Anda di halaman 1dari 46

Evaluasi Program

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH

DENGUE DI PUSKESMAS RAWAT INAP KEDATON

PERIODE JANUARI-DESEMBER 2015

Oleh:

Febrian Syahputra S.Ked

Lian Anggina Lubis S.Ked

Putri Julianti Bayu S.Ked

Sabrina Silvi Ainun Nissa S.Ked

Wajarsi Pratami S.Ked

Pembimbing:

dr. Marisa Anggraini MPd.Ked

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG, AGUSTUS 2016


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis

dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia

menempati urutan petama dalam jumlah penderita DBD setiap

tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun

2009, World Health Organzation (WHO) mencatat negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Teggara.


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.

Jumlah penderita dan luas penyebarannya semakin bertambah

seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk

dan bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).


Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan

sehingga salah satu strategi utama dan paling efektif untuk

pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara melakukan upaya

preventif dengan pemutusan rantai penyebaran.


Pada tahun 2014 jumlah penderita DBD di Indonesia yang

dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian

sebanyak 907 orang. Dibandingkan tahun 2013 dengan kasus

sebanyak 112.511 terjadi penurunan kasus pada tahun 2014.


Berbeda dengan jumlah/angka kesakitan yang mengalami

penurunan, jumlah angka kabupaten/kota tejangkit DBD pada tahun

2014 justru mengalami peningkatan dari angka 412 (82,9%) pada

tahun 2013 menjadi 433 kabupaten/kota pada tahun 2014 (84,74%)

pada tahun 2014. Selama periode tahun 2008-2014 jumlah

penderita DBD cenderung meningkat.


Pada tahun 2014 tercatat persentase Kabupaten/Kota di

Provinsi Lampung yang terjangkit DBD adalah 100%. Hal ini

menunjukkan masih diperlukan tindakan untuk menurunkan angka

terssebut.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang

disediakan pemerintah di setiap Kecamatan, memiliki peranan

penting secara preventif, promotif, kuratif bahkan rehabilitatif untuk

menurunkan angka tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimanakah program pencegahan dan penanggulangan DBD di

Puskesmas Rawat Inap Kedaton periode Januari-Desember 2015?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui program pencegahan dan penanggulangan DBD di

Puskesmas Rawat Inap Kedaton Periode Januari-Desember 2015.


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pelaksanaan program pencegahan dan

penanggulangan DBD di Puskesmas Rawat Inap Kedaton Periode

Januari-Desember 2015.
2. Mengetahui masalah dalam pelaksanaan program pencegahan

dan penanggulangan DBD di Puskesmas Rawat Inap Kedaton

Periode Januari-Desember 2015.


3. Mengetahui penyebab masalah dalam pelaksanaan pogram

pencegahan dan penanggulangan DBD di Puskesmas Rawat Inap

Kedaton periode Januarui-Desember 2015.


4. Dirumuskannya alternatif penyelesaian masalah bagi

pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan DBD di

Puskesmas Rrawat Inap Kedaton periode Januari-Desember 2015.


1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa sebagai sarana pembelajaran mengenai cara

melakukan evaluasi program puskesmas. Selain itu melatih

kemampuan dalam menilai suatu pelaksanaan program, menambah

kemampuan dan kecermatan dalam mengindentifikasi, menganalisa

dan menetapkan prioritas permasalahan, mencari alternatif

penyelesaian dari suatu masalah dan memutuskan

penyelesaiannya.
1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmas
Sebagai suatu bahan evaluasi program pencegahan dan

penanggulangan DBD yang telah berlangsung, sehingga dapat

mengefektifkan dan memberi alternatif penyelesaian masalah

pelaksanaan program dan juga dapat memandu dalam

meningkatkan pencapaian program.


1.4.3 Manfaat Bagi Universitas
Merealisasikan tridharma perguruan tinggi dalam melaksanakan

fungsi dan tugasnya sebagai lembaga yang menyelenggarakan

pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari

tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,

disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan

(petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah,

muntah darah, kesadaran menurun. Hal yang dianggap serius pada

demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda

syok/ renjatan (Mubin, 2009: 19).

Fever Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali

ditandai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan

leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (Dengue

HaemoragickFrever/DHF) ditandai dengan empat gejala klinis utama:

demam tinggi/ suhu meningkat tiba-tiba, sakit kepala supra, nyeri otot

dan tulang belakang, sakit perut dan DBD, mual muntah. Fenomena

hemoragi, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai

tanda tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang

diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut Sindrom Syock

Dengue (DSS) dan sering menyebabkan fatal ( Mubin, 2009:19).

2.2 Etiologi DBD

Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat

dalam tubuh nyamuk Aedes aegepty (betina). Virus ini termasuk famili
Flaviviridae yang berukuran kecil sekali yaitu 35-45 mm. Virus ini dapat

tetap hidup(survive) di alam ini melalui 2 mekanisme. Mekanisme

pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang

ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi

nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk

betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua, transmisi virus dari

nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk mendapatkan

virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada saat itu

sedang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang

sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah

diri/berkembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai

di kelejar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk

dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

(Darmowandowo, 2001).

2.3 Manifestasi klinik

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD

dengan masa inkubasi antara 3-15 hari. Penderita biasanya mengalami

demam akut atau suhu meningkat tiba-tiba, sering disertai menggigil,

saat demam pasien compos mentis

Gejala klinis lain yang sangat menonjol adalah terjadinya

perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai pada saat

penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa

:
a Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.

b Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan


melena.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD,


gambaran

klinis lain yang tidak khas dijumpai pada penderita DBD adalah :

a Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada

waktu menelan.

b Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, DBD,

konstipasi.

c Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada

otot tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal

pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, muka, pembengkakan

sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila

disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-

menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga

akan timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di

muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang

mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh,

panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah

penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah,

ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila

keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi


lemah atau tidak teraba) kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005:

8).

Kriteria klinis DBD menurut WHO 1986 (dalam Arif. M, 2001;


429)adalah:

a Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara

lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik

b Manifestasi perdarahan.
c Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus
d Dengan/adanya renjatan
e Kenaikan nilai hematokrit.
Menurut (Mubin, 2009) derajat penyakit DBD terbagi empat derajat :

1 Derajat 1 :
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi

perdarahan (uji tourniquet positif)

2 Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan

lain pada hidung (epistaksis)

3 Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mm/Hg) / hipotensi disertai

kulit dingin dan lembab serta gelisah

4 Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah

yang tidak dapat diukur, akral dingin dan akan mengalami syok.

2.4 Proses Penularan

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan


vector

penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan.
Nyamuk
Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah

urban)sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies

nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes

aegypti berkembangbiak di tempat lembab dan genangan air bersih.

Sedangkan Aedes albopictus berkembangbiak di lubang-lubang pohon

dalam potongan bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air

lainnya (Soedarmo, 2005: 18).

Virus memasuki tubuh ke manusia melalui gigitan nyamuk

menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang

lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh

manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki

sirkulasi (viremia), yang pada saat itu manusia yang terinfeksi akan

mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh

manusia maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap

virus ini antara manusia yang satu dengan yang lain dapat berbeda,

dimana perbedaan reaksi akan memanifestasikan perbedaan penampilan

gejala klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada prinsipnya bentuk reaksi

tubuh terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :

1 Bentuk reaksi pertama


Mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil,

kulit berupa gejala ruang (rash).

