Laporan Identifikasi Penyakit Non Infeksius
Laporan Identifikasi Penyakit Non Infeksius
Oleh :
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja mulai
dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang menjadikan
Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja penyebab angka
kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner "the silence killer". Tingginya angka
kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 %.
kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK
diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.
Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari Rumah Sakit, kasus tertinggi Penyakit Jantung
Koroner adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.784 kasus (26,00%) dibanding dengan jumlah
keseluruhan kasus Penyakit Jantung Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Apabila dilihat
berdasarkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kabupaten Klaten adalah 3,82%. Sedangkan
kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 2.004 kasus (10,89%) dan apabila
dibanding dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten Banyumas adalah sebesar 9,87%.
Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Tegal yaitu 2 kasus (0,01%). Sedangkan kabupaten
Semarang dan Kabupaten Cilacap belum melaporkan. Rata-rata kasus Jantung Koroner di Jawa
Tengah adalah 525,62 kasus.
Beberapa hasil penelitian telah dilakukan terkait dengan penyakit jantung koroner dan factor-
faktor yang berpengaruh. Salah satunya yaitu, penelitian tentang Pengembangan Model Pengendalian
Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Kelompok Pengambil Keputusan (Lanjutan ).
Para pejabat pengambil keputusan di Indonesia adalah kelompok masyarakat penting karena
kelompok inilah otak dari baik tidaknya situasi dan kondisi pembangunan. Namun, kelompok ini
sering terpapar pada faktor risiko penyakit jantung koroner. Untuk mendapatkan suatu model dalam
menurunkan faktor risiko tersebut di atas telah dilakukan suatu survei sehingga diperoleh data dasar
mengenai keadaan (a). fisik(elektrokardiografik = EKG dan tekanan darah); (b). antropometrik (tinggi
dan berat badan); (c). pemeriksaan darah terhadap kadar kolesterol, gula darah, asam urat; dan (d).
paparan asap rokok. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa faktor risiko terhadap
terjadinya penyakit jantung koroner yang paling mencolok ditunjukan oleh kadar kolesterol tinggi
(70,4%) disusul oleh kegemukan (28,6%); kadar asam urat tinggi (27,7%) dan EKG tidak normal
(21,4%). Data tentang kadar kolesterol darah tinggi, kegemukan, kadar asam urat darah tinggi dan
EKG tidak normal digunakan sebagai data dasar untuk membuat model menurunkan faktor risiko
terhadap terjadinya. (Ganda Siburian, 2001).