Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LIFE REVIEW THERAPY


DI RUANG KENANGA RSJ.Dr. RADJIMAN
WEDIODININGRAT
LAWANG

DISUSUN OLEH:
Kelompok 6
1. Adhetya Ayu Pratiwi (1630002)
2. Mai Hidayatus (1630038)
3. Shella Putri Purwandani (1630064)
4. Yenni Puspita Sari (1630071)
5. Yunita Dwi Kartika A (1630076)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HANG TUAH SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmatnya pada penulis, sehingga TAK Life Review Therapy di
Ruang Kenanga RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.

Ucapan terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada:


1. Ibu Mudjiati, S.Kep selaku kepala ruang Kenanga yang telah memberikan
fasilitas serta bimbingan kepada kami.
2. Ibu Amalia Kusumaningsih, S.Kep,. Ns selaku pembimbing ruang
Kenanga yang telah membimbing kami.
3. Ibu Ns. Sukma Ayu. C. K., M.Kep. Sp.Kep.J. selaku pembimbing institusi
yang telah membimbing serta mengarahkan kami.
4. Para perawat dan klien yang berada di Ruang Kenanga atas partisipasinya
dan bersedia memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan tugas
Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran.
5. Teman teman S1 Stikes Hang Tuah Surabaya yang senantiasa bekerja
sama memberi bantuan, semangat dan dukungan.
6. Serta semua pihak yang membantu dalam proses mengerjakan Asuhan
Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran yang tak mungkin kita
sebutkan satu per satu.
Demikian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran ini kami buat.
Semoga dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca pada umumnya.
Apabila dalam penulisan Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran ada
kesalahan, kami mohon maaf.

Lawang, 2 September 2016

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

6.1 Latar Belakang


Menjadi tua adalah siklus normal perkembangan manusia dengan

perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan terjadi pada semua orang

pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut

usia atau lansia merupakan individu yang berada dalam tahapan usia late

adulthood atau yang dimaksud dengan tahapan usia dewasa akhir, dengan kisaran

usia dimulai dari 60 tahun keatas (Satrock, 2006 dalam Widyanto Candra, 2014).

Seiring dengan proses menua, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan

atau yang biasa disebut dengan penyakit degeneratif. Salah satu penyakit

degeneratif yang kerap diderita lansia adalah penyakit demensia atau banyak

dikenal dengan sebutan pikun. Demensia adalah istilah umum yang digunakan

untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat

progresif dan mempengaruhi aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) (Stanley, M.

dan Patricia Gauntlett Bearce, 2006).

Terapi modalitas merupakan bentuk terapi non-farmakologis yang

dilakukan pada lansia untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap lansia agar

mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan

harapan lansia dapat tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem

pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Tamber dan Noorkasiami, 2009).

Terapi modalitas memiliki beberapa macam sesuai dengan indikasi

penggunaannya. Life Review Therapy adalah salah satu bagian dari terapi
modalitas yang dapat diberikan pada lansia dengan demensia karena terapi ini

dapat membantu seseorang untuk mengaktifkan ingatan jangka panjang dimana

akan terjadi mekanisme recall tentang kejadian masa lalu hingga sekarang.

Terapi ini masih memiliki kendala dalam pelaksanaannya. Kendala

dalam pelaksanaan terapi ini dari beberapa hasil penelitian yang menegaskan

bahwasannya efektivitas dari terapi ini dengan sampel perawatan pada komunitas

dan home care, hasilnya masih belum jelas karena penggunaan terapi Life Review

ini masih menggunakan format dan SOP yang berbeda-beda serta belum ada SOP

yang ditetapkan (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011). Selain itu penggunaan Life

Review Therapy belum banyak digunakan oleh masyarakat maupun petugas

kesehatan untuk lansia dengan demensia, baik di rumah, di panti wreda maupun di

posyandu lansia.

Menurut data dari WHO, terdapat 35,6 juta orang di dunia yang menderita

demensia pada tahun 2010. 9 negara dengan angka kejadian demensia terbanyak

di dunia pada tahun 2010 adalah Cina (5,4 juta orang), Jerman (1,5 juta orang),

Rusia (1,2 juta orang), Perancis (1,1 juta orang), Italia (1,1 juta orang) dan Brasil

(1 juta orang) (WHO, 2012). Indonesia juga termasuk Negara yang memasuki era

penduduk berstruktur lanjut usia (aging structuted population) karena mempunyai

jumlah penduduk dengan usia 60 tahun keatas sekitar 7,18%. Pulau yang

mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali.

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat

sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan

kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Pada tahun 2006

hingga tahun 2020 Indonesia memiliki jumlah lansia yang semakin meningkat.
Peningkatan jumlah lansia dari tahun 2006 hingga tahun 2020 sebanyak 9,8 juta

jiwa atau sebesar 2,34% (Efendi, Ferry dan Makhfudli, 2009). Prevalensi

demensia meningkat dua kali setiap pertambahan usia 5 tahun setelah melewati

usia 60 tahun. Terdapat 7,2% populasi lansia yang berusia 60 tahun keatas pada

tahun 2010 di Indonesia. Belum ada data yang pasti tentang prevalensi demensia

di Indonesia (Kemenkes RI, 2010).

Demensia memiliki beberapa penyebab diantaranya adalah dari faktor

genetik, infeksi dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan perilaku, seperti

tersinggung, curiga, menarik diri dari aktivitas sosial, tidak peduli, dan berulang

kali menanyakan hal yang sama (Nadesul, 2011). Demensia juga menyebabkan

gangguan pada memori yang memberikan dampak pada penerimaan dan

pengiriman pesan (Nugroho, 2009). Selain itu, demensia juga menyebabkan

penurunan metabolik di otak (Vedebeck, Sheila, 2008). Life review therapy adalah

terapi yang dapat membantu seseorang untuk mengaktifkan ingatan jangka

panjang dimana akan terjadi mekanisme recall tentang kejadian pada kehidupan

masa lalu hingga sekarang (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).

Terapi Life Review mampu menurunkan depresi, meningkatkan

kepercayaan diri, meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-

hari dan meningkatkan kepuasan hidup. Terapi ini dapat diberlakukan dan

dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja. Tempat perawatan kesehatan seperti

posyandu lansia serta panti wreda dapat dijadikan tempat yang baik untuk

pelaksanaan Life Review Therapy karena tempat tersebut merupakan pelayanan

kesehatan yang akan banyak dibutuhkan oleh lansia dengan demensia agar lansia

dapat memperoleh kemampuan kognitifnya kembali dan dapat menjadi salah satu
terapi modifikasi yang lebih efektif. Bagi keluarga dengan anggota keluarga lansia

yang mengalami demensia juga bisa melakukan Life Review Therapy karena

terapi ini sangat mudah dilakukan dan mudah dipelajari sehingga mempermudah

anggota keluarga dalam penggunaan terapi tersebut. Sehingga manfaat dari terapi

ini tetap dapat dirasakan oleh lansia maupun dari anggota keluarga.

