-Tiga, Raja Setan Bermata-Empat, Raja Setan Bermata-Lima,
Raja Setan Kiris, Raja Setan Maha Kiris, Raja Setan Kriksa, Raja Setan Maha Kriksa, Raja Setan Anotha,
Raja Setan Maha Anotha, dan Raja Setan lain-lainnya. Setiap Raja Setan memimpin ratusan ribu Raja
Setan Muda yang berasal dari Jambudvipa, semua mempunyai tugas dan kedudukan masing-masing.
Mereka semua bersama Yamaraja. Berkat kekuatan bathin Sang Buddha dan Ksitigarbha Bodhisattva
mereka dapat berada di istana Trayastrimsa untuk mendengar khotbah Sang Buddha dengan berdiri.

Saat itu, Sang Yamaraja bersujud kepada Sang Buddha seraya berkata:

“O, Bhagava Yang Termulia! Berkat kewibawaan Sang Buddha serta kekuatan Riddhi-Abhijnabala Sang
Bodhisattva Ksitigarbha, kami dapat memperoleh kesempatan untuk mengunjungi istana mewah di
Surga Trayastrimsa. Sungguh besar manfaatnya dan membahagiakan! O, Bhagava Yang Termulia!
Sekarang kami ingin menanyakan kepada Sang Buddha suatu hal yang masih kami ragukan, sudi kiranya
Sang Bhagava menerangkannya kepada kami!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Yamaraja: “O, Sang Yamaraja yang terhormat! Baik sekali! Hal-hal
apakah yang masih engkau ragukan? Sebutkanlah satu persatu, tentu saja Aku bisa menjelaskannya
kepadamu!”

Pada waktu itu, Sang Raja dari Yamaloka itu ber-Anjali kepada Sang Buddha serta mengarahkan muka-
Nya kepada Sang Ksitigarbha lalu berkata:

“O, Bhagava Yang Termulia! Menurut kesimpulan yang kami amati, selama ini Sang Bodhisattva
Ksitigarbha telah menggunakan ratusan ribu jenis Daya-upaya yang praktis untuk menyelamatkan para
makhluk yang berdosa di 6 Gatya kehidupan, dan hingga sekarang pekerjaan-Nya masih berjalan terus
tanpa berhenti dan tanpa merasa lelah-letih sedikitpun! Akan tetapi, hal-hal yang terpuji ini masih tetap
membingungkan kami sekalian! Pada hakikatnya Sang Bodhisattva telah menggunakan kekuatan-Nya
yang demikian hebat untuk menolong makhluk hidup! Namun, betapa mengagetkan, para makhluk
hidup yang baru saja bebas dari dosanya berselang tidak beberapa lama mereka terjun lagi ke alam
kesengsaraan!

41
O, Bhagava Yang Termulia! Ksitigarbha Bodhisattva jelas memiliki kesaktian yang luar biasa dan tak
terbayangkan, tetapi, mengapa para makhluk tidak dapat dibuatnya tetap berada di jalan kebaikan dan
mencapai kebebasan? Sudilah kiranya Sang Bhagava menerangkannya kepada kami sekalian!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Yamaraja: “Sang Raja yang terhormat! Maklumilah! Umat dari
Jambudvipa ada sebagian yang memiliki pembawaan yang sangat keras dan amat sulit untuk
membinanya untuk dapat menjadi seorang penganut suci! Akan tetapi, Yang Maha Welas-Asih Sang
Mahasattva Ksitigarbha terebut tetap memperjuangkan pembebasan makhluk sengsara dengan
semangat yang tinggi serta keuletan-Nya hingga jutaan Kalpa. Para umat satu demi satu diselamatkan-
Nya, agar mereka dapat dengan cepat bebas dari dosanya! Termasuk para umat yang berdosa berat
yang berada di alam Neraka, pekerjaan utama Beliau adalah mencabut akar-akar Karma dari sang umat
kemudian memberitahu kepadanya asal-usul Karma yang dibuat oleh umat tersebut pada masa silam
supaya mereka dengan cepat dapat membangkitkan kesadarannya! Tetapi karena segala tindak-tanduk
manusia cenderung pada kejahatan, oleh karena itu mereka yang baru saja keluar dari Jalan
Kesengsaraan tak selang beberapa lama mereka terjun lagi ke alam tersebut. karena hal itulah Sang
Bodhisattva Ksitigarbha selalu mengalami kesusah-payahan di tengah perjuangan pembebasan makhluk
sengsara itu hingga sedemikian lama!”

Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Ibaratnya terdapat seseorang yang tersesat dan tidak mengerti
tempat asalnya (yaitu jiwa Buddha yang dimilikinya) dan sejauh itu beliau terus mondar-mandir di jalan
penderitaan (alam Samsara), dan di dalam lingkungannya yang penuh sesak dihuni oleh berbagai Yaksa
jahat (3 akar sifat kejahatan; Ketamakan, Kebencian dan Kebodohan batin), serta harimau, serigala,
singa, bengkarung berbisa, ular berbisa dan kalajengking bersengat (yaitu 10 macam perbuatan jahat).
Maka, jalan itu amat bahaya bagi orang yang tersesat dan tak lama ia akan menjadi korban dan jatuh ke
alam penderitaan! Untunglah, datang seorang Ariya atau tokoh bijak yang berpengalaman, yang amat
luhur, dapat mencegah racun-racun dari makhluk satu satwa yang berbahaya tersebut, melihat si
tersesat sedang berada di jalan bahaya, maka ia dengan iba hati cepat menasehatkan kepadanya:
‘Wahai! Putraku yang tersayang! Apa sebabnya anda berani masuk ke jalan yang berbahaya ini? Apakah
anda benar-benar memiliki daya upaya yang sakti dan mampu melawan racun-racun serta berani
menaklukkan para margasatwa yang buas itu?’ Setelah mendengar nasehat dari tokoh bijak, si tersesat
menjadi sadar bahwa ia berada di jalan yang berbahaya dan ingin sekali dengan langkah cepat
meninggalkan jalan penderitaan (berarti Jalan lahir dan mati) itu. Kemudian Sang Tokoh bijak itu
menyambut tangannya dan membimbingnya untuk keluar dari jalan tersebut agar si tersesat tidak akan
menjadi korban dan dapat menyeberangkan dirinya ke suatu jalan yang aman atau ke Pantai sana untuk
menikmati kebahagiaan!

Sang Tokoh Bijak kembali memberi nasehat: ‘Wahai! Si tersesat yang kusayangi! Mulai dari hari ini
hingga kapan saja jangan lagi kembali ke jalan yang berbahaya ini! Ketahuilah, telah banyak umat yang
tersesat di jalan ini dan sulit mendapat kesempatan untuk keluar dan akhirnya menjadi korban yang
malang! Setelah si tersesat mendengar peringatan tersebut, beliau merasa amat terharu di dalam
hatinya!

42
Sewaktu mereka akan berpisah, Sang Tokoh bijak berkata lagi: ‘Apabila anda melihat sanak-saudaramu
atau umat-umat yang lain, baik pria maupun wanita, mohon memberitahu kepada mereka bahwa jalan
ini amat berbahaya, siapapun yang tersesat di lingkungan ini pasti akan menjadi korban. Tolong
nasehatilah para umat yang lain agar tidak terlibat pada kematian yang percuma!’

“Inilah perumpamaan-Ku O, Sang Raja yang terhormat! Sang Bodhisattva Ksitigarbha tidak berbeda
dengan Sang Tokoh bijak tadi! Beliau dengan iba hati dan Maha Belas Kasihan menyambut tangan sang
umat yang berdosa untuk keluar dari pelbagai alam kesengsaraan lalu dilahirkan ke surga atau ke dunia
manusia. Ada sebagian besar dari para umat yang berdosa yang telah sadar diri dan setelah mereka
terbebas dari dosanya, mereka tidak akan terlibat lagi dalam kematian yang percuma itu! Keadaannya
sama seperti si tersesat tadi, walaupun ia pernah terjatuh ke dalam lingkungan yang berbahaya dan
diancam oleh para makhluk jahat tapi setelah tangannya ditarik oleh Sang Tokoh bijak, lantas ia sadar,
lalu dengan langkah cepat ia meninggalkan tempat tersebut!

Bahkan beliau dapat mengulangi nasehat-nasehat dari Sang Tokoh bijak tersebut kepada para umat
yang lain sewaktu ia melihat ada umat yang akan masuk ke jalan berbahaya itu. Dan di samping itu, ia
juga selalu mengisahkan tentang apa yang pernah dialaminya kepada para umat yang kurang waspada!

Akan tetapi, masih terdapat sebagian umat yang memiliki dosa berat, meskipun mereka sudah keluar
dari jalan berbahaya tersebut, mungkin disebabkan pendiriannya yang kurang teguh, tak selang
beberapa lama, mereka masuk kembali ke jalan yang berbahaya tersebut dan mereka sama sekali tidak
mengingat lagi apakah jalan itu sudah pernah dilewati atau belum? Kemudian mereka tersesat lagi
karena mereka tergiur oleh nafsu duniawi. Begitulah akhirnya mereka menjadi korban dan harus
menjalani hukuman di alam kesengsaraan lagi! Namun, umat yang kurang kesadaran ini masih tetap
diselamatkan oleh Sang Ksitigarbha dengan berbagai Daya-upaya yang tepat, agar mereka dapat
terbebas dari alam kesengsaraan tersebut, dan dapat dilahirkan di Surga atau dunia manusia. Tetapi
apabila pendirian dan keyakinan mereka masih bergoyah, tidak teguh atau Karmanya masih sedemikian
berat, atau sama sekali tidak memiliki kesadaran, walaupun sudah diberi peringatan, maka umat yang
seperti ini selama berjuta-juta Kalpa tetap harus berada di alam Neraka!

Pada saat itu, Sang Raja Setan merangkupkan kedua telapak tangan-Nya, memberi hormat kepada Sang
Buddha seraya berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Kami selaku pemimpin dari berbagai rombongan
Setan yang mana memiliki anak buah yang sangat banyak, yang semuanya bertugas di Jambudvipa.
Berhubung karena akibat karma, sanak keluarga kami sewaktu berkeliling di alam manusia lebih banyak
berbuat kejahatan daripada kebajikan. Tetapi sewaktu mereka melewati satu rumah ke rumah lainnya
dalam satu kota, atau dalam satu kampung, baik di desa, kebun, pekarangan dan sebagainya. Apabila
para setan melihat ada pria atau wanita yang berbuat kebaikan walaupun hanya sedikit saja, terutama
mereka yang memasang panji, payung bertirai di atas rupang Buddha dan rupang para Bodhisattva;
walaupun hanya menyediakan sedikit persembahan yaitu: dupa, buah-buahan, bunga-bungaan yang
diletakkan di atas altar Buddha dan membaca Sutra ajaran Sang Buddha serta menyebut nama Buddha
atau Bodhisattva ataupun hanya membaca beberapa bait Gatha (Syair) yang tercantumkan di dalam
Kitab Suci ajaran Sang Buddha, maka, orang yang berbudi ini akan selalu dihormati oleh para setan dan
43
mereka selalu dipandang oleh para setan sebagai Buddha di masa lalu, sekarang dan yang akan datang!
Dan kami selaku Raja Setan selalu memerintahkan anak buah kami yakni Setan-Setan yang memiliki
kekuatan beserta para Dewa Bumi untuk melindungi mereka dan mencegah hal-hal yang jahat dan
bermacam-macam musibah, penyakit-penyakit aneh yang parah; atau hal-hal yang kurang baik yang
dapat mengganggu lingkungan mereka untuk tidak terjadi, terutama yang dapat menimpa keluarga
mereka!”

