0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
121 tayangan39 halaman
Sutra Amitabha Teks Panjang menceritakan pertemuan Sang Buddha dengan para Bodhisattva dan pengikutnya. Sang Buddha menjelaskan jalan menuju pencerahan dengan berlatih meditasi selama 6 tahun sebelum mencapai pencerahan penuh. Ia kemudian mengajarkan Dharma kepada makhluk untuk menolong mereka lepas dari penderitaan. Para Bodhisattva hadir untuk belajar dan menyebarkan ajaran mulia Sang Buddha.
Sutra Amitabha Teks Panjang menceritakan pertemuan Sang Buddha dengan para Bodhisattva dan pengikutnya. Sang Buddha menjelaskan jalan menuju pencerahan dengan berlatih meditasi selama 6 tahun sebelum mencapai pencerahan penuh. Ia kemudian mengajarkan Dharma kepada makhluk untuk menolong mereka lepas dari penderitaan. Para Bodhisattva hadir untuk belajar dan menyebarkan ajaran mulia Sang Buddha.
Sutra Amitabha Teks Panjang menceritakan pertemuan Sang Buddha dengan para Bodhisattva dan pengikutnya. Sang Buddha menjelaskan jalan menuju pencerahan dengan berlatih meditasi selama 6 tahun sebelum mencapai pencerahan penuh. Ia kemudian mengajarkan Dharma kepada makhluk untuk menolong mereka lepas dari penderitaan. Para Bodhisattva hadir untuk belajar dan menyebarkan ajaran mulia Sang Buddha.
Sutra (Sutra Amitabha Teks Panjang) Pada suatu ketika Sang Buddha berdiam di Vihara terletak di gunung Grdhrakuta dekat kota Rajagrha. Beliau bersama 12.000 Maha Bhiksu tengah mengadakan Persamuan Agung di Vihara tersebut. Dihadiri oleh Para Arya yang telah memiliki 6 macam Abhijna seperti: Mahanama, Maha Kasyapa, Sariputra, Rahula, Ananda dan lainnya. Hadir pula rombongan Bodhisattva Mahasattva seperti: Bodhisattva Samantabhadra, Manjustri, Maitreya dan lainnya. Hadir pula Bodhisattva yang bergelar “Sodasa Satpurusa” (16 tokoh suci) yang dipimpin oleh Arya Bhadrapala dan mereka itu ialah: Bhadrapala, Ratnakara, Susarthavaha, Naradatta, Guhyagupta, Varunadatta, Indradatta, Utaramati, Visesamati, Vardhamanamati,Amoghadarsin Susam Prasthita, Suvikrantavikramin, Anupamamati, Suryagarbha, Dharanidhara. Yang mana ke 16 tokoh suci di atas beserta tokoh-tokoh suci lain-lainnya pernah melakukan “Pelaksanaan Bodhisattva Samantabhadra”; mereka juga senantiasa melaksanakan banyak macam tekad utama dari para Bodhisattva Mahasattva yang terkemuka, dan mereka juga dapat mempergunakan cara-cara untuk mengumpulkan berbagai jasa, kemudian disalurkan kepada para makhluk di alam semesta. Mereka juga sering menjelajahi sepuluh semesta untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara dengan memberi berbagai metode yang berguna; mereka sering menerjunkan dirinya ke dalam lautan Buddha Dharma, cara-cara untuk menyeberangkan dirinya ke “Pantai-Sana” semua telah diperolehnya. Apabila telah tiba saatnya mereka akan menjadi Buddha di pelbagai dunia Buddha. Ketahuilah, langkah-langkah yang akan dialami oleh mereka, terutama apabila mereka telah mengakhiri kehidupannya mereka harus bersemayam di Surga Tusita dulu, guna mengkhotbahkan Saddharma (Dharma sejati nan luhur) kepada para makhluk luhur. Jika waktu tugasnya telah selesai dan saatnya telah matang, barulah sang calon Buddha ini meninggalkan istana Tusita dan terus dilahirkan di dunia yang dimaksudkan, melalui sebelah rusuk dari badan ibunya. Umpamanya, pada saat Maha Guru kita turun dari Surga Tusita, pernah Beliau turun dengan peristiwa yang jarang ada, yang mengharukan seluruh semesta! Ketahuilah, saat “Sang Bayi” baru mengunjungi ke dunia manusia. Ia pernah menlangkahkan kakinya 7 tapak di atas bunga teratai, dengan kaki yang sedemikian mungil dan lembut di depan ibunya. Demikian pula sinar hidup yang keluar dari tubunya yang terang benderang, secepat kilat memancar ke 10 penjuru, sehingga pada segala alam Buddha terasa ada 6 macam guncangan! Setelah Sang Bayi berjalan 7 tapak lantas ia menegakkan tubuhnya yang meliputi sinar itu dengan sikap amat perkasa seraya mengucapkan kata-kata sebagai berikut: artinya: Akulah pemimpin dalam dunia ini! Akulah yang tertua dalam dunia ini! Akulah yang teragung dalam dunia ini! Akulah yang dihormati oleh Raja Indra, Raja Brahmana; juga yang dipuja oleh Dewa-dewa dan umat manusia! Kemudian, beliau semakin dewasa dan Ia dapat mempertunjukan berbagai ketrampilan seperti: Pandai ilmu Matematika, Kesusasteraan, disamping pandai mengendalikan kuda sambil memanah; Beliau juga mampu menguasai dengan sangat mendalam seluruh Pancavidya dan kitab-kitab Caturveda. Beliau sering berada di lapangan Taman Istana guna melakukan latihan jasmani dan menguraikan kecakapan kepada pengikutNya. Suatu saat Beliau tengah menampakkan diriNya di istana mewah yang demikian banyak kebahagiaan diliputi bau sedap dan barang-barang indah akan tetapi, tidak selang beberapa waktu tiba-tiba sifat kemuliaanNya berubah menjadi sifat pendiam, bahkan amat sadar terhadap segala peristiwa duniawi setelah Ia menyaksikan duniaNya yang demikian bahagia tetapi tidak luput dari berbagai belenggu penderitaan seperti penyakit, usia tua, kematian, bencana-bencana alam dan lain-lainnya. Sehingga Beliau bertekad mencari suatu “obat” atau Saddharma untuk menghancurkan belenggu penderitaan tersebut. Kemudian Beliau meninggalkan segala harta dan takhta singgasanaNya dan terus pergi ke dalam hutan kemudian semua baju indah, beberapa jenis perhiasan yang berharga, sebuah mahkota permata dan Keyuran-keyuran (untaian) mustika yang dikenakannya, serta seekor kuda Kanthaka yang disayanginya dikirim kembali ke istanaNya; demikian pula rambut dan kumis dicukurNya’ habis, seluruh badan hanya dilindungi oleh jubah kasar saja! Sejak itu, Beliau tiap hari duduk bersila di bawah pohon, kecuali waktu hendak buang air atau makan, guna melatih berbagai jenis Vipasyana dan Samatha di dalam SamadhiNya. Beliau hidup bertapa di hutan Uruvilva, hingga genap 6 tahun, akhirnya cita-cita agung beliau itu terwujud! Beliau memberitahukan kepada para umat manusia yang berada di dunia yang sedang mengalami Pancakasaya (5 macam kekeruhan) ini, baik lahir maupun batin sudah dicemari kekeruhan harus dibersihkan segera. Maka Beliau memandikan diri di dalam arus emas atau Sungai Nairanjana, untunglah, setangkai dahan pohon sengaja di tekankan ke muka sungai oleh para