2 Bentuk reaksi kedua


Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari
penurunan

jumlah darah dan kualitas komponen-komponen pembuluhdarah


yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3 Bentuk reaksi ketiga
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan
keluarnya

komponen plasma atau cairan darah dari dalam pembuluh darah menuju

ke rongga perut berupa gejala asites dan rongga selaput paru berupa

gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi bentuk

1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue,

sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan

mengalami demam berdarah dengue (Darmowandowo, 2001: 22)

2.5 Bionomik Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)


Bionomik vektor adalah tata cara atau perilaku vektor. Vektor
penyakit

DBD adalah nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini memiliki kemampuan

jarak terbang sejauh 40-100 meter dan tidak dapat hidup diatas

ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut dan kurang dapat

berkembang biak dengan baik didaerah bersuhu rendah . Pada dasarnya

dalam kehidupan nyamuk terdapat 3 macam tempat yang dibutuhkannya,

yaitu tempat untuk beristirahat (resting places), tempat untuk

mendapatkan makanan (feeding places), dan tempat untuk berkembang

biak (breeding places). Tempat berkembang biak nyamuk aedes berupa

genangan air yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, jernih dan

gelap baik yang berada di dalam ruangan ataupun di luar ruangan. Dalam

kehidupan di air, perkembangan nyamuk aedes dari telur sampai

mencapai nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-14 hari, yaitu 2-3 hari

untuk perkembangan dari telur menjadi jentik, 4-9 hari dari jemtik

menjadi pupa, 1-2 hari dari pupa menjadi nyamuk dewasa. Berdasarkan

kesenangan untuk mendapatkan darah, nyamuk aedes biasanya


menggigit manusia pada pukul 09.00-10.00 pagi dan antara pukul 16.00-

17.00 petang, Tapan: 2004 (dalam Ahmad, 2009: 21).

2.6 Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan DBD


Untuk mencegah penyakit DBD nyamuk penularnya harus
diberantas

(Aedes aegypti) sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara cepat

memberantas nyamuk Aedes aegypti memberantas jentik-jentiknya di

tempat berkembang biaknya. Cara ini dikenal dengan pemberantasan

nyamuk DBD (PSN-DBD). Oleh karena tempat berkembang biaknya

dirumah-rumah dan di tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus

melaksanakan PSN-DBD sekurang kurangnya seminggu sekali (Depkes RI,

2005).

PSN-DBD bisa melalui penggunaan insektisida untuk langsung membunuh

nyamuk Aedes aegypti dewasa. Malation adalah insektisida yang lazim

dipakai saat ini. Cara penggunaan malation adalah dengan pengasapan

(thermal fogging), atau pengabutan (cold fogging). Ada juga insektisida

yang bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk yakni abate. Cara

penggunaan bubuk abate adalah dengan menaburkan bubuk abate pada

tempat yang menjadi sarang nyamuk. Sedangkan PSN-DBD tanpa

menggunakan insektisida adalah 3M, menguras bak mandi, tempayan

minimal seminggu sekali, karena perkembangan nyamuk memerlukan

waktu 7-10 hari. Selanjutnya menutup tempat penampungan air rapat-

rapat dan langkah terakhir dari 3M adalah membersihkan halaman rumah

dari barang-baranng yang memungkinkan nyamuk tersebut bersarang

dan bertelur (Hendarwanto, 2001).


2.7 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut (Mansjoer, 2005) penatalaksanaan demam berdarah
dengue yaitu:

a DHF tanpa Renjatan


1 Beri minum banyak ( 1 - 2 Liter / hari )
2 Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
3 Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

b DHF dengan Renjatan


1 Pasang infus RL
2 Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander

( 20 30 ml/ kg BB)

3 Tranfusi jika Hb dan Ht turun


2.8 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Penyulit

Menurut (Mansjoer, 2005) terdapat pula penatalaksanaan demam


berdarah

tanpa penyulit yaitu :

a Tirah baring

b Beri makanan lunak, dan bila belum nafsu makan di beri minum 1.5 2

liter dalam 24 jam dengan air teh, gula atau susu

c Berikan paracetamol bila demam

d Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan)

e. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

2.9 Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Sardjana : 2007 (dalam Ahmad 2009: 23 ) menyebutkan


diagnosis

demam berdarah dengue dapat ditegakkan bila semua hal dibawah ini
terpenuhi:

a Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik

b Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet

positif, terdapat petekie, perdarahan mukosa atau perdarahan dari bagian

tubuh lain danhematemesis atau melena

c Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul)

d Terdapat minimal satu tanda dari kebocoran plasma seperti

peningkatan hematokrit lebih dari 20%, penurunan hematokrit lebih dari

20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai

hematokrit sebelumnya dan tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,

ascites, atau hipoproteinemia.


Seorang penderita DBD dikatakan mengalami Sindrom Syok Dengue

(SSD) apabila seluruh kriteria diatas terjadi ditambah tanda-tanda

kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah,

tekanan darah turun sampai diastolik dibawah 20 mmHg, kulit dingin serta

pasien gelisah

2.10 Penanganan Keperawatan Untuk Pasien Demam Berdarah


Dengue(DBD)

Menurut Sardjana : 2007 (dalam Ahmad 2009), penanganan


keperawatan

untuk pasien demam berdarah (DBD) terbagi atas berikut :

1 Tindakan Observasi

a Observasi tanda tanda vital klien seperti suhu, nadi, tensi,

pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering. Pengukuran suhu tubuh

menggunakan thermometer suhu tubuh. Normal suhu tubuh (36.5oC-

37.5 oC) . Rasional tindakan ini adalah sebagai pedoman acuan untuk

mengetahui keadaan umum pasien.

b Observasi intake dan output, tiap 3 jam sekali atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital

merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

c Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi

masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan

d Observasi capillary Refill. Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi


perifer

e Observasi adanya tanda tanda syok, rasional tindakan ini adalah

agar dapat segera dilakukan tindakan apabila klien mengalami shock.


2 Tindakan mandiri:

a Kaji saat timbulnya demam, rasional tindakan ini adalah untuk

mengidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk

tindakan selanjutnya.

b Berikan kompres hangat pada axilla, rasional tindakan ini adalah untuk

membantu menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah


menyerap keringat.

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah


menyerap keringat

dan tidak merangsang peningkatan suhutubuh.

d Catat intake dan output, rasional tindakan ini adalah untuk

mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.

e Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ).

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral

f Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, DBD,

kehausan, turgor kulit buruk), rasional tindakan ini adalah untuk

mengetahui penyebab defisit volume cairan.

g Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional :

Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

h Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ). Rasional : Mengawasi

penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.


i Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara

waktu makan. Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan

kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi

gaster.

j Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan Berikan dan Bantu oral

hygiene masukan peroral

k Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas. Rasional :

Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

3 Tindakan kolaborasi:

a. Pemberian antipiretik, rasional tindakan ini adalah untuk

mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

b. Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, rasional tindakan ini


adalah

untuk mengatasi defisit volume cairan dengan keadaan umum yang


buruk
BAB III
BAHAN DAN METODE EVALUASI

3.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan :

1. Data primer

Data primer dikumpulkan dengan wawancara pada penanggung

jawab program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DBD di

Puskesmas Rawat Inap Kedaton.

2. Data sekunder

Data sekunder dikumpulkan dengan mempelajari dokumentasi

Puskesmas yaitu laporan program Pencegahan dan

Penanggulangan DBD Puskesmas Rawat Inap Kedaton periode

Januari 2015 Desember 2015.


3.2 Indikator dan Tolak Ukur Penilaian
Evaluasi dilakukan pada Program Pencegahan dan Penanggulangan
Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Rawat Inap Kedaton bulan
Januari-Desember 2015. Sebagai langkah awal, akan ditetapkan indikator
untuk mengukur keluaran sebagai keberhasilan dari suatu program,
kemudian membandingkan hasil pencapaian tiap-tiap indikator keluaran
dengan tolok ukur masing-masing. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi
masalah yang ada pada pelaksanaan program. Sumber rujukan tolok ukur
penilaian yang digunakan adalah:
1. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Volume 2 Edisi 1 tahun 2002.
2. Kebijaksanaan Program P2-DBD Departemen Kesehatan RI tahun
2004.
3. Buku Pedoman kerja Puskesmas Jilid II Tahun 1999.
4. Stratifikasi Puskesmas tahun 2003.

