Anda di halaman 1dari 29

I.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Perkembangan industri merupakan salah satu indikator perkembangan

ekonomi suatu bangsa atau negara. Di Indonesia, salah satu industri yang sedang

berkembang yaitu industri pengolahan dan pemurnian nikel. Perkembangan

industri tersebut merupakan implementasi dari undang-undang mineral dan batu

bara (minerba) yang melarang penjualan bahan tambang dalam bentuk konsentrat.

Salah satu perusahaan yang melakukan pengolahan dan pemurnian bahan

tambang adalah PT. Antam UBPN Sulawesi Tenggara yang berlokasi di Desa

Huko-Huko Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara.

Perusahaan tersebut melakukan pengolahan dan pemurnian nikel dan

menghasilkan produk ferro nikel (FeNi). Berdasarkan data yang bersumber dari

ESDM, PT. Antam UBPN Sulawesi Tenggara memproduksi nikel sebanyak

533,89 ton sejak tahun 2012. Dalam proses pengolahan dan pemurnian nikel,

selain menghasilkan ferro nikel juga menghasilkan produk samping berupa terak

atau slag. Produk samping tersebut juga mengalami kenaikan volume setiap

tahunnya. Slag yang dihasilkan oleh PT. Antam ditampung pada suatu area di tepi

pantai. Saat ini limbah slag yang ditampung di lokasi tersebut lebih dari 1 juta ton.

Slag tersebut cukup berbahaya bagi lingkungan terutama lingkungan perairan laut

karena slag tersebut mengandung elemen atau senyawa-senyawa berbahaya. Slag

hasil pengolahan bijih nikel mengandung logam berat Ni 0,34%, Co 0,08%, Fe

44,20%, Mg 3,57%, Mn 0,73%, Al 5,2%, Cr 0,83%, Cu 0,01%, Zn 0,03%, SiO2

7,8%, N 0,01%, C 0,84%, dan S 0,08% (Hernandez dkk., 2007 dalam Zubayr,

2009). Elemen-elemen atau senyawa-senyawa tersebut dikhawatirkan dapat


terlarut didalam air laut dalam bentuk ion-ionnya. Hal ini akan memberikan

dampak terhadap penurunan kualitas air yang diindikasikan dengan indeks

pencemaran (IP) yang mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air.

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas maka akan dilakukan penelitian

tentang analisis kualitas air laut disekitar area dumping slag dengan menggunakan

metode indeks pencemaran (IP).

2. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada analisis kualitas air laut disekitar area

lokasi dumping slag. Metode analisis kualitas air menggunakan metode indeks

pencemaran (IP).

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh limbah slag terhadap nilai parameter-parameter logam

terlarut dan kimia terhadap kualitas air laut pada area dumping slag.?
2. Bagaimana status mutu air laut di area dumping slag?
4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan nilai parameter-parameter kimia air laut disekitar lokasi

dumping slag.
2. Menentukan status mutu air laut disekitar lokasi dumping slag menggunakan

metode indeks pencemaran (IP).


5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dan perusahaan tentang

bagaimana dampak limbah slag terhadap kualitas air laut.


2. Sebagai sumber referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang akan

mengkaji tentang kualitas air khususnya air laut.


II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PT. ANTAM UBPN Sulawesi Tenggara

Lahan konsesi PT ANTAM UBPN Operasi Pomalaa, yakni terletak di

Desa Huko-Huko Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi

Tenggara, dapat dicapai dengan kendaraan bermotor dari Ibu Kota

Kabupaten yang berjarak 28 Kilometer melalui jalan yang telah diaspal,

sedangkan dari Ibukota Provinsi Kendari berjarak kurang lebih 190 Km.

Secara geografis, kuasa Pertambangan PT. Aneka

Tambang,Pomalaa berada pada garis lintang 0400'00 - 430'00 Lintang

Selatan, dan berada pada 12115'00 - 12145'03 Bujur Timur. Daerah Kuasa

Pertambangan meliputi area seluas kurang lebih 6128,5 Ha seperti tercantum

dalam Surat Keputusan Bupati Kolaka Nomor 87 dan 90 Tahun 2009.

Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi

Sulawesi Tenggara yang terletak di wilayah pesisir dan memiliki potensi

sumberdaya pesisir laut sangat besar. Kabupaten Kolaka memiliki cadangan

sumberdaya mineral berupa nikel. Pertambangan nikel merupakan salah satu

sektor terbesar yang memberikan kontribusi bagi pemerintah untuk

pembangunan yang saat ini sedang direalisasikan, khususnya di Kabupaten

Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Kolaka adalah salah satu

penghasil nikel terbesar di Indonesia. Daerah Kabupaten Kolaka saat ini selain

PT. Aneka Tambang UBPN Sulawesi Tenggara yang mengoperasikan

pertambangan dan pengolahan bijh nikel menjadi ferronickel, juga telah

beroperasi perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan nikel seperti PT.


Panrita Pandita, PT. Ricobana dan PT. Putra Mekongga Sejahtera. Kegiatan

pertambangan juga akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan

sekitar. Sebagai contoh dampak yang ditimbulkan dari aktifitas penambangan

adalah perubahan rona lingkungan (bentang fisik dan kimia), pencemaran tanah,

air maupun udara (Zubayr, 2009).

II.2 Proses Terbentuknya Terak Nikel (Slag)

Terak nikel (slag) merupakan produk samping (side product) dari proses

ekstraksi ferro nikel. Proses terbentuknya slag pada PT. Aneka Tambang Tbk.

UBPN Sulawesi Tenggara yaitu sebagai berikut :

a. Proses pengeringan di dalam Rotary Dryer

Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air lembab atau

moisture content (MC) dalam bijih sekitar 28% - 35% menjadi 21% - 23%.

Proses pengeringan di dalam rotary dryer berlangsung sekitar 30 menit.

Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung antara udara

panas dari burner dengan bijih dalam suatu tanur yang berputar. Suhu udara

panas yang masuk pada rotary dryer.

b. Proses kalsinasi di dalam Rotary Kiln

Rotary kiln digunakan dalam proses kalsinasi. Proses kalsinasi ini

bertujuan untuk mengurangi kadar lost of ignation (LOI) sampai 0,01%

dengan suhu 450oC - 900oC. Kadar LOI yang tinggi akan mengganggu

kestabilan proses peleburan dalam furnace yang dapat mengakibatkan

goncangan yang kuat di dalam furnace. Suhu pada proses kalsinasi di dalam

rotary kiln juga sangat diperhatikan sama seperti pada rotary dryer, karena
apabila terjadi perubahan suhu yang signifikan, maka akan menyebabkan

terjadinya terak padat yang melekat pada dinding dalam rotary kiln.

c. Proses peleburan pada furnace

Proses peleburan adalah proses dimana kalsin hasil dari proses

kalsinasi pada rotary kiln diolah dalam furnace untuk memisahkan crude

metal dengan slag melalui proses reduksi. Proses peleburan dilakukan dalam

tanur listrik (furnace) yang berkapasitas 25 MVA unit 1, 40 MVA unit 2, dan 60

MVA unit 3 yang bagian dalamnya dilapisi brick. Dalam furnace terjadi

peleburan kalsin dan reduksi senyawa yang terdapat di dalam bijih oleh fixed

carbon. Dari leburan itu terbentuk dua fase, yaitu fase slag dan fase metal.

Lapisan slag dan crude metal terpisah berdasakan densitas. Pemisahan antara

crude metal dan slag di dalam furnace dimana lapisan atas adalah slag dengan

tebal lapisan mencapai 1 m - 1,5 m, sedangkan lapisan crude metal berkisar

antara 40 cm - 80 cm. Slag dikeluarkan dari tanur listrik setiap 90.000 KWh

sebanyak 190 ton dengan suhu 155oC dan dialirkan ke dalam kolam air yang

bersama dengan itu disemprotkan air dan udara sehingga tergranulasi

menjadi butiran-butiran yang berukuran 5 mm - 20 mm.