Sang Buddha memuji Raja Setan: “Sadhu! Sadhu! Sadhu! Karena kamu sekalian beserta para raja dari
Yamaloka bersedia melindungi para pria dan wanita yang berbudi, Aku akan memohon kepada Raja
Indra di Istana Trayastrimsa serta raja Brahma di Surga Brahmakayika agar dapat membantu kalian,
supaya tugas kalian dapat berjalan dengan lancar!” Setelah sabda Sang Buddha selesai, di dalam
pesamuhan agung tersebut terdapat seorang Raja Setan yang bernama Raja Setan “Pengurus-Nyawa”
berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Berhubung karena akibat Karma, kami
bertugas mengurus nyawa dari para umat Jambudvipa, baik kelahirannya maupun kematiannya akulah
yang mengurusnya. Sebenarnya cita-citaku hendak memberi manfaat kepada manusia, namun mereka
enggan memperhatikan atau enggan menerima nasehatku, sehingga mereka terutama yang baru lahir
maupun yang akan meninggal dunia tidak mendapat perlindungan dan keselamatan, sebab para umat
dari Jambudvipa baik pria maupun wanita sewaktu melihat sang ibu yang mengandung atau yang
hendak melahirkan, mereka seharusnya banyak berbuat kebaikan untuk menambah suasana kebajikan
dalam rumah tangganya sehingga kehidupan mereka menjadi lebih aman dan sentosa. Dengan melihat
para umat berbuat kebajikan, para dewa bumi merasa amat gembira dan senang memberi perlindungan
kepada sang ibu dan anaknya, sehingga mereka beserta seluruh keluarganya selalu dalam keadaan sehat
dan bahagia! Dan, pada saat sang bayi lahir ke dunia, janganlah membunuh makhluk bernyawa dengan
alasan untuk sang ibu, atau dijadikan hidangan untuk mengundang para sanak-saudara untuk datang ke
rumahnya dan berpesta makan daging dari hasil pembunuhan serta menikmati minuman keras, atau
bermain musik, menari dan menyanyi, hal ini dapat mengakibatkan sang bayi dan ibunya tidak dapat
merasa aman dan tenteram!”

“Mengapa perbuatan tersebut harus dihindari? Karena pada saat sang ibu akan melahirkan atau sedang
mengalami kesukaran dalam melahirkan, waktu itu para setan jahat, jin-jin liar serta makhluk halus
lainnya datang ke rumah sang umat, karena mereka ingin meminum darah kotor yang berbau itu.
Apabila kedatangan mereka aku ketahui, maka aku segera memerintah para Dewa Bumi untuk
melindungi sang ibu dan bayinya supaya mereka tetap selamat. Di samping itu keluarganya semestinya
harus bersyukur serta banyak berbuat jasa kebajikan untuk berterima kasih kepada para Dewa karena
sang bayi dan ibunya kedua-duanya telah diselamatkan oleh-Nya. Namun, ada sebagian umat yang tidak
hanya melupakan budi ini, melainkan mereka berani melakukan pembunuhan terhadap nyawa hewan,
dan beramai-ramai beserta para sanak-saudara berpesta pora memakan daging makhluk hidup dan
mengganggu ketenteraman suasana rumah tangga, hal ini tentu akan membahayakan nyawa sang bayi
dan ibunya, betapa menyedihkan!”

44
“Demikian juga para umat dari Jambudvipa (alam manusia) pada saat mereka akan meninggal dunia,
baik yang berdosa berat atau tidak, semuanya akan kubantu, agar mereka tidak akan diterjunkan ke
alam kesengsaraan.

Apabila sang umat suka berbuat kebaikan pada masa hidupnya, dapat mempermudah tugasku, pastilah
si almarhum dapat membebaskan diri dari segala rintangan secara cepat! Seperti diketahui, para umat
sewaktu akan meninggal dunia, waktu itu akan datang ratusan ribu iblis jahat atau makhluk halus dari
pelbagai alam sengsara.

Mereka menjelmakan tubuhnya menjadi seperti ayah atau ibu, atau sanak-saudara dari si almarhum,
dan dengan sikap amat akrab mereka menyambut almarhum, agar si almarhum dengan cepat mengikuti
mereka untuk diterjunkan ke alam kesedihan. Jika si almarhum berdosa berat, maka dengan cepat
beliau akan mengikuti para iblis jahat tersebut bersama-sama untuk pergi ke alam neraka!”

“Mengapa si almarhum sedemikian mudah diperdayakan? O, Bhagava Yang Termulia! Sebab, pada saat
sang umat akan meninggal dunia kesadarannya amat gelap dan beliau amat bingung, ia sama sekali
tidak bisa membedakan hal mana yang baik dan hal mana yang buruk, pikirannya keruh sekali! Bahkan
mata dan telinganya serta indera lain pun tidak berfungsi lagi, maka dia mudah sekali diperdaya oleh
para iblis jahat. Pada saat itu, keluarganya harus sadar dan cepat-cepat mengadakan puja-bhakti secara
khidmat dan mengundang para tokoh suci, Pandita atau Bhikshu, atau Bhikshuni dan sebagainya untuk
membaca Sutra dari Buddha-Dharma atau memuliakan nama Buddha dan nama Bodhisattva, kemudian
jasa berharga ini disalurkan kepada si almarhum, pastilah sang almarhum dapat bebas dari alam
kesengsaraan. Dan para iblis jahat, para makhluk halus lainnya akan lenyap total dari pandangan si
almarhum!”

“Yang terpenting O, Bhagava Yang Termulia! Baik makhluk apapun pada saat mereka akan meninggal
dunia seandainya mereka dapat mendengar nama dari seorang Buddha atau nama dari seorang
Bodhisattva, atau satu bait Gatha, atau perkataan dari Sutra Mahayana, maka dengan kebajikan ini sang
umat walaupun telah memiliki dosa atau Karma berat pasti akan mendapat kebebasan, kecuali mereka
yang melakukan dosa dari 5 Perbuatan Durhaka dan dosa pembunuhan!”

Sang Buddha bersabda kepada Raja Setan Pengurus Nyawa:

“O, Raja Setan yang berbudi! Sungguh, anda adalah seorang raja yang Maha welas asih! Anda berani
berjanji kepada para umat, baik yang akan lahir atau yang akan meninggal dunia bahwa anda bertekad
melindungi mereka atau membantu mereka agar terbebas dari kesengsaraan. Mudah-mudahan usaha
anda dapat berhasil dengan baik. Dan janganlah anda menunda atau melupakan janjimu yang
sedemikian agung itu! Bila terdapat seorang wanita yang mengalami kesukaran dalam melahirkan dan
beliau meninggal dunia, usahakanlah untuk membantunya juga!”

Sang Raja Setan berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Mohon Anda tak usah
khawatir terhadap masalah ini. Aku sengaja menjelmakan diriku hingga sedemikian maksudnya tiada
lain, hanya satu yaitu akan kuusahakan agar para umat Jambudvipa baik yang baru lahir atau yang akan

45
meninggal dunia agar keadaannya tetap tenang, aman dan bahagia! Seandainya para umat dapat
menaruh perhatian dan yakin terhadap nasehat yang kami sampaikan tersebut, pastilah mereka akan
memperoleh manfaat dan akan terbebas dari segala kesengsaraan!”

Pada saat itu Sang Buddha memberitahu kepada Bodhisattva Ksitigarbha: “O, Sang Ksitigarbha yang
Maha Welas Asih! Ketahuilah, Raja Setan yang bernama Pengurus Nyawa ini, sejak Beliau memiliki
identitas Raja Setan hampir ratusan ribu masa Beliau selalu menolong para makhluk yang sengsara!
Karena perasaan Beliau dan cita-cita-Nya yang sedemikian welas asih dan agung, maka Beliau dengan
sengaja menjelmakan diri-Nya menjadi seorang Raja Setan, padahal bukan! Sesungguhnya beliau adalah
seorang Bodhisattva yang penuh welas asih yang berniat menyelamatkan umat dari penderitaan dan
kira-kira 170 kalpa lagi, Beliau akan menjadi seorang Buddha dan gelar-Nya adalah “Animitta” Tathagata,
nama Kalpa-Nya “Sukham”, namanya di alam manusia adalah “Posadha” dan usia-Nya panjang sekali
sulit dihitung dengan masa Kalpa! O, Sang Ksitigarbha! Demikianlah tentang karir Raja Setan yang hasil
kerja-Nya pun terlampau banyak untuk diterangkan secara keseluruhan! Terutama para umat manusia
serta para Dewa yang pernah diselamatkan oleh Beliau juga tak terhingga banyaknya!”

46
Bab 9 – Nama Para Buddha
Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha:

“O, Bhagava Yang Termulia! Sekarang Aku ingin menguraikan suatu cara yang mudah dan bermanfaat
untuk para umat di masa yang akan datang, agar mereka dapat memanfaatkannya pada saat kelahiran
dan kematian yang mana selalu mereka alami dari masa ke masa!”

Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha dengan berkata:

“O, Ariya Ksitigarbha yang Maha Welas Asih! Benar, sekarang adalah waktu yang tepat untuk
menjelaskannya! Demi semua makhluk yang berdosa yang masih berada di 6 alam kehidupan itu!
Penjelasanmu dapat membantu para umat untuk dapat bebas dari berbagai penderitaan! Uraikanlah O,
Ariya Ksitigarbha! Beberapa saat lagi Aku akan Parinirvana dan apabila cita-cita-Mu telah tercapai Aku
tidak akan khawatir lagi tentang para umat yang berada di masa sekarang dan di masa mendatang!”

Sang Bodhisattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha:

“Cara yang mudah itu adalah ‘Dengan Menyebut Nama Buddha’. O, Bhagava! Seperti yang diketahui
bahwa pada masa silam yang waktunya telah mencapai Asankhyeya Kalpa itu, terdapat seorang Buddha
yang muncul di dunia, nama-Nya ANANTAKAYAH TATHAGATA, apabila terdapat para pria atau wanita
yang setelah mendengar nama Buddha tersebut lalu bangkit rasa hormat di dalam hati sanubarinya, dan
merenungkan Beliau dengan menyebut ‘NAMO ANANTAKAYAH BUDDHAYA’, maka para pria atau wanita
yang berbudi itu dapat menghapus dosa Jaramarana (dosa dari kelahiran dan kematian setiap masa)
sebanyak 40 Kalpa! Dan jika mereka dapat membuat atau melukis gambar Buddha tersebut untuk
melakukan puja-bhakti di rumah atau di ruang ibadah, mereka akan memperoleh jasa-jasa dan kebajikan
yang teragung yang banyaknya tak terhingga!”

“Adalagi O, Bhagava Yang Termulia!” Sang Ksitigarbha melanjutkan sabda-Nya: “Pada masa dahulu kala
yang lamanya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga, terdapat seorang Buddha yang datang ke dunia.
Beliau bernama RATNAKARA TATHAGATA. Seandainya para pria atau wanita setelah mendengar nama
Buddha tersebut lantas bangkit dari hati sanubarinya untuk berlindung kepada Beliau dan memuliakan
nama-Nya, mereka dapat mencapai tingkat kesucian Anuttara Samyaksambodhi!”