Tabel 3.1. Tolak Ukur Program Pencegahan dan Penanggulangan


DBD
N Definisi operasional atau Tolok
Variabel
o rumus Ukur
1. Angka Jml Penderita DBD x100.000 63 per
kesakitan penduduk 1000
Jml Penduduk pendud
uk
2. Angka Jml Penderita DBD yang <1%
kematian meninggal x100%
Jml Seluruh penderita DBD
3. Angka Jml Kasus yang ditemukan 80%
penemuan x100%
kasus DBD Jml Penduduk
4. Angka Jml kader yang terlatih x 100%
kemampua 100%
n kader Jml seluruh kader yang ada
mendeteksi
dini
5. Angka Jml kasus tertangani sesuai 80%
penderita standar x100%
DBD Jml seluruh kasus yang di obati
tertangani
6. Angka Jml rumah bebas jentik x100% 53%
Bebas Jentik Jml rumah diperiksa
7. Angka Jml rumah ditemukan jentik 46,9%
House x100%
Indeks Jml rumah diperiksa

Sumber: Progran P2-PM DBD Depkes RI 2004

3.3. Cara Analisis


Evaluasi Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Puskesmas Rawat Inap Kedaton dilakukan dengan
metode sebagai berikut :
1. Menetapkan tolak ukur atau indikator dari unsur masukan, proses,
keluaran, lingkungan, umpan balik dan dampak. Tolok ukur
merupakan standar atau target unsur sistem dari suatu program
sebagai syarat agar program dapat terlaksana dengan baik.
2. Membandingkan keluaran pada pencapaian program dengan tolok
ukur untuk mencari adanya kesenjangan. Tujuan pembandingan
keluaran pada program dengan tolok ukur adalah agar suatu
masalah dapat diidentifikasi apabila terdapat kesenjangan antara
keluaran pada program dengan keluaran pada tolok ukur;
3. Menetapkan prioritas masalah.
Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari
satu masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan
sumber daya, serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut
berkaitan satu dengan yang lainnya. Masalah yang dianggap paling
besar, mudah diintervensi, dan paling penting, akan menjadi
prioritas. Penentuan prioritas masalah dilakukan menggunakan
teknik kriteria matriks yang terdiri dari 3 komponen:
1) Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari:
a. Besarnya masalah (P)
b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S)
c. Kenaikan besarnya masalah (RI)
d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU)
e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB)
f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB)
g. Suasana politik (PC)
2) Kelayakan teknologi (T)
Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai
untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
3) Sumber daya yang tersedia (R)
Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber
daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin
diprioritaskan masalah tersebut.
Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan
5 (sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan
jenis masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai
prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.

4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.


Untuk menentukan penyebab masalah yang telah
diprioritaskan tersebut, maka dibuat kerangka konsep masalah. Hal
ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah
yang telah diprioritaskan tersebut diatas yang berasal dari
komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses,
lingkungan, dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka
konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui
dan di identifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.
3.4. Identifikasi penyebab masalah
Membandingkan masukan, proses, lingkungan, umpan balik
dan dampak pada pencapaian program dengan tolok ukur untuk
mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai
penyebab masalah. Beberapa penyebab masalah yang terdapat
pada kerangka konsep selanjutnya diidentifikasi.
Tolok ukur pada komponen masukan proses, lingkungan dan umpan
balik tercantum di Tabel 3.2, Tabel 3.3, Tabel 3.4.
Tabel 3.2. Tolok Ukur pada Komponen Masukan
N Variabe Tolok Ukur
o l
1 Tenaga Dokter
Perawat
Kader
Analis
2 Dana Adanya dana yang diperlukan untuk mendukung
program yang berasal dari :
a. APBN menyediakan seluruh Buffer Stock
b. APBD Menyediakan anggaran dan pelatihan,
supervisi dan monitoring, jaminan mutu
laboratorium,kegiatan pemecahan masalah serta
pengembangan SDM, Swadana puskesmas
Menyediakan anggaran operasional,reagen,
pemeliharaan, Pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan DBD
c. Swadaya masyarakat
3 Sarana Tersedianya sarana:
M Bubuk Abate
M Formulir pemeriksaan jentik berkala
M Formulir penyelidikan epidemiologi
M Tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll)
M Daftar Kepala keluarga per RT dan RW
M Tersedianya alat semprot minimal 4 buah
M Tersedianya insektisida sesuai kebutuhan
M Tersedianya alat komunikasi minimal 1 buah
faksimili dan telepon/PKC
4 Metode Medis
1. Pendataan, anamnesa, pemeriksaan
fisik
2. Ditekankan pada upaya penemuan
kasus DBD
Non medis

Pelaksanaan strategi penyuluhan dan penjaringan


suspek secara pasif

Tabel 3.3. Tolak ukur pada komponen proses


N Variabel Tolak Ukur
o
1 Perencanaa Terdapat rencana kerja yang tertulis dan
n jadwal sesuai dengan program kerja
puskesmas.
2 Pengorganis 1. Terkait dalam penanggulangan demam
asian berdarah.
2. Adanya tugas dan wewenang.
3. Adanya struktur organisasi dan staffing
pelaksana program.
4. Adanya pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas.
a. Dokter umum sebagai pemeriksa di
puskesmas
b. Perawat sebagai pelaksana program
Demam Berdarah di puskesmas
c. Kader sebagai panutan dan penggerak
masyarakat dalam pelaksanaan
penanggulangan DBD
5. Analis sebagai pemeriksa laboratorium
Demam Berdarah
3 Pelaksanaa 1.Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
n dilaksanakan dengan memeriksa seluruh
rumah pada tiap-tiap RW.
2.Penyelidikan Epidemiologi
3.Fogging fokus dilakukan 2 siklus dengan
radius 200 m selang waktu 1 minggu.
4.Fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh
wilayah suspek KLB dengan selang waktu
1 bulan.
5.Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter,
paramedis atau kader terlatih mengenai
penyakit demam berdarah dengue.
6.Para pemimpin pemerintah, tokoh
masyarakat baik formal maupun informal
mengkomunikasikan dan memotivasi
masyarakat umum untuk melaksanakan
penanggulangan demam berdarah dengue
dalam pertemuan yang dilaksanakan
secara rutin.
7.Gerakan PSN di seluruh RW.
8.Pertemuan lintas sektoral tingkat kelurahan
minimal per 3 bulan.
4 Pencatatan Adanya catatan, penilaian dan pelaporan
dan hasil kegiatan penanggulangan demam
pelaporan berdarah dengue yang telah dicapai
5 Pengawasa Adanya pengawasan eksternal maupun
n internal
Tabel 3.4. Tolak ukur komponen lingkungan dan umpan balik
N Variabel Tolak Ukur
o
1 Lingkung 1. Lokasi pemeriksaan mudah terjangkau
an 2. Fasilitas kesehatan tersedia
Fisik
Nonfisik Pendidikan penduduk minimal SMA
2 Umpan Masukan hasil pencatatan dan pelaporan untuk
balik perbaikan program selanjutnya

3.5 Mencari jalan keluar atau alternatif penyelesaian


masalah.
Setelah penyebab masalah diketahui, langkah selanjutnya
adalah membuat beberapa alternatif pemecahan masalah.
Pemilihan alternatif pemecahan masalah harus disesuaika dengan
kemampuan serta situasi dan kondisi puskesmas. Alternatif
pemecahan masalah dibuat secara rinci, meliputi tujuan, sasaran,
target, metode, jadwal kegiatan, serta rincian dananya.