Slag yang sudah dingin kemudian diangkut menggunakan exavator ke

truck untuk dibawa dan ditampung di slag yard peleburan. Slag ini sudah tidak

dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahan nikel di PT. UBPN Sulawesi

Tenggara.
d. Proses pemurnian
Tahap pemurnian bertujuan untuk memurnikan crude metal menjadi

produk yang sesuai standar. Proses pemurnian pada PT. Antam UBPN Sulawesi

Tenggara terdiri dari dua tahapan, yaitu:

1. Proses de-sulfurisasi (De-S)

Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar sulfur yang terdapat pada

crude metal hasil peleburan menjadi < 0,03%.

2. Proses de-oksidasi

Proses ini dilakukan untuk menurunkan kadar silika, fosfor melalui

proses peniupan oksigen ke dalam crude FeNi. Proses dari dua tahapan tersebut

dilakukan di dalam converter atau ladle dengan suhu < 1 4 0 0 o C . Selain

menghasilkan crude metal yang sesuai dari proses de-sulfurisasi dan de-

oksidasi juga menghasilkan slag yang mengapung di atas permukaan crude

metal dalam conventer.

Proses tapping metal dilakukan setelah slag tersebut terlebih dahulu

dikeluarkan secara manual oleh operator menggunakan suatu batang besi yang

ujungnya dipasangi kayu memanjang (skimming).

Slag ini ditampung dalam slag pot, slag yang tersisa di dalam conventer

setelah tapping metal juga akan dilkeluarkan karena dapat mengganggu proses

pemunian selanjutnya. Slag yang berasal dari proses pemurnian berbentuk padat

dengan ukuran yang besar. Biasanya masih mengandung 7% - 10% Ni dengan

kandungan sulfur yang sangat tinggi. Karena kadar Ni yang terkandung dalam

slag tersebut cukup tinggi, maka slag tersebut diangkut ke slag yard pemurnian
untuk dilakukan pengambilan metal yang ikut terbuang bersama slag (slag

treatment).

II.3 Karakteristik dan Komposisi Slag

Slag (terak) adalah limbah buangan dari industri pengolahan nikel

membentuk liquid panas yang kemudian mengalami pendinginan sehingga

membentuk batuan alam yang terdiri dari terak padat dan terak yang berpori.

Berdasarkan bentuknya, terak nikel dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu high,

medium, dan low slag. Terak nikel yang masuk kategori high diperoleh dari proses

pemurnian di converter berbentuk pasir halus berwarna coklat tua, sedangkan

kategori medium dan low slag diperoleh lewat tungku pembakaran (furnace).

Beberapa sifat fisik slag ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik terak nikel.


Pengujian Slag nikel berpori Slag nikel padat
Berat volume 1327 1913
Specific Gravity (SSD) 2.835 3.215
Specific Gravity (Dry) 2.692 3.179
Kadar Air (%) 0.11 0.11
Absorpsi(%) 5.301 1.151
Sumber : (Sugiri, 2005)

Hasil pengujian komposisi kimia terak nikel dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia terak nikel.


No Jumlah %
Senyawa
.
1 Silika (siO2) 41,47
2 Alumina Al2O3) 2,58
3 Ferro Oksida (Fe2O3) 30,44
4 Magnesia (MgO) 22,75
5 Alkalis (Na2O + K2O) 0,68
Sumber : (Sugiri, 2005)
II.4 Baku Mutu Air Laut

Berdasarkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor 51 tahun

2004 tentang baku mutu air laut menyatakan bahwa yang dimaksud baku mutu air

laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen

yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya

di dalam air laut. Penetapan baku mutu air laut ini meliputi baku mutu air laut

untuk pelabuhan, wisata bahari dan biota laut yang masing-masing ditunjukkan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Baku mutu air laut untuk perairan pelabuhan, wisata bahari dan biota
laut.
No Baku Mutu
Parameter Satuan
. A B C
FISIKA
1. Kecerahana m >3 >6 Coral:>5
Mangrove:-
Lamun:>3
Kebauan
Padatan tersuspensi totalb
2. - tidak bau tidak bau alami3
3. mg/L 80 20 coral:20
Sampah
mangrove:80
Suhuc
lamun:20
4. - Nihil1(4) Nihil1(4) Nihil1(4)
o
5. C Alami3(c) alami3(c) alami3(c)
5
Lapisan minyak
coral:28-30
mangrove:
28-32
nihil1(5) nihil1(5)
lamun:28-30
nihil1(5)
6. -

