Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN

PENGELOLAAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH

PT. ROLAS NUSANTARA MEDIKA


RSU BHAKTI HUSADA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan ridho-Nya Panduan pengelolaan darah dan komponen darah di Rumah
Sakit Umum Bhakti Husada telah tersusun. Panduan ini sangatlah penting untuk
membantu dalam kelancaran operasional rumah sakit.
Semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-pihak
lain yang terkait dengan penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit.
Dan seperti panduan pelayanan lainnya, evaluasi berkala terhadap panduan
ini harus terus dilakukan sesuai perkembangan program akreditasi rumah sakit
Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan panduan ini sangat kami
harapkan

Terima kasih

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................................
Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................................
Lembar Pengesahan...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Definisi..............................................................................................................
BAB II RUANG LINGKUP......................................................................................
A. Pelayanan Transfusi Darah................................................................................
B. Rekomendasi Pemberian Transfusi Darah........................................................
C. Reaksi Transfusi Darah.....................................................................................
BAB III TATA LAKSANA.........................................................................................
A. Permintaan Darah..............................................................................................
B. Penyimpanan Dan Komponen Darah..............................................................
C. Identifikasi ......................................................................................................
D. Pemberian Inform Consent.............................................................................
E. Pemberian Transfusi Darah Dan Produk Darah..............................................
F. Penanganan Reaksi Transfusi..........................................................................
G. Pencatatan Dan Pelaporan...............................................................................
BAB IV DOKUMENTASI.......................................................................................

3
RSU BHAKTI HUSADA

LEMBAR PENGESAHAN

Pemberlakuan Panduan
Transfusi Darah Dan Penyimpanan Darah

NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

Winarni, Amd.Kep, SKM PEMBUAT DOKUMEN 17 November 2016

Dr. Beni L Mahardika AUTHORIZED PERSON 17 November 2016

Dr. Syaiful Nur Hamzah KEPALA RSU BHAKTI HUSADA 17 November 2016

4
BAB I
DEFINISI

1. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien,


yang darahnya telah tersedia dalam bentuk kantong plastik;
2. Pelayanan Darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan
kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaaan, pengolahan, dan
penyampaian darah kepada pasien;
3. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah
secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan.
4. Produk Darah adalah
a. Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Cell / PRC)
b. Trombosit Pekat (Thrombocyte Concentrate / TC)
c. Darah Lengkap / Darah Utuh Whole Blood (Whole Blood / WB)
d. Sel darah merah cuci (Washed Erythocyte / WE)
e. Plasma cair (Liquite Plasma / LP)

BAB II
RUANG LINGKUP

1
A. RUANG LINGKUP PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
Keputusan pemberian transfusi darah diambil oleh dokter penanggung jawab
pasien (DPJP) berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi sakit pasien,
setelah memberikan informasi dan edukasi yang cukup serta melibatkan
pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan. Pemberian transfusi darah
dilaksanakan setelah pasien dan/atau keluarga memberikan persetujuan
(Informed consent).
Unit kerja yang terkait dengan pelayanan transfusi darah meliputi:
1. Unit Pelayanan Intensif
2. Unit Kamar Operasi
3. Unit Rawat Inap
4. Instalasi Gawat Darurat
5. Unit Hemodialisis

B. REKOMENDASI PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH


1. Sel darah merah (Packed Red Cell/PRC)
a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, khusus untuk kasus obstetri transfusi
dilakukan Hemoglobin (Hb) < 8 g/dl, bila terutama pada anemia akut.
Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya
memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah
dapat diterima.
b. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik
berat dan penyakit jantung iskemik berat).
c. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.
d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar
Hb 11 g/dl; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai
7 g/dl (seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit
jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi
oksigen batas untuk dilakukan transfusi adalah Hb 13 g/dl.

2. Trombosit (Thrombocyte Concentrate/TC)

2
a. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat
perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.000/uL. Pada
kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-
masing.
b. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah
transfusi masif.
c. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.

C. REAKSI TRANSFUSI
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian
situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial
menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka
keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya.
Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak
menguntungkan. Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat
mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko transfusi darah ini
dapat dibedakan atas reaksi Akut, reaksi lambat, penularan penyakit
infeksi dan risiko transfusi masif.

