Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ELEKTIF III

TOKOH PEMIMPIN YANG DIKAGUMI SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Elektif III : Kepemimpinan dalam
Keperawatan

Dosen Pembimbing :
M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh :
Nama : Linda Riana Putri
NIM : 22020112140016
Kelas : A12.1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Tokoh Pemimpin Indonesia Presiden Indonesia Ke 6

Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang


Yudhoyono lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa
Timur, Indonesia pada tanggal 9 September 1949.
Beliau adalah Presiden Indonesia ke-6 yang
menjabat sejak 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober
2014. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau
merupakan presiden pertama yang dipilih secara
langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden
putaran II 20 September 2004. SBY bersama Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih
dalam Pemilu Presiden 2004. Beliau berhasil
melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan
Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sejak era
reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama
yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali
untuk periode kedua.

Latar Belakang Dan Keluarga


Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri
ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal
Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada
tahun 1965. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua anak lelaki, yaitu Agus
Harimurti Yudhoyono (lahir 1978) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1980).
Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997, dan
Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan
penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI
Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus
menikah dengan Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan. Kemudian putra kedua yaitu Edhie
Baskoro Yudhoyono yang meraih gelar Bachelor of Finance and E-Commerce tahun
2005 dari Curtin University, Perth, Australia. Ibas, panggilan akrabnya kemudian
melanjutkan studinya di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang
Technological University, Singapura, dimana ia meraih gelar masternya pada tahun
2007 dengan spesialisasi Ekonomi Politik Internasional.

Pendidikan
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika
duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertama kali kenal dan akrab dengan nama
Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN
berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan
alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap
ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa
kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat
mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi
mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).

Masuk Militer
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau
mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di
Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu
angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto.
Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti,
belaiu meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan
lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning,
Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS
(1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983),
Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di
Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff
College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari
Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan
sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi
Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976,
membawahi langsung sekitar 30 prajurit.

Pengalaman di Militer
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas
Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer.
Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon
Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara
305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti
pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat
Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian
sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A
Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977.
Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.

Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud
330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud
17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981),
dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY
kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga
1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-
1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg,
AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank
Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985.
Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)

Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan
Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di
Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan
terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan
ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain
membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat
menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator
Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).

Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade
Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama
dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-
1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian,
SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995).
Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara
Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia
Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam
Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua
Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum
menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).

Karir di Dunia Politik dan Menjadi Presiden Keenam Republik Indonesia


Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang
dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa
MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan
Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Pada tanggal 26
Oktober 1999, ia dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan
Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet
Abdurrahman Wahid.
Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko
Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis,
menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik
darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai
pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan
darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang
mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan
politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai
Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak
pernah diterimanya.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya
sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10
Agustus2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam
ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9
September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai puncak karier politik. Ketika
Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi
presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
2004.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa
kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, ia secara
resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat
menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 % suara. Pada 10 Mei 2004,
tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia,
dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden berpasangan
dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.
Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali tanggal 30
Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan sebagai ketua umum Partai
Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum.
Selanjutnya pada Kongres IV Partai Demokrat yang diadakan di Hotel Shangri-
La, Surabaya, 12 mei 2015, Susilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih menjadi Ketua
Umum untuk periode 2015-2020.

Alasan Mengidolakan SBY


Saya mengidolakan tokoh Presiden ke 6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono adalah
karena selama masa kepemimpinan beliau, Indonesia telah berubah dan banyak
berkembang. Perubahan signifikan dapat saya lihat di awal mula kepemimpinan SBY
dan JK. Perdamaian Aceh (2005) dan Konversi Minyak Tanah ke LPG (2009). Rakyat
luas pun mengakui bahwa kedua perubahan itu berdampak sangat besar dan tentunya
tak lepas dari peran Wakil Presiden, Jusuf Kalla.
Hal lainnya prestasi dan pencapaian pemerintahan Presiden SBY, salah satu hal yang
cukup menarik perhatian adalah terkait dengan penegakan hukum Indonesia. Kredit
patut diberikan bagi pemerintahan SBY karena cukup banyak kemajuan dibidang ini,
terutama mengenai pemberantasan korupsi. Ada begitu banyak kasus yang akhirnya
terungkap ke publik. Hampir setiap harinya saluran berita di televisi penuh dengan
laporan terbaru terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota partai politik atau
pejabat daerah, tak terkecuali politisi dari partai Demokrat, seperti Anas Urbaningrum
dan Angelina Sondakh. Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sangat
baik dan diharapkan terus berlanjut pada masa pemerintahan Presiden baru.

SBY satu-satunya presiden Indonesia yang dapat membubarkan GAM (Gerakan Aceh
Merdeka). Beberapa tahun sebelum 2004 adalah masa kejayaan GAM. Media gembar-
gembor membicarakan GAM, di sana-sini bapak-bapak asik berdiskusi mengenai
gerakan yang menurut sebagian orang menjadi gerakan pemberontak bangsa. SBY
dengan bantuan audiensi PBB dan organisasi internasional lainnya akhirnya GAM dapat
diredakan segala gerakan pemberontakannya.
Selain itu, SBY merupakan salah satu sosok pemimpin yang cerdas. Selama saya
mengikuti perjalanan beliau dengan membaca di media online, buku, dan sebagainya,
maka saya tahu bahwa setiap beliau pergi keluar negeri untuk tugas kenegaraan dan di
saat waktu luang tiba, satu-satunya tempat yang beliau kunjungi adalah Toko Buku.
Minimal dua sampai tiga buku beliau bawa ke Indonesia.
Hal terakhir yang saya suka adalah bahwa SBY menjadi sosok yang disegani oleh
pemimpin-pemimpin negara lainnya. Alasannya adalah karena beliau friendly, beliau
cerdas, beliau loyal, dan yang paling penting beliau sangat menghargai waktu.

Anda mungkin juga menyukai