Tabel 3. (Lanjutan)

KIMIA
1. pHd - 6,5-8,5(d) 7-8,5(d) 7-8,5(d)
2. Salinitase %O Alami3(e) alami3(e) alami3(e)
coral:33-34
mangrove:
Ammonia total (NH3-N) 0,3 - s/d34
Oksigen terlarut (DO) - >5 lamun:33-34
3. Sulfida (H2S) mg/l 0,03 0,008 0,3
4. Hidrokarbon total mg/l 1 - >5
5. Senyawa Fenol total mg/l 0,002 - 0,01
6. PCB (poliklor bifenil) mg/l 0,01 Nihil1 -
7. Surfaktan (deterjen) mg/l 1 0,001 0,002
8. Minyak dan Lemak g/l 5 1 -
9. TBT (tri butil tin)6 mg/l MBAS 0,01 - 1
10. BOD5 mg/l - 10 1
11. PAH g/l - 0,003 -
12. Fosfat (PO4-P) mg/l - Nihil1 -
13. Nitrat (NO3-N) mg/l - 0,015 0,003
14. PCB total mg/l - - 0,015
15. pestisidaf mg/l - - 0,008
16. g/l 0,01
17. Logam terlarut g/l 0,01
Raksa (Hg) 0,003 0,002
Kadmium (Cd) 0,01 0,022
1. Tembaga (Cu) mg/l 0,05 0,050 0,001
2. Timbal (Pb) mg/l 0,05 0,005 0,001
3. Seng (Zn) mg/l 0,1 0,095 0,008
4. Khromium Heksavalen mg/l - 0,002 0,008
5. Arsen (As) mg/l - 0,025 0,05
6. Nikel (Ni) mg/l - 0,075 0,005
7. mg/l 0,012
8. mg/l 0,05
BIOLOGI
1. Coliform (total)f MPN/100 1000(f) - -
2. E-Coliform (faecal)g ml - 200(g) -
3. Coliform g MPN/100 - 1000(g) -
4. Coliform (total) g ml - - 1000(g)
5. Patogen MPN/100 - - Nihil1
6. Plankton ml - - Tidak bloom6
MPN/100
ml
Sel/100 ml
Sel/100 ml
RADIO NUKLIDA
1. Komposisi yang tidak Bq/l - 4 4
diketahui

Keterangan : Baku Mutu


A. Pelabuhan
B. Wisata Bahari
C. Biota Laut
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan)
2. Metode analisis mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada,
baik internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim)
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan
tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm.
A. Perairan Pelabuhan
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman
euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi
rata-rata musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-
rata musiman
f. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi
rata-rata musiman.
6. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal.
B. Wisata Bahari
g. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan
Heptachlor
7. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat

menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan

dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan

plankton itu sendiri.

Air laut yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh

zat-zat kimia yang berbahaya bagi keberlangsungan biota laut, antara lain Padatan

Tersuspensi total (TSS), Seng (Zn) Salinitas, Nikel (Ni), Krom VI (Cr 6+), Derajat

keasaman (pH) dan zat-zat kimi lainnya yang dapat membahayakan ekosistem
bawah laut. Penjelasan tentang zat kimia yang berbahaya bagi keberlangsungan

biota laut yaitu sebagai berikut.

a. Padatan Tersuspensi Total (TSS)

TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan

tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel

yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat,

bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Sebagai

contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat

tahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-

zat lain, sehingga mengakibatkan terjadinya penggumpalan yang kemudian diikuti

dengan pengendapan (Fardiaz, 1992) Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada

perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, dapat

meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi

cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses

fotosintesis di perairan.

