PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini yaitu untuk
mengetahui :
1. Pengertian dari Kewajiban Dalam Konteks Akuntansi
2. Pengakuan,Pengukuran dan Penilaian kewajiban
3. Pelunasan atas kewajiabn
4. Penyajian Kewajiban.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Munawir (2010 : 18) berpendapat bahwa hutang adalah semua kewajiban
keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang
ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor
Achmad Tjahjono (2009 : 152) berpendapat bahwa hutang adalah kewajiban
suatu perusahaan yang timbul dari transaksi pada waktu yang lalu dan harus
dibayar dengan kas,barang atau jasa di masa yang akan datang.
Sedangkan dalam hal ini Al Haryono Jusup (2005 : 23) menyatakan bahwa
kewajiban merupakan hutang yang harus dibayar oleh perusahaan dengan
uang atau jasa pada saat tertentu di masa yang akan datang
Menurut Financial Accounting Standard Board FASB : Kewajiban adalah
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari
keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau
menyediakan / menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai
akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut
cukup lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi
berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi
kewajiban oleh sumber sumber lain.
3. Berkekuatan hukum
Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa deatang tidak
harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan
internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan
sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstruktif dan
demi keadilan. Main pihak lain seperti utang usaha tidak harus di dukung
oleh dokumen yang berkekuatan hukum atau mempunyai daya paksa secara
hukum untuk memenuhi definisi kewajiban. Akan tetapi, demi keadilan dan
kewajaran, perusahaan harus membayar utang usaha tersebut. Pendapatan
sewa tak terhak, laba kotor tangguhan, dan beberapa pos lain yang timbuk
dalam penyesuaian akhir tahun memenuhi criteria sebagai kewajiban
meskipun tidak dilandasi oleh daya paksa secara hukum dan bahkan bukan
merupakan keharusan pengorbanan sumber ekonomik. Itulah sebabnya,
definisi kewajiban APB memasukkan beberapa pos kredit tangguhan yang
non keharusan sebagai kewajiban. Laba kotor tangguhan adalah contoh
kredit tangguhan yang bukan keharusan. Pos kredit tangguhan yang
merupakan keharusan misalnya adalah kredit pajak tangguhan.
2.2.1 Pengakuan
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah
mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu
keharusan harus dievaluasi atas dasar kaidah pengakuan (recognition rules).
kriteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka
memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen
keuangan hanya dapat diakui bila kriteria definisi, keberpautan, keterandalan,
dan keterukuran dipenuhi. Kriteria umum ini tidak operasional sehingga
diperlukan kaidah pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan
umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat atau
apa yang menandai bahwa kewajiban dapan diakui (dibukukan). Empat kaidah
pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu:
1. Ketersediaan dasar hukum
Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan
informasi. Faktur pembelian (invoice) dan tanda penerimaan barang
(receiving report) merupakan dasar hukum yang cukup meyakinkan untuk
mengakui kewajiban. Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar hukum
yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karateristik pendukung
definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga
dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau
demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-
keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat
memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma
adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini
berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. Utang
sewaguna (lease obligations) dapat diakui pada saat transaksi meskipun tidak
ada transfer hak milik dalam transaksi sewaguna tersebut. Dalam hal ini,
kewajiban dapat atau bahkan harus diakui kalau secara substantif sewaguna
tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran (yaitu memenuhi salah satu
kriteria kapitalisasi).
4. Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas
keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti
(probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber
ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
2.2.2 Pengukuran
4. Diskon Obligasi
Diskon obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi
karena asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau
menguap (dissipation). Diskon obligasi sebenarnya merupakan bunga yang
belum dibayar, yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada
saat utang obligasi jatuh tempo. Diskon utang obligasu pada waktu penerbitan
adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus
dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskon tersebut harus
dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang
obligasi.
5. Premium Obligasi
Sejalan dengan penalaran makna diskon obligasi yang dilandasi konsep
dasar penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang
dibayarkan investor untuk obligasi merupakan unsure dari jumlah rupiah
utang perusahaan. Bersamaan denga berjalannya waktu mendekati jatuh
tempo, jumlah rupiah bagian utang yang merupakan premium harus
diamortisasi secara sistematik dengan cara memisahkan dari penghargaan
sepakatan bagian yang diperhitungkan sebagai pembayaran bunga periodik.
Mengartikan premium obligasi sebagai pendapatan tangguhan (defferend
income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak
timbul dari proses pemerolehan utang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan
pembentukan pendapatan (earning process). Atas dasar konsep kontinuitas
usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar
merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik adalah merupakan
penyesuaian (pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya merupakan
elemen pendapatan. Tanpa peneysuaian ini biaya bunga periodik akan menjadi
tersaji lebih (overstated).
Dari segi yudiris, utang memang harus diukur sebesar nilai nomnalnya
karena kalau terjadi likuidasi hak menerima pelunasan yang melekat pada
investor adalah sebesar nominal. Pandangan yudiris yang tidak
memperhatikan diskon dilandasi konsep pengukuran dengan asumsi
perusahaan likuidasi. Dalam keadaan likuidasi atau reorganisasi memang
dapat dijustifikasi pengukuran dengan menggunakan konsep yang berbeda
dengan akuntasi. Akan tetapi, secara umum akuntansi tidak harus
mendasarkan diri pada konsep tersebut.
2.2.3 Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the
value of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada
penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya
kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh tempo,
nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal (face value) kewajiban.
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah
yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus
dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang
kewajiban. Untuk kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentukan
atas dasar aliran kas keluar dimasa dtang didiskonan dengan tingkat bunga
pasar sebagai tarif diskon.
