PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun di negara
maju. Data SEAMIC Health Statistic 2001 menunjukkan influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam di Indonesia, nomor
sembilan di Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura, dan nomor
enam di Thailand.
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. Istilah pneumonitis seringkali digunakan untuk menyatakan peradangan
paru non spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Meskipun telah ada kemajuan dalam
bidang antibiotik, pneumonia tetap menjadi masalah dalam kesehaan. Munculnya
organisme nosokomial yang resisten terhadap antibiotik, ditemukannya oraanisme-
organisme yang baru, bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan
adanya penyaki seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan
penyebab-penyebab pneumonia. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini
karena respons imunitas yang masih belum berkembang dengan baik. Pasien peminum
alkohol, pasca bedah dan penderita penyakit pernapasan kronik atau infeksi virus juga
mudah terserang penyakit ini. Hampir 60% pasien yang kritis di ICU dapat menderita
pneumonia, dan setengah dari pasien-pasien tersebut akan meninggal.
Foto thorax merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan pesat
selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologi toraks dan pengetahuan
untuk menilai suatu roentgenogram toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar
roentgen ini suatu keharusan rutin. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini
dapat dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru
juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen sebelum timbul gejala-gejala
klinis.
Roentgenografi adalah pembuatan foto roentgen toraks, yang biasanya dibuat
dengan arah postero-anterior (PA) dan lateral bila perlu. Agar distorsi dan magnifikasi
yang diperoleh menjadi sekecil munkin, maka jarak antara tabung dan film harus 1,8
meter dan foto dibuat sewaktu pasien sedang bernapas dalam (inspirasi). Tekanan listrik
yang dipergunakan biasanya antara 60-90 KV; semakin tinggi semakin baik, karena ini
mengurangi kontras antara hitam dan putih.
1
Beberapa proyeksi istimewa diperlukan unuk melihat lebih jelas sarang-sarang
yang letaknya agak tersembunyi pada proyeksi biasa. Proyeksi oblique dibuat dengan
sudut kira-kira 450 dan diberi nama menurut bagian dada yang letaknya terdekat pada
film dan terjauh dari tabung roentgen. Proyeksi lain adalah proyeksi lordotik puncak paru
dengan arah sinar antero-posterio (AP), untuk menyelidiki sarang di apeks paru, yang
pada proyeksi PA biasa umumnya tersembunyi di belakang klavikula dan costa 1.
Kadang-kadang perlu dibuat foto dalam posisi berbaring pada keadaan tertentu.
2
BAB II
STATUS PASIEN
1. Nama : Tn. IM
2. Umur : 21 tahun
3. Alamat : Idie Rayeuk, Aceh Timur
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Agama : Islam
6. Status Perkawinan : Belum menikah
7. Suku : Aceh
8. Pekerjaan : Mahasiswa
9. Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2014
10. Nomor CM : 1-01-06-11
2.2 Anamnesa
3
4. Nadi : 86 kali/ menit
5. Pernafasan : 20 kali/menit
6. Suhu : 37,90C
7. Keadaan Gizi : Gizi Normal
A. Kulit
1. Warna : Sawo matang
2. Turgor : Cepat kembali
3. Sianosis : Tidak ada
4. Ikterus : Tidak ada
5. Oedema : Tidak ada
6. Anemia : Tidak ada
B. Kepala
1. Rambut : Hitam, distribusi normal
2. Wajah : Simetris, edema (-), deformitas(-)
3. Mata : Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-)
a. Pupil bulat isokor 3 mm/3 mm
b. Refleks cahaya langsung (+/+)
c. Refleks cahaya tidak langsung (+/+)
4. Telinga : Serumen (-/-)
5. Hidung : Sekret (-/-)
6. Mulut : Bibir : Pucat (-), Mukosa Basah (+)
sianossi(-)
Lidah : Tremor (-), Hiperemis (-)
Tonsil : Hiperemis (-/-), T1 T1
Faring : Hiperemis (-)
C. Leher
1. Inspeksi : Simetris
2. Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.