TSS adalah zat-zat padat yang berada pada dalam suspensi, dapat

dibedakan menurut ukuranya sebagai partikel tersuspensi koloid (partikel koloid)

dam partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi) (Alaerts dan Santika, 1987)

Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek tyndall)

yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi

tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual, sedangkan larutannya

(tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah

keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan (presipitasi) yang


merupakan keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Partikel-partikel

tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat

menghalangi sinar yang akan menembus suspensi,sehingga suspensi tidak dapat

dikatakan keruh, karena sebenarnya air di antara partikel-partikel tersuspensi tidak

keruh dan sinar tidak menyimpang (Alaerts dan Santika, 1987)


b. pH atau derajat keasaman

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa

besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH =

7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH

> 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat,

bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya

asam- asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu

perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa

limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH

perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas

dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang

bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH

rendah.

c. Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.

Salinitas perairan laut dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat yang

mencemari lingkungan laut (Hutagalung, 1991). Penurunan salinitas dalam


perairan dapat menyebabkan tingkat biokonsentrasi dalam logam berat pada

organism menjadi semakin besar (Mukhtasor, 2007).

d. Seng (Zn)

Seng (zinc) termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di

alam. Kadar seng pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg (Effendi, 2003). Kelarutan

unsure seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Seng yang berikatan dengan

klorida

dan sulfat mudah terlarut, sehingga kadar seng dalam air sangat dipengaruhi oleh

bentuk senyawanya. Ion seng mudah terserap ke dalam sedimen dan tanah. Silika

terlarut dapat meningkatkan kadar seng, karena silika mengikat seng. Jika perairan

bersifat asam, kelarutan seng meningkat. Kadar seng pada perairan alami < 0,05

mg/liter (Moore, 1990); pada perairan asam mencapai 50 mg/liter; dan pada

perairan laut 0,01 mg/liter (McNeely et al., 1979).

Sumber utama seng adalah calamine (ZnCO), sphalerite (ZnS),

smithsonite (ZnCo3), dan wilemite (Zn2SiO4) (Effendi, 2003). Seng banyak

digunakan dalam industri besi, baja, cat, karet, tekstil, kertas, dan bubur kertas.

Seng termasuk unsure yang esensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi untuk

membantu kerja enzim. Seng juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai

agen bagi transfer hydrogen dan berperan dalam pembentukan protein. Davis dan

Cornwell (1991) mengemukakan bahwa seng tidak bersifat toksik bagi manusia,

akan tetapi pada kadar yang tinggi dapat menimbulkan rasa pada air. Toksisistas

seng menurun seiring dengan meningkatnya kesadahan dan meningkat dengan

meningkatnya suhu dan menurunnya oksigen terlarut.


Toksisitas seng bagi organisme akuatik (alga, avertebrata, dan ikan) sangat

bervariasi, < 1 mg/liter hingga >100 mg/liter. Bersama-sama dengan K, Mg dan

Cd, seng bersifat aditif. Toksisitasnya merupakan penjumlahan dari masing-

masing logam (Effendi, 2003). Toksisitas seng dan copper bersifat sinergetik,

yaitu mengalami peningkatan, lebih toksik daripada penjumlahan keduanya.

e. Kromium VI

Pada perairan alami kromium jarang ditemukan dan biasanya dalam

3+ 6+
bentuk kromium trivalent (Cr ) dan kromium hexavalent (Cr ). Sumber

6+ 3+
Cr berasal dari industri pelapisan logam dan produksi pigmen. Cr

banyak terdapat dalam limbah industri pencelupan tekstil, keramik gelas dan

dari kegiatan penyamakan kulit. Organisme akuatik dapat terpapar oleh Cr

melalui media itu sendiri, sedimen maupun makanan. Toksisitas unsur Cr

terhadap organisme perairan tergantung pada bentuk kromium, bilangan

oksidasinya, dan pH. Penurunan pH dan kenaikan suhu dapat meningkatkan

6+ 6+
toksisistas Cr terhadap organisme air. Toksisitas Cr lebih besar

3+ 6+
daripada toksisitas Cr . Cr yang larut di dalam air sebagian besar diserap

oleh ikan melalui insang sehingga akumulasinya paling banyak didapatkan

pada insang dari pada organ lainnya. Kadar kromium pada perairan tawar

biasanya kurang dari 0,001 mg/l dan pada perairan laut sekitar 0,00005 mg/l.