“Adalagi, pada masa yang silam terdapat seorang Buddha yang bernama PADMAJINA TATHAGATA.
Apabila para pria atau wanita yang setelah mendengar nama Beliau lalu terus mengingat-Nya di dalam
hatinya, maka umat tersebut akan mendapat kesempatan dilahirkan di Surga Sad Janadhatu selama
ribuan kali. Terutama jika mereka dapat menyebut nama-Nya ‘NAMO PADMAJINA BUDDHAYA’ dengan
sepenuh hati, mereka akan mencapai Kebuddhaan secepat mungkin!”

“Adalagi, pada masa yang lampau yang lamanya Asankhyeya Kalpa yang sulit diperhitungkan, terdapat
seorang Buddha yang bernama SIMHANADA TATHAGATA, jika terdapat para pria atau wanita yang
setelah mendengar nama-Nya lalu merenungkannya dan berhasrat ingin berlindung kepada Beliau,

47
maka umat tersebut akan divisuddhi/diberkahi oleh para Buddha yang banyaknya tak terhingga pada
masa mendatang!”

“Adalagi, pada masa yang lampau, terdapat seorang Buddha yang bernama KRAKUCHANDAH BUDDHA,
apabila terdapat para pria atau wanita yang setelah mendengar nama Buddha Krakuchandah itu lalu
dengan kebulatan hati memberi hormat dan memuji nama Beliau, maka umat terebut akan
memperoleh kesempatan menjadi Raja Maha Brahma, dan mereka akan divisuddhi/diberkahi di
pesamuhan “Seribu Buddha” pada masa “Bhadrakalpa”!”

“Adalagi, pada masa yang lampau, ada seorang Buddha yang bernama PRABHUTARATNA BUDDHA di
dunia ini. Seandainya barang siapa yang pernah mendengar nama Buddha ini dan merenungkan-Nya
serta menyebut namaNya “NAMO PRABHUTARATNA BUDDHAYA”, mereka tidak akan diterjunkan ke
alam kesengsaraan dan selalu dilahirkan di Surga atau dunia manusia serta dapat menikmati
kebahagiaan!”

“Adalagi, pada masa yang lalu yang waktunya bagaikan jumlah butiran pasir di Sungai Gangga yang tak
terkira lamanya, terdapat seorang Buddha yang bernama RATNAKETU TATHAGATA datang ke dunia.
Seumpamanya terdapat umat yang berbudi setelah mendengar nama-Nya lantas timbul rasa khidmat
lalu memuliakan jasa-jasa Beliau, maka, jika saatnya sudah tiba mereka akan mencapai tingkat kesucian
seperti yang dimiliki oleh para Arahat!”

“Adalagi, pada masa Asankhyeya Kalpa yang silam terdapat seorang Buddha yang bernama
KASAYADHVAJA TATHAGATA, barang siapa yang telah mendengar nama-Nya, dosa dari Tumimbal-lahir
dan kematian akan dihapus hingga 100 Kalpa, jika para umat manusia dapat memuliakan namanya
dengan menyebut “NAMO KASAYADHVAJA TATHAGATAYA” beliau akan mencapai Kebodhian secepat
mungkin!”

“Adalagi, pada masa yang lampau terdapat seorang Buddha yang bernama MAHABHIJNAGIRIRAJA
TATHAGATA. Seumpamanya para pria atau wanita dapat mendengar dan mengingat-ingat nama-Nya
tanpa lupa, maka mereka akan bertemu dengan para Buddha yang jumlahnya banyak sekali untuk
membimbing mereka pada masa mendatang sampai mereka memperoleh kesadaran Bodhi atau
penerangan agung!”

Sang Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan: “O, Bhagava! Buddha-Buddha yang lampau yang pernah
bertugas di alam manusia banyak sekali jumlahnya seperti:

SUDDHACANDRA BUDDHA; GIRIRAJA BUDDHA; JNANABHIBHU BUDDHA; VIMALAKIRTIRAJA BUDDHA;


PRAJNA-SIDDHI BUDDHA; ANUTTARA BUDDHA; MANJUGHOSA BUDDHA; CANDRA-PARIPURNA
BUDDHA; CANDRAMUKHA BUDDHA dan sebagainya.

“O, Bhagava Yang Termulia! Apabila para umat yang berada di masa sekarang atau masa mendatang,
baik yang berstatus Dewa ataupun manusia, baik pria ataupun wanita, bila mereka dapat menyebut
nama dari seorang Buddha di antara nama-nama para Buddha yang tersebut di atas, maka mereka akan

48
memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang sangat berharga! Terutama jika mereka dapat menyebut
nama-nama dari semua Buddha!

Dengan menyebut nama-nama Para Buddha, umat yang berjasa banyak ini, baik saat mereka lahir atau
meninggal dunia, pastilah tidak akan jatuh ke alam kesengsaraan, melainkan mereka akan menikmati
hasil yang amat gemilang dan bahagia!”

“Lagi, O, Bhagava Yang Termulia! Seumpamanya terdapat seseorang yang sedang menderita penyakit
parah dan tak selang beberapa lama akan meninggal dunia, pada saat itu, jika seluruh anggota
keluarganya bahkan hanya seorang saja, mereka tidak lupa menyebut nama Buddha dengan suara yang
jelas dan bergema, maka segala dosa dari si almarhum akan musnah, terkecuali 5 Dosa Durhaka! Akan
tetapi, berkat dibantu lagi oleh para umat dalam melakukan pemuliaan nama-nama Buddha, setelah si
almarhum wafat, dosa berat itu (5 Dosa Durhaka) juga dapat lenyap sedikit! Apabila si almarhum
sewaktu hidup ia selalu sadar akan Hukum-Karma, rajin melaksanakan apa yang tercantum di dalam
Sutra suci ini, maka dia bukan saja dapat memusnahkan dosa yang berat, melainkan dia telah
memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang lengkap serta yang gemilang dan banyaknya sulit
diperkirakan!”

49
Bab 10 – Kondisi Dan Perbandingan Pahala Berdana
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha bangkit dari tempat duduk-Nya dan bersujud di hadapan Sang
Buddha seraya berkata:

“O, Bhagava Yang Termulia! Mengapa para umat manusia yang telah mengamalkan jasanya dengan cara
berdana, pahala yang mereka peroleh itu berlainan? Misalnya ada yang dapat menikmati kebahagiannya
hanya satu kali saja semasa hidupnya, akan tetapi ada yang dapat menikmati kebahagiaannya sampai 10
kali masa hidupnya, bahkan ada yang dapat menikmatinya sampai ratusan kali atau ribuan kali masa
hidupnya! Mengapa hasil yang mereka peroleh sebegitu jauh perbedaannya? Mohon kiranya Sang
Bhagava sudi menerangkannya kepada kami tentang hal ini.”

Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha: Bagus sekali, O, Bodhisattva yang Maha Welas
Asih! Sekarang Saya akan menerangkan sebab dari segala jasa-jasa kebajikan yang dilakukan oleh para
umat yang dermawan yang berada di Jambudvipa (alam manusia) itu kepada Engkau! Dengarkanlah
baik-baik, Aku akan memulainya.

Sang Bodhisattva Ksitigarbha kemudian berkata kepada Sang Buddha: Katakanlah O, Bhagava, sungguh
Aku ingin mengetahui sebabnya!”

Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha: Seperti diketahui di dunia Jambudvipa ini,
terdapat banyak raja-raja, menteri-menteri dan para pegawai Negara, para Maha Grhapati, Maha
Ksatria, Maha Brahmana dan sebagainya, seandainya mereka bertemu dengan para umat yang berstatus
rendah, umat yang miskin dan yang bertubuh cacat, bisu, tuli, bodoh, buta dan sebagainya.

Setelah melihat keadaan para umat yang begitu menderita, maka pada saat itu juga Sang Raja atau para
Menteri dan lainnya timbul rasa welas-asihnya dan dengan sikap yang ramah dan tersenyum mereka
memberi sedekah atau Dana yang berharga kepada para umat yang miskin atau yang cacat, melalui
tangannya sendiri, dan dengan ucapan yang lemah-lembut mereka menghibur hati dari para umat yang
miskin atau yang cacat. Atau mereka dapat juga menyuruh orang lain untuk mewakili mereka dalam
melakukannya.

Dengan demikian maka di dalam hati si penerima dana akan timbul rasa kedamaian untuk berani hidup
terus serta tidak putus-asa! Dengan demikian, maka pahala yang akan diperoleh Sang Raja atau para
Menteri dan lain-lainnya itu akan sama seperti para umat yang memuja Sang Buddha yaitu pahala yang
akan mereka miliki banyaknya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga!”

“Mengapa hasil yang diperoleh mereka bisa sedemikian gemilang? Sebab, Sang Raja serta para pengikut-
Nya sewaktu memberikan dana-Nya khusus diberikan kepada para umat yang berasal dari golongan
rendah, umat yang amat miskin serta para umat yang bertubuh cacat yang menimbulkan rasa welas-asih
di dalam hati mereka, dan mereka melakukannya dengan tekad bulat, maka mereka dapat memperoleh
balasan yang sedemikian agung hingga ratusan ribu masa kelahirannya mereka tetap memiliki kekayaan
yang terdiri dari 7 macam permata utama lengkap sandang-pangan!”

50
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha yang Maha welas asih! Seandainya para Raja dan pengikut-Nya serta para
Brahmana di masa mendatang, jika mereka dapat membangun serta merawat vihara, Stupa maupun
rupang dari Buddha, Bodhisattva, Sravaka dan Pacceka Buddha, maka para raja ini akan dilahirkan di
Surga Trayastrimsa menjadi Raja Sakra dan Ia akan menikmati kebahagiaan Surga sampai 3 Kalpa
masanya!

Apabila Sang Raja tersebut bersedia menyalurkan jasa yang diperoleh-Nya tadi kepada para makhluk
hidup yang berada di seluruh Dharmadhatu atau alam semesta, maka Beliau akan menjadi Maha
Brahma Raja selama 10 Kalpa!”

“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Seandainya para raja dan pengikut-Nya serta para Brahmana apabila
melihat stupa, kuil, vihara ataupun rupang, gambar atau lukisan serta Sutra-Sutra yang ditinggalkan oleh
para Buddha pada waktu yang sudah silam lalu timbul rasa hormat dan dengan giat memperbaiki,
memelihara, baik dengan tenaga sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain yang jumlahnya
sampai ratusan, ribuan orang yang menyertainya menjadi Donatur, maka Sang Raja tersebut akan
menjadi raja atau pemimpin-pemimpin dari pelbagai daerah. Terutama jika Sang Raja dan para
simpatisan dapat menyalurkan jasa-Nya ke alam Suci, maka mereka akan memperoleh pahala menjadi
seorang Buddha. Ketahuilah pahala dari jasa-jasa yang berharga seperti ini, yang sedemikian luhur dan
mulia, tentu saja tak terkira lagi jumlahnya!”