1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa.
a. Reaksi ringan
Ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan
ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan.
b. Reaksi sedang-berat
Ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi,
dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,
takikardia, kaku otot.
c. Reaksi berat

3
Biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam
akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit,
protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah,
nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek,
nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda
kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang
tidak jelas.
Reaksi ini disebabkan oleh: hemolisis intravaskular akut, kontaminasi
bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut
akibat transfusi.
1) Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien
akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun
volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah
dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah
yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya
terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan
contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label,
kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian
memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan
antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari
darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan
kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia,
hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin
merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi.
Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit
darah.
2) Kelebihan cairan

4
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal
ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan,
transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan
cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan
memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
3) Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam
plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan
vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA
dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat
disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi
ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai
dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan
tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan cepat dan agresif.1,8,16,17
4) Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute
lung injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru
biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan
gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi
spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat
intensif.

2. Reaksi Lambat
a. Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan
gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi
hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok,
gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma
pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
b. Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau

5
trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan
antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada
wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit 50.000/uL dan perdarahan yang tidak
terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan
dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi
pasien.
c. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan
transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten yang diberi
transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA:
human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah.
Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare,
hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi.
Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
d. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan
hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan
besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk
meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum
feritin <2.000 mg/l.

e. Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa
cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang
menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu
juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons
imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.

6
Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien
kanker kolorektal. Penelitian membandingkan prognosis antara pasien
kanker kolorektal yang dilakukan transfusi autolog dengan transfusi
allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi meningkat secara
bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik
maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan
transfusi; risiko relatif rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut
tidak berbeda bermakna satu dengan yang lain.
f. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung
pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat,
keefektifan skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah
donor tiap unit darah. Saat ini dipergunakan model matematis untuk
menghitung risiko transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV,
virus hepatitis C, hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic
(HTLV). Model ini berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit
terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah
infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih
negatif).

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PERMINTAAN DARAH


Setiap pasien yang di Rawat Inap, baik di ruangan, Intensif atau Kamar
Operasi bila membutuhkan darah maupun komponen darah, mendapatkan
Surat Permintaan Darah yang sudah ditandatangani oleh dokter yang merawat
(DPJP). Surat Permintaan Darah tersebut beserta sampel darah yang
diambilkan oleh perawat ruangan dibawa ke laboratorium / Bank darah untuk
di poses oleh petugas Bank darah sesuai alur permintaan darah yang
meliputi:
1. Menulis permintaan darah di buku permintaan darah ruangan
2. Memeriksa golongan darah sebelum permintaan diberangatan ke UPT PMI
3. Membuat bon sementara ke kasir
4. Menghubungi petugas ( Sopir ) bahwa ada permintaan darah
5. Mencocokkan label kantong darah (nama, no rekam medis, golongan
darah, jenis darah) setelah darah sudah datang
6. Menulis kode kantong darah dan jam kedatangan produk darah di buku
permintaan darah ruangan
7. Menghubungi ruangan untuk mengambil darah
8. Sebagai bukti serah terima produk darah, maka perawat harus harus tanda
tangan di buku permintaan darah ruangan.

8
Pasien membutuhkan transfusi darah

Dokter mengisi Formulir Permintaan Darah.


Perawat melakukan sampling.

Perawat

Lab :
Menulis permintaan di buku permintaan darah
Golongan darah
Membuat Bon sementara ke Kasir

Petugas / Sopir RS RRRRRRRRS

PMI :
Golongan Darah
Cross Match
Uji Serologi

Petugas / Sopir RS

Lab :
Keluarga
Mencocokkan label kantong darah pasien
Menulis kode kantong darah dan no Kwitansi
Menghubungi Perawat

Perawat

Keluarga pasien
Darah ditransfusikan sesuai kebutuhan dan dicatat reaksi yang timbul dilaporkan ke DPJP dan L

9
B. TATA LAKSANA PENYIMPANAN DARAH DAN KOMPONEN
DARAH
Setelah dikeluarkan oleh PMI, produk darah harus segera di tranfusikan.
Untuk produk darah yang belum diberikan haruslah disimpan dalam lemari
pendingin sampai darah tersebut dibutuhkan pasien, sesuai dengan suhu
masing masing.

C. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI


1. Untuk Petugas Laboratorium:
a. Setiap menerima permintaan darah dari perawat ruangan, petugas
Laboratoriumharus mencocokkan nama dan nomor register yang ada di
permintaan dengan yang ada di contoh darah.
b. Selalu mengerjakan golongan darah sebelum permintaan darah dikirim
ke PMI
c. Pada saat menerima produk darah dari PMI petugas Laboratorium
harus mengecek kebenaran kantong darah, meliputi nama, no rekam
medis, golongan darah, jenis darah, no kantong
2. Untuk Perawat:
a. Untuk penulisan formulir darah data pasien harus di tulis lengkap
b. Perawat wajib menulis nama lengkap dan nomor rekam medis pada
contoh darah dan harus sesuai dengan yang tertulis di formulir
permintaan darah yang akan dikirim ke laboratorium
c. Setiap kali akan dilakukan pemberian transfusi darah, perawat wajib
melakukan identifikasi atas diri pasien, maupun produk darah yang
akan diberikan.
d. Perawat menanyakan identitas pasien dengan menanyakan Bapak/Ibu
namanya siapa?dan mencocokkan dengan dokumen rekam medis yang
berisi identitas pasien. Apabila pasien tidak sadar , tanyakan identitas
pasien pada keluarga pasien
e. Pada saat menerima produk darah, Perawat harus mengecek kebenaran
kantong darah meliputi nama,nomor rekam medis , jenis darah
f. Sebelum memberikan produk darah kepada pasien, perawat mengulang
kembali prosedur identifikasi pasien.

10
D. TATA LAKSANA PEMBERIAN INFORMED CONSENT
1. Sebelum pemberian transfusi darah, DPJP wajib memberikan informasi
dan edukasi kepada pasien dan keluarganya, meliputi:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak
diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis
banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan
pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi
kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati.
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari
prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan
subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya
mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang
serius.
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan
perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan
dimonitor atau dinilai kembali.
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk
pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim
lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau
pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian
tindakan yang akan dilakukan.
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya
setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab
penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari
dokter lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.

11
2. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang
mereka. Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan
suatu sikap yang penting, baik dia seorang profesional ataukah salah
seorang anggota keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien
terlebih dahulu dalam mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan
didiskusikan merupakan hal yang bersifat pribadi.
3. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci.
Pastikan bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang
terakhir. Misalnya, sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur
yang umum. Leaflet tersebut akan membuat jelas kepada pasien karena
dapat ia bawa pulang dan digunakan untuk berpikir lebih lanjut, tetapi
jangan sampai mengakibatkan tidak ada diskusi.
4. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa
keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan Tape
recorder.
5. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (Distress)
agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk
konseling bila diperlukan.
6. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam
diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada
pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan.
7. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas
8. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang
diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat
klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan
9. Pasien memberikan Informed consent dengan menandatangani formulir
yang telah tersedia

E. TATA LAKSANA PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DAN PRODUK


DARAH
1. Pastikan akses vena lancar dan dalam kondisi baik, terbebas dari tanda
radang/phlebitis baikmenggunakan vena perifer atau vena sentral. Untuk
vena perifer sebaiknya menggunakan kateter vena ukuran besar. (No 18)
2. Gunakan transfusi set(macro drip IV administered set with a filter)

12
3. Lakukan priming menggunakan cairan Na Cl 0,9%
4. Perhatikan kondisi plasma/supernatant
5. Darah/komponen darah tidak perlu dihangatkan kecuali transfusi
massif/cepat
6. Cek ulang identitas pada kantong darah. Cocokkan dengan identitas
pasien, cek ulang sediaan yang akan diberikan.
7. Observasi dan catat tanda vital serta produksi urine sebelum, selama dan
sesudah transfuse.
8. Pada fase pemberian initial selama 15 menit pertama, berikan transfuse
dengan kecepatan 10-15 tetes/menit.Berikan 100 cc pada kondisi
hypovolemik.
Pada fase maintenance dengan kondisi normovolemik berikan dengan
kecepatan 1cc/kgBB/jam (15 20 tetes/menit) dan pada kondisi
hypovolemi berikan >1 cc/kg BB/jam.
9. Lakukan observasi pasien secara ketat
10. Hentikan transfusi jika ada tanda/keluhan/gejala reaksi transfusi
11. Bila ada reaksi transfusi segera laporkan pada DPJP dan dicatat dalam
lembar rekam medis pasien
12. Nomor identitas darah ditulis pada status/rekam medis pasien

F. TATA LAKSANA PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI


Apabila di curigai terjadi reaksi tranfusi akut, maka perawat harus mengambil
langkah langkah sebagai berikut :
1. Untuk kategori reaksi ringan:
a. Perlambat tranfusi
b. Suntikan antihistamin IM
c. Jika dalam waktu 30 menit tidak tampak perbaikan klinis atau bila
tanda dan gejalamemburuk, maka lakukan penanganan reaksi tranfusi
kategori sedang - berat
2. Untuk kategori reaksi sedang berat :
a. Hentikan tranfusi, Tranfusi set dilepaskan, tetapi jalur intavena harus
tetap dipertahankan denganlarutan normal salin ( 0,9 % ) agar bila
diperlukan pengobatan intravena dapat dilakukan segera
b. Beri tahukan segera kepada dokter DPJP dan Laboratorium

13
c. Kantong darah dan selang disimpan, jangan dibuang, kemudian di
kirim ke laboratorium untuk dilakukan uji golongan darah ulang dan
kultur
d. Suntikan antihistamin IM ( misal klorfeniramin 0,1 mg/kg atau
preparat yang ekuivalen ) dan berikan antipiretik oral atau rectal
(misal parasetamol 10 mg/kg)
e. Suntikan kortikosteroid dan brokodiator secara IV jika timbul gejala
anafilaksis
f. Kumpulkan urine selama 24 jam berikutnya untuk bukti hemolisis dan
kirimkan sampel urine tersebut ke laboratorium
g. Jika terjadi perbaikan klinis, mulailah kembali tranfusi secara
perlahan- lahan dengan unit darah yang baru dan lakukan observasi
yanag cermat.
h. Jika tidak terlihat perbaikan dalam waktu 15 menit atau jika tanda dan
gejalannya bertambah parah, maka lakukan penganan seperti kategori
3
3. Reaksi yang mengancam jiwa pasien
a. Hentikan tranfusi, ganti set tranfusi dan pertahankan jalur infus agar
tetap terbuka dengan pemberian larutan salin normal
b. Berikan infus saluran salin normal ( dosis inisial 20 30 ml/kg BB )
untuk mempertahankan tekanan darah systole jika pasien mengalami
hipotensi berikan infuse tersebut selam 5 menit dan tinggikan kedua
tungkai pasien
c. Pertahankan saluran nafas pasien dan berikan O2 dengan kecepatan
aliran yang tinggi lewat masker O2.
d. Suntikan adrenalin ( dalam bentuk larutan 1:1000) denagan takaran
0,001 mg/kg BB secara intramuskuler
e. Suntikan kortikosteroid dan brokodiator secara IV jika timbul gejala
anafilaksis
f. Berikan preparat diuretic: misal furosamid 1mg/kg BB IV
g. Beri tahukan segera kepada dokter DPJP dan Laboratorium
h. Kantong darah dan selang disimpan, jangan dibuang, kemudian di
kirim ke laboratorium untuk dilakukan uji golongan darah ulang dan
kultur
i. Kumpulkan urine selama 24 jam berikutnya untuk bukti hemolisis dan
kirimkan sampel urine tersebut ke laboratorium
j. Apabila dari hasil Labortaorium menunjukan koagulasi intravaskuler
(DIC ) berikan konsentat trombosit ( dewasa 5 6 unit )dan salah

14
satu preparat berikut ini: ktipresipitat ( dosis dewasa 5 6 unit ) atau
plasma beku segar ( dosis dewasa 3 unit )

G. TATA LAKSANA PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Laporan Rutin
a. Permintaan rutin dan darurat meliputi golongan darah, jenis darah
(komponen), jumlah (kantong / unit / cc).
b. Jumlah pemakaian darah meliputi golongan darah, jenis darah
(komponen), jumlah (kantong / unit / cc).
c. Jumlah pemeriksaan uji golongan darah
d. Kejadian reaksi transfusi darah meliputi jumlah, nomor kantong/unit
darah, tanggal.
e. Response Time (penyerahan) permintaan
f. Catatan suhu lemari es.
2. Laporan Berkala
Laporan berkala adalah laporan yang dikerjakan secara berkala, tiap 1
bulan sekali dan dilaporkan ke Bagian Rekam Medik RS, meliputi rekapan
laporan rutin selama 1 bulan.

15
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua penanganan dan penggunaan produk darah didokumentasikan


dalam dokuman rekam medis pasien dan digunakan sebagai bukti bilamana proses
ini diperlukan. Pelayanan penanganan dan penggunaan produk darah dilaksanakan
sesuai SPO

16

Anda mungkin juga menyukai