Kromium trivalen biasanya tidak ditemukan pada perairan tawar sedangkan

pada perairan laut sekitar 50% kromium merupakan kromium trivalent. Kadar
kromium yang diperkirakan aman bagi kehidupan akuatik adalah sekitar

0,05 mg/l. Kadar kromium 0,1 mg/l dianggap berbahaya bagi

kehidupan organisme laut. Kadar maksimum kromium untuk keperluan air

baku air minum dan kegiatan perikanan menurut Peraturan Pemerintah No. 82

tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

adalah sebesar 0,05 mg/l (Apriadi, 2005).

f. Nikel (Ni)

Nikel adalah sala satu unsur logam transisi golongan VIIIB yang

berwarna putih perak mengkilat, keras mudah di bentuk dan mudah di tempa,

bersifat liat.logam ini melebur pada suhu 14550 C dan bersifat sedikit magnetic.

Nikel dapat larut dalam asam klorida encer maupun pekat dan juga larut dalam

asam sulfat pekat membentuk hidrogen. (Day dan Underwood, 1989).

Nikel di muara sungai menunjukan konsetrasi yang semakin meningkat

dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada

tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikelpartikel

yang ada di muara sungai dan proses resuspensi. Kadar nikel di perairan tawar

alami adalah 0,001 0,003 mg/liter (Effendi, 2003). sedangkan pada perairan laut

berkisar antara 0,005 0,007 mg/liter (McNeely etal., 1979). Untuk melindungi

kehidupan organism di akuatik, kadar nikel sebaiknya tidak lebih melebihi 0,025

mg/liter (Effendi, 2003). Nikel termasuk unsur yang Memiliki toksisitas rendah.

Nilai LC nikel terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 1

100 mg/liter.

II.5 Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Pencemaran (IP)


Pengelolaan kualitas air berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) dapat

digunakan untuk mengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air

untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas

jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar senyawa

pencemar.

Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan

dalam baku peruntukan air (j) dan Ci menyatakan konsetrasi parameter kualitas air

(i) yang di peroleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan

cuplikan dari suatu alur sungai maka PIj adalah pencemaran bagi peruntukan (j)

yang merupakan fungsi dari Ci/Lij.

Ci C2 Ci
PI j=( ,
L Ij L2 j
,
LIj ) ......................................................................................(1)

Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan pencemaran relatif yang diakibatkan

oleh parameter kualitas air. Nisbah ini tidak mempunyai satuan. Nilai Ci/Lij =

1,0 adalah nilai yang kritik, karena nilai ini diharapkan untuk dipenuhi

bagi suatu Baku Mutu Peruntukan Air. Jika Ci/Lij > 1,0 untuk suatu

parameter, maka konsentrasi parameter ini harus dikurangi atau disisihkan,

kalau badan air digunakan untuk peruntukan (j). Jika parameter ini adalah

parameter yang bermakna bagi peruntukan, maka pengolahan mutlak harus

dilakukan bagi air itu.

Pada model IP digunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada

penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij

sebagai tolak-ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan bermakna jika
salah satu nilai Ci/Lij bernilai lebih besar dari 1. Jadi indeks ini harus

mencakup nilai Ci/Lij yang maksimum.

PI j=
{( ) ( ) }
Ci
LIj R
,
Ci
LIj M
........................................................................................(2)

Dengan : (Ci/Lij)R : nilai Ci/Lij rata-rata

(Ci/Lij)M : nilai Ci/Lij maksimum

Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai

(Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0. Jika nilai maksimum

Ci/Lij dan atau nilai rata-rata Ci/Lij makin besar, maka tingkat pencemaran suatu

badan air akan makin besar pula. Jadi panjang garis dari titik asal hingga titik Pij

diusulkan sebagai faktor yang memiliki makna untuk menyatakan tingkat

pencemaran.