Dewata yakni Pelindung Dharma, barulah Beliau mendapat kesempatan ke luar daribadanNya yang telah bersih itu dari dalam air. Saat Ia hendak pergi ke tempat MandalaNya, terdapatlah banyak unggas-unggas yang berbulu aneka-warna datang mengikuti, riang gembira. Terdapat juga berbagai Margasatwa datang menemaniNya. Bahkan banyak tanda-tanda kebahagiaan yang jarang terlihat juga menampakkan diri di depanNya guna memuji jasa-jasa Beliau yang demikian agung dan tak terhingga! Setelah tiba di tempat MandalaNya Beliau menerima seberkas rumput halus dari seorang dermawan yaitu pengembala Nanda dengan perasaan terharu, rumput tersebut lalu dihamparkan di bawah pohon Bodhi-Indra. Di situlah Beliau duduk bersila dan seluruh tubuhNya terus mengeluarkan sinar hidup yang amat terang benderang. Dengan cara ini Beliau memberitahu kepada para Mara jahat yang berada di Maraloka. Kemudian datanglah pasukan-pasukan Marakayika berbondong-bondong di sekeliling Mandala Beliau, mereka bermaksud hendak mengadakan percobaan terhadap kesaktian Buddha yang baru itu. Akhirnya kalahlah para Mara jahat di bawah kewibawaan Abhijnabala Buddha yang demikian hebat dari Beliau, sehingga semua pasukan Mara di taklukkan oleh Maha Guru kita! Kini Maha Guru kita telah memperoleh Dharma yang paling luhur, bahkan Beliau benar-benar sudah mencapai Anuttara Samyaksambodhi, menjadi seorang Buddha di dunia Saha! Ketahuilah, waktu kabar baik ini baru sampai di Surga, datanglah raja-raja seperti Raja Sakra Deva Indra, Raja Brahmana dan sebagainya. Mereka turun dari Surga dengan maksud ingin memberi penghormatan kepada Buddha baru ini, juga ingin memohon kepada Beliau untuk memutar roda Dharma. Mereka ingin mengikuti langkah-langkah Buddha dengan mendemonstrasikan suara Simhanada (laksana auman singa) dan belajar berbagai ketrampilan seperti membunyikan gendang Dharma, meniup siput Dharma, memegang keris Dharma, memasang Dhvaja Dharma, menggemuruhkan guruh Dharma, mengilatkan petir Dharma, mencurahkan hujan Dharma dan menyedekahkan Dana Dharma, agar suara-suara dari Dharma luhur dapat membangkitkan Bodhicitta para umat di semesta terus-menerus! Pada saat sinar hidup Sang Buddha menjadi 6 macam guncangan hingga ke 10 penjuru alam Buddha, loka Mara bahkan istana Mara pun tidak luput merasakan guncangan itu sehingga para anak-buah Sang Mara pun tunduk semua atas kewibawaan Buddha! Akan tetapi, Beliau tak segan-segan memberhentikan kesibukan duniawi; juga tak segan-segan merusakkan pelubang-pelubang nafsu dan sebagainya. Meskipun kota DharmaNya tiada hari tanpa dijaga ketat, tapi pintu DharmaNya tetap dibuka untuk para umat, guna membersihkan keringat-kotor dari para umat agar lahir dan batinnya bisa suci murni seperti semula. Kemudian disinari Buddha Dharma yang bercahaya kepada mereka semua, agar ajaran-ajaran sejati ini dapat melimpah ke seluruh semesta hingga seluas-luasnya! Karena Beliau tak segan-segan mengamalkan kebajikan sebanyak- banyaknya dan kemudian disalurkan lagi kepada para simpatisan Dharma, maka saat Ia memohon sedekah di pelbagai negeri asing yang dikunjungiNya itu; Ia selalu dihadiahi bermacam-macam makanan yang lezat. Ketahuilah apabila Beliau akan mengkhotbahkan DharmaNya pastilah sikapNya selalu riang gembira. Apalagi Beliau sering mengobati para umat yang tengah mengalami 3 macam Duhkha dengan obat yang sangat berkhasiat yakni Dharma sejati. Demikian pula, apabila Beliau berada di depan para pendengar Ia sering mengatur cara-cara untuk menimbun jasa-jasa, agar para suci cepat di- vyakaranakan (wisudha) hingga setingkat dengan Bodhisattva, agar cepat mencapai Samyaksambodhi, agar dapat mencontoh caranya ber-Pari Nirvana kepada para umat, agar dapat memanfaatkan segala makhluk yang jumlahnya tak terhingga, agar mereka cepat menghilangkan cela-celanya, dan banyak menanam benih kebajikan sehingga jasa-jasanya lengkap semua, kemudian langsung menjelajahi pelbagai alam Buddha guna mengembangkan Buddha Dharma di sepuluh penjuru dunia. Sungguh, Maha Guru kita bukan saja lahir dan batinNya telah suci murni, akan tetapi ketrampilanNya pun sangat luar biasa, Beliau dapat Nirmita (menjelma) kedalam bermacam-macam rupa, baik berupa wanita maupun lelaki, kesemuanya menurut keperluanNya! Nah, ketahuilah! Para Bodhisattva, para Arya yang berada di arena Pasamuan Agung ini, semua mempunyai status seperti Sang Buddha! Mereka rajin mempelajari bermacam-macam metode, lalu dipahami, disintesa, dianalisa dan dilaksanakannya. Dharma-Dharma yang DialihkanNya merupakan inti-sari sehingga banyak umat senang mengamalkannya. Mereka sering berada dipelbagai negeri Buddha, di sanalah mereka tidak pandang bulu, kepada siapapun selalu sopan, sikapnya tidak sombong sedikitpun. Hatinya senantiasa mengibakan hatinya kepada segala makhluk apapun, agar semua dapat membebaskan belenggu penderitannya! Lagipula, segala ajaran-ajaran tentang “Pelaksanaan Bodhisattva” pun dicapai oleh mereka hingga puncak. Kini nama-nama Beliau telah diketahui oleh umum, maka para umat yang berada di 10 penjuru banyak dibimbing oleh mereka. Dan mereka selalu disanjungi serta dilindungi oleh para Buddha. Ilmu apa saja yang dipegang oleh para Buddha kini banyak yang berada di tangan mereka. Segala usaha yang dirancang oleh para Maha Arya yang terkemuka itu dapat mereka kerjakan dengan lancar. Bahkan banyak komentar-komentar dari para Tathagata juga dilakukan sebagai tugas oleh mereka. Mereka adalah Maha Guru yang sedang meneladani para Bodhisattva di masa yang akan datang! Dan lagi, para Bodhisattva, para Arya tersebut, juga tidak segan-segan membimbing siswanya menjalankan berbagai Samadhi serta pengetahuan “Prajna” yang sangat mendalam, agar siswanya dapat memahami Dharmata (hakikat Dharma) dan Sattvarupam (jenis-jenis rupa makhluk). Mereka juga mengetahui di negara-negara mana terdapat umat-umat yang memuja para Buddha. Mereka sering menjelmakan dirinya seperti sinar petir yang berkilat; mereka juga mencapai ilmu Abhaya (tanpa ketakutan) dan macam-macam ilmu Maya (menjelma); maka mereka sering merusak jala-jala Mara, membebaskan para korban yang tersesat di dalam jala tersebut. Kini status mereka telah melampaui para Sravaka atau para Pratyekabuddha dan telah mencapai Samadhi yang disebut