1.2 Tujuan
1. Klien mampu mengingat kejadian masa lalu.
2. Klien mampu menyampaikan dan menjelaskan semua materi yang telah
disediakan dalam pelaksanaan terapi.
3. Klien mampu bekerja sama dalam permainan kelompok.
1.3 Manfaat
1. Mampu menurunkan tingkat depresi bagi lansia.
2. Mampu meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas.
3. Mampu meningkatkan kepercayaan diri individu.
4. Meningkatkan kepuasan hidup individu.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Demensia


2.1.1 Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) dalam Aspiani (2014)
menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. Demensia adalah
keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat, daya
pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap
fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan
kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktifitas
sehari-hari (Aspiani, 2014). Demensia merupakan gangguan intelektual yang
menghambat fungsi kerja dan sosial. Perubahan kognitif akan menurunkan
kemampuan lansia untuk melakukan kegiatan harian (Potter, 2007).
Demensia lebih merupakan suatu sindrom, bukan diagnosis, dan merujuk
pada penurunan menyeluruh dari fungsi kortikal luhur yang bersifat progresif dan
(biasanya) ireversibel, dengan kesadaran yang baik (Robertson, Mary., et al,
2014). Demensia merupakan gangguan jiwa yang meliputi defisit kognitif
multiple, kerusakan memori utama dan minimal salah satu gangguan kognitif
berikut: afasia (deteriorasi fungsi bahasa), apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan fungsi motorik walaupun kemampuan motorik utuh), agnosia
(ketidakmampuan untuk mengenali atau menyebutkan nama benda walaupun
kemampuan sensorik utuh), atau gangguan fungsi eksekutif (kemampuan untuk
berpikir abstrak dan merencanakan, memulai, mengurutkan, memantau, dan
menghentikan perilaku yang kompleks; DSM-IV-TR, 2000 dalam Viedebeck,
2008). Defisit kognitif ini harus cukup parah untuk mengakibatkan gangguan
fungsi sosial atau okupasional dan harus menunjukkan suatu penurunan dari
tingkat fungsi individu sebelumnya (Viedebeck, 2008).
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
mempengaruhi aktifitas sosial dan okupasi yang normal juga aktifitas kehidupan
sehari-hari (AKS). Penyakit yang bisa menyebabkan demensia adalah Alzheimer,
masalah vaskular seperti demensia multi infark, hidrosefalus tekanan normal,
penyakit Parkinson, alkoholisme kronis, penyakit Pick, penyakit Huntington, dan
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Demensia merupakan sindrom dari
gangguan kognitif yaitu penurunan daya ingat dan daya pikir yang kerap
menyerang lansia dan bersifat ireversibel serta dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit yang menyertainya (Stanley, M. dan Patricia Gauntlett Bearce, 2006).
2.1.2 Penyebab Demensia
Ada macam-macam penyebab walaupun gambaran klinisnya sama pada
sebagian besar demensia. Seringkali tidak ada diagnosis definitif yang dapat
ditegakkan sampai pemeriksaan postmortem selesai. Terdapat penurunan aktifitas
metabolik di otak individu yang mengalami demensia. Tetapi tidak diketahui
apakah demensia menyebabkan penurunan aktifitas metabolik atau apakah
penurunan aktifitas metabolik menyebabkan demensia. Komponen genetik telah
diidentifikasi untuk beberapa penyebab demensia, seperti penyakit Huntington.
Penyebab demensia lain terkait dengan infeksi, seperti penyakit HIV atau
Creutzfeld-Jakob. Jenis demensia yang paling sering terjadi dan penyebabnya
diketahui atau dihipotesiskan adalah (Vedebeck, Sheila, 2008):
1. Penyakit Alzheimer
Alzheimer merupakan gangguan otak progresif yang memiliki tahap awal
yang bertahap tetapi menyebabkan fungsi semakin menurun, yang mencakup
kehilangan fungsi bicara, kehilangan fungsi motorik, dan perubahan perilaku dan
kepribadian yang berat, seperti paranoida, waham, halusinasi, tidak
memperhatikan hygiene, dan agresif. Penyakit tersebut ditandai oleh atrofi neuron
serebral, deposit senile plaque, dan pembesaran ventrikel otak ketiga dan
keempat. Resiko penyakit Alzheimer meningkat sejalan dengan usia, dan durasi
rata-rata penyakit dari awitan gejala sampai kematian adalah 8-10 tahun.
Demensia jenis Alzheimer, terutama dengan awitan lambat (setelah usia 65 tahun),
dapat memiliki komponen genetik. Penelitian menunjukkan hubungan dengan
kromosom 21, 14, dan 19 (DSM-IV-TR, 2000 dalam Viedebeck, 2008)
2. Demensia vaskular
Demensia vaskular memiliki gejala yang sama dengan penyakit
Alzheimer, tetapi kejadiannya mendadak, diikuti dengan perubahan fungsi secara
cepat, periode yang stabil atau datar, kemudian perubahan yang lebih mendadak,
periode stabil lainnya, dan sebagainya. Tomograf terkomputerisasi (CT scan) atau
pencitraan resonansi magnetik (MRI) biasanya menunjukkan lesi vaskuler
multipel pada korteks serebri dan struktur subkortikal akibat penurunan suplai
darah ke otak.
3. Penyakit Pick
Merupakan penyakit otak degeneratif yang terutama menyerang lobus
frontalis dan temporalis serta mengakibatkan gambaran klinis yang sama dengan
penyakit Alzheimer. Tanda-tanda awal mencakup perubahan kepribadian,
kehilangan keterampilan sosial dan inhibisi, ketumpulan emosi, dan abnormalitas
bahas. Awitan gangguan paling sering terjadi pada usia 50 sampai 60 tahun, dan
kematian terjadi dalam 2 sampai 5 tahun (Viedebeck, 2008). Penyakit ini mungkin
herediter, diperkirakan terdapat faktor pencetus dari sel-sel ganglion tertentu
yaitu: yang genetik paling muda. Lobus frontalis menjadi demikian atrofis
sehingga kadang kelihatan seperti ditekan oleh suatu lingkaran. Biasanya terjadi
pada umur 45-60 tahun, yang termuda yang pernah diberitakan adalah 31 tahun.
Penyakit Pick terdapat 2 kali lebih banyak pada kaum wanita dari pada pria.
Gejala permulaan: ingatan berkurang, kesukaran dalam pemikiran dan
konsentrasi, kurang spontanitas, emosi menjadi tumpul, penderita menjadi acuh
tak acuh, kadang-kadang tidak dapat menyesuaikan diri serta menyelesakan
masalah dalam situasi yang baru (Aspiani, 2014).
4. Penyakit Creutzfeld-Jakob
Merupakan gangguan sistem saraf pusat yang biasa terjadi pada orang
dewasa yang berusia 40-60 tahun dan mencakup perubahan penglihatan,
kehilangan koordinasi atau gerakan yang abnormal, dan demensia yang biasanya