(
2 2
Ci C
PIj=
LIj ) ( )
M
+ i
L Ij R
......................................................................................(3)

Dimana m = faktor penyeimbang

Keadaan kritik digunakan untuk menghitung nilai m

PIj = 1,0 jika nilai maksimum Ci/Lij = 1,0 dan nilai rata-rata Ci/Lij = 1,0 maka

1,0=m ( 1 ) + ( 1 )
2 2
..........................................................................................(4)

m=1/ 2 , maka persamaan (3) menjadi



2 2
Ci Ci

P I j=
( ) ( )
Lij M
+
Lij R .......................................................................................(5)
2

Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran

dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan

nilai parameter-parameter tertentu.

Evaluasi terhadap nilai PI adalah :

0 < PIj < 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1,0 < PIj > 5,0 = cemar ringan

5,0 < PIj < 10 = cemar sedang

PIj > 10 = cemar berat

Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang

dicantumkan dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan

konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan

air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj

adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari

Ci/Lij. Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara :

1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka

kualitas air akan membaik.


2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan

cuplikan.

4.a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan

tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai
maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh).

Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij

hasil perhitungan, yaitu :

C C i(hasil pengukuran)
( C i /Lij )baru = C Lij

b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang

- untuk Ci Lij rata-rata


[C i( Lij )ratarata ]
( C i /Lij )baru =
{( Lij ) minimum( Lij ) ratarata }
- untuk Ci Lij rata-rata
[C i( Lij )ratarata ]
( C i /Lij )baru =
{( Lij ) maksimum( Lij )ratarata }
c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0,

misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar,

misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan

badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :

1. Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil

dari 1,0

2. Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari

1,0. (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran

P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan

disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan

yang dikehendaki untuk suatu peruntukan.


5. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij

((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

6. Tentukan harga PIj.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di pesisir pantai sekitar lokasi dumping

slag PT. Antam UBPN Pomalaa dan di titik yang tidak di jadikan timbunan slag

yang meliputi pengambilan sampel air laut yang tersebar di beberapa titik.

Sampel air laut tersebut dianalisis di laboratorium Forensik F-MIPA Universitas

Halu Oleo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember

2016.
Peta Tunjuk Lokasi PT. Antam UBPN Pomalaa
Gambar 1. Peta tunjuk lokasi

Tabel 4. Posisi titik pengambilan Sampel

STASIUN POSISI Keterangan


S 04o1045.2
1 Sampel 1
E 121o3612.5
S 04o1046.5
2 Sampel 2
E 121o3617.6
S 04o5315.2
3 Sampel pembanding
E 121o0333.7

B. Instrumen

Instrumentasi adalah peralatan yang digunakan selama penelitian yang

membantu dalam pengambilan data. Instrumentasi yang digunakan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kamera
Kamera digunakan untuk mengambil gambar selama peelitian dimulai,

seperti pengambilan sampel air laut sampai pengolahan sampel dilaboratorium


2. GPS
GPS digunakan untuk menentukan titik koordinat disetiap stasiun.
3. Hand Refractometer
Hand Refractometer digunakan untuk mengukur salinitas sampel atau

tingkat keasinan air laut.


4. Pita ukur

Pita ukur digunakan untuk memberikan tanda titik lokasi pengambilan

sampel.

5. Laptop
Laptop digunakan untuk mengerjakan laporan hasil dari penelitian tersebut
6. Microsoft office excel
Microsoft excel digunakan untuk mengolah data hasil uji pengukuran

sampel.
7. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
Atomic Absorption spectroscopy (AAS) digunakan untuk mengukur

parameter kimia dan logam terlarut pada sampel yang diambil, tidak semua

parameter diukur diAAS, seperti Salinitas.


C. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap pendahuluan,

tahap pengambilan dan pengumpulan data, prosedur pengambilan sampel,

pengolahan data, tahap analisis data, serta tahap akhir berupa penyajian data hasil

penelitian. Tahapan-tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap pendahuluan

Tahap ini merupakan tahap awal dari penelitian ini. Tahap ini meliputi

studi literatur dan penyusunan proposal penelitian. Studi literatur dilakukan

terhadap literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini mengenai kualitas air

laut di area dumping limbah slag, sifat-sifat slag, pengukuran indeks pencemaran
air laut, serta regulasi yang membahas tentang kualitas air laut. Setelah itu

dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian.