3.6 Menentukan prioritas cara pemecahan masalah


Dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat,
maka dipilih satu cara penyelesaian masalah yang dianggap paling
baik dan memungkinkan. Pemilihan/penentuan prioritas cara
penyelesaian masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks.
Dua kriteria yang lazim digunakan adalah :
a. Efektifitas jalan keluar
Ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar,
yakni dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai
angka 3 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai
efektifitasnya paling tinggi. Untuk menilai efektifitas jalan keluar,
diperlukan kriteria tambahan sebagai berikut:
1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude).
Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas
jalan keluar tersebut.
2. Pentingnya jalan keluar (Importancy).
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelangsungan
masalah. Makin baik dan sejalan selesainya masalah, makin
penting jalan keluar tersebut.
3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerrability).
Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar dalam
mengatasi masalah, makin cepat masalah teratasi, makin
sensitif jalan keluar tersebut.

b. Efisiensi jalan keluar


Tetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan
keluar. Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang
diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya
yang diperlukan makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri
angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya paling
besar).
Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar.
Dengan membatasi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C.
jalan keluar nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.
8. Membuat kesimpulan dan saran untuk perbaikan program.

BAB IV

ANALISA DAN PENYELESAIAN MASALAH

4.1. Analisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi

4.1.1. GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI

Luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton : 4,72 Km2


Batas batas wilayah :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Seneng dan Rajabasa.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Pusat.


Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Way Halim.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Barat dan


Labuhan Ratu.

1. Wilayah Kerja

Luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton yang meliputi 7 ( tujuh )
Kelurahan yang terletak di Kecamatan Kedaton, yaitu :
a. Kelurahan Kedaton dengan luas wilayah 1,48 Km2
b. Kelurahan Sukamenanti dengan luas wilayah 0,19 Km2
c. Kelurahan Sidodadi dengan luas wilayah 1,16 Km2
d. Kelurahan Surabaya dengan luas wilayah 1,25 Km2
e. Kelurahan Sukamenanti Baru dengan luas wilayah 0,19 Km2
f. Kelurahan Penengahan dengan luas wilayah 0,25 Km2
g. Kelurahan Penengahan Raya dengan luas wilayah 0,20 Km2

Keadaan tanah terdiri dari sebagian besar daratan dan perbukitan.


Sarana perhubungan transportasi dan komunikasi cukup baik.
Jarak desa / kelurahan ke Puskesmas / Puskesmas Pembantu rata-rata 1 Km.

Jumlah Penduduk :

Tahun 2011 : 42.310 jiwa


Tahun 2012 : 42.966 jiwa
Tahun 2013 : 47.803 jiwa
Tahun 2014 : 45.808 jiwa
Tahun 2015 : 47.399 jiwa

Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah Pegawai Negeri, Pedagang dan
Buruh. Mayoritas penduduk memeluk Agama Islam, dan sebagian kecil ada pula yang
beragama Kristen Katholik, Hindu dan Budha.
2. Demografi :

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton pada


Tahun 2015 sebanyak 47.399 jiwa. Dari 7 Kelurahan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton tercatat kelurahan yang paling banyak
penduduknya adalah Kelurahan Kedaton dengan jumlah penduduk sasaran
12.403 jiwa, sedangkan jumlah penduduk sasaran yang paling sedikit adalah
kelurahan Penengahan yaitu 3.043 jiwa. Penyebaran penduduk tidak merata
dan tercatat kelurahan dengan jumlah penduduknya paling tinggi adalah
kelurahan Kedaton yang paling rendah kelurahan Penengahan.

Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk, KK dan Jumlah Rumah


Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kedaton Tahun 2015

No. Kelurahan Jumlah Kepala Keluarga Jumlah Penduduk


1 Kedaton 3.655 12.403
2 Sidodadi 2.223 10.576
3 Surabaya 2.972 10.934
4 Sukamenanti 1.499 3.162
5 Sukamenanti Baru 937 3.630
6 Penengahan 663 3.043
7 Penengahan Raya 975 3.660
Jumlah 10.942 47.399
Sumber : Data Dasar Puskesmas Rawat Inap Kedaton

4.1.2. Gambaran Mengenai Keenagakerjaan di


Puskesmas Kedaton
Tabel 4.2. Data Ketenagaan di UPT Puskesmas Rawat Inap Kedaton Tahun 2015

Puskesmas PUSTU
No. Jenis Ketenagaan Jumlah Ket.
Kedaton Sukamenanti

1 Dokter Umum 8 0 8

2 Dokter Gigi 2 0 2
3 Profesi keperawatan(Ns) 2 0 2

4 Sarjana Keperawatan 1 0 1

5 Sarjana Kesmas 3 0 3

6 SAA 1 0 1

7 D-III Farmasi 1 0 1

8 Apoteker 1 0 1

9 D-III Fisio Teraphy 0 0 0

10 / D-III Gizi 1 0 1

11 D-III Perawat Gigi 2 0 2

12 SPRG 2 0 2

13 SPK 1 2 3

14 D-III Perawat 4 1 5

15 D IV Kebidanan 1 0 1

16 D-III Kebidanan 5 1 6

17 D IV Analis 1 0 1

18 D-III Analis 1 0 1

19 Sanitarian 1 0 1

20 Pekarya Kesehatan/SMA 1 0 1

21 Juru Mudi 1 0 1

23 Bidan PTT 5 0 5

24 Perawat Poskeskel 14 0 14

25 Cleaning Service 2 0 2

26 Tenaga Kontrak 15 1 16

27 Perawat TKS 0 0 0

28 Bidan kontrak 7 1 8

Jumlah total 91

4.1.3. Data Khusus


Penanggulangan DBD periode Januari 2015 Desember 2015 dilaksanakan pada

semua pasien yang datang ke Puskesmas Kedaton. Berikut adalah data-data hasil

pencapaian program Pencegahan dan Penanggulangan DBD di Puskesmas Kedaton.

Tidak ada pasien yang meninggal. Tidak didapatkan data pasien yang sembuh. Tidak

ada data pasien yang ditangani dari Posyandu.

Tabel 4.3. Jumlah pasien yang berobat di Puskesmas


Kedaton periode Januari-Desember 2015

DATA KASUS DBD PER-KELURAHAN


PUSKESMAS RAWAT INAP KEDATON TAHUN 2015

JA FE MA JU NO
NO KELURAHAN N B R APR MEI N JUL AGT SEP OKT V DES
P/M P/M P/M P/M P/M P/M P/M P/M P/M P/M P/M P/M
1 KEDATON 3/0 0/0 1/0 1/0 0/0 1/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0
2 SIDODADI 2/0 6/0 0/0 1/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0
3 SURABAYA 2/0 1/0 1/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0
4 SUKAMENANTI 0/0 0/0 2/0 3/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 1/0
SUKA
MENANTI
5 BARU 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0
6 PENENGAHAN 0/0 1/0 1/0 0/0 1/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0
PENENGAHAN
7 RAYA 1/0 0/0 0/0 1/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0 0/0
JUMLAH 8 8 5 6 1 1 0 0 0 0 0 1

Penanggulangan DBD periode Januari-Desember 2015, dilaksanakan


pada semua pasien yang datang ke Puskesmas dengan segala usia. Pada
tabel ini disajikan per kelurahan dan per bulan untuk mempermudah.
Jumlah pasien DBD selama periode tersebut sebanyak 30 orang. Selama
periode tersebut tercatat jumlah pasien dari kelurahan Kedaton sebanyak
5 orang, Sidodadi sebanyak 9 orang, Surabaya sebanyak 4 orang,
Sukamenanti sebanyak 6 orang, Sukamenanti Baru sebanyak 0 orang,
Penengahan sebanyak 3 orang, Penengahan Raya sebanyak 2 orang.
Jumlah angka kesakitan menurun selama periode tersebut. Tidak
ditemukan data kematian. Tidak ditemukan data pasien yang sembuh.