berkembang secara cepat selama beberapa bulan proses penyakit. Ensefalopati
disebabkan oleh partikel infeksius yang resisten terhadap perebusan, beberapa
desinfektan (formalin dan alkohol), dan radiasi ultraviolet, tetapi partikel tersebut
dapat di inaktivasikan melalui penggunaan autoklaf bertekanan atau sterilisasi
dengan pemutih. Demensia dapat disebabkan oleh penyakit HIV. Demensia dan
masalah neurologis lain disebabkan oleh invasi langsung jaringan saraf oleh HIV
dan akibat penyakit lain yang dapat timbul pada AIDS, seperti toksoplasmosis
atau sitomegalovirus. Jenis demensia ini dapat menyebabkan berbagai gejala yang
luas, yang berkisar dari kerusakan sensori ringan, defisit memori dan kognitif
kasar, sampai disfungsi otot berat.
5. Penyakit Parkinson
Merupakan keadaan neurologis progresif yang lambat dan ditandai dengan
tremor, rigiditas, bradikinesia, dan ketidakstabilan postural. Penyakit Parkinson
disebabkan oleh kehilangan neuron pada ganglia basalis. Demensia dilaporkan
terjadi pada sekitar 20% sampai 60% penderita penyakit Parkinson dan ditandai
dengan kelambatan kognitif dan motorik, kerusakan memori, dan gangguan fungsi
eksekutif.
6. Penyakit Huntington
Merupakan penyakit gen dominan dan diturunkan yang terutama
mencakup atrofi serebral, demielinasi, dan pembesaran ventrikel otak. Pada
awalnya, terdapat gerakan menyerupai korea yang terus menerus selama waktu
bangun dan mencakup wajah meringis, gerakan melingkar, berputar, dan gerakan
lidah. Perubahan kepribadian merupakan manifestasi psikososial awal, yang
diikuti dengan kehilangan memori, penurunan fungsi intelektual, dan tanda
demensia lainnya. Penyakit ini dimulai pada akhir usia 30-an atau awal usia 40-an
dan dapat berlangsung selama 10 sampai 20 tahun atau lebih sebelum meninggal.
Demensia akibat trauma kepala terjadi sebagai akibat patofisiologi langsung
trauma kepala. Derajat dan jenis kerusakan kognitif dan gangguan perilaku
bergantung pada lokasi dan luas cedera otak. Ketika demensia terjadi dalam
konteks cedera tunggal, demensia ini biasanya stabil bukan progresif.
2.1.3 Patologi Demensia
Penyakit Alzheimer mengakibatkan setidaknya dua pertiga kasus
demensia. penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun
tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular,
tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium,
virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon autoimun, atau
defisiensi biokimia. Dr. Alios Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis
struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat penderita penyakit Alzheimer,
plak amiloid dan kekusutan neurofbril. Terdapat juga penurunan neurotransmitter
tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama
adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting
dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari
protein yang lebih besar, protein prekursor amiloid (amyloid precursor protein
[APP]). Keluarga-keluarga dengan penyakit Alzheimer yang tampak sebagai
sesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya
mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya yang berkaitan
dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi.
Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan
menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19.
Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling
berpilin, yang disebut filament heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada
penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmitter lain merupakan zat
kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati sistem saraf. Defisit
neurotransmitter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks
diantara sel-sel pada sistem saraf. Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal
yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal.
Temuan-temuan yang ada menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula
ditingkat selular, dengan atau menjadi penanda molekuler di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling
banyak terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang
seperti namanya, berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak
semua orang yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. dalam
perbandingannya dengan penderita Alzheimer, orang-orang dengan demensia
multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar
deterorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukkan beberapa
perbaikan diantara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita
perjalanan penyakit yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu
studi, pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki
program pengobatan levodopa, dan 80% diantaranya menderita demensia sedang
atau parah sebelum akhirnya meninggal dunia (Stanley, M. dan Patricia Gauntlett
Bearce, 2006).
2.1.4 Manifestasi Klinis Demensia
Menurut Jhon (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga akan
mengalami keadaan yang sama dengan orang depresi yaitu akan mengalami
penurunan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS), gejala yang sering menyertai
demensia adalah (Aspiani, 2014):
1. Tahap Awal
Hilangnya memori terbaru menyebabkan sulitnya mendapatkan informasi
baru. Orang tersebut dapat menunjukkan pola penilaian yang buruk. Sebagai
contoh, seorang wanita memasak enam dada ayam untuk makan pagi sedangkan
ayam bukan makanan sarapan tradisional dan enam merupakan jumlah yang
terlalu banyak. Terdapat kesulitan dalam hal angka, membayar tagihan, mengatur
uang, dan menelpon dapat menjadi hal yang menyulitkan. Masalah dengan
kognisi dan fungsi dimanifestasikan, terutama jika orang tersebut berada dalam
situasi yang baru atau yang menimbulkan stres. Perubahan-perubahan kepribadian
juga dapat tejadi. Sebagai contoh, jenis kepribadian industri dapat mengalami
kurang inisiatif dan menjadi lebih menarik diri. Orang yang tenang mulai
menunjukkan ledakan emosi dan menjadi lebih cemas dan gelisah. Terdapat
kebingungan antara orientasi waktu dan jarak, seseorang dapat memenuhi janji
pada waktu atau tempat yang salah atau pergi ke toko kelontong dan tidak dapat
menemukan jalan pulang. Anomia, atau kesulitan menyebut nama benda juga