“Adalagi O, Ariya Ksitgarbha! Bahwa pada masa yang akan datang jika terdapat para raja serta para
Brahmana dan lainnya apabila mereka melihat orang yang menderita penyakit parah, usia tua atau ibu-
ibu yang sedang mengalami kesusahan dalam melahirkan. Nah, pada saat itu walaupun hanya melihat
sepintas saja tapi Sang Raja dan pengikut-Nya timbul rasa welas asih di dalam hati mereka terhadap si
penderita atau ibu yang menderita kesusahan itu. Dan mereka langsung memberikan obat-obatan serta
bermacam-macam sandang-pangan, tempat tidur dan perabot rumah yang dibutuhkan oleh si penderita
agar dapat hidup tenang tentram tanpa kekhawatiran apapun. Ketahuilah, jasa-jasa seperti ini adalah
yang termulia dan teragung! Maka selama 100 Kalpa masanya Sang Raja dan pengikut-Nya akan menjadi
Sang Kuasa di Surga Suddhavada selama 200 Kalpa dan mereka pasti akan menjadi Buddha, tak akan
terjerumus ke alam kesengsaraan untuk selama-lamanya, bahkan dalam ratusan ribu kelahiran mereka
takkan mendengar suara kesedihan.

“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang, jika terdapat para raja, para Brahmana dan
lainnya dapat memberikan Dana dengan cara seperti yang telah Ku-urai tadi, bukan saja mereka akan
dapat menikmati kebahagiaan yang sedemikian besar, dan bahkan lebih besar lagi, apabila jasa-Nya
disalurkan kepada para makhluk sengsara di alam semesta dalam jumlah yang banyak ataupun sedikit,
mereka pasti mendapat kesempatan mencapai tingkat Kebuddhaan di masa yang akan datang!
Terutama mereka dapat menjadi Raja Cakravartin, Raja Sakra, Raja Maha-Brahma dan sebagainya! Maka
dari itu, melalui uraian ini Sang Ksitigarbha telah memberi dorongan kepada para umat agar mereka
dapat melakukan hal-hal yang seperti di atas, dengan demikian para umat semua dapat menjadi Buddha
kelak!”

51
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang jika terdapat para putra-putri yang berbudi
yang dapat menanam kebajikan di bidang Buddha Dharma, yaitu menyebarkan ajaran dari para Buddha.
Sekalipun kebaikannya itu hanya seujung rambut atau sehalus debu, namun buah yang dipanenkan
nanti banyaknya sungguh sulit diumpamakan!”

“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang jika terdapat para putra-putri yang berbudi
yang dapat berdana untuk merawat rupang atau gambar-gambar dari para Buddha, para Bodhisattva
dan para Pacceka Buddha, atau Raja Cakravartin dan sebagainya, mereka akan memperoleh
kebahagiaan yang tak terbatas dan selalu dilahirkan di alam Surga atau dunia manusia untuk menikmati
pahala mereka. Terutama jika jasa-jasa yang diperoleh mereka itu semua disalurkan kepada para
makhluk hidup yang masih terikat di alam semesta atau Dharmadhatu, maka pahala yang akan mereka
peroleh nantinya besarnya sulit diumpamakan!”

“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang
berbudi yang mendapat kesempatan membaca Sutra Mahayana atau mendengar satu Gatha atau satu
perkataan dari Sutra suci lalu timbul rasa hormat untuk memuji atau menghargai Sutra tersebut.
Ataupun Sutra tersebut diperbanyak lalu disebarluaskan kepada umat yang lain serta dirawat di dalam
rumahnya sendiri, maka orang yang berbudi ini akan memperoleh pahala yang terunggul dan banyaknya
luar biasa dan tak terbayangkan!

Apabila jasanya langsung disalurkan kepada para makhluk di alam semesta, ketahuilah pahala serta
Kebahagiaannya lebih sulit diandaikan lagi!”

“Lagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi
sewaktu mereka melihat stupa, kuil, vihara, atau menemukan Sutra-Sutra Mahayana dan sebagainya
khusus yang kondisinya masih utuh atau masih baru maka harus dipuja, dipelihara atau dihormati
dengan cara bersujud.

Jika kondisinya sudah agak lama atau sudah rusak seharusnya diperbaiki supaya utuh kembali. Pekerjaan
ini boleh dikerjakan sendiri bila mampu, atau bergabung dengan para simpatisan bersama-sama
mengumpulkan dana untuk mencetak yang baru atau memperbaiki yang sudah rusak itu. Dan apabila
terdapat Sutra-Sutra yang sudah ratusan atau ribuan tahun lamanya yang halamannya sudah banyak
yang lepas serta hurufnya telah banyak yang hilang atau tidak kelihatan, sutra itu harus ditulisi kembali,
kemudian disusun kembali atau dicetak sebanyak mungkin dan dibagikan kepada para umat yang cinta
Dharma di pelbagai daerah! Ketahuilah, putra-putri yang berbudi itu akan mendapat kesempatan yang
cerah yaitu akan menjadi raja kecil atau pemimpin daerah yang terkemuka dan selama 30 kali masa
kelahirannya setelah berakhirnya kehidupan pada masa ini! Jika pekerjaan yang mulia ini, hanya
dikerjakan oleh Sang Danapati (orang yang berdana, donatur) sendiri saja, maka ia akan menjadi seorang
Raja Cakravartin yang selalu bergabung dengan para Raja kecil atau pemimpin dari pelbagai daerah
dalam menjalankan tugas mereka hingga berhasil!”

“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang apabila para putra-putri berbudi dalam
kehidupannya pernah melakukan kebajikan berdana atau hanya memuja atau memperbaiki stupa, kuil,
52
vihara atau mencetak Sutra-Sutra yang diwariskan oleh para Buddha untuk para umat, maka ketahuilah!
Bahwa akar kebaikannya walaupun hanya seujung rambut, sehalus debu, sebutir pasir atau hanya
setetes air, namun jasa yang walaupun hanya sedikit itu apabila disalurkan kepada semua makhluk
sengsara yang berada di semesta atau Dharmadhatu, mereka akan menikmati pahalanya hingga ratusan
ribu masa. Akan tetapi, apabila jasanya hanya disalurkan kepada sanak-saudara atau keluarganya sendiri
atau hanya buat si pemuja sendiri saja maka pahala yang diterima lamanya hanya 3 masa saja! Tetapi,
apabila si pembuat jasa-jasa kebajikan bersedia melimpahkan jasa-jasa kebajikannya kepada semua
makhluk hidup di alam semesta atau Dharmadhatu boleh diumpamakan dengan kata-kata demikian:
‘Dananya hanya satu, tapi pahalanya akan berbuah sepuluh ribu, maka itu, janganlah melepas pahala
yang maha besar dengan hanya mendapatkan pahala yang kecil. Demikianlah Yang Ariya Ksitigarbha,
hukum sebab-akibat dari Pahala berdana itu sangat menakjubkan!”

53
Bab 11 – Pelindung Dharma Dari Dewa Bumi
Dewa Bumi Sang Prthivi berkata kepada Sang Buddha:

“O, Bhagava Yang Termulia! Sejak zaman dulu hingga sekarang aku selalu memberi hormat atau memuja
para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya banyak sekali, sulit disebutkan lagi!

Mereka semua memiliki Riddhi-Abhijna serta Maha Prajna dan Maha Jnana, demikian pula makhluk-
makhluk yang telah diselamatkan oleh Mereka pun sudah banyak sekali! Akan tetapi, jika kita
menitikberatkan pada “Niat Suci Utama” yang pernah Mereka ucapkan, menurut hasil penelitianku,
yang pernah berikrar terhadap ‘Maha Pranidhana’ (nadar-utama yang terbesar) yang terluhur dan yang
terbanyak hanyalah Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha seorang saja!”

“O, Bhagava Yang Termulia! Sungguh, Bodhisattva-Ksitigarbhalah yang paling akrab dengan umat-umat
dari Jambudvipa, begitu pula Sang Manjushri, Sang Samantabhadra, Sang Avalokitesvara serta Sang
Maitreya tidak berbeda dengan Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yaitu mereka sering datang ke
dunia manusia dengan ribuan badan jelmaan, muncul di 6 Gatya untuk menyelamatkan para makhluk
sengsara, tetapi dalam hal ikrar ini tentu saja mereka mempunyai batas-batas tertentu! Karena, Sang
Ksitigarbha sejak Beliau menjalankan tugas-Nya di 6 Gatya dalam membimbing segala umat yang
sengsara, sesuai dengan ikrar-Nya yang pernah Beliau janjikan, yaitu Maha Pranidhana yang diucapkan-
Nya, yang mana banyaknya sudah seperti butiran pasir di Sungai Gangga dan lamanya juga sudah jutaan
Koti Kalpa tanpa ada batasannya!”

“O, Bhagava Yang Termulia! Perlulah diketahui oleh para umat manusia yang berada di masa sekarang
atau di masa mendatang, apabila mereka dapat menyediakan satu tempat yang bersih di sebelah
selatan kemudian dengan bahan bangunan baik dari tanah, batu, bambu ataupun kayu membuat satu
kamar yang beraltar.

Kemudian menyediakan gambar Sang Ksitigarbha atau rupang-Nya yang terbuat dari emas atau perak,
tembaga, besi atau yang lainnya dan diletakkan di atas altar tersebut, kemudian membakar dupa,
menyalakan lilin atau lampu serta menaburkan bunga atau wewangian atau saji-sajian lain untuk
memuja rupang-Nya, sambil memuliakan nama-Nya serta jasa-jasa-Nya, dengan menyebut: NAMO
KSITIGARBHA BODHISATTVAYA!

Maka dalam lingkungan dan pemukiman dari si pemuja tersebut akan mendapatkan 10 Keuntungan
sebagai berikut:

1. Tanah atau kebunnya menjadi subur;

2. Si pemuja akan selalu sehat sentosa, rumah tangganya pun aman tenteram;

3. Leluhurnya atau almarhum dari orang tuanya akan dilahirkan di alam Surga;

4. Si pemuja dan keluarganya akan panjang usia;

54
5. Hasil dari usaha apapun akan menjadi lancar dan memuaskan;

6. Terhindar dari musibah air atau banjir dan kebakaran;

7. Terhindar dari kerugian atau pemborosan dari keuangan; sandang pangan selalu mencukupi.

8. Tidak ada mimpi buruk yang mengganggu;

9. Selalu dilindungi oleh para Dewa Bumi dan Dewa Surga;

10. Selalu bertemu dan dibantu oleh para Ariya dan para tokoh bijak hingga si pemuja dengan
mudah mencapai Kebodhian (tingkat kesucian).

“O, Bhagava Yang Termulia! Pada masa yang akan datang atau pada masa sekarang jika para umat dapat
membuat altar Bodhisattva Ksitigarbha dan rajin mengadakan puja-bhakti di depan rupang-Nya. Maka
dengan mudah sekali si pemuja memperoleh 10 Keuntungan yang tersebut di atas!”