2. Tahap Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengambilan sampel air laut yang berada

disekitar area dumping slag PT. Antam UBPN Pomalaa dan yang jauh dari limbah

slag. Pengambilan sampel dilakukan pada 2 titik berbeda yaitu sepanjang garis

bibir pantai 50 m dari titik 1 ke titik 2 pada area dumping slag dan pada titik

yang tidak terkena limbah slag, lokasi tersebut dapat dilihat pada pete tunjuk

lokasi. Sampel yang telah diperoleh kemudian dianalisis dilaboratorium Forensik

F-MIPA Universitas Halu Oleo. Parameter analisis yang akan dilakukan yaitu pH,

salinitas, kromium hexavalen (Cr(VI)), Tembaga (Cu), seng (Zn), dan Nikel (Ni).

3. Prosedur Pengambilan Sampel Air Laut


Pengambilan sampel air laut menggunakan SNI 6964.8:2015 tentang

metode pengambilan contoh uji dan kualitas air laut. Adapun langkah-langkah

yaitu Siapkan wadah botol mineral plastik 600 ml yang digunakan untuk

mengambil sampel yang telah di sterilkan, kemudian ambil contoh dengan cara

memegang botol steril bagian bawah dan celupkan botol steril dibawah

permukaan air laut dengan posisi mulut botol berlawanan dengan arah aliran air

laut, Pengambilan sampel pertama air digunakan untuk membersihkan botol

sampel untuk kemudian dibuang kembali lalu diulang untuk beberapa kali.

Pengambilan kedua merupakan sampel air yang akan diperiksa ke dalam botol
sampel untuk kemudian ditutup, isi botol hingga penuh, kemudian setiap botol

diberi label sesuai titik sampling.

4. Pengolahan data
Sampel yang telah diambil kemudian dibawa ke laboratorium untuk

mengukur kualitas air, untuk menjaga kualitas air apabila memungkinkan terjadi

perubahan air sampel untuk dibawa ke laboratorium maka di perlukan perlakuan

seperti pengawetan atau pendinginan.


5. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil analisis labrotorium,tiap

parameter dapat di ukur seperti pada tabel 5.

Tabel 5. Parameter kualitas air dan metode pengukuran


satua keteranga
No Parameter alat
n n
Parameter Kimia
1. pH - pH meter Lab.
2. Handrefractomete
% insitu
Salinitas r
Logam berat
1. Ni mg/l AAS Lab.
2. Zn mg/l AAS Lab.
3. Cu mg/l AAS Lab.
4. CrVI mg/l AAS Lab.

Sampel tersebut kemudian dilakukan analisis menggunakan metode

Indeks Pencemaran (IP) yang ditunjukkan pada persamaan (5). Hasil analisis ini

berupa hasil analisis kuantitatif yang ditunjukkan dengan angka. Hasil ini

kemudian akan menunjukkan air laut tersebut masih memenuhi baku mutu

(kondisi baik), cemar ringan, cemar sedang atau cemar berat.


Tahapan penelitian yang dijelaskan diatas digambarkan dalam bentuk

diagram alir penelitian yang disajikan pada Gambar 2.


Studi Literatur

Penyusunan Proposal

Pengambilan sampel air laut pada 2 titik berbeda

Analisis parameter kimia dan Logam Berat

pH Salinitas Cr VI Cu Seng Nikel

Analisis Indeks Pencemaran


(IP)

Nilai

Kualitas Air Laut

Laporan Hasil

Gambar 2. Diagram alir penelitian


D. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu dengan uraian lengkap yang

ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Uraian jadwal penelitian.


N Kegiatan Penelitian Oktober November Desember
o (minggu ke-) (minggu ke-) (minggu ke-)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penetapan
pembimbing
2. Penyusunan proposal
penelitian
3. Seminar proposal
4. Pengambilan data
5. Pengolahan dan
analisis data
6. Penyusunan hasil
penelitian
Seminar hasil

Anda mungkin juga menyukai