terjadi. Sebagai contoh, seseorang dapat mengatakan, berikan saya benda yang
anda pakai untuk menulis daripada meminta pensil (Stanley, M. dan Patricia
Gauntlett Bearce, 2006).
2. Tahap Pertengahan
Ingatan saat ini dan ingatan lampau memburuk selama demensia tahap
pertengahan dan kurangnya penilaian menyebabkan kekhawatiran tentang
keselamatan. Sebagai contoh, seseorang umumnya tidak dapat menggunakan
kompor sendiri secara aman dan dapat berkeluyuran di luar pada cuaca dingin
tanpa baju hangat. Apraksia, atau ketidakmampuan melakukan gerakan yang
bertujuan meskipun sistem sensoris dan motoriknya utuh, juga terjadi. Sebagai
contoh, seorang laki-laki akan lupa cara mengikat tali sepatu atau dasi. Kerapian
akan memburuk, dan orang tersebut mulai membutuhkan arahan dan bantuan
dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. Agnosia, atau ketidakmampuan untuk
mengenali obyek umum, juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jika satu tangan
seseorang memegang sikat gigi atau sendok, ia tidak akan mengetahui apa yang
harus dilakukan dengan benda tersebut. Inkontinensia urin juga sering menjadi
masalah pada bagian akhir tahap pertengahan ini. Pada tahap pertengahan ini,
pergeseran ke situasi hidup yang penuh pengawasan semakin diperlukan. Tahap
ini merupakan tahap yang karena kurangnya pengendalian impuls, menurunnya
ambang stres, dan kesulitan mengenali lingkungan, yang menantang gejala
perilaku merupakan bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Agresivitas,
ansietas, ngeluyur dan gangguan aktifitas lain, perilaku yang tidak tepat secara
sosial, gangguan irama diurnal, berkeras (gerakan atau vokalisasi berulang),
delusi, paranoia, halusinasi, dan upaya untuk meningkatkan tempat perawatan
merupakan hal yang sering terjadi.
Terdapat juga kesulitan yang dengan bahasa. Orang tersebut dapat
mengalami afasia reseptif dan ekspresif, dan jika tidak mampu menemukan kata
yang tepat, dapat menggunakan kata-kata yang tidak logis untuk mengisi
kekosongan tersebut (konfabulasi). Orang tersebut dapat menggunakan banyak
kata, tetapi biasanya hanya sedikit saja makna yang terdapat pada pesan tersebut.
Terdapat kemungkinan peningkatan tonus otot, perubahan gaya berjalan dan
keseimbangan, dan gangguan persepsi terhadap kedalaman, yang semua berperan
dalam meningkatkan risiko terjadinya jatuh. Nafsu makan, biasanya baik dan
orang tersebut dapat mengalami hiperoral, ingin memasukkan makanan atau
benda-benda lain ke dalam mulutnya (Stanley, M. dan Patricia Gauntlett Bearce,
2006).
3. Tahap Akhir
Selama demensia tahap akhir, orang tersebut menjadi semakin terikat
dengan kursi atau tempat tidur. Otot-otot semakin kaku, dapat terjadi kontraktur,
dan refleks primitif juga dapat muncul. Paratonia adalah refleks primitif dan
dimanifestasikan dengan tahanan involunter di ekstremitas sebagai respons
terhadap gerakan pasif yang tiba-tiba. Pemberi perawatan dapat secara kurang
cermat menginterpretasikan respon ini sebagai tindakan melawan pemberi
perawatan. Tanda-tanda pelepasan primitif lainnya seperti refleks mengisap dan
menggenggam juga dapat terjadi. Orang tersebut dapat memiliki tangan yang
sangat aktif dan melakukan gerakan-gerakan berulang, menggerutu atau vokalisasi
lainnya. Terdapat depresi fungsi sistem imun dan jika gangguan ini disertai
dengan imobilitas dapat menyebabkan terjadinya pneumonia, infeksi saluran
kemih, sepsis, dan dekubitus.
Penurunan nafsu makan dan disfagia juga dapat terjadi, aspirasi sering
terjadi. Penurunan berat badan umumnya terjadi. Kemampuan berbicara dan
berbahasa mengalami gangguan yang parah, disertai penurunan kemampuan
komunikasi verbal. Orang tersebut tidak lagi mengenali anggota keluarganya.
Terjadi inkontinensia usus dan kandung kemih dan pemberi perawatan perlu
melakukan sebagian besar AKS orang tersebut. Siklus tidur-bangun juga sangat
berubah, dan orang tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya dengan
mengantuk dan tampak menarik diri secara sosial dan lebih tidak peduli terhadap
lingkungan atau sekitarnya. Kematian dapat terjadi akibat infeksi, sepsis atau
aspirasi, meskipun tidak banyak studi yang meneliti sebab-sebab kematian
(Stanley, M. dan Patricia Gauntlett Bearce, 2006).
Tabel 2.2 Tahap-Tahap Gejala Demensia
Awal Pertengahan Akhir
1. Perubahan 1. Gangguan 1. Gangguan yang
alam perasaan memori saat ini parah pada semua
atau dan masa lalu kemampuan kognitif
kepribadian 2. Anomia, agnosia, 2. Ketidakmampuan
2. Gangguan apraksia, afasia mengenali keluarga
penilaian dan 3. Gangguan dan teman-teman
penyelesaian penilaian dan 3. Gangguan
masalah penyelesaian komunikasi yang
3. Konfusi masalah yang parah (dapat
tentang tempat parah menggerutu,
(tersesat pada 4. Konfusi tentang mengeluh, atau
saat akan ke waktu dan tempat menggumam)
suatu tempat) semakin buruk 4. Sedikitnya kapasitas
4. Konfusi 5. Gangguan depresi perawatan diri
tentang waktu 6. Kehilangan 5. Inkontinensia
5. Anomia ringan pengendalian kandung kemih dan
6. Menarik diri impuls usus
atau depresi 7. Ansietas, gelisah, 6. Kemungkinan
mengeluyur, menjadi hiperoral
berkeras dan memiliki tangan
8. Hiperoralitas yang aktif
9. Kemungkinan 7. Penurunan nafsu
kecurigaan, delusi makan, disfasia, dan
atau halusinasi risiko aspirasi
10. Konfabulasi 8. Depresi sistem imun
11. Gangguan yang menyebabkan
kemampuan meningkatnya risiko
merawat diri yang infeksi
sangat besar 9. Gangguan mobilitas
12. Mulai terjadi dengan hilangnya
inkontinensia kemampuan untuk
13. Gangguan siklus berjalan, kaku otot,
bangun-tidur dan paratonia
10. Refleks mengisap
dan menggenggam
11. Menarik diri
12. Gangguan siklus
tidur-bangun, dengan
peningkatan waktu
tidur
Stanley, M. dan Patricia Gauntlett Bearce, 2006
2.2.5 Klasifikasi Demensia
Demensia diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu:
1. Demensia Senilis
Kekurangan peredaran darah ke otak serta pengurangan metabolisme dan
oksigen yang menyertainya merupakan penyebab kelainan anatomis di otak. Pada
banyak orang terdapat kelainan aterosklerosis seperti juga yang terdapat pada
demensia senilis, tetapi tidak ditemukan gejala-gejala demensia. Otak mengecil
terdapat suatu atrofi umum, terutama pada daerah frontal, dan yang terpenting