Tabel 4.4. Data Bangunan/Rumah yang Diperika Jentik


Nyamuk oOeh Puskesmas Kedaton Tahun 2015

JUMLAH RUMAH/BANGUNAN RUMAH/BANGUNAN


N RUMAH/BANGUNAN DIPERIKSA BEBAS JENTIK
O KELURAHAN
YANG ADA JUMLAH % JUMLAH %
1 KEDATON 2522 400 15,86 331 82,75
2 SIDODADI 2084 400 19,19 332 83.00
3 SURABAYA 1873 400 21,36 334 83,5
4 SUKAMENANTI 1362 400 29,37 331 82,75
5 SKMNT BARU 890 400 44,94 339 84,75
6 PENENGAHAN 629 400 63,59 341 85,25
7 PEN.RAYA 926 400 43,20 339 84,75
JUMLAH 10286 2800 2347

Tabel 4.5. Pencapaian program PSN Puskesmas Kedaton

N
Variabel Definisi operasional atau rumus Pencapaian
o
1. Angka Jml Penderita DBD x100.000 30 x
kesakitan penduduk 100.000/47.399
Jml Penduduk = 63,32/1000
penduduk.
2. Angka Jml Penderita DBD yang 0 x 100%/30 =
kematian meninggal x100% 0%
Jml Seluruh penderita DBD
3. Angka Jml Kasus yang ditemukan 30x100%/47.399
penemuan x100% = 0,06%
kasus DBD Jml Penduduk
4. Angka Jml kader yang terlatih x 100%
kemampua 100%
n kader Jml seluruh kader yang ada
mendeteksi
dini
5. Angka Jml kasus tertangani sesuai 80%
penderita standar x100%
DBD Jml seluruh kasus yang di obati
tertangani
6. Angka Jml rumah bebas jentik x100% 2347x100%/280
Bebas Jentik Jml rumah diperiksa 0= 83%
7. Angka Jml rumah ditemukan jentik 453x100%/2800
House x100% = 16%
Indeks Jml rumah diperiksa

4.2.Menetapkan Masalah

Identifikasi masalah yang adda pada program pencegahan dan


penanggulangan DBD dilakukan dengan pencapaian keluaran
dengan tolak ukur.

Tabel 4.6. Identifikasi masalah pencegahan dan pemberantasan DBD


di wilayah kerja Puskesmas Kedaton

N Definisi operasional atau


Variabel Pencapaian
o rumus Masalah
1 Angka Jml Penderita DBD 30 x (+)
. kesakita x100.000 penduduk 100.000/47.3
n Jml Penduduk 99= 63/1000
penduduk.
Target
63/1000
penduduk
2 Angka Jml Penderita DBD yang 0 x 100%/30 (-)
. kematian meninggal x100% = 0%
Jml Seluruh penderita Target <1%
DBD
3 Angka Jml Kasus yang 30x100%/47. (-)
. penemua ditemukan x100% 399= 0,06%
n kasus Jml Penduduk
DBD
4 Angka Jml kader yang terlatih 100%
. kemamp x 100%
uan Jml seluruh kader yang
ada
kader
mendete
ksi dini
5 Angka Jml kasus tertangani 80%
. penderit sesuai standar x100%
a DBD Jml seluruh kasus yang
di obati
tertanga
ni
6 Angka Jml rumah bebas jentik 2347x100%/ (-)
. Bebas x100% 2800= 83%
Jentik Jml rumah diperiksa Target 53%
7 Angka Jml rumah ditemukan 453x100%/2 (-)
. House jentik x100% 800= 16%
Indeks Jml rumah diperiksa Target 46,9%

Dari data diatas dapat diidentifikasi sejumlah masalah dalam Program pencegahan

dan penanggulangan DBD di puskesmas Puskesmas Kedaton yaitu :

1. Angka kesakitan pada wilayah kerja Puskesmas Kedaton masih tinggi

4.3 Penetapan Prioritas Masalah


Dalam menetapkan prioritas masalah, kita mempergunakan teknik kriteria
matriks. Pemberian nilai dari masing-masing masalah diberikan mulai dari angka 1 yang
dianggap tidak penting sampai dengan angka 5 bila dianggap penting. Dibawah ini, akan
disajikan tabel penetapan prioritas masalah dengan variabel I,
1. Pentingnya masalah yang terdiri atas (Importancy) terdiri dari :
a. P (prevalence/beratnya masalah).
b. S (severity/dampak yang ditimbulkan oleh masalah tersebut).
c. RI (rate of increase/kenaikan besarnya masalah).
d. DU (degree of unmeet need/ derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi)
e. SB (sosial benefit/keuntungan sosial jika masalah teratasi).
f. PCN (public concern/rasa prihatin masyarakat terhadap masalah).
g. PC (political climate/suasana politik).
1. Variabel kelayakan teknologi (Technical Feasibility/T)
Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi
masalah (Technical Feasibility) makin diprioritaskan masalah tersebut. Kelayakan
teknologi yang dimaksud disini adalah menunjukkan pada penguasaan ilmu dan
teknologi yang sesuai. Pengadaan sarana juga termasuk dalam hal ini.
2. Variabel sumber daya yang tersedia (resources availability/R)
Makin tersedianya sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah
(resources availability) makin diprioritaskan masalah tersebut. Sumber daya yang
dimaksud adalah yang ditujukan pada tenaga (man), dana (money), dan sarana
(material).
Tabel 4.7 Penetapan Prioritas Masalah

No Daftar Masalah Importance T R Jumlah


P=I x T x
R
P S RI DU SB PB PC
1 Angka kesakitan 5 5 5 3 5 3 5 3 3 273
pada wilayah kerja
Puskesmas Kedaton
masih tinggi

Dari penetapan prioritas berdasarkan teknik kriteria matriks diatas maka prioritas masalah
yang dipilih adalah angka kesakitan pada wilayah kerja Puskesmas Kedaton masih tinggi.
Adapun urutan prioritas masalah yang berhasil ditetapkan adalah sebagai berikut :