3. Pembesaran KGB : Tidak ada
D. Thorax
4
Inspeksi
1. Statis : Simetris, bentuk normochest
2. Dinamis : Pernafasan Abdominothorakal,
Retraksi suprasternal (-),
Retraksi intercostals (-)
Paru
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis.
Pemeriksaan Kanan Kiri
Palpasi Fremitus Meningkat Fremitus Meningkat
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Normal Vesikuler Normal
Ronchi (+) wheezing (-) Ronchi (+) wheezing (-)
Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea
Midclavicula Sinistra.
3. Perkusi : Atas : ICS III Linea Midclavicula
Sinistra
Kiri : ICS V Linea Midclavicul
Sinistra
Kanan : Linea Parasternal Dextra
4. Auskultasi : BJ I > BJ II, normal, regular, bising (-)
E. Abdomen
1. Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor(-)
vena collateral(-)
2. Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-)
a. Hepar : Tidak teraba
b. Lien : Tidak teraba
c. Ginjal : Ballotement tidak teraba
3. Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
4. Auskultasi : Peristaltik normal
5
H. Tulang Belakang : Simetris, Nyeri tekan (-)
A. GCS : E4 M6 V5
Pupil : Isokor (3 mm/3 mm)
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
- Babinski : (-/-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
B. Nervus Kranialis
Nervus III (otonom) :
Kanan Kiri
1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
2. Bentuk pupil bulat bulat
3. Reflek cahaya langsung + +
4. Reflek cahaya tidak + +
langsung - -
5. Nistagmus - -
6. Strabismus - -
7. Exophtalmus - -
6
8. Melihat kembar
7
Kanan Kiri
1. Bicara Dalam batas Dalam batas normal
Menelan normal Dalam Dalam batas normal
batas normal
Nervus XI (fungsi motorik):
Kanan Kiri
1. Mengangkat bahu Dalam batas Dalam batas normal
2. Memutar kepala normal Dalam batas normal
Dalam batas
normal
Nervus XII (fungsi motorik):
1. Artikulasi lingualis Dalam batas normal
2. Menjulurkan lidah Dalam batas normal
Kelompok Sensoris:
Nervus I (penciuman) Dalam batas normal
Nervus V (sensasi wajah) Dalam batas normal
Nervus VII (pengecapan)
Dalam batas normal
Nervus VIII (pendengaran)
Dalam batas normal
C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
Sensibilitas
1. Rasa suhu : Dalam Batas Normal
2. Rasa nyeri : Dalam Batas Normal
3. Rasa raba : Dalam Batas Normal
8
4. Trofi : N/N
Refleks
1. Biceps : +/+
2. Triceps : +/+
G. Fungsi Vegetatif
1. Miksi : Dalam batas normal
2. Defekasi : Konstipasi (-)
H. Koordinasi Keseimbangan
1. Cara Berjalan : Dalam batas normal
2. Romberg Test : Tidak diperiksa
9
2.6 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
B. Pemeriksaan Radiologi
10
Foto X-Ray Thorax AP
Kesimpulan : Pneumonia
2.7 Diagnosa
2.8 Terapi
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 Jam
Inj. Asam Tranexamat
2.9 Edukasi
11
2.10 Prognosa
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Paru
3.1.1 Anatomi
13
bronkial berasal dari aorta torakalis. Vena bronkialis yang besar mengalirkan
darahnya ke dalam sistem azigos yang bermuara ke vena kava superior. Vena
bronkial yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis.
Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah
vena ke paru. Jaringan kapiler paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus,
merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara
alveolus dan darah. Darah teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena
pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya dialirkan ke sel-sel melalui sirkulasi
sistemik.
14
pada kapiler harus lebih rendah daripada tekanan parsial oksigen pada
alveolus agar terjadi proses difusi yang optimal.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannnya dengan
distribusi udara dalam alveolus. Pemindahan gas secara efektif antara
kapiler paru dan alveolus membutuhkan distribusi merata dari udara dalam
paru dan perfusi dalam kapiler yang disebut dengan keseimbangan
ventilasi-perfusi. Kebanyakan penyakit pernapasan akan mengganggu
kesimbangan ventilasi-perfusi.
3. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
15
enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa,
E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai
kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen
pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai
fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik. Mekanisme pertahanan
saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral dan
komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis
merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi
gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian
bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa
Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya bakteri patogen
secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat
memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan
infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak
gerakan silia.
4. Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway, Bronkiolus
dan alveolus mempunyai mekanisme pertahanan berupa surfaktan yang
melapisi alveolus suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa
komponen SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis
dan killing terhadap bakteri oleh makrofag. Aktifiti anti bakteri (non
spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein. IgG (IgG1 dan IgG2 subset
yang berfungsi sebagai opsonin). Makrofag Alveolar yang berperan sebagai
mekanisme pertahanan pertama berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke
alveolus (ada infeksi GNB, P. Aeruginosa. Mediator biologi kemampuan
untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi dari
makrofag alveolar, sitokin, leukotrien.
3.2 Pneumonia
3.2.1 Definisi
16
Pneumonia adalah suatu peradangan / inflamasi parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukarann gas setempat.
17
3.2.3 Klasifikasi
18
c. Pneumonia interstisial.
3.2.4 Patofisiologi
19
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga pasien akan
bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna
secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim
paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai
keadaan normal.
20
lobus yang terkena, batuk-batuk disertai dahak, sputum berisi purulen/bercak
darah dan myalgia.
Presentasi gejala yang timbul pada pneumonia bervariasi tergantung
etiologi, usia dan keadaan klinis. Pneumonia pada usia lanjut seringkali
memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang
datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh,
dan inkontinensia akut.
Gejala klinis dapat bervariasi pada tipe kuman penyebab yang berbeda-
beda. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen S. Pneumonia, streptococcus spp,
staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering
dan nonproduktif. Awitan penyakit lebih insidious dan ringan pada orang
tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang patogen/oportunistik, misalnya
Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob dan jamur.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi.
3.2.6 Pengobatan
Pada Tabel berikut merupakan jenis obat antibiotik yang diberikan pada
pasien penderita pneumonia berdasarkan bakterinya :
21
Bakteri Obat yang disarankan
Streptococcus pneumonia Seftriaxone, levofloxacin
Heamophilus Influenza Moxifloxacin
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
d. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
e. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
f. Gambaran air bronchogam yang terdapat di dalam percabangan bronkus
yang dikelilingi bayangan opak rongga udara, akan tampak jelas jika udara
tersebut digantikan dengan cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada
saat itulah dapat dikatakan air bronchogram positif yang tampak pada
gambar di bawah ini:
22
g. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek)
yang berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini
bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru, jika batas lesi jantung
menghilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di
lobus media kanan, maka hal ini disebut Sillhoute sign positif yang tampak
pada gambar dibawah ini .
23
Beberapa gambaran radiologi berdasarkan predileksi infeksi antara lain:
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
CT Scan
24
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.
25
CT Scan
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
26
CT Scan
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Corr, Peter. 2010. Foto Thorax Normal dan Infeksi Paru. Jakarta: EGC; h.
28-35
2. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; h.
554
3. Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
4. Muller, Nestlar. 2007. Imaging of Pulmonary Infection. Lippincot Willian &
Wilkins; p. 21
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2009. Pneumonia Komuniti: Pedoman
diagnosis dan penatalaksaanaan di Indonesia; h. 2-6
6. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:EGC
7. Rasad, Sjahiar. 2009. Radiologi Diagnostik, Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI; h. 101
8. Robins, Cotran, Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi, Ed. 7. Jakarta: EGC.
9. Sherwood, Laralee. 2001. Human Physiology: From Cell to Systems. New
York: Cengage Learning.
10. Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
penerbit FK UI; h. 2196
28