adalah jumlah sel yang berkurang. Kadang-kadang ada kelainan otak yang jelas,
tetapi orang itu psikotik, sebaliknya pada orang yang sudah jelas demensia
kadang-kadang ada sedikit kelainan pada otak, jadi tidak selalu ada korelasi antara
besarnya kelainan histologi dan beratnya gangguan intelegensi (Aspiani, 2014).
a. Gejala
1) Biasanya sesudah umur 60 tahun baru timbul gejala-gejala yang jelas
untuk membuat diagnose demensia senilis. Penyakit jasmaniah atau
gangguan emosi yang hebat dapat mempercepat munduran mental.
2) Gangguan ingatan jangka pendek, lupa tentang hal-hal yang baru
terjadi, merupakan gejala dini, juga kekurangan ide-ide dan gaya
pemikiran abstrak. Yang menjadi egosentrik dan egoistik, lekas
tersinggung dan marah-marah. Kadang-kadang timbul aktifitas seksual
yang berlebihan atau yang tidak pantas, sesuatu tanda kontrol
berkurang atau usaha untuk kompensasi psikologis.
3) Penderita menjadi acuh tak acuh terhadap pakaian dan rupanya.
Menyimpang barang-barang yang tidak berguna, mungkin timbul
paham bahwa ia akan dirampok, akan dirasuki atau ia miskin sekali
atau tidak disukai orang.
4) Orientasi terganggu dan ia mungkin pergi dari rumah dan tidak
mengetahui jalan pulang. Penilaiannya berkurang, sehingga ia dapat
menyukarkan dan membahayakan lalu lintas jalan.
5) Ia mungkin jadi korban penjahat karena ia mudah diajak, contohnya
dalam hal penipuan dan seks.
6) Banyak yang menjadi gelisah di waktu malam, mereka berjalan-jalan
tak bertujuan dan menjadi destruktif. Mungkin timbul delirium waktu
malam, ini karena penglihatan yang terbatas di waktu gelap bila
penderita dengan demensia senilis ditaruh dalam kamar yang gelap,
maka akan timbul disorientasi.
7) Ingatan jangka pendek makin lama makin keras terganggu, maka
makin lama akan makin banyak ia lupa, sehingga penderita hidup
dalam alam pikiran sewaktu ia masih muda atau masih kecil.
b. Prognosa
Tidak baik, jalannya rogresif, demensia makin lama makin berat sehngga
akhirnya lansia hidup secara vegetatif saja, walaupun demikian lansia data hidup
selama 10 tahun atau lebih setelah gejala-gejala menjadi nyata.
c. Diagnosa
Perlu dibedakan dari arterosklerosa otak, tapi kedua hal ini tidak jarang
terjadi bersama-sama. Pada melankolia involusi tidak dapat tanda-tanda demensia.
kadang-kadang sindroma otak organis sebab uremia, anemia, payah jantung atau
penyakit paru-paru dapat serupa dengan psikosa senilis.
d. Pengobatan
Pertahankan perasaan aman dan harga diri, perhatikanlah dan cobalah
memuaskan kebutuhan rasa kasih sayang, rasa masuk hitungan, tercapainya
sesuatu dan rasa penuh dibenarkan serta dihargai. Hindari suasana kamar dengan
keadaan gelap gulita dan letakkan barang-barang yang sudah dikenal lansia sejak
dulu untuk mempermudah orientasinya.
2. Demensia Presenilis
Seperti namanya, maka gangguan ini gejala utamanya adalah seperti
sebelum masa senile akan dibicarakan 2 macam demensia presenilis yaitu:
a. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer ini biasanya muncul antara usia 50-60 tahun,
yang disebabkan oleh karena adanya degenerasi korteks yang difus pada
otak dilapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. Atrofi otak
ini dapat dilihat pada pneumosensefalogam, sistem ventrikel membesar
serta banyak hawa diruang subarachnoid. Penyakit ini dimulai pelan
sekali, tidak ada ciri yang khas pada gangguan intelegensi atau pada
kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang
lebih, kekeliruan dalam berhitung, dan pembicaraan sehari-hari dapat
terjadi afasia, preseverasi (mengulang-ulang perkataan, perbuatan tanpa
guna), pembicaraan logoklonia (pengulangan tiap suku kata akhir secara
tidak teratur), dan bila sudah berat maka penderita tidak dapat dimengerti
lagi. Ada yang jadi gelisah dan hiperaktif. Kadang-kadang sepintas lalu
timbul aproksia (kehilangan kecakapan yang diperoleh sebelumnya untuk
melakukan pekerjaan atau gerakan yang memerlukan keterampilan),
hemiplegia atau pra plegi, parese pada muka dan spasme pada ekstremitas
juga sering terjadi sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Pada
fase ini sudah sangat dement dan tidak diadakan kontak dengannya lagi.
Biasanya penyakit ini berlangsung selama 5-10 tahun.
b. Penyakit Pick
Secara patologis penyakit ini adalah atrofidan gliosis di daerah-
daerah asosiatif, daerah motorik, sensorik, dan daerah proyeksi secara
relatif dan banyak berubah. Yang terganggu adalah daerah korteks yang
secara filogenik lebih mudah dan yang penting buat fungsi asosiasi yang
lebih tinggi. Sebab itu yang terutama terganggu adalah pembicaraan dan
proses berpikir. Penyakit ini mungkin herediter, diperkirakan terdapat
faktor yang menjadi pencetus dari sel-sel ganglion yang tertentu yaitu:
yang genetik paling muda. Lobus frontalis menjadi demikian atrofi
sehingga kadang kelihatan seperti ditekan oleh suatu lingkaran. Biasanya
terjadi pada umur 45-60 tahun, yang termuda yang pernah diberitakan
adalah 31 tahun.
Penyakit Pick terdapat 2 kali lebih sering terjadi pada wanita.
Gejala permulaan adalah ingatan berkurang, kesukaran dalam pemikiran
dan konsentrasi, kurang spontanitas, emosi menjadi tumpul. Penderita
menjadi acuh tak acuh, kadang-kadang tidak dapat menyesuaikan diri serta
menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru. Dalam waktu 1 tahun
sudah terjadi demensia yang jelas. Ada yang efor, ada yang jadi susah dan
curiga. Sering terdapat gejala fokal seperti afasia, aproksia, aleksia, tetapi
gejala ini sering diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia yang
penting pada penyakit ini adalah terjadinya secara perlahan-lahan (tidak
mendadak seperti gangguan pada pembuluh darah otak), terdapatnya
logorhea yang spontan (yang tidak terdapat pada afasia sebab gangguan
pembuluh darah). Tidak jarang ada echolia dan reaksi sterotip.
Pada fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inokontinensia,
kemampuan untuk berbicara hilang dan kekeksia yang berat. Biasanya
penderita meninggal dalam waktu 4-6 tahun karena suatu penyakit infeksi
tambahan. Sampai sekarang tidak ada pengobatan dalam kasus demensia
presenilis. Dapat direncanakan bantuan yang simptomatik dalam
lingkungan yang memadai. Bila gelisah dapat dipertimbangkan pemberian
obat psikotropik (Aspiani, 2014).