“Sungguh O, Bhagava!” Sang Prthivi (Dewa Bumi) melanjutkan kata-Nya: “Pada masa yang akan datang,
jika terdapat para putra-putri yang berbudi, setelah mereka menyediakan Sutra suci ini serta gambar
atau patung Bodhisattva Ksitigarbha di dalam rumahnya, dan dengan rajin mengadakan puja-bhakti
kepada Beliau serta dengan tulus membaca Sutranya, maka baik siang hari maupun malam hari Aku
tetap mengunjungi rumah si pemuja dan dengan kekuatan daya-gaibku untuk melindungi umat-umat
yang berbakti itu, agar kehidupannya sama sekali tidak mendapat musibah dari air, api atau
perampokan. Dengan demikian maka musibah berat ataupun musibah kecil dan hal-hal yang tidak
diinginkannya semua akan musnah!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Dewa Bumi Prthivi:

“O, Sang Dewa Bumi yang terhormat! Benar, pendapatmu, tidak keliru sedikitpun! Dan engkau benar-
benar telah memiliki Riddhi-Abhijnabala (tenaga daya-gaib batin) yang sedemikian kuat! Tentu saja,
kekuatan yang dimiliki oleh para Dewa yang lain tidak dapat dibandingkan dengan yang engkau miliki!
Apa sebabnya? Karena sejauh ini, seluruh bumi yang berada di Jambudvipa dapat dilindungi oleh
kekuatanmu dan makhluk-makhluk apapun selalu dibantu oleh engkau juga! Adapun tumbuh-tumbuhan
seperti rumput, pohon, pasir, batu, padi, rami, bambu, kumpai, palawija, logam, permata dan lain-
lainnya yang berada di bumi Jambudvipa ini, berkat kekuatanmu semua menjadi subur dan makmur
serta sejahtera! Terutama engkau sering kali menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Sang
Ksitigarbha! Sungguh, jasa-jasamu, kewibawaanmu, ketrampilanmu dan kekuatanmu telah melampaui
para Dewa yang lain sebanyak ratusan ribu kali!

Mudah-mudahan engkau selalu menggunakan kewibawaanmu dan daya-batinmu untuk melindungi para
putra-putri yang berbudi, yang rajin memuja Sang Ksitigarbha, yang rajin membaca Sutra-Nya dan juga
yang bertekad mempraktekkan cara-cara yang tercantum di dalam Sutra Sang Ksitigarbha ini! Supaya
karma buruk atau malapetaka dan hal-hal yang tidak diinginkan oleh Sang Umat tidak didengar oleh
telinganya atau menimpanya!

55
Ketahuilah, bahwa para putra-putri berbudi itu, bukan saja selalu diperhatikan oleh Sang Ksitigarbha
melainkan para pelindung Dharma serta para Dewata yang berada di pelbagai alam Surga juga selalu
datang membantu tugas Sang Ksitigarbha dalam melindungi umat yang berbudi itu! Mengapa demikian?
Sebab para umat yang dengan kebulatan hati bertekad memuja Sang Ksitigarbha dan bertekad
menghayati Dharma-Nya, dengan sendirinya akan terbebas dari lautan penderitaan dan mencapai
kebahagiaan Nirvana. Itulah sebabnya mereka perlu dilindungi.”

56
Bab 12 – Manfaat dari Melihat dan Mendengar
Pada saat itu, di bagian atas kepala Buddha Sakyamuni tiba-tiba mengeluarkan ratusan-ribu Koti “Maha
Urnasaprabha” yakni berjenis-jenis sinar, berupa rambut yang bercahaya dan berwarna, warnanya
berupa ‘Sinar-putih’ dan ‘Maha Sinar-putih’; ‘Sinar-bahagia’ dan ‘Maha Sinar-bahagia’; ‘Sinar-mutiara’
dan ‘Maha Sinar-mutiara’, ‘Sinar-lembayung’ dan ‘Maha Sinar-lembayung’, ‘Sinar-nila’ dan ‘Maha Sinar-
nila’; ‘Sinar-biru’ dan ‘Maha Sinar-biru’; ‘Sinar-merah’ dan ‘Maha Sinar-merah’; ‘Sinar-hijau’ dan ‘Maha
Sinar-hijau’; ‘Sinar emas’ dan ‘Maha Sinar-emas’; ‘Sinar Awan-bahagia’ dan ‘Maha Sinar-Awan-Bahagia’;
‘Sinar Roda-seribu’ dan ‘Maha Sinar Roda-seribu’; ‘Sinar Roda-Permata’ dan ‘Maha Sinar Roda-Permata’;
‘Sinar Roda-Surya’ dan ‘Maha Sinar Roda-Surya’; ‘Sinar Roda-Candra’ dan ‘Maha Sinar Roda-Candra’;
‘Sinar Istana Surga’ dan ‘Maha Sinar Istana Surga’; ‘Sinar Sagara-Megha’ dan ‘Maha Sinar Sagara-Megha’
serta sinar-sinar yang lainnya.

Setelah sinar tersebut berhenti keluar dari bagian atas kepala Sang Buddha Sakyamuni, kemudian
disusul dengan suara merdu yang bunyinya amat harmonis langsung mengumandangkan kabar baik
kepada para hadirin serta para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk, baik manusia dan makhluk
yang bukan manusia;

“O, hadirin yang Kuhargai! Dengarkanlah, hari ini Aku berada di pesamuhan agung di Istana Surga
Trayastrimsa untuk menyanjung dan memuji Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yang selalu
menyampaikan cara yang trampil serta usaha-usaha berfaedah lainnya yang tak terbayangkan dari
Buddha Dharma kepada para Dewa dan manusia, agar para umat memperoleh manfaat dan kemudian
dapat mencapai hasil yang agung yang sulit disebut luhurnya!

Bahkan Beliau mengajarkan cara “Vikramaryahetu” (memuliakan nama Buddha) yang mana sangat
bermanfaat bagi umat-Nya, agar umat-Nya dapat meninggikan tingkat kesuciannya setingkat
“Dasabhumaya” (tingkat teragung atau tingkat sesama Buddha) serta dapat memahami Dharma dan
selamanya tidak akan mundur dari Jalan Anuttara Samyak Sambodhi!”

Pada saat sabda Sang Buddha baru berkumandang sampai di sini, tiba-tiba seorang Bodhisattva-
Mahasattva yang bernama Avalokitesvara bangkit dari tempat-Nya, lalu bersujud dengan kedua telapak
tangan kepada Sang Buddha seraya berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Sudilah kiranya menjelaskan
kepada kami tentang manfaat serta pahala yang akan dimiliki dalam memuja Bodhisattva-Mahasattva
Ksitigarbha Yang Maha Maitri-Karuna, Yang senantiasa dengan rasa welas-asihnya menolong makhluk
yang sengsara, Yang selalu menjelmakan diri-Nya hingga jutaan badan untuk bertugas di jutaan dunia,
Yang memiliki segala jasa yang lengkap, Yang memiliki kewibawaan, ketrampilan dan kebijaksanaan
luhur nan agung itu!

Dan baru saja, Aku mengetahui dari suara yang dikumandangkan oleh Sang Buddha bahwa Sang Buddha
tadi bersama-sama para Buddha yang berada di 10 penjuru dunia dengan suara yang selaras
menyanjung dan memuji Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha. Sungguh O, Bhagava! Jasa-jasa yang
dimiliki oleh Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha ini sedemikian luhur dan banyak, apabila kita

57
memohon agar para Buddha yang lampau, para Buddha di masa sekarang serta para Buddha di masa
mendatang bersama-sama menyebut jasa-Nya secara satu persatu mungkin tidak akan habis
penyebutannya untuk selama-lamanya! O, Bhagava! Sewaktu pesamuhan agung ini diresmikan oleh-Mu,
bukankah Sang Bhagava pernah mengabarkan ingin bersama-sama para hadirin menyanjung dan
memuji jasa Ksitigarbha? Sekarang, demi memberi manfaat kepada para makhluk yang berada di masa
sekarang atau di masa mendatang, sudilah diberitahu pahala apa yang akan mereka miliki apabila
mereka memuja Sang Ksitigarbha terutama kepada himpunan yang besar ini, agar para Dewa, Naga, dan
kedelepan kelompok makhluk hidup mendapat suatu kesempatan yang cerah untuk memuja Beliau dan
langsung dianugerahi oleh rahmat Beliau!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Avalokitesvara:

“O, Ariya Avalokitesvara yang Maha Karunika! Betapa pula keadaan serta kedudukan Anda tidak
berbeda dengan Sang Ksitigarbha, demikian pula, hubungan Anda dengan segala makhluk Jambudvipa
(alam manusia). Engkau selalu menolong makhluk-makhluk di dunia Sahaloka itu sehingga terciptanya
hubungan yang erat dan akrab, baik para Dewa maupun para Naga, baik para pria atau wanita dari umat
manusia, ataupun para Setan dan sebagainya serta para makhluk yang bernasib malang yang masih
berada di dalam 6 Gatya Kesengsaraan itu! Bilamana mereka mendengar nama Anda atau melihat
rupang Anda, mereka ingin sekali memuji jasa-jasa Anda, Nah! Umat-umat yang telah bangkit Budi-setia-
Nya terhadap Anda itu semuanya tidak akan mundur dari Jalan Anuttara Samyak Sambodhi, mereka
akan selalu mendapat kesempatan dilahirkan di Surga untuk menikmati pahala yang pernah dianugerahi
oleh-Mu! Serta ada juga para umat yang apabila saatnya telah tiba akan divisuddhi oleh para Buddha di
masa mendatang! O, Ariya Avalokitesvara! Andalah yang paling penyayang dan suka menolong para
makhluk sengsara serta para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk dan umat-umat lainnya!
Baiklah, sekarang Aku akan menguraikan tentang manfaat dan pahala yang amat luhur yang akan
diperoleh para umat dalam memuja Bodhisattva Ksitigarbha kepada kamu sekalian, sudi kiranya anda
sekalian mendengarkan penjelasan-Ku ini, Aku akan memulainya!”

“Kiranya sudi diuraikan O, Bhagava Yang Termulia! Kami sekalian telah siap mendengarkannya!” Sahut
Sang Avalokitesvara.

Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva-Mahasattva Avalokitesvara:

“O, Ariya Avalokitesvara Yang Maha Karunika! Ketahuilah, baik pada masa sekarang atau masa
mendatang di pelbagai dunia apabila terdapat para Dewa dan manusia, dikarenakan usia Surga atau
kenikmatan kebahagiaan Surga telah habis, begitu pula Pancalabhanya atau Kelima macam keburukan
telah berwujud semua (jubuhnya kotor; rambutnya kering dan sinar badannya gelap; ketiaknya
berkeringat, badannya berbau tidak sedap serta duduknya tidak bisa tenang), atau akan jatuh ke alam
kesengsaraan, saat itu apabila para Dewa dan manusia baik pria maupun wanita jika mereka mempunyai
kesempatan melihat gambar atau rupang Sang Ksitigarbha, atau hanya mendengar nama Beliau, dan
mereka langsung membangkitkan hati sanubarinya lalu memberi hormat kepada Beliau, maka kondisi
dari para Dewa dan manusia yang malang itu lantas berubah.

58
Yaitu usia mereka akan bertambah panjang dan para dewa dapat menikmati kebahagiaan Surga atau
lainnya seperti semulanya. Dan, mereka tidak akan dijatuhkan di alam kesedihan atau dikenai hukuman
berat! Apabila Sang Dewa dan manusia yang telah bebas dari kesengsaraan itu dapat terus
membangkitkan imannya sedalam-dalamnya serta sering dengan dupa, wangian, bunga, jubah,
makanan dan minuman, berbagai permata, untaian manikam dan sajian lainnya untuk mengadakan
puja-bhakti kepada Sang Ksitigarbha, maka jasa dan kebajikan yang akan diperoleh si pemuja banyaknya
sungguh sulit disebutkan lagi!”