Sunyata (kekosongan), Animitta (tanpa tanda atau kesan) dan Apranihita (tanpa nafsu keinginan). Mereka sering mempergunakan metode yang sangat Upaya (berfasilitas, praktis) untuk membujuk para si keras bahwa tingkat Buddha yang terdiri dari 3 Yana (kendaraan) itu, pada hakikatnya hanya satu saja! Apabila tugasnya sudah sempurna maka tibalah saatnya mereka akan mengakhiri kehidupannya sebagai seorang manusia biasa, dan pada saat itu pula mereka akan memproklamasikan kepada umum bahwa Ia telah mencapai Nirvana! Walaupun para tokoh suci tersebut telah memperoleh Penerangan Agung, telah mencapai Nirvana, tapi dalam pandangan mereka sama sekali tidak ada sesuatu yang diperbuatnya, tidak ada sesuatu yang dimilikinya. Status mereka tanpa lahir tanpa musnah! Akan tetapi, mereka telah mempunyai badan “Samata-dharmakaya” (badan Dharma terseimbang), telah menguasai ratusan ribu jenis Dharani (mantra) penting juga mencapai ratusan ribu jenis Samadhi yang luhur. Pancaindra mereka demikian tajam, demikian supernormal. Konsentrasi terhadap batinnya pun demikian tenang tanpa bergerak sedikitpun, sehingga Vijnanannya (batinnya) tetap bertumpu di dalam Bodhisattva-Dharmakara serta menikmati suatu Samadhi luhur yang disebut Samadhi Buddhavatamsaka. Dan lagi segala Sutra Buddha Dharma dapat mereka uraikan. Mereka selalu berada di kalam Samadhi-Mukha, maka itu, banyak Buddha masa sekarang dapat terlihat olehnya! Hanya dengan sekilas merenung saja, Vijnana mereka telah melayang dipelbagai alam semesta, baik alam yang dihuni oleh makhluk- makhluk sengsara ataupun alam kenikmatan; Makhluk-makhluk tersebut dapat ditolong dengan ketrampilan yang mereka miliki. Apalagi mereka telah memiliki kecakapan Pratibhana (berlidah fasih) seperti Sang Buddha, dapat menggunakan berbagai bahasa untuk mengajarkan Dharmanya kepada para makhluk yang berbeda bangsa! Sungguh, ketrampilan dari para tokoh suci tersebut sejak jauh hari telah melampaui segala umat di pelbagai dunia. Tetapi, betapa keibaan hati bahwa cita-cita mereka tiada pengharapan yang lain kecuali dititikberatkan kepada usaha-usaha pembebasan makhluk sengsara, hanya itu saja! Adapun waktu mereka menjalankan tugasnya belum pernah dengan cara memaksa, segala tindakan hanya menurut kemampuan dan kemauan umat! Oleh karena mereka adalah sahabat karib bagi para umat, maka mereka senantiasa memberi pertolongan kepada para umat sengsara dengan cara sukarela. Dan tugas-tugas yang terpenting yang dihayati oleh mereka adalah: 1) Mengusahakan pembebasan segala makhluk dari penderitaan; 2) Menerima dan mempertahankan Dharma luhur diwejangkan oleh para Tathagata, agat benih Dharma luhur dapat dibiarkannya hingga selama-lamanya tanpa musnah! Mereka sering menggerakkan hati penyayang dan sikap belas-kasihan terhadap segala makhluk, mengajari dengan kata-kata yang mengandung makna Maitri-Karuna (welas-asih), mendidik dengan kata-kata yang mengandung makna Maitri Karuna (welas-asih), mendidik dengan saran Dharmacaksu agar makna-makna dan Dharma dapat menerangi mata umat. Lebih-lebih malahan berani mengatur para umat untuk menyumbat jalan Tridusgati (3 alam kesedihan); Tapi pintu Kusala (kebaikan) tetap dibukanya lebar-lebar. Kemudian mereka tak segan-segan mengalihkan segala Dharma luhur yang sulit diperolehnya kepada para rakyat jelata! Adapun sikap-sikap mereka tidak berbeda dengan seorang anak jujur yang mengabdi kepada ayah dan bundanya. Segala keluhan yang datang dari para umat juga dianggapnya sebagai urusannya juga. Jasa-jasa dan segala kebajikan yang mereka kumpulkan itu semuanya disalurkan kepada para umat, untuk dijadikan perbekalan guna menyeberang ke “Pantai sana”! Perjuangan diri itu tidak akan sia-sia malahan dapat dibalas dengan anugerah dari para Tathagata yang banyaknya akan berlipat ganda! Demikian pula, baik kebijaksanaannya, daya super-normalnya maupun berbagai ketrampilan yang telah Adhisthana (dikuatkan) oleh para Tathagata, banyaknya juga tak dapat diperkirakan! Ketahuilah, di arena Pasamuan Agung yang sedang diresmikan oleh Sang Buddha Sakyamuni ini, para Bodhisattva Mahasattva yang beridentitas seperti tersebut di atas itu, jumlahnya tak dapat dihitung; semua ikut-serta di dalam Vihara. Pada saat itu, wajah Sang Buddha Sakyamuni tampak berseri-seri seluruh pancainderaNya penuh semangat dan bercahaya sangat cemerlang, sangat menonjol di depan Pasamuan Agung itu. Kemudian, Arya Ananda bangkit dari tempat duduknya lalu merapikan jubahnya dengan cara menampakkan pundak kanan, sambil merangkapkan ke dua telapak tangannya lalu bernamaskara di depan Sang Buddha seraya berkata: “O, Bhagavan yang termulia! Hari ini suasana di dalam Pasamuan Agung ini sangat mengharukan hati kami! Bahwa seluruh pancaindera dan wajah Buddha belum pernah kami lihat berseri-seri hingga demikian! Girang, terang serta cemerlang tidak berbeda dengan pancaran sinar cermin dari kaca murni, baik di dalam maupun di luar pun demikian terangnya! Kewibawaan, kemuliaan pun demikian agung hingga tak ada seorangpun yang dapat menandinginya! Juga tak ada seorang pun yang pernah melihat wajah yang begitu rupawan seperti sekarang!” “O, Maha Arya! Namo Sarvajnaya!” Arya Ananda melanjutkan pertanyaannya: “Sungguh, di dalam pikiranku telah terbayang terus-menerus: Apakah hari ini Sang Bhagavan yang terhormat memperoleh suatu Dharma yang terunik? Apakah hari ini Sang Bhagavan yang adikuasa telah mencapai suatu ketrampilan luhur dari para Tathagata? Apakah hari ini Sang Bhagavan yang memiliki Lokacaksu akan menjalankan tugasNya sebagai Sang Pedoman-Besar? Apakah hari ini Sang Bhagavan yang perkasa telah memegang suatu propaganda yang terunggul? Atau hari ini Sang Bhagavan akan mengomentari Jasa-Jasa dari para Tathagata! Yah, betul! Para Buddha baik yang sekarang maupun yang lampau ataupun yang akan datang, Mereka selalu saling merenung satu sama yang lain. Apakah tidak mungkin Sang Bhagavan yang sekarang sedang mengadakan perenungan terhadap para Buddha yang lampau? Sehingga seluruh pancaindera dan wajah Beliau berseri-seri! Bukankah suatu isyarat yang penuh rahasia yang telah, diumumkan di depan para hadirin di dalam Pasamuan ini?” Saat Sang Buddha Sakyamuni habis mendengar perkataan Arya Ananda terperanjatlah Ia lalu bersabda