2.2 Konsep Life Review Therapy


2.2.1 Pengertian Life Review Therapy
Life Review Therapy adalah suatu fenomena yang luas sebagai gambaran
pengalaman kejadian, dimana didalamnya seseorang akan melihat secara cepat
tentang totalitas riwayat kehidupannya (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011). Life
Review Therapy adalah suatu terapi yang memiliki tujuan dalam meningkatkan
gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya (Maryam,
R., et al, 2008). Life Review Therapy adalah suatu terapi yang bertujuan untuk
menstimulasi individu supaya memikirkan tentang masa lalu sehingga lansia
dapat menyatakan lebih banyak tentang kehidupan mereka kepada staf perawatan
atau ahli terapi (Aspiani, 2014). Melalui pengalaman mengingat kembali
kehidupan yang lalu, gejala yang sekarang dialami akan berangsur hilang dan
perasaan damai serta nyaman mendalam akan muncul.
Kadang-kadang ingatan yang muncul berhubungan dengan trauma masa
kanak-kanak atau keadaan stres didalam rahim. Akan tetapi umumnya masalah-
masalah yang dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalankanlah yang teratasi
dengan metode ini (Suchufi dan Fauzi, 2008 dalam Aspiani, 2014). Yang
terpenting temuan Schale dan Willis menyumbangkan dukungan terhadap
pernyataan tentang keluwesan perilaku pada usia dewasa lanjut. Mereka
menyarankan bahwa sedikitnya harus tersedia tempat untuk didiami lansia,
terobsesi bahwa penyimpangan kognitif bukan tidak dapat diperbaiki, tetapi lebih
diakibatkan karena kurangnya penggunaan kognitif pada usia muda, dan masalah
ini dapat diatasi oleh masyarakat dengan manipulasi lingkungan, termasuk
memberikan teknik latihan, sederhana dan pendidikan yang tidak mahal (Nell
niven, 2000 dalam Aspiani, 2014).
Kemunduran fungsi intelektual sejalan dengan usia bukan tidak dapat
dihindarkan. Sebenarnya terdapat perbedaan penampilan individu. Walaupun
derajat tertentu dari ketidakpastian seperti pada penyebab suatu penyimpangan
pada berfungsinya kognitif, hal yang paling penting adalah bahwa situasi tidak
permanen dan dengan mudah dapat diubah dengan menggunakan teknik latihan
yang sederhana dan tidak mahal (Schale dan Willis, 1991 dalam Aspiani, 2014).
Data penelitian dari kemampuan intelektual lansia mempunyai implikasi bagi
tenaga kesehatan yang sering berhubungan dengan lansia. Pertama kemampuan
intelektual tidak perlu menyimpang karena usia tua, dan masih selalu ada
kesempatan bagi mereka yang secara intelektual aktif selama masa muda hal itu
akan berlanjut sampai usia tua. Kadang-kadang dapat terjadi masalah memori.
Dalam keadaan seperti ini adalah untuk menurunkan kekhawatiran tersebut.
Akhirnya penting untuk membuat lansia mengurangi stres dan ketegangan hidup
sehari-hari dengan memberikan penguatan, latihan dan pengertian (Neil nevin,
2000 dalam Aspiani, 2014). Pada lansia, melihat kembali kehidupan (Life Review)
sebelumnya merupakan proses yang normal berkaitan dengan pendekatan
terhadap proses kematian. Reintegrasi yang sukses dapat memberikan arti dalam
kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati tanpa disertai dengan
kecemasan dan rasa takut.
Hasil diskusi terakhir tentang proses ini menemukan bahwa melihat
kembali kehidupan sebelumnya merupakan salah satu strategi untuk merawat
masalah kesehatan jiwa pada lansia (Team Creative Nutrisi Jiwa, 2008 dalam
Aspiani, 2014).
2.2.2 Manfaat Life Review Therapy
Terapi Life Review memiliki beberapa manfaat sehingga digunakan
sebagai salah satu terapi yang diberikan pada lansia dengan indikasi terapi
tersebut. Manfaat terapi ini adalah menurunkan tingkat depresi bagi lansia. Terapi
ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kepercayaan diri dari lansia. Selain itu,
juga bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan individu untuk beraktifitas
sehari-hari serta bermanfaat dalam meningkatkan kepuasan hidup lansia yang
menjalani terapi Life Review ini (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Life Review Therapy
1. Indikasi
Menurut Jones (2008), Life Review Therapy merupakan penanganan yang
direkomendasikan untuk lansia yang mengalami defisit kognitif dengan:
a. Depresi.
b. Penyakit demensia.
c. Perawatan menjelang ajal.
d. Perawatan terminal dan paliatif.
2. Kontrandikasi
a. Bahwa Life Review Therapy dapat lebih menimbulkan efek menyakiti
dibandingkan efek membantu pada lansia yang memiliki peristiwa-
peristiwa hidup negatif. Beberapa lansia mungkin akan menolak
melakukan Life Review Therapy, bukan karena mereka tidak mau,
melainkan karena akan menjadi depresi ketika lansia melakukannya
karena perasaan kehilangan yang mereka alami (Collins, 2006 dalam
Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).
b. Lansia dengan gangguan memori jangka panjang, dimana akan
menjadi kesulitan untuk melakukan mengingat kejadian masa lalu
(Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).
2.2.4 Teknik Life Review Therapy
Dalam melakukan Life Review Therapy ini ada beberapa teknik yang
dilakukan. Teknik ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan orang yang dicintai.
Perawat berusaha mengkomunikasikan riwayat masa lalu melalui apa saja (bisa
buku memori, album foto kenangan) yang dijelaskan sebagai berikut (Setyoadi
dan Kushariyadi, 2011):
1. Menggunakan album foto dengan ukuran halaman yang besar sebagai
media untuk meletakkan semua gambar atau dokumen dalam berbagai
ukuran. Jika lansia memiliki gangguan penglihatan, maka sebisa
mungkin gunakan ukurang gambar lebih besar agar terlihat lebih jelas.
a. Mengumpulkan album foto dari berbagai kehidupan masa lalu
lansia mulai dari waktu kecil, dewasa hingga menua.
b. Lansia mampu menyebutkan satu per satu situasi foto yang
ditampilkan.
c. Lansia menjelaskan situasi yang ada pada foto, seperti siapa saja
yang ada didalam foto, dimana tempatnya, kapan terjadinya, serta
apa yang dilakukan atau situasi yang terjadi pada saat mengambil
foto tersebut.
2. Menjelaskan tentang nama bagian-bagian dari tingkatan kehidupan yang
pernah dijalani, seperti:
a. Keluarga inti (informasi kelahiran, kehidupan, dan kematian
mengenai ayah, ibu, kakek, nenek).
b. Tahun awal (kelahiran dari anak yang paling muda).
c. Riwayat pekerjaan (tugas anak, riwayat pekerjaan dan pensiunan).
d. Bersikap ramah dan perkawinan.
e. Riwayat pasangan.
f. Pernikahan anak.
g. Keluarga dan teman.
h. Rekreasi, hobi, ketertarikan, dan liburan.
i. Memperingati hari keagamaan.
3. Membuat narasi pada masing-masing tingkatan kehidupan yang penah
dialami lansia. Saat membuat narasi dapat didampingi oleh orang yang
disayangi agar lebih muda dalam mengkomunikasikan.
BAB 3
RENCANA PELAKSANAAN TAK