“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa sekarang atau masa mendatang apabila terdapat para
makhluk yang menghuni di 6 Gatya (alam Dewa, alam Asura, alam Manusia, alam Neraka, alam setan
dan alam binatang) di pelbagai dunia itu, seandainya saat kehidupan mereka akan berakhir, mereka
dapat mendengar nama Sang Ksitigarbha dan dapat diingat betul oleh indera telinga serta pikirannya,
maka umat tersebut pasti tidak akan mengalami penderitaan di 3 alam kesengsaraan. (alam Neraka,
alam setan kelaparan dan alam binatang). Apalagi jika saat ia akan meninggal dunia, anaknya atau
keluarganya segera membuat sebuah rupang atau lukisan dari Sang Ksitigarbha dengan menggunakan
harta-benda dari si almarhum, maka si almarhum akan cepat dilahirkan di Surga atau dunia manusia,
tanpa rintangan apapun yang akan menghalanginya!

Atau umat tersebut sudah lama menderita penyakit parah tapi belum juga tiba ajalnya, kini beliau dapat
mendengar dan melihat bahwa keluarganya sedang menggunakan harta-bendanya untuk membuat atau
melukis gambar Sang Ksitigarbha, maka dengan kebajikan ini, si penderita tersebut, yang walaupun
disebabkan akibat Karma beliau harus mengalami penyakit berat, namun berkat jasa kesucian yang
diperbuatnya itu, penyakit parah yang dialaminya akan berangsur-angsur sembuh kembali dan umurnya
akan bertambah panjang! Tapi, apabila, si penderita tersebut masa hidupnya telah habis dan kemudian
beliau menghembus nafsanya yang terakhir dan apabila semasa hidupnya beliau pernah berbuat
kejahatan dan akibat dari perbuatannya beliau harus dilahirkan di alam kesengsaraan, tetapi kini berkat
jasa kesucian dari membuat atau melukis gambar Sang Ksitigarbha, maka si almarhum tersebut akan
dilahirkan di alam Surga untuk menikmati kebahagiaannya. Dan, segala Karma buruk yang dimilikinya
akan musnah!”

“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para pria atau wanita,
pada saat mereka masih bayi yang sedang menyusu atau yang baru berumur 3 tahun, atau 5 tahun atau
masih di bawah 10 tahun, tapi orang tuanya atau adik-kakaknya telah meninggal dunia, kini setelah
dewasa beliau selalu merindukan orang tuanya atau adik-kakaknya. Namun, di tempat manakah dan di
alam manakah mereka berada? Beliau sama sekali tidak mengetahuinya.

“Akan tetapi, jika si perindu bersedia membuat atau melukis gambar Sang Ksitigarbha atau sewaktu
mendengar nama Bodhisattva Ksitigarbha lalu bangkit hati sanubarinya untuk mengadakan puja-bhakti
genap selama satu hari atau dua, tiga, empat hingga 7 hari tanpa goyah keyakinannya, maka sejak itu,
para almarhum dari keluarga si perindu walaupun mereka berdosa berat dan harus menjalani
hukumannya selama berkalpa-kalpa, kini berkat si perindu telah membuat jasa yang demikian agung,
maka para almarhum tersebut baik orang tuanya maupun kakaknya akan segera terlepas dari alam
59
kesengsaraan lalu dilahirkan di alam Surga untuk menikmati kebahagiaan! Dan, seandainya si almarhum
sudah lama dilahirkan di alam Surga atau dunia manusia karena berkat Karma baik yang pernah
diperbuat si almarhum sendiri pada masa hidupnya, kini karena ditambahi lagi jasa kebajikan yang
dilakukan oleh si perindu, yang disebut “Ariyahetu” (penghubung agung) maka semakin bertambahlah
jasa kebajikan serta kebahagiaannya.

Jika si perindu bersedia dengan sepenuh hati memuja Sang Ksitigarbah selama 7 hari penuh terus-
menerus menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha genap 10 ribu kali, maka Sang Bodhisattva Ksitigarbha
akan menjelma menjadi sebuah badan yang Maha besar yang disebut “Anantayakaya” untuk menemui
dan mengabarkan kepada si perindu tentang tempat atau alam dimana si almarhum itu dilahirkan.

Atau Beliau dengan menggunakan daya Maha Riddhi-Abhijnabala-Nya (tenaga batin) datang ke dalam
mimpi si perindu dan mengajak si perindu untuk melihat keluarganya yang telah dilahirkan di pelbagai
alam itu. Jika umat tersebut setelah menyaksikan keluarganya, dan dengan rajin beliau bersedia
menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha sebanyak seribu kali dalam 1 hari hingga genap sampai seribu
hari, maka ia akan selalu dilindungi oleh para Dewa Bumi hingga batas kehidupannya di dunia! Dan,
pada saat sekarang ini juga keadaannya akan menjadi amat sejahtera, sandang-pangannya selalu
berlebihan. Ia akan jarang ditimpa kesengsaraan atau menderita penyakit parah dan hal-hal yang tidak
diinginkannya sama sekali tidak akan mendekati pintu rumahnya, apalagi menimpa dirinya! Karena rajin
menghayati Dharma maka akhirnya ia mendapat kesempatan ditahbiskan oleh Sang Bodhisattva
Ksitigarbha.”

“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara!” Sang Buddha melanjutkan: “Pada masa yang akan datang apabila
terdapat para putra-putri yang berbudi yang berhasrat ingin membangkitkan Bodhicittanya untuk
menjadikan dirinya sebagai penyelamat dari segala makhluk sengsara; Ingin mencapai pahala dari
Anuttara Samyak Sambodhi; Ingin membebaskan dirinya dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha.

Maka mereka harus melakukan hal ini, yakni: Baik di depan rupang Sang Ksitigarbha maupun hanya
dengan menyebut nama-Nya lalu dengan sepenuh hati menyatakan berlindung kepada-Nya atau
menyediakan dupa, wewangian, bunga, jubah, permata, makanan dan minuman untuk mengadakan
puja-bhakti kepada Beliau, maka cita-cita dari umat yang berbudi itu akan cepat tercapai dalam
memperoleh inti Dharma tanpa halangan apapun!”

“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang
berbudi yang berhasrat ingin mewujudkan cita-citanya pada masa sekarang atau pada masa mendatang,
atau mereka ingin menyukseskan ratusan ribu Koti jenis tugasnya pada masa sekarang atau pada masa
mendatang, kemudian mereka bertekad menyatakan berlindung kepada Sang Ksitigarbha dan memuja
rupang-Nya, dengan memuliakan jasa Sang Ksitigarbha dan nama-Nya, maka cita-cita yang dimiliki oleh
putra-putri berbudi itu akan terwujud dan pekerjaan apapun yang dikerjakan pasti berhasil! Atau
mereka dengan tulus memohon bantuan dari Sang Ksitigarbha yang Maha Welas-Asih, agar mereka
dapat dengan cepat terbebas dari 6 Alam Kesengsaraan. Permohonan seperti ini pun dapat dikabulkan

60
oleh Beliau asalkan si pemuja rajin terus menjalankan Dharma-Nya tanpa berhenti, lalu, Bodhisattva
Ksitigarbha akan melakukan pentahbisan saat sang umat tersebut sedang tidur.”

“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang
berbudi, mereka amat suka pada Sutra-Sutra Mahayana serta mereka berjanji akan mengkaji Sutra
tersebut hingga lancar supaya dapat menghafal makna-maknanya. Mereka meminta para guru Dharma
untuk mengajarinya agar dapat dengan cepat memahami Dharma tersebut. namun, hasilnya nihil! Apa
sebabnya?

Karena semua Dharma yang mereka pelajari tidak dapat diingat! Meskipun mereka belajar dengan rajin
dan telah memakan waktu yang lama, mereka masih belum bisa memahami atau menulis makna-makna
dari Sutra yang dipelajarinya dan sama sekali tidak dapat diingat di dalam hatinya. Mengapa terjadi hal
yang demikian? Sebab sang umat tersebut kebijaksanaannya masih dihalangi oleh Karma buruk yang
silam dan amat sukar dihapuskannya, sehingga ia sama sekali tidak memiliki peluang untuk menghayati
Sutra terpenting itu. Betapa menyedihkan! Akan tetapi, apabila mereka menyadarinya dan mendapat
kesempatan untuk mendengar nama agung dari Sang Ksitigarbha atau dapat melihat rupang-Nya
kemudian langsung tergerak hati sanubarinya dan secara tulus ikhlas lalu sang umat menceritakan isi
hatinya kepada Bodhisattva Ksitigarbha apa yang pernah mereka alami serta kegagalan yang
dihadapinya dan memohon kepada Beliau agar cita-cita mereka dalam mencapai penerangan dapat
terwujud; Selain itu umat dapat memuja Beliau dengan dupa, wewangian, bunga, jubah, makanan dan
minuman serta berbagai sajian lainnya dan pada saat pemujaan kepada Bodhisattva Ksitigarbha akan
dimulai, sang umat menyediakan segelas air bersih di altar-Nya. Setelah selang satu hari satu malam,
barulah air tersebut diminum dengan merangkupkan kedua telapak tangan dan menghadap ke arah
selatan; Ketahuilah, pada saat air suci itu akan diminum oleh si pemuja, beliau harus bersikap dengan
khidmat, dan setelah air tersebut diminum, umat tersebut harus menghindari 5 jenis sayur yang berbau
beserta daging dan alkohol, juga dilarang melakukan perbuatan Asusila, dusta dan pembunuhan selama
7 hari 7 malam atau 7 x 3 (21 hari). Nah! Para putra-putri yang berbudi ini akan bertemu dengan
“Anantayakaya” yang dijelmakan oleh Sang Ksitigarbha waktu tidurnya serta menerima upacara dari
“Abhisecani” (pentabhisan atau visuddhi) beserta air suci-Nya, setelah mereka bangun dari tidurnya
mereka akan merasa inderanya menjadi tajam dan luar biasa. Sejak itu Sutra-Sutra apa saja yang
didengar atau dibacanya, tidak akan lupa lagi, baik satu suku-kata atau sebait Gatha pun!”

“Lagi, O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang jika terdapat umat manusia yang selalu
mengalami kekurangan sandang-pangan, meskipun mereka giat berjuang dalam kehidupannya, atau
segala usaha yang mereka kerjakan sampai membanting tulang pun jarang berhasil dan dirinya sendiri
atau anggota keluarganya sering ditimpa malapetaka hingga rumah-tangga mereka tidak aman
tenteram, atau anggota keluarganya banyak tercerai-berai, atau badannya sendiri sering mengalami
berbagai musibah, atau sering merasa ketakutan di waktu tidur hingga batinnya tidak merasa tenang.

Ketahuilah, hal-hal yang amat tragis ini juga disebabkan Karma buruk yang berasal dari masa silam dan
amat sukar dihapuskan! Yang dapat membantu mereka untuk melenyapkan Karma buruk itu adalah
apabila mereka dapat mendengar nama atau melihat rupang dari Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha
61
kemudian bertekad membangkitkan hati sanubarinya dan dengan tulus ikhlas beliau memberi hormat
kepada Bodhisattva Ksitigarbha serta menyebut nama-Nya “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA”
setelah peneybutannya genap sampai 10 ribu kali.

Hal-hal yang tragis itu pasti akan lenyap secara berangsur-angsur sampai total. Dan sejak itu, rumah
tangga mereka akan aman tenteram, usaha apapun yang dijalankan akan berhasil dengan lancar,
sandang-pangan cukup atau selalu berlebih-lebihan, mimpi buruk sama sekali tidak pernah terjadi lagi
dan mereka akan merasa suasana dalam kehidupannya menjadi sedemikian tenang dan nyaman!”

“Lagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang
berbudi, disebabkan harus mengejar mata pencaharian atau karena sedang menjalankan tugas dari
atasan ataupun urusan pribadi, atau karena menerima kabar duka cita atau kelahiran yang berasal dari
keluarganya dan meminta ia untuk segera pulang, atau disebabkan sesuatu masalah pribadi yang amat
penting yang harus diurus sendiri. Maka umat tersebut terpaksa harus berangkat dan melewati suatu
jalan di dalam hutan rimba atau harus mengarungi sebuah sungai atau laut, dan apabila pada saat ia
sedang di tengah perjalanan beliau menemukan banjir, atau terhalang suatu ngarai atau jurang!

Ketahuilah demi keamanan dalam menempuh perjalanan, sang umat tersebut sebelum berangkat dapat
berdoa dulu, mereka dapat menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha dengan suara yang jelas atau tanpa
keluar suara sebanyak 10 ribu kali atau menurut kemampuannya. Dengan demikian biarpun mereka
sedang berada dalam perjalanan yang sangat berbahaya ia tidak akan mendapat suatu halangan apapun
yang dapat mengganggunya.

Karena mereka telah dilindungi oleh para Dewa Bumi yang berbudi, baik sedang berjalan, beristirahat
maupun sedang makan ataupun waktu tidur beliau tetap aman-sentosa! Meskipun saat mereka sedang
berada di dalam hutan rimba atau secara tiba-tiba diserang oleh berbagai jenis binatang buas seperti
harimau, serigala, singa dan sebagainya, atau akan diracuni oleh orang jahat, semua itu tidak akan
mampu melukainya!”

Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Mahasattva Avalokitesvara: “Sungguh, O, Ariya
Avalokitesvara! Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yang sedemikian hebat ini sangatlah bermanfaat
bagi para umat Jambudvipa dan amat erat hubungannya dengan semua makhluk hidup yang berada di
alam semesta dan umat manusia yang yakin terhadap-Nya akan memperoleh manfaat yang sangat
besar! Jika Anda menginginkan Aku mengisahkan tentang manfaat dari menghormati dan menjalankan
Dharma yang diajarkan Bodhisattva Ksitigarbha secara lengkap, mungkin uraian-Ku hingga ratusan ribu
Kalpapun tidak akan habis diuraikan! Maka dari itu O, Ariya Avalokitesvara yang Maha-Karunika! Mudah-
mudahan Anda sudi menggunakan welas-asihmu serta Maha Riddhi-Abhijnabala-Mu yang dalam untuk
menyebarkan Dharma ini ke seluruh alam Sahaloka, agar segala makhluk memperoleh keberkatan-Nya
serta dapat menikmati kebahagiaan yang datang dari Dharma ini, yang mana pahalanya dapat dinikmati
hingga ratusan ribu Kalpa!”

Pada waktu itu Sang Buddha mengucapkan beberapa bait Gatha yang berbunyi:

62
Kekuatan batin dari Sang Ksitigarbha sungguh luar biasa, Mengisahkannya hingga jutaan kalpapun
tak kunjung habis! Mendengar, melihat dan menghormat-Nya walaupun hanya sesaat saja,
Manfaatnya bagi para dewa dan manusia tak terbatas! Baik pria, wanita, maupun para dewa, naga
dan makhluk surga, Yang akan terjerumus ke alam sengsara karena saatnya tiba, Berkat berlindung
kepada Ksitigarbha Bodhisattva dengan setulus hati, Usianya akan bertambah, karma beratnya pun
lenyap musnah!

Semasa kecil kehilangan cinta kasih ayah bunda, Entah mereka berada di alam mana, Kakak adik
serta sanak keluarga, Sejak lahir tak mengenal satu sama lain. Dengan melukis gambar Ksitigarbha
Bodhisattva. Menghormat, memujaNya dengan setulus hati, Tiga atau tujuh hari terus-menerus
memuliakan nama-Nya (dengan menyebut “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA
MAHASATTVAYA”), Beliau akan menampakkan tubuh Anantayakaya! Menunjukkan tempat dimana
sanak keluarganya berada.

Sekalipun telah terjerumus ke alam sengsara, Dapat ditolong-Nya untuk terbebas dari derita! Jika
saja setia, percaya, teguh, tak tergoyahkan, Bodhisattva Ksitigarbha dapat menunjukkan tempat di
mana sanak keluarganya berada, Sekalipun telah terjerumus ke alam sengsara, Dapat ditolong-Nya
untuk terbebas dari derita! Jika saja umat setia, percaya, teguh tak tergoyahkan, Kelak pasti akan
tercatat sebagai calon Buddha!

Jika ingin mencapai Anuttara Samyaksambodhi, Hingga terbebaskan dari penderitaan Triloka, Setelah
tumbuh Bodhicittanya, Hormat dan pujalah dulu Ksitigarbha Bodhisattva, Segala cita-cita sang umat
akan segera terkabul, Tiada lagi karma penghalang Menuju Kesadaran Agung!

Ada orang berhasrat mengkaji Sutra Mahayana, Ingin menyeberangkan umat ke Pantai Surga,
Meskipun tekad ini besar tidak terperikan, Setiap menghafal sutra tak dapat mengingatnya, waktu
terbuang percuma, Karena karma buruk di masa lampau belum terhapus, Tak dapat mengingat
sebuah Gatha atau sepatah Sutra, Lakukanlah Puja bhakti kepada Ksitigarbha Bodhisattva, Dengan
dupa, bunga, jubah, makanan, minuman, serta barang berharga lainnya serta Letakkan secawan air
bersih di altar Ksitigarbha Bodhisattva, Setelah satu hari satu malam kemudian minumlah air itu
dengan khidmat, Setelah itu pantang makan daging, minum alkohol, berdusta dan melakukan
perbuatan asusila. Dua puluh satu hari dan seterusnya jangan membunuh makhluk apapun, Sepenuh
hati merenungkan Ksitigarbha Bodhisattva. (dengan menyebut “NAMO KSITIGARBHA
BODHISATTVAYA MAHASSATTVAYA”)

Dalam mimpi sang umat akan berjumpa Ksitigarbha Bodhisattva Anantayakaya, Setelah bangun dari
mimpi, keenam indera sang umat menjadi jernih dan suci, Sutra, dari Buddha Dharma tertanam ke
dalam sanubarinya secara abadi, Daya Prabhava Ksitigarbha tidak terlukiskan, Dapat membuat
orang menjadi bijak dan bestari.

Umat yang menderita miskin merana lagi berpenyakit, Atau kediamannya buruk sekali, anggota
keluarganya pergi meninggalkannya, Atau selalu ketakutan di dalam mimpi, Dan mengalami
kegagalan keuangan, Pujalah Sang Ksitigarbha sepenuh hati, Berangsur penderitaan akan lenyap
63
sama sekali, Mimpi yang buruk takkan mengganggu lagi, Sandang pangan cukup dan selalu
dilindungi Makhluk Suci yang berbudi!

Jika harus mendaki gunung menuruni lembah, masuk ke hutan rimba, mengarungi lautan luas,
Bertemu satwa buas dan dihadang orang jahat, Atau didatangi Setan, Iblis serta Badai ganas, Apabila
menghadapi segala rintangan dan berbagai penderitaan, Ingatlah Ksitigarbha Bodhisattva sebelum
berangkat, Pujalah Beliau dengan tulus ikhlas penuh khidmat, Meskipun berada dalam kesulitan
maha luar-biasa, Sekejap sirna lenyap semua berkat Buddha Dharma.

Dengarlah baik-baik, Yang Ariya Avalokitesvara! Daya Prabhava (tenaga bathin) Ksitigarbha
Bodhisattva tak terperikan, Menyelamatkan umat manusia tak terbilangkan! Jutaan kalpa dikisahkan
tidak akan habis, Sebarkanlah Maha Pranidhana (Niat Suci/Janji Bodhisattva Ksitigarbha) ke seluruh
alam semesta.

Bila terdapat umat yang dapat mendengar namaNya, Melihat rupang-Nya, memuja-Nya dengan
dupa, bunga, pangan dan jubah, Sang umat akan menikmati pahalanya hingga jutaan masa! Bila
jasa-jasa pemujaan disalurkan kepada makhluk hidup di seluruh alam semesta, akan terbebaskan
dari penderitaan kelahiran dan kematian. Mencapai tepian Nirvana – menjadi Buddha. Oleh karena
itu Yang Ariya Avalokitesvara, Ketahuilah Ksitigarbha Bodhisattva demikian Maha Welas Asihnya,
Demikian besar tekadnya, Daya batinnya tidak terlukiskan. Sampaikan ini semua kepada makhluk
hidup yang berada di berbagai dunia yang banyaknya bagaikan butiran pasir Sungai Gangga. Agar
mereka semua mengetahui dan percaya sedalam-dalamnya sehingga memperoleh Kebahagiaan
Dharma yang sejati!

64
Bab 13 – Mempercayakan Manusia dan Dewa
Pada saat itu, Sang Buddha mengulurkan tangan-Nya yang berwarna emas untuk menyentuh dan
meraba bagian atas dari kepala Sang Ksitigarbha sambil bersabda:

“Betapa bahagianya O, Ariya Ksitigarbha yang maha-welas asih!

Daya bathinmu sangat luar biasa, welas asihmu tak terperikan, kebijaksanaanmu tak terlukiskan dan
ketrampilanmu tak tertandingi. Para Buddha di sepuluh penjuru dunia semuanya memuji dan
menyanjung daya kebajikan yang engkau miliki, sekalipun kami menceritakannya hingga jutaan kalpa
pun tidak akan kunjung habis!

“O, Ariya Ksitigarbha!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Betapa pentingnya! O, Sang Maha-welas
asih! Ingatlah sedalam-dalamnya bahwa hari ini Aku sengaja hadir di depan ratusan ribu Koti hadirin dari
himpunan besar yang meliputi para Buddha, para Bodhisattva-Mahasattva, para Dewa, Naga, kedelapan
kelompok makhluk serta umat-umat lainnya di dalam pesamuhan agung di Istana Surga Trayastrimsa ini,
Aku dengan perasaan sangat berat berpesan serta menyampaikan kewajiban penting kepada Engkau
yakni Tugas Penting untuk membimbing Para Dewa dan Manusia serta segala makhluk hidup baik yang
berada di alam surga ataupun di alam sengsara terutama mereka yang belum terbebas dari Triloka, yang
masih bermukim di dalam alam neraka berapi, agar mendapat kesempatan untuk keluar dari tempat
kesengsaraannya dan tidak akan diterjunkan ke alam kesedihan lagi karena tempat itu sangatlah
menderita! Meskipun mereka hanya mengalami penderitaan di alam tersebut sehari-semalam saja!
Terutama para umat yang berdosa berat yang harus menjalankan hukumannya di Neraka Pancanantarya
atau Avici yang lamanya sampai jutaan Kalpa dan sukar mendapat kesempatan untuk mengeluarkan
dirinya, jika tidak ada umat yang memberi manfaat doa kepada mereka, O, betapa menyedihkan!”

“O, Ariya Ksitigarbha! Ketahuilah, para umat yang berasal dari Jambudvipa itu baik minatnya maupun
pikirannya dan tabiatnya tidak ada kepastian! Terutama masih terdapat sebagian besar dari para umat
yang cenderung melakukan perbuatan yang buruk/jahat! meskipun mereka pernah dibimbing oleh para
tokoh suci hingga tergerak budinya, namun, kebanyakan dari mereka hanya bertahan sekejab saja lalu
merosot lagi! Jika mereka bertemu dengan lingkungan yang jahat maka benih yang buruk mudah sekali
tumbuh menjadi subur. Maka dari itu, sejak jauh dari masa ini Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi
jutaan Buddha atau bentuk makhluk yang lain, kemudian menurut sifat sang umat atau perangainya,
Aku memberi bimbingan kepada mereka untuk menyelamatkan mereka supaya mereka terbebas dari
penderitaan secepat mungkin!”

“O, Ariya Ksitigarbha! Hari ini dalam suasana yang demikian khidmat dan cerah serta dengan penuh
keyakinan, Aku berpesan lagi kepada Anda bahwa pada masa yang akan datang, apabila terdapat para
Dewa ataupun manusia serta para putra-putri yang berbudi jika mereka pernah mengembangkan
budinya di bidang Buddha Dharma, biarpun kebaikannya hanya sehelai rambut, sehalus debu, bahkan
sekecil sebutir pasir atau hanya setetes air, Engkau harus menggunakan daya Kebodhian-Mu yang luhur
itu untuk melindunginya serta mendorong mereka agar dapat menggerakkan hati sanubarinya sedalam

65
mungkin, untuk mempraktekkan Dharma luhur dengan cara selangkah demi selangkah hingga mencapai
puncak kesucian; Serta memberi dukungan kepada mereka agar kegiatan suci mereka ini tidak akan
mundur atau menghilang!”

“Lagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang, apabila terdapat para Dewa atau para umat
manusia dikarenakan saat akibat Karmanya telah tiba, dan mereka mulai jatuh ke alam kesedihan.
Ingatlah O, Ariya Ksitigarbha! Saat mereka sedang berada di Jalan Kesedihan atau sedang menuju
ambang pintu Neraka, seandainya, saat itu mereka teringat atau dapat menyebut nama dari seorang
Buddha atau nama dari seorang Bodhisattva, atau mereka masih dapat menghafalkan satu suku kata
atau satu bait Gatha dari Sutra Mahayana, maka umat tersebut harus diselamatkan oleh kekuatan
kesucian-Mu! Atau diberi berbagai cara yang mudah agar mereka dapat dengan cepat membebaskan
dirinya dari Jalan Kesengsaraan dan keluar dari ambang pintu Neraka!

Dan, pada waktu itu juga Engkau dapat memperlihatkan badan Anantayakaya-Mu di alam itu guna
membuka pintu Neraka dan membebaskan para penderita dari siksaan neraka, kemudian umat yang
telah diselamatkan oleh-Mu itu dibimbing agar dapat dilahirkan di Surga atau dunia manusia untuk
menikmati kebajikannya. Apabila sudah tepat saatnya, berikanlah Dharma luhur kepada mereka agar
mereka semua dapat mencapai Kebodhiannya!”

Pada waktu itu juga Sang Buddha mengucapkan 4 bait Gatha kepada Bodhisattva Ksitigarbha:

“Para Dewa dan manusia yang ada pada saat ini dan pada masa mendatang; Kuserahkan kepadamu
dengan penuh keyakinan; Selamatkanlah mereka dengan Maha-Prabhava (Kekuatan Bathin yang Maha
Besar); dan jangan ada satu pun umat yang terjerumus ke alam kesengsaraan.”

Saat itu, Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha ber-Anjali dengan merangkupkan kedua telapak
tangan-Nya seraya berkata: “Hal itu tak usahlah dikhawatirkan O, Bhagava Yang Termulia! Bagi para
umat berbudi yang berada pada masa mendatang, asalkan mereka bertekad menghayati Buddha
Dharma walaupun hanya sekali saja mereka pernah merasa yakin dan hormat terhadap Buddha Dharma,
Aku akan menggunakan ratusan ribu jenis cara yang sesuai dengan kondisinya untuk menyelamatkan
mereka, membebaskan mereka dari penderitaan! Tentu akan lebih baik lagi, jika mereka dapat
mendengar atau membaca Sutra Mahayana dan langsung membangkitkan Bodhicittanya serta berhasrat
mempraktekkan Dharma dalam kehidupannya, pasti mereka tidak akan mundur dari jalan Anuttara
Samyak Sambodhi, dan segala cita-cita luhur mereka akan mencapai kesempurnaan!”

Ketika perkataan Sang Ksitigarbha sampai di sini, tiba-tiba seorang Bodhisattva bernama Akasagarbha
bangkit dari tempat duduk-Nya lalu bersujud kepada Sang Buddha sambil berkata: “O, Bhagava Yang
Termulia! Sejak saya mengikuti himpunan terbesar di pesamuhan agung ini saya telah mendengar Sang
Bhagava menyanjung dan memuji kewibawaan serta kekuatan kesucian yang amat menakjubkan yang
dimiliki oleh Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, maka pada kesempatan ini saya ingin bertanya,
apabila para putra-putri berbudi yang berada di masa mendatang, serta para Dewa, Naga, dan makhluk-
makhluk lainnya yang mendapat kesempatan untuk mendengar nama Sang Ksitigarbha, mengkaji Sutra
Beliau, memberi hormat kepada Beliau serta mengadakan puja-bhakti terhadap rupang Beliau, dengan
66
melakukan kebajikan ini, manfaat apakah yang akan mereka peroleh? Mohon sudi kiranya Bhagava Yang
Termulai bersedia menguraikannya kepada kami sekalian serta kepada para umat yang berbudi baik di
masa sekarang dan di masa mendatang!”

Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Mahasattva Akasagarbha: “Dengarkanlah baik-baik O, Ariya
Akasagarbha yang terhormat! Manfaatnya banyak sekali! Dan sekarang Aku akan menerangkannya satu
per satu kepadamu sekalian!”

“Ketahuilah apabila para putra-putri berbudi yang berada di masa mendatang bilamana mereka melihat
gambar Sang Ksitigarbha, serta mendengar Sutra-Nya, ataupun membaca sutra-Nya serta langsung
mempraktekkan ajaran-Nya.

Di samping itu mereka juga selalu memuja Beliau dengan dupa, bunga, pangan, jubah, permata dan
sebagainya, serta rela memberikan Dana untuk membangun vihara, atau hanya meletakkan rupang-Nya
di dalam rumahnya sendiri, atau hanya memberi hormat kepada Beliau, atau hanya memuji jasa-Nya
dengan menyebut nama-Nya, maka para putra-putri yang berbudi tersebut akan memperoleh 28
macam manfaat, yakni:

1. Selalu dilindungi oleh para Dewa, Naga, Asta Gatya, dan hidupnya selalu selamat sentosa.

2. Pahala dan kebajikannya semakin bertambah.

3. Terkumpul benih kebajikan atas keyakinannya terhadap Buddha Dharma.

4. Tidak akan mundur dari jalan mencapai kesucian Anuttara Samyaksambodhi.

5. Memiliki sandang pangan yang cukup.

6. Terhindar dari segalam macam musibah dan wabah penyakit.

7. Terhindar dari bencana banjir dan kebakaran.

8. Terbebas dari pencurian dan perampokan.

9. Selalu dihormati orang.

10. Selalu mendapat dukungan dan bantuan dari para dewa-dewi dari alam surga dan para raja
setan yang berbudi.

11. Apabila beliau adalah seorang wanita akan dapat terlahir sebagai seorang pria pada kehidupan
yang akan datang.

12. Dan apabila ingin terlahir sebagai wanita, mereka akan menjadi putri raja atau putri dari para
pejabat atau pembesar yang mulia.

13. Memiliki paras muka yang cantik dan dimana-mana disukai orang.

14. Selalu mendapat kesempatan untuk dilahirkan di alam surga.

67
15. Akan terlahir sebagai raja atau kepala Negara.

16. Dapat mengetahui kehidupan pada masa yang lampau.

17. Cita-citanya selalu tercapai.

18. Keluarganya selalu aman, tentram dan bahagia.

19. Semua malapetaka lenyap.

20. Terhindar dari tiga alam kesengsaraan.

21. Apa yang dikerjakan selalu berhasil.

22. Selalu tidur nyenyak.

23. Leluhurnya ikut terbebas dari belenggu penderitaan.

24. Jika para leluhurnya juga pernah menanam kebajikan, hal ini dapat membantunya untuk lahir di
alam surga.

25. Mendapat pujian dari para suciwan.

26. Memiliki pikiran yang cerdas, tangkas, cekatan dan tajam.

27. Memiliki jiwa yang welas asih.

28. Akhirnya akan mencapai tingkat ke-Buddha-an.

Sang Buddha kemudian melanjutkan sabda-Nya:

“Lagi O, Ariya Akasagarbha! Apabila para Dewa, Naga, Dewa Bumi, Dewa Surga, para Raja Setan dan
pengikutnya, baik yang berada di masa sekarang ataupun pada masa mendatang, setelah mereka
mendengar nama Sang Ksitigarbha lalu mereka memberi hormat kepada rupang Beliau ataupun mereka
mendapat kesempatan mendengar Dharma atau Sutra tentang Maha-Purva-Pranidhana (janji
Bodhisattva) serta tugas suci Sang Ksitigarbha.

Dan dengan segera mereka tergerak hatinya, kemudian menghormat kepada Beliau dengan tulus sambil
memuji jasa-jasa Beliau, maka mereka akan memperoleh 7 macam manfaat sebagai berikut:

1. Status mereka akan cepat naik ke tingkat alam suci;

2. Karma buruk yang dimiliki segera lenyap;

3. Selalu dilindungi oleh para Buddha;

4. Bodhicittanya tidak akan mundur sedikitpun;

5. Kekuatan dan kebijaksanaannya makin bertambah;

68
6. Dapat memiliki kekuatan batin.

7. Kelak pasti akan mencapai tingkat Buddha.”

Para hadirin dari himpunan agung yang terdiri dari jutaan para Buddha, Bodhisattva-Mahasattva, Dewa,
Naga, kedelapan kelompok makhluk serta umat-umat lainnya setelah mendengar Buddha Sakyamuni
menyanjung dan memuji tentang kewibawaan, Kebijaksanaan yang sedemikian mulia dan luhur yang
mana dimiliki oleh Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, maka dengan nada selaras mereka
mengucapkan: “Adbhuta! Adbhuta! Adbhuta!” (Luar biasa sekali, sangat luar biasa! Hal ini belum
pernah terjadi! 3x)

Pada saat itu, bunga Mandarawa Surga yang amat harum serta jubah Surga, manikam Surga dan Keyura
Dewata (untaian manikam) yang banyaknya bagaikan hujan terus-menerus turun memadati seluruh
Istana Surga Trayastrimsa, sebagai persembahan kepada Sang Buddha Sakyamuni dan kepada
Bodhisattva Ksitigarbha dan juga sebagai tanda terima kasih yang mendalam atas jasa-jasa Sang Buddha
Sakyamuni yang telah memberikan khotbah yang tak ternilai manfaatnya, dan juga sebagai tanda
penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Ksatria Sejati Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha.

Kemudian para hadirin bersama-sama memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni dan Bodhisattva
Ksitgarbha dengan mengatupkan kedua telapak tangan mereka, dan dengan perasaan bahagia mereka
kembali ke tempat masing-masing.

69

Anda mungkin juga menyukai