2.3 Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang segaja dilakukan oleh
kesatuan usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan
dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga bebas dari
kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara
langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban
tersebut hapus, tiada, atau lenyap (extinguished) secara langsung (kewajiban
langsung didebit).
Perlunasan secara langsung disebut juga perlunasan secara yudiris karena
kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui
transaksi langsung yang benar-benar terjadi. Perlunasan secara tidak langsung
terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah ke
perlunasan misalnya dengan pembentukan dan khusus untuk perlunasan
(sinking fund) baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust agency).
Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha
secara substantif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau
pembebasan secara substansif (in substance defeasance).
Masalah akuntansi ysng berkaitan dengan perlunasan langsung maupun
tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus
atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan.
FSAB memberikan pedoman tentang saat pelenyapan (extiguishment)
kewajiban. Pada mulanya FSAB menentukan kriteria lenyapan suatu
kewajiban sebagai berikut:
a) Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan
yang berkaitan dengan utang.
b) Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai
penanggung utang utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh
kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan untuk
melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan utang
dengan penjaminan dalam bentuk apapun.
c) Debitor menaruh kas atau asset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali
dalam suatu perwalian yang semata-mata digunakan untuk perlunasan
pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil
kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran
dimasa dtang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
FSAB berargumen pendekatan ini tidak tepat sebagai basis untuk
pengembangan standar yang berkaitan dengan peleyapan dan pengakuan
kewajiban. Dengan pendekatan ini, transaksi-transaksi yang tidak cukup
mempunyai substansi ekonomik dapat membenarkan pengakuan kewajiban
dan pengakuan untung yang dipandang FSAB tidak menyimbolkan secara
tepat realitas kegiatan yang ada. FSAB menerapkan pendekatan komponen-
keuangan. Dengan pendekatan ini, berbagai transaksi yang berkaitan dengan
suatu kewajiban tertentu dapat dianggap terpisah dan independen sehingga
berbagai asset atau kewajiban yang terlibat harus diperlakukan sebagai
komponen-komponen terpisah. FSAB menetapkan bahwa suatu kewajiban
dapat dikatakan lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut dipenuhi:
a. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat
pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, asset
financial lain, barang, atau jasa atau penebusan sekuritas utang oleh
debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya sebagai utang
obligasi treasuri.
b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai
penanggung utang utama baik oleh keputusan pengadilan maupun
kreditor.
1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi
biasa yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa,
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang
melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham
atau dividen saham.
2.4 Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan
kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39)
menggariskan bahwa aset lancer disajikan urut menurut urutan likuidiats
sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti
kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka
panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk
mengevaluasi likuiditas perusahaan. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua
kewajiban yang tidak memenuhi criteria sebagai kewajiban jangka pendek
harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraph 44) :
a. Diperkirkan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal
opersi perusahaan
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca
Suatu kewajiban tetap dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
panjang bila kewajiban tersebut tidak akan dilunasi tetapi didanai kembali
atau diperbarui. Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiban berbunga jangka
panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun
kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan
sejak tanggal neraca, apabila :
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari
dua belas bulan
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan
pendanaan jangka pnjang
2.4.1 Hak Mengkompensasi
Ada kalanya hak mengontrak diperbolehkan bila kondisi tertentu
dipenuhi. kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai
kontrak bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak
yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang
tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan,
penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan. Contoh
kontrak ini adalah futures contracts dan forward purchase sale contracts.
Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset
dan kewajiban dimasa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak
aja. Contoh kontrak ini adalah interest rate swaps dan currency swaps.
Hak mengkompensasi Adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau
lainnya,untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain
dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain
berutang kepada debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada bilamana semua
kondisi berikut dipenuhi: 1).Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang
kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu. 2)Pihak pelapor mempunyai
hak mengkompensasi jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang
pihak lain. 3).Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi. 4) Hak
mengkompensasi terpaksakan secara hukum
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kewajiban merupakan
Pengorbanan ekonomis dapat berbentuk penyerahan utang, aktiva lain jasa-jasa, atau
melakukan pekerjaan tertentu/tindakan atau transaksi sebelumnya itu dapat berupa
uang, barang atau jasa, diakuinya suatu beban atau kerugian. kewajiban jangka
pendek adalah kewajiban-kewajiban yang penyelesaianya harus menggunakan aktiva
lancar atau pembentukan kewajiban lancar lainya dan kurang 1 tahun. Sedangkan
kewajiban jangka panjang ialah semua kewajiban perusahaan yang jatuh temponya
lebih dari satu periode akuntansi, yang akan dilunasi dengan menggunakan sumber-
sumber yang bukan digolongkan sebagai aktiva lancar. Kewajiban mempunyai tiga
karakteristik utama yaitu pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, menjadi
keharusan sekarang dan timbul akibat transaksi atau kejadian masa lampau.
Pengertian kewajiban merupakan bayangan cermin pengertian aset. Transaksi atau
kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang perolehan manfaat ekonomik
masa datang untuk aset sedangkan untuk kewajiban hal tersebut menimbulkan
keharusan sekarang pengorbanan manfaat ekonomik masa datang.
DAFTAR PUSTAKA
Reeve, James M., dkk. 2010. Pengantar Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat
http://yenni-effendi.blogspot.co.id/2016/05/materi-kewajiban-teori-akuntansi
html (diakses 01,April 2017 pukul 17.00 wita)
http://mariberlajarbersama.blogspot.co.id/2015/11/tgs-teori-akuntansi-kewajiban
.html ( diakses 01,April 2017 pukul 17.38 wita)