3.1 Persiapan
3.1.1 Persiapan Klien
A. Seleksi Klien
Kriteria Pasien
(1) Klien yang mengalami penurunan fungsi kognitif
(2) Klien yang mengalami depresi
B. Proses seleksi
(1) Gejala yang sama
(2) Keluhan yang sama
(3) Indikasi yang sama
C. Jumlah peserta
4 orang
3.1.2 Persiapan Terapis
A. Melakukan breafing kecil sebelum pelaksanaan
B. Menentukan siapa-siapa yang akan menjadi leader, co leader, fasilitator,
observer.
C. Satu jam sebelum pelaksanaan melakukan role play dengan teman-teman
disertai pembimbing ruangan.
3.1.3 Persiapan Lingkungan
A. Suasana tidak bising
B. Pengaturan posisi tempat duduk
C. Setting instruktur kegiatan
D. Ventilasi yang cukup
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Rencana Kegiatan
No Kegiatan Waktu
1. Pembukaan 2 menit
2. Perkenalan dan penjelasan prosedur 5 menit
pelaksanaan
3. Inti (tiap sesi 5 menit) 25 menit
4. Penutup 3 menit
Total waktu 35 menit

4.2 Setting Tempat


Peserta dam terapis duduk bersama dalam satu lingkungan

Keterangan:

: Leader

: Co. Leader

: Fasilitator

: Observer

: Klien
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LIFE REVIEW
Sesi I: Pengenalan Nama Presiden

1. Tujuan:
a. Klien dapat mengingat kembali nama-nama presiden yang ada pada
gambar yang disediakan.
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
3. Alat
a. Amplop berisi gambar presiden
4. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab
b. Bermain dan menebak
5. Langkah Kegiatan
a. Persiapan
1) Terapis membuat kontrak dengan klien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang akan digunakan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam terapeutik kepada klien
b) Klien dan terapis memakai papan nama
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
3) Kontrak
a) Leader menjelaskan tujuan
b) Leader menjelaskan aturan main
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
ijin kepada terapis
Lama kegiatan 5 menit
c. Tahap Kerja
1) Leader menjelaskan nama-nama presiden yang ada pada gambar
2) Leader kemudian mengacak amplop gambar
3) Klien diminta untuk memilih amplop gambar
4) Klien diminta untuk menjelaskan kembali nama tokoh pada gambar
5) Beri pujian atas keberhasilan klien
d. Tahap Terminasi
1) Evaluasi
a) Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b) Leader menanyakan TAK Life Review yang telah dilatih
c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2) Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mengulang kembali nama presiden yang
telah dipilih
3) Kontrak selanjutnya
a) Leader membuat kesepakatan dnegan klien untuk TAK selanjutnya yaitu
berhitung
b) Leader membuat kesepakatan waktu dan tempat
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai tujuan TAK. Untuk TAK Life
Review sesi petama, diharapkan klien mampu mengingat kembali nama-
nama presiden.

TAK Sesi: I
Life Review
Mengenal Nama Presiden
NO Aspek yang dinilai Nama Klien

1. Menyebutkan nama
tokoh presiden Soekarno
2. Menyebutkan nama
tokoh presiden Soeharto
3. Menyebutkan nama
tokoh presiden Habibie
4. Menyebutkan nama
tokoh presiden
Megawati
5. Menyebutkan nama
tokoh presiden Susilo
Bambang Yudhoyono
Jumlah

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang mengikuti kegiatan TAK
2. Beri tanda () jika klien mampu, dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

7. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK. Pada
catatan proses keperawatan tiap klien, contoh: klien mengikuti TAK Life
Review sesi pertama klien mampu menyebutkan nama presiden.

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LIFE REVIEW


Sesi II: Kemampuan Berhitung
1. Tujuan:
a. Mengkaji kemampuan kognitif berhitung klien
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkungan
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
3. Alat
a. Kertas
b. Spidol
4. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab
b. Bermain dan menebak
5. Langkah Kegiatan
a. Persiapan
1) Terapis mengingatkan kembali kontak yang sudah dibuat
disesi selanjutnya
2) Terapis membuat kontrak dengan klien
3) Mempersiapkan alat dan tempat yang akan digunakan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam terapeutik kepada klien
b) Klien dan terapis memakai papan nama
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
3) Kontrak
a) Leader menjelaskan tujuan
b) Leader menjelaskan aturan main
Jika ada klien yang ingin meninggalkan
kelompok, harus meminta ijin kepada terapis
Lama kegiatan 5 menit
c. Tahap Kerja
1) Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
2) Leader kemudian memutarkan bola dari satu klien ke klien
lain
3) Klien yang terakhir memegang bola diminta untuk
menjawab pertanyaan dari leader mengenai penjumlahan
dan pengurangan bilangan
4) Klien diminta untuk menjawab pertanyaan terapis
3) Beri pujian atas keberhasilan klien
d. Tahap Terminasi
1) Evaluasi
a) Leader menanyakan perasaan klien setelah
mengikuti TAK
b) Leader menanyakan TAK Life Review yang telah
dilatih
c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2) Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mengurutkan angka dari
yang terkecil hingga yang terbesar.
3) Kontrak selanjutnya
a) Leader membuat kesepakatan dengan klien untuk
TAK selanjutnya yaitu orientasi peralatan mandi.
b) Leader membuat kesepakatan waktu dan tempat
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai tujuan TAK.
Untuk TAK Life Review sesi petama, diharapkan dapat mengasah kembali
kemampuan kognitif klien.

TAK Sesi: II
Life Review
Kemampuan Berhitung
NO Aspek yang dinilai Nama Klien

1. Menjawab hasil
perhitungan
bilangan
Jumlah

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang mengikuti kegiatan TAK
2. Beri tanda () jika klien mampu, dan tanda (X) jika klien tidak
mampu.

7. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK.
Pada catatan proses keperawatan tiap klien, contoh: klien mengikuti TAK
Life Review sesi kedua klien mampu menyebutkan angka.

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LIFE REVIEW


Sesi III: Mengenal Peralatan Mandi

1. Tujuan:
Klien dapat mengingat kembali nama-nama dan dapat menyebutkan kembali
fungsi barang tersebut
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkungan
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
3. Alat
Amplop berisi gambar peralatan kamar mandi
4. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab
b. Bermain dan menebak
5. Langkah Kegiatan
A. Persiapan
1) Terapis mengingatkan kembali kontrak yang sudah dibuat disesi
selanjutnya
2) Terapis membuat kontrak dengan klien
3) Mempersiapkan alat dan tempat yang akan digunakan
B. Orientasi
1. Salam terapeutik
a. Salam terapeutik kepada klien
b. Klien dan terapis memakai papan nama
2. Evaluasi/Validasi
Menanyakan perasaan klien pada saat ini
3. Kontrak
a. Leader menjelaskan tujuan
b. Leader menjelaskan aturan main
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta ijin
kepada terapis
Lama kegiatan 5 menit
C. Tahap Kerja
1. Leader menjelaskan nama barang yang ada pada gambar
2. Leader kemudian mengacak amplop gambar
3. Klien diminta untuk memilih amplop gambar
4. Klien diminta untuk menjelaskan kembali nama barang dan fungsinya
5. Beri pujian atas keberhasilan klien
D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi
a. Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b. Leader menanyakan TAK Life Review yang telah dilatih
c. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2. Tindak Lanjut
Agar klien mampu menggunakan barang sesuai dengan fungsinya
3. Kontrak selanjutnya
a. Leader membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK selanjutnya yaitu
orientasi tempat ibadah.
b. Leader membuat kesepakatan waktu dan tempat
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai tujuan TAK. Untuk TAK
Life Review sesi ketiga, diharapkan klien mampu menyebutkan nama barang
dan menggunakan barang sesuai dengan fungsinya.