kepada Arya Ananda: “O, Arya Ananda yang bijak! Apakah anda disuruh oleh para Dewata untuk menegur Buddha atau sekedar hati sanubarimu didorong oleh kebijaksanaan-mu?” “Bukan O, Bhagavan yang termulia!” Jawab Arya Ananda, “Bukan disuruh oleh para Dewata! Cuma pada saat saya melihat wajah Sang Bhagavan di dalam hatiku, maka kutanyakan.” Sabda Sang Buddha selanjutnya: “Sadhu! Sadhu! Sadhu! Tepat sekali pertanyaan anda, O, Arya Ananda! Betul, anda telah mulai menggerakkan kebijaksanaanmu yang dalam! Anda juga memiliki kecakapan Pratibhana (berlidah fasih) yang baik, demi memperhatikan para makhluk sengsara anda memohon petunjuk kepada Buddha. Ketahuilah O, Arya Ananda yang bijak! Para Tathagata sengaja memunculkan dirinya di dunia maksudnya tiada lain hanya satu tujuan yakni, Mereka hendak melimpahkan perasaan Maitri-Karuna yang Maha luhur di lingkungan Triloka; Mengembangkan Buddha Dharma di alam semesta; Menyelamatkan para makhluk sengsara di pelbagai dunia, kemudian dimanfaatkan dengan serbaguna oleh umat, agar mereka dapat membebaskan segala belenggu penderitaan!” “O, Arya Ananda yang bijak! Sungguh, kesempatan ini sulit ditemukan selama berjuta-jutaan tahun! Kemunculan Sang Tathagata itu bagaikan sekuntum bunga Udumbara yang lama sekali baru mekar! Maka tepat sekali pertanyaan yang timbul pada diri anda itu akan bermanfaat bagi para Dewa dan manusia! O, Arya Ananda! Ketahuilah, bahwa seorang Buddha yang telah mencapai Samyak-sambodhi, kebijaksanaanNya; Daya supernormalNya serta ketrampilanNya semua telah mencapai titik puncak dan keluhurannya tak dapat diperkirakan! Baik dari aspek manapun. Aspek memimpin, mengatur, memandang ataupun khusus dari aspek mengungkap segala sesuatu, bagi mereka tanpa halangan sedikitpun! Apalagi, mereka hanya dengan waktu sesekali santapan saja dapat mempertahankan hidupNya hingga ratusan ribu Kalpa atau lebih! PancainderiaNya tetap tajam tanpa rusak; WajahNya berseri-seri seperti semula tanpa berubah sedikitpun! Mengapa keawetan bisa hingga demikian? Sebab, baik bagi Samadhi maupun bagi PrajnaNya semua telah melampaui tingkat yang teratas! Apalagi mereka telah bebas dari segala sangkutan!” “O, Arya Ananda yang bijak! Dengarlah baik-baik! Sekarang Aku akan berkhotbah tentang suatu Dharma yang sangat berharga kepada kamu sekalian!” “Mohon dikhotbahkan, O, Bhagavan yang termulia! Kami telah siap mendengar!” Jawab Arya Ananda. Saat itu, Sang Buddha Sakyamuni memberitahukan kepada Arya Ananda serta para hadirin: “Pada dahulu kala lamanya adalah Asamkhyeya Kalpa yang sulit diperhitungkan! Pada masa itu terdapat seorang Buddha yang bernama Dipankara Buddha muncul di dunia. Beliau pernah menyelamatkan banyak yang menderita, kemudian kesemuanya dibimbingNya hingga mencapai Kebuddhaan di negeri-Nya! Setelah Buddha Dipankara Parinirvana O, Arya Ananda! Selang beberapa lama menyusul lagi Buddha Pratapavat dan berturut-turut Buddha. Menyusul Buddha Simhamati muncul lagi seorang Buddha yang Maha Sempurna di dunia yaitu, Tathagata Sokesvararaja yang memiliki gelar Dasaha-Raguna: Tathagata, Arhate, Samyaksambudha, Vidyacarana- Sampanna, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purusa-Damya-Sarathi, Sastadevamanusyanam dan Buddha-Lokanatha’ti. Saat Beliau tengah mengembangkan Buddha Dharma kepada para umat di negeriNya!” “Pada saat itu, terdapat seorang raja yang maha kuasa sedang mendapat kabar bahwa di dunianya telah muncul seorang Buddha Baru tengah mengajari para umat dengan Dharma luhur. Hati raja amat riang gembira setelah ia mendengar kabar baik itu, dengan segera ia membangkitkan Kebodhicittaannya yang sangat mendalam dan ia ingin sekali akan mengikuti langkah-langkah Buddha guna memanfaatkan rakyat-rakyatnya serta segala makhluk yang berada di semesta. “Setelah raja tersebut mengambil putusannya yang demikian hebat ia segera meninggalkan segala harta dan tahkta singasananya, langsung menjadikan seorang Sramana dengan nama Dharmakara. Ketahuilah O, Arya Ananda! Sang Sramana tersebut bukan saja berpendidikan demikian tinggi, semangatnya demikian gagah-berani ia juga bercita-cita amat luhur agak lain dibandingkan daripada siapapun yang berada di dunianya!” “Kemudian.” Sang Buddha Sakyamuni meneruskan khotbahNya: “Sang Sramana, Dharmakara terus menuju ke tempat Buddha Lokesvara-raja itu, dan menemui Beliau di dalam ViharaNya. Di situlah Sang Sramana dengan sikap hormat berlutut di depan Buddha Lokesvararaja dan memberi penghormatan kepada kedua kakiNya, lalu berdiri lagi dan mengelilingi Sang Buddha tersebut sebanyak 3 kali. Selesai itu ia berlutut kembali di tempatnya dan merangkapkan kedua telapak tangannya sambil mengucapkan pujian-pujian seperti berikut: O, Lokanatha yang termulia! WajahMu, semangatMu berseri-seri dan perkasa! Sinar hidupMu-pun demikian cemerlang, Tiada yang dapat diperbandingkanNya! Sinar Siva, Sinar mutiara, Sinar Bulan dan Sang Surya; Sinar mereka demikian gelap, Gala-galanya tersembunyi belahan dunia! Sungguh, rupawanMu riang gembira, Cantiknyapun melampaui insan di dunia! Irama asala Samyak Sambuddha, Berkumandang ke- penjuru daerah. Sila, Samadhi dan PrajnaNya, Demikian Virya dan sempurna! Kebajikan, kewibawaan siapapun kalah, Keistimewaan ini, sungguh jarang ada! Baik dalam praktek atau perenungan, Buddha Dharma ta’ berbeda dengan Samudra! Betapa sukar agar dapat sukses, Dari puncak hingga ke dasar. Raga, Dosa, Moha ketiga-tiganya, • Samasekali tak dimiliki Tathagata! O, Nara-Simha yang perkasa! SupernormalMu sungguh tak terhingga! NamaMu, jasaMu setinggi Sumeru, KebijaksanaanMu, kewibawaanMu telah -menggemparkan Tiga ribu-Maha ribu Dunia! Mohonlah ‘ku dijadikan Buddha O, Lokanatha! Supaya ketrampilanku sama dengan Dharmaraja. Aku berjanji: Segala makhluk akan kuselamatkan, Mereka pasti bebas semua! Aku akan menghayati Dana-Paramita, Sila, Ksanti dan Virya. Demikian pula dengan Dhyana, Tapi Prajna-lah yang terutama! Aku berikrar mohon menjadi Buddha, Aku melimpahkan cita-luhurku ke semesta! Segala kegemparan, ketakutan umat, Akan ku-tenteramkan secara total! Seandainya dunia ini terdapat Berjuta-juta Tathagata, Muncul lagi para maha-Arya, Banyaknya seperti pasir Gangga. Kini setiap Buddha, Arya, Akan dipujakan selengkap-lengkapnya! Betapa besar jasa diperoleh, Tapi, Aku cuma mementingkan Dharma! Meskipun negeri Buddha bagaikan Butiran pasir Sungai Gangga, Dan dunia-dunia di tata-surya; Banyaknya pun tak terhingga! Akan tetapi, alam-alam tersebut, Tetap akan ku-sinari dengan cahaya! Karena Virya-Virya telah kucapai, Maka, Daya-supernormalku mejadi sekian hebat! Apabila, aku telah mencapai Kebuddhaan, Alam Buddha-ku akan terkemuka! Rakyat-rakyatku-pun demikian unik, takwa; Mandala-ku juga termegah nan indah! Apabila, Sang umat tiba di negeriku, Penikmatan mereka ta’berbeda dengan Nirvana. Percayalah, aku akan memiliki belas kasihan, Makhluk-makhluk apapun akan kuselamatkan! Makhluk-makhluk yang datang dari 10 penjuru, Menyenangkan alam yang ta’bernoda! Setelah mereka berada di negeriku, Tetap merasa aman santosa. Percayalah O, Lokanatha termulia! Aku telah membangkitkan Bodhicitta. Agar cita-citaku dapat terwujud, Maka, aku bersumpah di depan Buddha. O, Tathagata di pelbagai Dunia! Prajna yang dimilikiMu Avarana. Sudilah menyarankan kepada Lokesvararaja, Agar menerima hatiku yang sekian setia! Meskipun nasibku akan di neraka, Kawah penuh api dan Duhkha! Tapi, aku tetap seperti semula, Takkan menyesal, tak mundur selangkahpun!” Sang Buddha Sakyamuni selanjutnya bersabda kepada Arya Ananda bahwa saat Sang Sramana Dharmakara mengakhiri bait-bait pujaannya, ia berkata lagi: “O, Lokanatha yang termulia! Aku telah menggerakkan Bodhicittaku yang demikian dalam dan luhur; Maksudku agar Sang Buddha Lokesravaraja sudi mengajar aku dengan Dharma luhur dan berbagai metode-metode komplit. Aku akan mempraktekkannya dengan kebulatan tekadku! Sebab aku berniat memperoleh suatu alam yang paling menakjubkan; Paling indah dan suci murni diantara alam-alam Buddha diluar Triloka; Agar aku mendapat kesempatan dijadikan seorang Buddha yang terunggul di alam itu! Demikian pula, aku berhasrat ingin memusnahkan segala akar penderitaan serta tumimbal-lahir dan kematian dari para umat hingga tuntas!” Sang Buddha Sakyamuni terus melanjutkan sabdaNya kepada Arya Ananda: “Pada waktu itu Sang Tathagata Lokesvararaja menjawab Sang Sramana Dharmakara: ‘O, Arya Dharmakara yang bijak! Bagaimana caranya melaksanakan Dharma dan bagaimana caranya mengindahkan alam Buddha, anda ‘kan sudah mengerti?’ ‘Tidak O, Lokanatha yang termulia!’ Jawab Sang Dharmakara: ‘Hakikat- hakikat bagi Buddha Dharma demikian luhur lagi sulit dipahami; Apalagi statusku masih sekian rendah lagi bingung! Maka dari itu, aku memohon Sang Lokesvararaja sudi memberikan wejangan-wejangan yang terluas tentang cara-cara melaksanakan Dharma guna membentuk satu alam suci seperti telah dimiliki oleh para Tathagata itu! Yakinilah O, Lokanatha yang termulia! Aku bertekad akan berpedoman kepada Sang Lokesvararaja, agar cita-citaku dapat sempurna secara cepat!’ Ketika Buddha Lokesvararaja telah mengungkapkan bahwa kepintaran Sang Dharmakara sungguh luar biasa dan juga berpandangan luas sekali. Kemudian Beliau segera mendorongkan Bodhicitta Sang Sramana tersebut hingga puncak dan diajariNya dengan bait demikian : Seandainya, seorang bersemangat perkasa, Ia mengeringkan air Samudra; Setelah ber-Kalpa-Kalpa masa dikerjakan, Permata di dasar semua diperolehnya! Seandainya, anda berani berusaha, Mempraktekkan Dharma dari masa ke masa; Cita-citamu semua akan terwujud, Apakah pahala agung tak dapat anda peroleh? Setelah bait-bait tersebut diucap, Sang Lokesvararaja langsung mengkhotbahkan Dharma secara luas meliputi berbagai identitas-identitas dan ciri-ciri khas jumlah 210 Koti negeri Buddha kepada Sang Bhiksu Dharmakara. Di antaranya seperti bermacam-macam Dewa, manusia dan makhluk-makhluk lain, baik yang bersifat jujur maupun bersifat jahat, kesemuanya terdapat di dunia yang berbeda-beda. Dan kondisi-kondisi dari dunia tersebutpun demikian pula, ada berkwalitas halus tapi ada berkwalitas kasar; Kini, baik jelek, buruk ataupun damai, indah semua dipertunjukkan oleh Sang Tathagata tersebut satu demi satu di depan Bhiksu Dharmakara, agar dia dapat mengungkapkan dengan sukacitanya!” “Ketahuilah O, Arya Ananda! Setelah Sang Bhiksu Dharmakara mendengar Khotbahan dan menyaksikan dunia-dunia Buddha yang ditunjukkan oleh Sang Tathagata Lokesvararaja itu, cita-cita luhur segera timbul di dalam hati sanubarinya. Sejak itu, baik lahir maupun batin disucikan sangat ketat, hingga segala tanpa nafsu duniawi yang melekat sedikitpun! Sungguh, perilakunya yang terpuji itu tak ada seorang yang dapat menandinginya! Apalagi, selama lima Kalpa pelaksanaannya terus menerus, tiada hari tanpa kerja keras! Demikian pula maksudnya hanya satu yakni ingin mensukeskan Dharma luhur hingga memperoleh suatu alam Buddha yang tersuci, terindah dan terbahagia!” Sementara Arya Ananda tiba-tiba bertanya kepada Buddha Sakyamuni: “Berapakah panjang hidupnya Buddha Lokesvararaja pada masa itu? O, Bhagavan yang termulia! Sudilah diterangkannya!” “Panjangnya 42 Kalpa.” Sabda Sang Buddha: “O, Arya Ananda! Ketahuilah, setelah Bhiksu Dharmakara mempraktekkan Dharma luhur dan terus mengumpulkan pelaksanaan suci dari 210 Koti dunia Buddha yang khas; Selama 5 Kalpa demikian terus menerus tanpa henti-henti akhirnya dapat dijadikannya satu alam Buddha yang demikian suci dan murni, demikian indah dan megah! Setelah itu Sang Bhiksu baru kembali ke tempat Tathagata Lokesvararaja dan memuja kaki Buddha, mengelilingi Buddha 3 kali, kemudian berlutut dan ber-Anjali lagi di depan Buddha seraya berkata: ‘O, Lokanatha yang termulia! Berkat Tathagata aku selama 5 Kalpa mempraktekkan Dharma terus menerus, segala “Pelaksanaan Suci” yang kukumpulkan dari 210 Koti dunia Buddha telah sukses lagi sempurna! Sekarang pantaslah aku mengaturkan beribu-ribu terima-kasih kepada Tathagata Lokesvararaja yang termulia!’ Waktu Sang Lokesvararaja mendengar laporan dari Bhiksu Dharmakara hatiNya amat girang gembira, lantas Beliau bersabda kepada Sang Bhiksu: ‘O, Bhiksu yang terbijak! Sudah tiba saatnya, sekarang anda harus mengadakan suatu pengumuman resmi kepada para umat tentang suatu “Maha- Pranidhana” (tekad-utama) yang anda usahakan guna memanfaatkan segala makhluk di alam semesta itu! Agar para simpatisan Dharma dapat bersama-sama ikut gembira: Para Bodhisattva dapat menghayati metode-motode yang anda peroleh itu, supaya segala usaha suci yang mereka kerjakan dapat sukses dan segala cita-cita agung yang dimiliki merekapun dapat disempurnakan!’ ‘Beribu-ribu terima kasih O, Lokanatha yang termulia!” Ucap Sang Bhiksu kepada Sang Lokesvararaja: ‘Aku siap mengumumkan, sudi kiranya Lokanathaku dapat memperhatikan keadaannya! Inilah “Maha- Pranidhana”-ku sebanyak 48 ikrar, dan bunyinya sebagai berikut: 1) Apabila aku telah menjadi Buddha, andaikata, jika masih terdapat Alam kesedihan seperti Neraka, Setan kelaparan, Hewan-hewan dan sebagainya di negeriku, maka aku tak akan mencapai Samyaksam- buddha! 2) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata usianya telah habis dan mereka masih diterjunkan di 3 alam Kesedihan, maka aku tak akan mencapai Sam-yaksambuddha! 3) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia yang berada di negeriku, andaikata semua badannya tidak berwarna emas sejati, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 4) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata warna kulit dan jasmaninya tidak serupa, paras dari mereka juga berbeda-beda ada yang cantik dan ada yang jelek, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 5)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia yang berada di negeriku, andaikata mereka tidak menguasai pengetahuan Purvanivasanu (daya yang dapat mengingat tumimbal-lahir yang lampau), dan mereka hanya mengerti segala kejadian dari ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 6)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata mereka tidak memiliki caksu (mata batin) dan mereka hanya bisa melihat ratusan ribu Koti Nayuta negeri-negeri Buddha, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 7)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata mereka tidak memiliki Divyasrotra (telinga Surga) dan mereka hanya bisa mendengar khotbah-khotbah dari ratusan ribu Koti Nayuta Buddha dan banyak ajaran Buddha mereka tidak mampu menerima seluruhnya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 8)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata mereka tidak memiliki pengetahuan Paracittaj-nana (daya intuisi), mampu membaca pikiran makhluk-makhluk lain dan mereka hanya bisa mengetahui pikiran semua makhluk dari ratusan ribu Koti Nayuta negeri-negeri Buddha, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 9)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata mereka tidak memiliki pengetahuan Rddhividhi (langkah Surga) dan mereka dalam selintas merenung hanya dapat mengarungi ratusan ribu Koti Nayuta negeri-negeri Buddha saja, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 10)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata mereka belum memiliki pengetahuan Asra-vaksaya (daya mampu memusnahkan kekotoran batin) dan mereka hanya memiliki ide-egois dan selalu memikirkan keperluan tubuh diri sendiri, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 11)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata mereka tidak ditempatkan pada Samyaktve-niyatasi (hakikat mutlak untuk mencapai pahala yang sesuai Sang Praktek Dharma) agar semua dapat mencapai Nirvana, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 12)Apabila aku telah menjadi Buddha, andaikata sinar hidupku terbatas sehingga tidak dapat memancari ratusan ribu Koti Nayuta negeri-negeri Buddha, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 13)Apabila aku telah menjadi Buddha, andaikata masa hidupku terbatas, meskipun sampai dengan ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 14)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Sravaka yang berada di negeriku, andaikata jumlahnya dapat dihitung oleh para pratyeka-buddha yang berasal dari rakyat-rakyat di dunia Trisahasra-Mahasahasra Lokadhatu hingga lamanya ratusan ribu Kalpa, mereka dapat mengerti jumlahnya dan tidak salah hitung seorangpun, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 15)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, kehidupan atau usianya tidak terbatas, kecuali atas kehendaknya mereka senang panjang atau pendek, jika tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 16)Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata diantara kelakuan mereka terbukti kurang baik atau berdosa, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 17)Apabila aku telah menjadi Buddha, andaikata para Buddha yang berada di sepuluh penjuru dunia jumlah tak terhingga tidak memuliakan namaku, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 18)Apabila aku telah menjadi Buddha, para makhluk yang berada di 10 penjuru dunia setelah mendengar namaku lalu timbul keyakinan dengan riang gembira, ingin dilahirkan di negeriku dengan cara merenung atau menyebut namaku (Namo Amitabha Buddhaya!), andaikata setelah pelaksanaannya genap 10 kali tidak dilahirkan di negeriku, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha. Kecuali mereka telah memiliki dosa Pancanantarya (5 perbuatan durhaka) dan pernah memfitnah Sad-Dharma dari para Tathagata. 19)Apabila aku telah menjadi Buddha, para makhluk yang berada di 10 penjuru dunia yang telah membangkitkan Bodhicitta (bercita-cita ingin mencapai Kebuddhaan dan ingin menyelamatkan para makhluk), telah mempraktekkan dan mengamalkan berbagai kebajikan dan Dharma, dengan ini, mereka berjanji bertekad dilahirkan di negeriku. Pada saat mereka akan mengakhiri kehidupannya, andaikata aku tidak bersama- sama dengan rombonganku mengelilinginya serta menam-pakan diri di depan mereka, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! Supaya aku menjadi perwira terunggul di Triloka! 20) Apabila aku telah menjadi Buddha, para makhluk yang berada di 10 penjuru dunia, setelah mendengar namaku mengarahkan hatinya kepada negeriku dan menanam berbagai benih kebajikan, kemudian jasa-jasanya di-Parinamanakan (disalurkan) di negeriku. Andaikata cita-citanya tidak dipenuhi, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 21) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Dewa, manusia, yang berada di negeriku, andaikata seluruh badannya tidak dilengkapi dengan Dvatrimsa-Maha-Purusa Laksana (32 macam tanda fisik agung) seperti badan Buddha dan Bodhisattva, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 22) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka para Bodhisattva yang telah lahir di negeriku yang berasal dari pelbagai alam Buddha, semua memiliki identitas disebut Ekajatipratibaddha (hanya satu kali menitis telah menjadi Buddha-pilih) kecuali: a) Jika mereka telah mempunyai cita-cita akan menjelmakan raganya secara bebas, kemudian dengan badan Nirmitanya dilengkapi perisai-ikrar. Demi makhluk-makhluk sengsara mereka akan menimbun jasa-jasa sebanyak-banyaknya untuk membebaskan segala umat dari belenggu penderitaan dan cita-citanya ini akan tetap sukses; b) Jika mereka akan menjelajah ke pelbagai negeri Buddha, guna mempraktekkan Bodhisattva-Carita (pelaksanaan tugas Bodhisattva) di sana, cita-citanya juga akan sukses; c) Jika mereka bermaksud ingin mengadakan kebhaktian untuk mengabdi para Buddha yang berada di 10 penjuru dunia, ini juga akan tercapai; d) Jika mereka akan membimbing para umat yang banyaknya bagaikan butiran pasir Sungai Gangga, agar umat-umat tersebut dapat menegakkan Saddharma teragung di dalam hatinya dan dapat meningkatkan status mereka hingga melampaui Bhumi- Bodhisattva yang setarap, agar segala contoh-contoh tentang “Samantabhadra-Guna” dapat dihayati oleh para umat yang dibimbingnya hingga sukses. Andaikata, keadaan mereka tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 23) Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di negeriku, setelah menerima Adhisthana (dikuatkan) tentang Rddhibala Buddha (tenaga gaib Buddha) dan hendak mengabdi para Tathagata, andaikata mereka tidak dapat mengunjungi negeri-negeri Buddha yang banyaknya ber-Koti-Koti Nayuta yang tak terhingga dengan waktu sekali santapan, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 24) Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di negeriku itu, tiba di depan para Buddha di pelbagai dunia dan mereka sedang menampilkan jasa-jasanya guna menghasilkan bermacam- macam sajian agung serta alat-alat pujaan untuk mengabdi para Buddha. Andaikata, segala niat yang dimaksudkan oleh mereka itu tidak muncul dengan memuaskan, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 25) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di negeriku itu, tidak mampu berkhotbah tentang pengetahuan Sarvajna (segala pengetahuan Buddha) kepada pengikutnya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 26) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di negeriku itu, tidak memiliki badan Vajra-Narayana (badan sekuat seperti Narayana), maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 27) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka para Dewa, manusia, serta segala sesuatu yang berada di negeriku itu, bukan saja bermutu suci murni, bercahaya dan indah rupawan, melainkan juga bentuknya, jenisnya serta warnanyapun demikian unik. Baik umat-umat maupun benda-benda semua demikian cantik, halus dan menakjubkan! Jumlah jenis-jenisnya pun sulit diperhitungkan! Juga, terdapat banyak umat yang berbakat cerdas, bahkan memiliki Mata-batin. Andaikata, mereka tak dapat mengamati jenis-jenis benda tersebut; Mereka tak dapat menjelaskan namanya serta jumlahnya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 28) Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di negeriku itu, karena tidak banyak memiliki jasa sehingga tidak dapat melihat atau mengerti warna dan cahaya pohon Bodhi dari Mandalanya; Bahkan tinggi pohon yang hanya 4 juta Yojana pun juga tidak terlihat oleh mereka, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 29) Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para.Bodhisattva yang berada di negeriku itu, telah menerima ajaran-ajaran Buddha seperti: Sutra- Sutra, Gatha-Gatha, Dharani penting, Vibhasa-Vibhasa (keterangan-keterangan yang amat luas) dan sebagainya, tetapi mereka masih belum memiliki ketrampilan tentang Prajna (kebijaksanaan) dan Pratibhana (berlidah fasih), maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 30) Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di negeriku itu hanya memiliki ketrampilan Prajna dan Pratibhana yang terbatas, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 31) Apabila aku telah menjadi Buddha, bumi-bumi di negeriku itu akan tetap berkualitas mulus, rapi dan bersih; Sinar hidupku tetap menembus segala alam Buddha di 10 penjuru dan jumlahnya banyak sekali tak dapat diperkirakan, dan alam-alam tersebut tidak berbeda seperti wajah orang yang dicerminkan pada kaca mengkilap, seluruhnya amat terang benderang. Andaikata tidak demikian adanya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 32) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka seluruh lingkungan di negeriku mulai dari permukaan bumi terus ke angkasa terdapat banyak istana mustika yang mewah, gedung-gedung tinggi, kolam-kolam yang penuh dengan air 8 budi jasa, bunga teratai yang bermacam- macam warna, pohon-pohon dari 7 jenis mustika serta segala harta benda seperti terdapat di pelbagai dunia. Dan benda-benda tersebut semua terbuat dari berbagai permata dan ribuan jenis wewangian. Setiap bangunan dihiasi dengan amat teliti, indah, megah, halus dan menakjubkan! Kemuliaannya melampaui alam-alam manusia a tau Surga; Keharumannya meliputi 10 penjuru dunia, sehingga para Bodhisattva yang berada di dunia itu setelah mencium harumnya lalu melaksanakan Buddha-Carita (pelaksanaan tingkat Kebudhaan), andaikata tidak demikian adanya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 33) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka makhluk apa saja yang berada di 10 penjuru alam Buddha tak terhingga serta sulit diperkirakan, bila badan mereka tersentuh oleh sinar hidupku, baik hati (pikiran) maupun jiwa-raganya akan merasakan kehalusan, lembut dan tanda sifat yang unik ini tetap melampaui para Dewata. Andaikata tidak demikian adanya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 34) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka makhluk apa saja yang berada di 10 penjuru alam Buddha yang tak terhingga dan sulit diperkirakan, setelah mendengar namaku, andaikata mereka tidak dapat memiliki Anutpatika-Dharma-Ksanti (menetap batin pada Nirvana) serta berbagai Dharani penting, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 35) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka akan terdapat para wanita yang berada di 10 penjuru alam Buddha yang tak terhingga dan sulit diperkirakan, dimana setelah mendengar namaku timbul keyakinan dan merasa amat riang gembira lantas membangkitkan Bodhicittanya. Dan jika sejak itu mereka tidak senang akan tubuh wanitanya dan ingin menjelma menjadi tubuh pria pada masa mendatang. Andaikata mereka masih tetap memiliki tubuh wanita dalam kehidupan berikut, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 36) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka akan terdapat banyak Bodhisattva yang berada di 10 penjuru alam Buddha yang tak terhingga dan sulit diperkirakan, dimana setelah mereka mendengar namaku, baik sekarang maupun di masa mendatang selalu menjalankan Sila- Sila Brahma-Carita (mengendali nafsu indera, bebas dari perzinahan) hingga memperoleh Kebuddaan. Andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 37) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka akan terdapat para Dewa, manusia, yang berada di 10 penjuru alam Buddha yang tak terhingga dan sulit diperkirakan, dimana setelah mendengar namaku maka dengan sikap sangat khidmat memberi penghormatan kepadaku sambil menimbulkan keyakinan dengan amat riang gembira, kemudian melaksanakan Bodhisattva-Carita (memanfaatkan para umat serta diri sendiri agar sama-sama mencapai Kcbuddhaan) dan berkelakuan amat suci dan agung, sehingga selalu dimuliakan oleh para manusia dan para Dewa. Andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 38) Apabila aku telah menjadi Buddha, maka jika para Dewa, manusia, yang berada di negeriku menginginkan beberapa stel pakaian atau jubah, mereka akan menerimanya dan selintas merenung pakaian lengkap serta jubah-jubah khusus untuk Dharma yang tertentu; Yang selalu dipujikan oleh Sang Buddha itu, dimana semua akan berada di atas tubuhnya. Andaikata pakaian yang mereka terima itu tidak sesuai kehendaknya atau bahannya belum jadi, harus dijahit, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 39)Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para Dewa, manusia yang berada di negeriku tidak dapat menikmati kebahagiaan yang sama besar dengan, para Bhiksu yang berstatus Asravaksaya (segala kotoran batin dan penderitaan telah musnah), maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 40)Apabila aku telah menjadi Buddha, maka para Bodsisattva yang berada di negeriku jika bermaksud ingin melihat alam Buddha yang suci murni dan indah di 10 penjuru banyaknya yang tak terhingga, biar pada saat apapun mereka dapat melihatnya melalui pohon-pohon mustika dan jelasnya seolah-olah wajah seseorang tercermin pada kaca yang mengkilap, andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 41)Apabila aku telah menjadi Buddha, jika terdapat para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia, dimana setelah mendengar namaku dan tinggal sedikit saat lagi mereka akan mencapai Kebuddhaan, tapi pancainderanya atau organ-organ lain masih cacat atau fungsinya kurang normal, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! Apabila aku telah menjadi Buddha, dan terdapat para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia, setelah mendengar namaku maka semua akan memiliki suatu Samadhi luhur yang disebut Suvibhaktavati (terbebas segala ikatan) dan mereka hanya dengan sepintas pikir semua telah berada di depan Buddha yang tak terhingga dan sulit diperkirakan mengadakan pemujaan, dan saat itu mereka masih tetap didalam keadaan Samadhi pada semula belum diakhirinya. Andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 42)Apabila aku menjadi Buddha dan terdapat para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia, setelah mendengar namaku, andaikata, demi suatu tugas penting mereka ingin dilahirkan di salah satu anggota keluarga yang mulia saat ia telah tutup usianya, jika tidak dipenuhi keinginannya, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 43.Apabila aku telah menjadi Buddha, maka akan terdapat para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia setelah mendengar namaku merasa amat riang gembira dan tekad melaksanakan ‘Bodhisattva-Carya’ yang terluhur hingga sukses, disamping mereka mengumpulkan jasa-jasa yang teragung selengkap-lengkapnya guna perbekalan menyeberang ke Pantai-seberang. Andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 45) Apabila aku telah menjadi Buddha maka akan terdapat para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia, setelah mendengar namaku semua akan memiliki suatu Samadhi lebih luhur yakni Samantanugata (batin yang seimbang dan luas), dan dalam Samadhi itu mereka bisa dengan Mata-batin melihat para Buddha yang banyaknya tak terhingga dan sulit diperkirakan; Dan disamping itu dengan pelaksanaan Samadhi ini mereka mencapai Kebuddhaan. Andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 46) Apabila aku telah menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di negeriku itu, bila ingin mendengar khotbah Dharma biar pada waktu apapun tetap dapat ditangkap secara otomatis; Dan suara dari khotbahan Dharma dikumandangkan melalui sinar, arus, jaring-jaring, pohon-pohon, unggas-unggas dan sebagainya. Andaikata tidak demikian, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 47) Apabila aku telah menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia setelah mendengar namaku, tidak segera memiliki Avinivartaniya (memiliki status tanpa mundur atau berpaling terhadap Kebodhian) dari Anuttara Samyaksambodhi itu, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha! 48) Apabila aku telah menjadi Buddha jika para Bodhisattva yang berada di pelbagai dunia, setelah mendengar namaku tidak segera memiliki 3 jenis Dharma-Ksanti, atau hanya yang pertama: Ghosanugata- Dhar-ma-Ksanti (dengan suara dapat mengerti makna-makna Dharma); Atau hanya yang kedua: Anulomiki- Dharma-Ksanti (batinnya sangat halus dan lembut); Atau komplet dengan yang ketiga: Anutpattika-Dharma-Ksanti (batinnya tetap di Nirvana atau dalam keadaan tanpa lahir tanpa musnah); Demikian pula tentang Avinivartaniya yang berasal dari Dharma luhur yang dipegang oleh para Buddha itu, maka aku tak akan mencapai Samyaksambuddha!”