1 Angka kesakitan pada wilayah kerja Puskesmas Kedaton masih tinggi Target
63/1000 penduduk.

Pada P (Prevalence) beratnya masalah diberikan nilai 5 pada angka kesakitan. Poin
diberikan berdasarkan kesenjangan tolok ukur dengan data yang didapatkan. Nilai
kesenjangan pada angka kesakitan adalah 0,32%.
Pada S (Severity) atau dampak yang ditimbulkan oleh masalah tersebut, angka
kesakitan lebih tinggi dari standar 63 per 1000 penduduk, diberi nilai 5.
Nilai RI (Rate of Increase) atau kenaikan besarnya masalah diberikan nilai 5 pada
angka kesakitan.
DU atau Degree of Unmeet Need atau derajat keinginan masyarakat yang tidak
terpenuhi, diberikan nilai 3 pada angka kesakitan lebih tinggi dari standar 30 per 1000.
Pada SB (Social Benefit) yaitu keuntungan sosial jika masalah teratasi, pada angka
kesakitan diberkan nilai 5. Pada (Social Benefit) angka diberi nilai lebih besar karena
diharapkan angka kesakitan akan menurun sehingga tidak akan terjadi Kejadian Luar Biasa
atau wabah DBD kembali sehingga tidak membuat pengeluaran bertambah untuk pengobatan
penyakit.
Pada PB (Public Concern) atau rasa prihatin masyarakat, nilai diberikan pada angka
kesakitan yaitu 3. Hal ini karena masih rendahnya tingkat keperdulian masyarakat terhadap
kasus DBD.
PC (Political Climate) atau suasana politik yang terbangun saat ini. Pemerintah sering
kali mengiklankan mengenai penggunaan bubuk abate untuk membunuh jentik dan
pentingnya pelaksanaan 3M. Pemerintah juga terbukti peduli dengan angka kesakitan
penduduk yang tinggi, yaitu dengan adanya pengobatan DBD gratis, di Bandar Lampung
terdapat program JAMKESMAS untuk pengobatan gratis di rumah sakit pemerintah.
Pada T (Technical Feasibility) atau kelayakan teknologi yang tersedia saat ini
diberikan nilai 3. Pada angka kesakitan telah tersedia sarana dan prasarana yang memadai
untuk pelayanan pengobatan kesakitan penyakit DBD.
Variabel sumber daya yang tersedia atau Resources Availibility (R) diberikan nilai 3
karena masih kurang tersedianya tenaga dan dana kesehatan di puskesmas dan adanya kader
yang tersedia untuk mengatasi masalah tersebut.

4.4. Identifikasi Penyebab Masalah

4.4.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat dengan menggunakan pendekatan analisis,


hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab masalah angka
kesakitan pada wilayah kerja Puskesmas Kedaton masih tinggi. Kerangka konsep yang telah
dipikirkan untuk masalah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Keluaran:
Angka kesakitan pada wilayah kerja Puskesmas Kedaton masih tinggi

Pembagian tugas yang jelas


Biaya pelaksanaan program

Dana Pengorganisasian

Nonmedis Medis dan Nonmedis PJB

Sarana Penyuluhan
Tenaga
Fogging
Medis Medis dan Nonmedis
PE PSN

Metode
MASUKAN Pertemuan pelaksanaan

Pencatatan, pelaporan

Perencanaan tertulis

Nonfisk Penilaian
Fisik
Perencanaan

Masukan hasil laporan

PROSES
LINGKUNGAN

UMPAN BALIK

Bagan 3. Kerangka Konsep

Gambar 4.1 Kerangka Konsep


4.4.2. Estimasi Penyebab Masalah

Masalah dalam pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan DBD akan

dibahas sesuai dengan pendekatan sistem yang mempertimbangkan seluruh faktor baik

dari unsur masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan.

Pada komponen masukan, yang berpotensi menjadi penyebab masalah adalah

sumber daya manusia termasuk di dalamnya adalah dokter, perawat, tenaga

administrasi dan kader, dana yang tersedia, sarana medis dan non medis, sarana

penyuluhan, dan metode yang digunakan. Kuranganya jumlah sumber daya manusia,

pengetahuan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung dapat mengakibatkan metode

yang digunakan dalam P2D menjadi kurang optimal, meliputi pengobatan, penyuluhan

dan pelatihan kader. Sehingga partisipasi masyarakat menjadi lebih rendah dari yang

diharapkan. Selain SDM yang kurang faktor dana dan sarana medis serta non medis

juga memegang peranan yang penting. Oleh sebab itu bila kurang memadai juga dapat

menyulitkan pelaksanaan program ini.

Komponen proses terdiri dari: perencanaan dan pengorganisasian, pelaksanaan,

pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan. Setiap program memiliki perencanaan

target dan waktu pelaksanaan program, sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.

Organisasi juga perlu direncanakan dengan baik, agar terdapat staffing dan pembagian

tugas yang jelas sehingga masing-masing pelaksana dalam organisasi dapat bekerja

sesuai dengan tugasnya masing-masing sehingga tercipta kerjasama yang baik.

Pelaksanaan program, meliputi: pengobatan DBD, penyuluhan, dan pelatihan serta

pembinaan kader, merupakan faktor penentu keberhasilan program. Pengobatan DBD

yang kurang memenuhi standar pelayanan dapat mengakibatkan munculnya stigma

yang buruk mengenai pelayanan DBD di puskesmas sehingga masyarakat enggan


berkunjung ke Puskesmas. Hal ini berimbas pada rendahnya angka cakupan pelayanan

DBD. Tidak adanya penyuluhan kesehatan mengenai DBD juga berdampak pada

kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan, penanganan DBD di rumah,

serta kapan waktu yang tepat untuk berobat. Kurangnya kader yang terlatih

menyulitkan pelaksanaan program terutama dalam melakukan tugas eksternal seperti

penyuluhan di masyarakat dan penanganan awal DBD. Pengawasan juga merupakan

hal yang penting karena apabila tidak terlaksana dengan baik, dapat menyebabkan tidak

adanya laporan tertulis, penyimpanan laporan yang tidak tersistematisasi dengan baik,

dan pelaporan yang terlambat atau tidak lengkap kepada puskesmas. Hal-hal diatas

pada akhirnya dapat mengakibatkan target pencapaian program yang telah ditentukan

tidak tercapai.

Komponen lingkungan juga berperan dalam keberhasilan program. Komponen

lingkungan ini meliputi: tingkat pendidikan masyarakat,tingkat sosial ekonomi, dan

akses. Tingginya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat

dalam menerima dan memahami informasi mengenai DBD. Sementara tingginya

tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi kemauan dan kemampuan masyarakat

untuk memperoleh layanan kesehatan. Sementara akses ke tempat layanan kesehatan

juga dapat menjadi masalah apabila pusat layanan kesehatan terletak di lokasi yang

sulit dijangkau.

Komponen umpan balik terdiri dari masukan hasil pelaporan setelah

dilaksanakannya Program Pencegahan dan Pemberantasan DBD selama satu periode.

Hasil pelaporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan Puskesmas untuk

menyusun rencana program pada periode selanjutnya sehingga diharapkan adanya

perbaikan dari yang sebelumnya.


4.4.3 Konfirmasi Penyebab Masalah

Dilakukan wawancara dengan pihak yang terlibat (penanggung jawab program P2DBD

Puskesmas Rawat Inap Kedaton ) dan membandingkasn hasil dan tolak ukur dilakukan

untuk mengkonfirmasi penyebab masalah. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi

penyebab masalah tersebut dapat dilihat pada beberapa tabel berikut ini.

Tabel 4.8 Konfirmasi penyebab masalah program P2DBD pada komponen masukan

No Variabel Tolak Ukur Pencapaian Penyebab


Masalah

1. Tenaga Tenaga pelaksana minimal : Di balai pengobatan umum terdapat (+)


1 dokter, 1 perawat, 1 1dokter, 1 perawat yang merangkap
petugas administrasi, dan 1 administrasi. Sedangkan di P2M
analis sebagai pemeriksa terdapat 1 perawat, dan 1 orang tenaga
laboratorium administrasi. Tidak terdapat
laboratorium

2. Dana Tersedianya dana dari Tersedianya dana yang cukup lancer (-)
APBN, APBD hanya dari APBD dan APBN

3. Sarana Tersedianya sarana:

a. Sarana medis : alat-alat a. tersedia (-)


pemeriksaan seperti
stetoskop, senter,
timbangan, tensimeter,
dan termometer
b. Sarana non medis: b. tersedia
ruangan dilengkapi (-)
dengan tempat tidur,
status, alat tulis, buku
catatan
c. Sarana penyuluhan: c. tersedia, namun dalam
leaflet, brosur, poster jumlah terbatas (hanya ada 1
poster,1 leaflet) (+)

d. laboratorium
4. Metode Pengobatan penderita
DBD
(-)
a. Pendekatan untuk a. Pendekatan dari
penderita anak-anak Puskesmas (-)
dan dewasa b. Pengobatan dilakukan pada
b. Pengobatan penderita semua penderita DBD
DBD baik kausal, yang berobat meliputi
simtomatik terapi simtomatik

a. Dilakukan penyuluhan (-)


kepada penderita DBD dan
keluarga yang datang ke
puskesmas
Penyuluhan kesehatan b. Dilakukan (-)

a. Penyuluhan kepada (-)


penderita dan Dilakukan pembinaan maupun
keluarga pelatihan kader (-)
b. Penyuluhan ke masyarakat
Dilakukan laporan tertulis kasus
DBD harian, mingguan, bulanan, dan
Pembinaan dan pelatihan tahunan
kader

Pencatatan dan pelaporan


kasus DBD

Tabel 4.9 Konfirmasi penyebab masalah program P2DBD pada komponen proses

No Variabel Tolak ukur Pencapaian Penyebab


Masalah
1. Perencanaan Adanya perencanaan Planning of action sudah (-)
operasional (plan of action) dibuat
yang jelas: Jenis kegiatan, target
kegiatan, waktu kegiatan.

2. Pengorganisasian a. Adanya struktur organisasi a. Terdapat struktur (-)


pelaksana program organisasi pelaksanan
program
b. Adanya pembagian tugas b. Petugas kesehatan
dan tanggung jawab yang merangkap sebagai
jelas penanggungjawab
beberapa program (+)

3. Pelaksanaan a. Pengobatan penderita Pengobatan DBD


i. Pengobatan DBD baik i. Tata laksana kasus DBD (-)
kausal dan simtomatik dengan pemberian obat
ii. Pendekatan MTBS sesuai kausal dan
dan Balai Pengobatan simtomatik (-)
iii. Perujukan untuk ii. dilakukan (-)
kasus-kasus berat iii. terdapat sistem perujukan

b. Penyuluhan Penyuluhan (-)


i. Penyuluhan kepada i. Dilakukan
penderita dan kelurga penyuluhan
ii. Balai Pengobatan kepada penderita (+)
sebagai tempat dan keluarga yang (+)
konsultasi tentang datang berobat
DBD ii. Tidak dilakukan
iii. Penyuluhan ke penyuluhan
masyarakat minimal kelompok di
4x/tahun dalam puskesmas,
Penyuluhan maupun (+)
kelompok di penyuluhan di
puskesmas luar puskesmas
Penyuluhan di
luar puskesmas
c. Pembinaan dan pelatihan
Kader Tidak dilaksanakan
i. Materi pelatihan: pembinaan maupun
Kemampuan pelatihan kader
melaksanakan (+)
program 3M+
Pemberian
penyuluhan
kesehatan
Perujukan
ii. Pelatihan dilakukan
minimal 1x dalam
setahun Tidak ada pelayanan DBD
d. Pelayanan penderita DBD oleh kader
oleh kader
e. Koordinasi puskesmas
kecamatan dengan
kelurahan

4. Pencatatan dan a. Penilaian kegiatan dalam a. Laporan tertulis (+)


pelaporan bentuk laporan tertulis dilakukan secara periodik
secara periodik (bulanan, bulanan, dan tahunan,
triwulan, semester, tahunan)
namun tidak dilakukan
b. Pengisian laporan tertulis
yang lengkap laporan triwulan dan
c. Penyimpanan laporan semesteran
tertulis yang benar
b. laporan diisi sesuai (-)
format pelaporan yang ada
(-)
c. Laporan disimpan oleh
koordinator program

5. Pengawasan Adanya pengawasan eksternal Pengawasan program (-)


dan internal dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Bandar
Lampung dan secara
internal oleh kepala
puskesmas
Tabel 4.10. Konfirmasi penyebab masalah program P2DBD pada komponen lingkungan

dan umpan balik

No Variabel Tolak Ukur Pencapaian Penyebab


Masalah
1. Lingkungan a.
Tingkat pendidikan a. Tingkat pendidikan masyarakat (+)
menengah atau tinggi di Kecamatan Kedaton
menunjang keberhasilan umumnya tingkat rendah-
pengobatan penderita DBD menengah
dan pencegahan DBD b. Tingkat sosial ekonomi (+)
b. Tingkat sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan
menengah atau tinggi Kedaton umumnya tingkat
menunjang keberhasilan rendah-menengah
pengobatan penderita DBD
dan pencegahan DBD
2. Umpan balik Masukan hasil pencatatan Tidak ada masukan untuk (+)
dan pelaporan untuk perbaikan program
perbaikan program
selanjutnya.

Berdasarkan tabel diatas maka ditetapkan penyebab masalah belum optimalnya program

P2DBD di Puskesmas Rawat Inap Kedaton untuk periode Januari-Desember 2015 berdasarkan

komponen masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan.

1. Masukan

Pada komponen masukan, sumber daya manusia termasuk di dalamnya adalah

dokter, perawat, tenaga administrasi dan kader, dana yang tersedia, sarana medis dan

non medis, sarana penyuluhan, dan metode yang digunakan dapat menjadi penyebab

masalah. Agar program P2D ini dapat berfungsi dan berjalan secara optimal maka

dibutuhkan tenaga kerja minimal seorang dokter, seorang perawat dan seorang

petugas administrasi. Hal ini memang terpenuhi secara kuantitas, namun adanya

tenaga kerja yang merangkap program puskesmas lainnya menjadikan pelaksanaan

program P2D belum dapat terlaksana secara meyeluruh dan optimal. Sarana medis

yang tersedia sudah sesuai dengan standar, sehingga tidak menjadi masalah

sedangkan sarana non-medis seperti media penyuluhan masih tidak memadai

jumlahnya. Dari segi metode, tidak ada penyuluhan ke masyarakat, menjadikan


perhatian masyarakat terhadap DBD menjadi tidak berkembang. sehingga Hal ini

juga dapat dikarenakan tidak adanya kegiatan pembinaan kader. Semua hal diatas

juga harus ditunjang oleh dana yang memadai. Tidak adanya dana khusus juga

merupakan masalah yang mendasar. Sedangkan pencatatan dan pelaporan sudah

dilakukan terlihat dari adanya laporan dari harian hingga tahunan.

2. Proses

Salah satu komponen proses yaitu pengorganisasian, masih didapatkan masalah

berupa petugas pelaksana program yang masih merangkap program yang lain

sehingga tidak optimal dalam melaksanakan tugasnya. Pada pelaksanaan terdapat

beberapa masalah, yakni tidak adanya penyuluhan ke masyarakat, tidak adanya

pembinaan,pelatihan,dan pelayanan kader. Pencatatan dan pelaporan terhadap

program yang sedang berjalan juga dirasa kurang optimal. Pencatatan dilakukan

secara periodik setiap bulan dan tahunan. Dengan adanya pencatatan dan pelaporan

pada tiap-tiap periode diharapkan dapat membantu mengidentifikasi masalah yang

muncul saat berjalannya program agar dapat segera ditindak lanjuti.

3. Lingkungan

Tingkat pendidikan sosial ekonomi dan akses berpotensi menjadi penyebab

masalah.tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Kedaton yang sebagian besar

rendah-menengah mempunyai peran terhadap kurangnya pengetahuan mengenai

DBD, oleh karena itu dibutuhkan penyuluhan yang dilakukan terus-menerus agar

pemahaman dan perhatian masyarakat terhadap permasalahan DBD ini dapat

meningkat sehingga tujuan dari program P2DBD ini dapat tercapai. Demikian

halnya dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat yang mayoritas berpendapatan

rendah-menengah juga dapat mempengaruhi kemauan masyarakat untuk

mendapatkan layanan kesehatan kurang.


4. Umpan balik

Puskesmas ini telah melakukan pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan secara

periodik. Data-data tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk menyusun

program di periode selanjutnya sehingga diharapkan adanya perbaikan dari masalah-

masalah yang ditemukan sebelumnya.

4.5 Alternatif Penyelesaian Masalah

Tabel 4.13 Alternatif Penyelesaian Masalah

No Penyebab Masalah Alternatif Penyelesaian Prioritas


. Masalah

1. Masukan

Tenaga : Menambah tenaga


pelaksana program
- Jumlah - Menambah tenaga pelaksana yang tidak
pelaksana program yang program yang tidak merangkap merangkap program
tidak memadai karena program lain lain (kader/petugas
sebagian merangkap - Mengadakan pelatihan bagi kesehatan)
beberapa program kader
- Pembagian tugas yang jelas

Sarana:

- Media komunikasi (-) - Melengkapi sarana yang Tersedianya sarana


kurang,
dan prasarana untuk
- Dana penyediaan sarana
diambil dari dana retribusi melakukan
puskesmas, ditambah dengan penyuluhan
usulan anggaran
Metode: Pelatihan para kader
untuk melakukan
- Penyuluhan - Pelatihan kader untuk penyuluhan
kelompok tidak melakukan penyuluhan rutin kelompok pada
dilaksanakan
masyarakat

2. Proses

Perencanaan:

- Tidak ada - Menentukan kelompok target Melakukan


kelompok target utama utama dalam penanganan DBD pencatatan dan
penanganan DBD berdasarkan data tahun pelaporan yang
sebelumnya lengkap termasuk
data kasus dari
kesehatan lain di luar
Puskesmas
Organisasi:

- Petugas - Menambah tenaga pelaksana


yang masih merangkap program yang tidak merangkap
program lain program lain
- Kerjasama - Mensosialisaikan kepada
dengan petugas kesehatan sentra kesehatan lain untuk
lain kurang melakukan pencatatan dan
pelaporan kasus DBD yang
ditangani

Pelaksanaan:

- Tidak ada - Melakukan pelatihan


penyuluhan kelompok dan penyuluhan pada kader secara
penyuluhan secara nasional berkala
- Pencatatan - Memaksimalkan peran
dan pelaporan yang masih mahasiswa kedokteran dalam
kurang baik pembuatan sarana dan
melakukan penyuluhan
kepada kader dan masyarakat
- Melakukan pencatan dan
pelaporan kasus DBD yang
ditangani dengan baik

Penilaian:

- Monitoring cakupan - Evaluasi berkala setiap bulan,


pelayanan kurang baik dan setiap tahun Melakukan evaluasi
- Membuat formulir pencatatan program P2D secara
yang baku yang dapat berkala
digunakan seluruh tenaga
pelaksana kesehatan
- Pelatihan kader agar mampu
menjaring kasus DBD
3. Lingkungan

- Tingkat pendidikan dan - Penyuluhan kelompok oleh


pengetahuan masyarakat kader
yang masih rendah - Memperbanyak akses
- Tingkat sosio-ekonomi kesehatan dengan
masyarakat yang rendah memperbanyak kader
- Akses pelayanan kesehatan kesehatan sebagai
yang kurang perpenjangan tangan
Puskesmas

4. Umpan Balik

- Pencatatan dan pelaporan - Melakukan pencatatan dan


belum dapat dimanfaatkan pelaporan yang lengkap
dengan baik - Formulir pencatatan sebaiknya
- Data surveilance tidak ada dibuat baku
- Program jaminan mutu - Evaluasi program P2D secara
tidak ada berkala
- Diadakan pertemuan berkala
(setiap bulan dan setiap tahun)
untuk membahas kemajuan
yang dicapai
- Menyusun strategi untuk
mengatasi kendala dan
kekurangan pada program
sebelumnya
- Melaksanakan program
jaminan mutu

4.6 Prioritas Penyelesaian Masalah

Prioritas pemecahan masalah ditetapkan dengan sistem skoring:

a) Efektifitas jalan keluar, yang terdiri dari M, I dan V

Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude) = M


Pentingnya jalan keluar (Importancy) = I
Sensitivitas jalan keluar (Vulnerabillity) = V

b) Biaya jalan keluar (Cost) = C

Terhadap berbagai alternatif jalan keluar yang sudah dikemukan di atas.

Tabel 4.14 Alternatif Jalan Keluar

Alternatif Jalan Keluar M I V C Prioritas Jalan


Keluar:
P=(MxIxV)/C
Menambah tenaga pelaksana program yang 5 5 5 3 41,6
tidak merangkap program lain.(kader/petugas
kesehatan)

Pelatihan para kader untuk melakukan 3 3 3 3 9


penyuluhan kelompok pada masyarakat

Melakukan pencatatan dan pelaporan yang 3 3 3 3 9


lengkap termasuk data kasus dari kesehatan
lain di luar Puskesmas

Melakukan evaluasi program P2D secara 2 3 2 2 6


berkala
Berdasarkan uraian di atas, terdapat 4 masalah utama yang menyebabkan masih

kurangnya cakupan penderita DBD yang diobati di Puskesmas Rawat Inap Kedaton.

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan urutan prioritas jalan keluar sebagai berikut :

1. menambah tenaga pelaksana program yang tidak merangkap program lain

(kader/petugas kesehatan)

2. Pelatihan para kader untuk melakukan penyuluhan kelompok pada masyarakat

3. Melakukan pencatatan dan pelaporan yang lengkap termasuk data kasus dari

kesehatan lain di luar Puskesmas

4. melakukan evaluasi program P2D secara berkala

Dari kriteria diatas telah ditetapkan prioritas penyelesaian masalah adalah

menambah tenaga pelaksana program yang tidak merangkap program lain. Karena pada

kenyataannya di Puskesmas Rawat Inap kedaton, tiap petugas kesehatan memegang

lebih dari 1 program puskesmas. Hal tersebut harus segera diintervensi lebih lanjut

supaya tiap program-program yang ada di Puskesmas dapat dilaksanakan sebagaimana

mestinya. Setelah menambah jumlah tenaga kerja untuk bertanggung jawab terhadap

program puskesmas, prioritas kedua adalah dengan melakukan pelatihan kepada para

kader. Dengan dilakukannya pelatihan kepada para kader, diharapkan program P2D

dapat terlaksana sebagai tindakan preventif. Tindakan preventif tersebut antara lain

dapat dilakukannya penyuluhan berkala yang dilakukan sebanyak 4x dalam setahun

kemudian dilakukannya pencatatan dan pelaporan yang lengkap. Lalu langkah terakhir

dalam pelaksanaan suatu program adalah melakukan evaluasi program P2D. Dengan

evaluasi, semua kendala-kendala yang ada dapat diperbaiki sehingga pelaksanaan P2D

periode selanjutnya akan lebih baik, sehingga angka kesakitan DBD pun dapat

berkurang di masyarakat.
4.7 Membuat Perencanaan untuk Memperbaiki Program yang Dievaluasi

Setelah menentukan alternatif cara pemecahan masalah, dokter muda diharapkan


mampu membuat perencanaan mendetail terkait kegiatan untuk memperbaiki program
yang dievaluasi.

Buat Rincian Solusi:

Tabel 4.14 Alternatif Penyelesaian Masalah

Jumlah Kader yang Jumlah Kader yang


Tersedia Ditambah
Menambah tenaga
pelaksana program
(kader)

Jenis Kegiatan

Tabel 4.15 Alternatif Penyelesaian Masalah

Pelaksanaan Jumlah Kader Jenis pelatihan

Pelatihan para
kader untuk
melakukan
penyuluhan
kelompok DBD
dan
penatalaksanaanny
a pada masyarakat

Anda mungkin juga menyukai