TAK Sesi: III


Life Review
Mengenal Peralatan Mandi
NO Aspek yang dinilai Nama Klien

1. Menyebutkan nama
barang dan fungsinya
a. Handuk
b. Gayung
c. Sikat gigi
d. Sampo
Jumlah

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang mengikuti kegiatan TAK
2. Beri tanda () jika klien mampu, dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

7. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK. Pada
catatan proses keperawatan tiap klien, contoh: klien mengikuti TAK Life
Review sesi ketiga klien mampu menyebutkan nama dan fungsi barang
peralatan mandi.

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LIFE REVIEW


Sesi IV: Orientasi Waktu

1. Tujuan
Klien dapat mengingat
1) Tanggal dan bulan kelahiran
2) Hari Kemerdekaan RI
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
3. Alat
b. Kertas
c. Spidol
d. Bola
4. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab
b. Menebak
5. Langkah Kegiatan
a. Persiapan
1. Terapis membuat kontrak dengan klien
2. Mempersiapkan alat dan tempat yang akan digunakan
b. Orientasi
1. Salam terapeutik
a. Salam terapeutik kepada klien
b. Klien dan terapis memakai papan nama
2. Evaluasi/Validasi
Menanyakan perasaan klien pada saat ini
3. Kontrak
a. Leader menjelaskan tujuan
b. Leader menjelaskan aturan main
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta ijin
kepada terapis
Lama kegiatan 5 menit
c. Tahap Kerja
1. Leader menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan
2. Leader kemudian memutarkan bola dari satu klien ke klien lain
3. Klien yang terakhir memegang bola diminta untuk menjawab pertanyaan
dari leader mengenai tanggal kelahiran dan hari kemerdekaan RI.
4. Beri pujian atas keberhasilan klien
d. Tahap Terminasi
1. Evaluasi
a. Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b. Leader menanyakan TAK Life Review yang telah dilatih
c. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2. Tindak Lanjut
Leader meminta klien untuk memberi tanda pada kalender
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai tujuan TAK. Untuk TAK Life
Review sesi kelima, diharapkan klien mampu mengingat tanggal bulan
kelahiran dan hari kemerdekaan RI. Formulir evaluasi sebagai berikut

TAK Sesi: IV
Life Review
Orentasi Waktu
NO Aspek yang dinilai Nama Klien

1. Mampu menyebutkan
tanggal dan bulan
kelahiran
2. Mampu menyebutkan
hari kemerdekaan RI
Jumlah

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang mengikuti kegiatan TAK
2. Beri tanda () jika klien mampu, dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

7. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK. Pada
catatan proses keperawatan tiap klien, contoh: klien mengikuti TAK Life
Review sesi keempat klien mampu mengorientasikan waktu.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LIFE REVIEW
Sesi V: Orientasi Tempat Ibadah

1. Tujuan
Klien dapat mengingat nama tempat ibadah dan kegunaannya
2. Setting
a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
3. Alat
a. Kertas
b. Spidol
c. Gambar tempat ibadah
d. Amplop
4. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab
b. Menebak
5. Langkah Kegiatan
a. Persiapan
1) Terapis membuat kontrak dengan klien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang akan digunakan
b. Orientasi
1. Salam terapeutik
a) Salam terapeutik kepada klien
b) Klien dan terapis memakai papan nama
2. Evaluasi/Validasi
Menanyakan perasaan klien pada saat ini
3. Kontrak
a) Leader menjelaskan tujuan
b) Leader menjelaskan aturan main
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta ijin
kepada terapis
Lama kegiatan 5 menit
c. Tahap Kerja
1. Leader menjelaskan nama-nama tempat ibadah yang ada pada gambar
2. Leader kemudian mengacak amplop gambar
3. Klien diminta untuk memilih amplop gambar
4. Klien diminta untuk menjelaskan kembali nama tempat ibadah pada
gambar dan kegunaannya
5. Beri pujian atas keberhasilan klien
d. Tahap Terminasi
1. Evaluasi
a) Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b) Leader menanyakan TAK Life Review yang telah dilatih
c) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2. Tindak Lanjut
Leader meminta klien untuk memberi tanda pada kalender
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai tujuan TAK. Untuk TAK Life
Review sesi kelima, diharapkan klien mampu mengingat nama tempat ibadah
dan kegunaannya . Formulir evaluasi sebagai berikut

TAK Sesi: V
Life Review
Orentasi Tempat
NO Aspek yang dinilai Nama Klien

1. Mampu menyebutkan
nama tempat ibadah dan
kegunaannya
Jumlah

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang mengikuti kegiatan TAK
2. Beri tanda () jika klien mampu, dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

7. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK. Pada
catatan proses keperawatan tiap klien, contoh: klien mengikuti TAK Life
Review sesi kelima klien mampu mengingat nama tempat ibadah dan
kegunaannya.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Life Review Therapy merupakan salah satu terapi modalitas yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif sehingga individu
yang melakukan terapi ini dapat mendapatkan kembali kemampuan
kognitifnya secara bertahap sehingga terapi ini efektif digunakan sebagai
terapi pada penderita demensia dan depresi terutama pada lansia.
4.2 Saran
Life review therapy adalah terapi yang biasa diberikan pada lansia
untuk mengembalikan ingatan masa lalu sehingga lansia dapat mengingat
kejadian masa lalu nya, menceritakan masa lalunya dan membuat kualitas
hidup lansia menjadi lebih baik. Terapi ini banyak memberikan manfaat
untuk mengasah serta meningkatkan fungsi kognitif dan daya ingat
sehingga sangat baik dan sangat cocok digunakan di lahan kesehatan untuk
terapi bagi lansia sesuai indikasi karena manfaat serta keuntungan yang
bermakna dapat dirasakan dengan nyata setelah pemberian terapi life
review.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 2, Jakarta:
Trans Info Medika.
Setyoadi dan Kushariadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik, Jakarta: Salemba Medika.
Stanley, M. dan Patricia Gautlett Bearce. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2, Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna. (2014). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok, Ed 2.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai