Anda di halaman 1dari 17

TAKE HOME

PSIKOSOSIAL KEBIDANAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Psikososial Kebidanan

Dosen Pembimbing:
Meilinda Agus, M.Keb

Disusun Oleh:

Deffi Uprianti Bakri 1520332005

PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
1. Masalah yang terjadi di Lingkungan saya dalam kasus psikososial kebidanan pada
ibu Hamil

Seorang suami sebut saja hendra yg bekerja sebagai seorang abdi Negara yaitu
seorang TNI, ia pusing tujuh keliling dengan perubahan sikap istrinya yaitu seorang ibu
rumah tangga dengan 2 orang anak gtermasuk anak yang baru ia lahirkan bernama Ria.
Ria, setelah kelahiran putra kedua mereka. Sikap Ria yang dulu penyabar menghadapi
anak, menjadi mudah marah dan gampang tersinggung. Bahkan Suami sering menghadapi
sang Istri menangis dan tidak bisa tidur di malam hari. Tentu saja semua ini membuat
keluarga kecil yang biasanya ceria menjadi muram.
Apa yang dialami Ria adalah suatu kondisi umum yang dialami oleh ibu melahirkan
dan hampir mengenai 50% ibu baru. Seringkali perasaan gembira karena hadirnya
seorang anak juga disertai dengan perasaan sedih, cemas, dan kaget silih berganti,
sehingga menimbulkan kelelahan secara psikis bagi sang ibu. Gejala tersebut dikenal
dengan baby blues syndrome atau stress pasca persalinan, yaitu salah satu bentuk depresi
yang sangat ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan
cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan.

Penyebab Baby Blues Syndrome


Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya baby blues syndrome,
diantaranya:
1. Perubahan hormonal. Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan
progesterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan
tertekan.
2. Fisik. Hadirnya si kecil dalam keluarga menyebabkan pula perubahan ritme
kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang
dan malam sangat menguras energi ibu, menyebabkan berkurangnya waktu istirahat,
sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah.
3. Psikis. Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam mengurus si
kecil, ketidak mampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan, rasa tidak percaya
diri karena perubahan bentuk tubuh dari sebelum hamil serta kurangnya perhatian
keluarga terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi.
4. Sosial. Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi. Rasa
keterikatan yang sangat pada si kecil dan rasa dijauhi oleh lingkungan juga berperan
dalam depresi.
Gejala
Gejala biasanya bervariasi dari derajat ringan hingga berat. Adapun gejala yang biasanya
muncul antara lain:
1. Perasaan cemas yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis.
2. Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala.
3. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus si kecil.
Seringkali ibu yang pada awalnya mengalami baby blues syndrome kemudian
berkembang menjadi lebih lama dan lebih berat intensitasnya. Apabila gejala yang terjadi
telah mengganggu dalam melaksanakan tugas sehari-hari maka termasuk dalam kategori
depresi pasca melahirkan, biasanya lebih sering terjadi pada wanita dengan riwayat
depresi sebelumnya. Depresi pasca melahirkan disertai dengan tanda-tanda:
1. Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia.
2. Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan.
3. Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.
4. Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada si kecil.
5. Perasaan takut telah menyakiti si kecil.
6. Tidak tertarik pada seks.
7. Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan konsentrasi.

Asuhan yang diberikan Bidan pada kasus tersebut diatas :


1. Anjurkan ibu nifas Selalu berdoa kepada Allah agar diberi taufik dan kemudahan
dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang ibu.
2. Tanamkan pada diri untuk selalu bersikap ikhlas dan tulus berperan sebagi ibu baru.
Ingatlah balasan yang akan kita dapat di akhirat kelak!
3. Belajar bersikap tenang dengan mengambil nafas panjang dan fleksibel dalam
mengurus si kecil.
4. Tidurlah ketika si kecil tidur.
5. Komunikasikan rasa cemas yang dialami dengan pasangan, saudara atau teman dekat.
6. Luangkan waktu untuk diri sendiri, meski hanya 15 menit untuk melakukan aktivitas
yang menyenangkan, seperti mendengarkan murotal, baca buku, atau olah raga
ringan.
7. Ibu tidak diharapkan menjadi super mama, jadi berlaku jujurlah pada diri sendiri
maupun orang lain sejauh mana kita dapat melakukan sesuai kemampuan dan minta
bantuan orang lain.
8. Biarkan pasangan atau keluarga membantu dalam urusan rumah tangga dan mengurus
si kecil.
9. Bergabung dan berbagi cerita dengan ibu-ibu baru.
10. Baby blues bukanlah hal yang memalukan, jadi jangan ragu untuk
mengkomunikasikan dengan orang terdekat.

Agar baby blues syndrome dapat diminimalisir maka yang pertama harus dipersiapkan
oleh sebuah keluarga yang akan menginginkan seorang anak adalah kehamilan yang
terencana yang didukung oleh kesiapan mental, financial, dan sosial dari ayah dan ibu.
Persiapkan pula pengetahuan dasar calon ayah dan calon ibu tentang kehamilan, proses
melahirkan, sampai dengan cara merawat si kecil. Sebaiknya diskusikan juga tentang
pembagian kerja anata ibu dan ayah pada saat kehamilan hingga si kecil dilaharkan sehingga
ibu mempunyai waktu yang cukup untuk beristirahat. Jika diperlukan pertimbangkan pula
untuk mempunyai asisten dalam membantu mengurus rumah tangga.
2. Masalah yang terjadi di Lingkungan saya dalam kasus psikososial kebidanan pada
ibu Hamil
Kisah nyata di RT tempat saya tinggal tepatnya di Bangko Tinggi Kelurahan
Dusun Bangko Kabupaten Merangin Jambi. Sepasang suami istri sebut saja Indah dan
Robbi merupakan sepasang pengantin baru. Sang suami Robbi menginginkan istrinya
untuk menunda kehamilan karena dia belum siap untuk menjadi seorang ayah. Indah pun
menyetujui keinginan suaminya. Tetapi apa mau dikata, jika Allah sudah berkehendak
maka kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan akhirnya Indah pun hamil. Karena sang
suami belum siap apabila Indah hamil, dia pun bingung bagaimana cara menyampaikan
kehamilannya kepada suaminya. Karena takut Suaminya tidak menginginkan
kehamilannya, Indah merahasiakan keadaan yang sedang dia alami itu. Indah tertekan dan
menjadi stress, ia merasa tidak mendapat dukungan akan kehamilannya itu. Hari demi
hari pun berganti begitu juga kehamilan Indah yang makin hari semakin terlihat. Perut
Indah yang semakin membesar membuat Robbi curiga. Karena kecurigaannya itu,
akhirnya Robbi menanyakan kaadaan Indah yang sebenarnya. Dengan penuh ketakutan
akhirnya Indah pun menjawab dengan jujur mengenai kehamilannya. Robbi kaget dengan
pernyataan istrinya itu, sebagai suami dia merasa tidak dihargai karena tidak diberi tau
sejak awal. Indah berusaha menjelaskan alasan kenapa dia tidak memberitahukan
kehamilannya, Robbi berusaha menenangkan diri dan mulai menerima alasan istrinya
tersebut. Robbi yang awalnya tidak menginginkan istrinya untuk hamil pada akhirnya
mulai bisa menerima kehamilan istrinya. Bahkan sekarang Robbi merasa memiliki
tanggung jawab yang lebih besar sebagai suami dan calon ayah, sehingga dia sekarang
bersikap lebih protektive dalam menjaga isrti dan darah dagingnya. Setiap kali Indah
memeriksakan kandungannya, Robbi selalu ikut menemani.
Sesuai kebudayaan kita, maka perempuan masih banyak menganggap status
menikah sebagai suatu penyempurnaan diri. Perempuan seolah-olah baru dipandang oleh
masyarakat sekitarnya bila telah menikah. Di negara-negara yang kurang lebih
perempuan dan laik-laki disamakan hak-haknya, status menikah tidak terlalu ditonjolkan
bagi perempuan. Bahkan perempuan yang telah menikah pun sering menganggap
berumah tangga sebagai rintangan bagi jalan kariernya. Sulit untuk menyimpulakan status
manakah yang paling menguntungkan bagi perempuan karena keduanya masing-masing
ada suka dukanya.
A. Pembahasan Kasus
1. Asuhan yang diberikan Bidan untuk mencegah dan mengatasi rasa tertekan
pada masa kehamilan
a. Bidan membantu mencegah timbulnya rasa tertekan dengan menghindari
rangsangan-rangsangan dapat menimbulkan kemarahan maupun luapan emosi
lainnya. Kegiatan dan kesibukan yang menyenangkan dapat dilakukan.
b. Masa depresi yang berhubungan dengan masa hamil sebaiknya dicegah dengan
kesibukan seperti membaca cerita yang bagus, melihat gambar-gambar indah, dan
berjalan-jalan menghirup hawa segar.
c. Mencegah kelelahan tubuh supaya tidak melampaui batas daya tahan. Pada masa
depresi, pekerjaan memang perlu dikurangi tetapi harus tetap ada kegiatan.
d. Pertemuan antarkaum perempuan, kaum ibu maupun pertemuan informal akan
bermanfaat. Pertemuan dari hati ke hati dan percakapan intim dapat bermanfaat.
e. Perlu pekerjaan selingan atau sambilan untuk menghilangkan sifat monoton
pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga yang rutin,
f. Pembinaan kesatuan suami istri melalui penciptaan hubungan suami istri yang
serasi berdasarkan kasih, seperti :
1) Keinginan untuk mengetahui dan mengenal pasangan hidup.
2) Menerima pasangan kita dengan semua sifatnya.
3) Melalui sikap memberi dan menerima akan terbina saling penyesuaian.
4) Usaha mencapai kesesuaian dalam hal tubuh dan jiwa.
5) Untuk mengatasi kebosanan dengan keinginan akan hal yang baru, perlu daya
kreasi dalam menciptakan cara-cara baru demi terpupuknya kemesraan pada
pertemuan intim suami istri.
g. Bila depresi masih belum dapat diatasi dan tidak dapat dianalisis penyebab segala
keadaan dan pernderitaan batin, perlu diminta pertolongan pada ahli dalam bidang
ini yaitu pskiater.

2. Keadaan dan ketegangan emosi ibu


Keadaan emosional ibu selama kehamilan juga mempunyai pengaruh yang
besar terhadap perkembangan perinatal. Hal ini adalah karena ketika seorang ibu
hamil mengalami ketakutan,kecemasan,stres, dan emosi lain yang mendalam maka
terjadi perubahan psikologis. Ibu yang mengalami kecemasan berat dan
berkepanjangan sebelum atau selama kehamilan, kemungkinan dapat mempersulit
persalinan ibu. Maka perlunya dukungan psikososial untuk ibu selama
kehamilan sangat penting dikarenakan dukungan dapat memotivasi dan memberi rasa
tenang ibu selama kehamilan.
Perubahan emosional pada trimester I adalah penurunan kemauan seksual
karena letih dan mual, perubahan suasana hati seperti depresi atau khawatir, ibu mulai
berpikir mengenai bayi dan kesejahteraannya dan kekhawatiran pada bentuk
penampilan diri yang kurang menarik.
Perubahan emosional pada trimester II adalah terjadi pada bulan kelima
kehamilan, terasa nyata karena bayi sudah mulai bergerak sehingga dia mulai
memerhatikan bayi dan memikirkan apakah bayinya akan dilahirkan sehat. Rasa
cemas ibu hamil akan terus meningkat seiring bertambah usia kehamilannya.
Perubahan emosional pada trimester III adalah terutama pada bulan-bulan
terakhir kehamilan biasanya gembira bercampur takut karena kehamilan telah
mendekati persalinan. Kekhawatiran ibu hamil biasanya seperti apa yang akan terjadi
pada saat melahirkan, apakah bayi lahir sehat dan tugas-tugas apa yang dilakukan
setelah kelahiran. Pemikiran dan perasaan seperti ini sangat biasa terjadi pada ibu
hamil. Sebaiknya kecemasan seperti ini dikemukakan istri kepada suaminya dan
sebaiknya suami lebih memperhatikan dan peka terhadap perasaan dan kondisi
istrinya.

3. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil


a. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester I
Awal kehamilan, ibu akan membenci perubahan yang terjadi pada dirinya.
Merasa kecewa, terjadi penolakan, kecemasan, dan kesedihan. Perubahan
psikologi pada trimester awal ini menekankan untuk mencapai peran sebagai ibu.
Tercapai peran ibu memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktivitas.
Stres yang terjadi pada kehamilan trimester awal Ada dua tipe stres, yaitu stres
negatif dan poIndahf. Kedua stres ini dapat mengganggu dan mempengaruhi
reaksi individu. Ada pula yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Stres intrinsik
berhubungan dengan tujuan individu, yang mana seorang individu akan membuat
sesempurna mungkin tujuan hidupnya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun
dalam kehidupan sosialnya secara profesional. Stres ekstrinsik muncul karena
faktor eksternal seperti rasa sakit, kehilangan, kesendirian, dan masa reproduksi.
Stres selama masa reproduksi dapat dihubungkan dengan tiga aspek, yaitu
stres di dalam individu, stres yang disebabkan oleh pihak lain dan stres yang
disebabkan oleh penyesuaian terhadap tekanan sosial. Stres yang terjadi dalam
diri sendiri bisa disebabkan oleh adanya kegelisahan terhadap kemampuan
beradaptasi dengan kejadian kehamilannya.
b. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester II
Terdapat perubahan psikologis pada kehamilan trimester kedua, yaitu:
1) Fase Prequeckning. Selama akhir trimester pertama dan prequeckning pada
semester kedua, ibu hamil mengevaluasi kambali hubungannya dan segala
aspek di dalamnya dengan orang tuanya yang telah terjadi dan akan menjadi
dasar bagaimana ia mengembangkan hubungan dengan anak yang akan
dilahirkan. Ia akan menerima segala nilai yang telah diberikan ibunya dengan
rasa hormat, namun bila menemukan adanya sikap yang negatif, maka ia
akan menolaknya.Perasaan menolak terhadap sikap negatif ibunya akan
menyebabkan rasa bersalah pada ibunya. Kecuali bila ibu hamil menyadari
bahwa hal tersebut normal karena ia sedang mengembangkan identitas
keibuannya. Proses yang terjadi pada pengevaluasian kembali ini adalah
perubahan identitas dan penerima kasih sayang menjadi pemberi kasih
sayang (persiapan untuk menjadi ibu). Transisi ini memberikan pengertian
yang jelas bagi ibu hamil untuk mempersiapkan dirinya sebagai ibu yang
akan memberi kasih sayang kepada anaknya. Trimester kedua akan dikatakan
sebagai periode pancaran kesehatan disebabkan selama trimester ini wanita
umunya merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan.
2) Fase Postqueckning. Setelah ibu merasakan queckning, identitas keibuan
yang muncul. Ibu hamil akan fokus pada kehamilan dan persiapan untuk
menyambut lahirnya sang bayi. perubahan ini mungkin akan menyebabkan
sebagian wanita menangis dan bersedih karena ia akan meninggalkan fase
kehamilannya. Terutama bagi ibu yang hamil pertama dan para wanita karir
yang sedang hamil. Pada wanita multigravida, peran baru dengan anaknya
yang lain dan bagaimana nanti bila ia harus meninggalkan rumah untuk
proses persalinan. Pergerakan yang dirasakan dapat membantu ibu dalam
membangun konsep bahwa bayinya adalah individu yang terpisah dengannya.
Hal ini menyebabkan fokus pada bayinya.

c. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester III


Gerakan bayi dan semakin membesarnya perut snag ibu adalah salah satu
tanda bahwa kehamilannya mulai memasuki trimester ketiga. Hal ini
mengingatkan ibu bahwa dirinya sedang mengalami kehamilan. Kadang-kadang
kekhawatiran dari ibu muncul, ia takut kalau sewaktu-waktu bayinya lahir. Ibu
juga merasakan kekhawatiran akan bayinya akankah bayinya lahir normal atau
tidak. Jikia bayinya yang dilahirkan tidak normal, biasanya ibu akan mengurung
diri dan ia menghindari untuk bertemu dengan banyak orang. Walaupun
demikian, sejelek apapun atau mungkin anak yang dilahirkan tidak normal, ibu
akan tetap melindungi bayinya dari hal-hal yang membahayakan sang bayi.
Seorang ibu mungkin akan merasa takut dengan kelahiran yang akan
dilaluinya. Ia mungkin sudah merasa takut akan rasa takut dan bahaya fisik yang
akan timbul saat proses kelahiran. Rasa tidak nyaman akibat kehamilan kembali
muncul pada trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa bahwa dirinya
semakin jelek dan aneh. Di samping itu, ibu juga akan merasasedih karena
perhatian dari suami selama kehamilan mungkin akan berkurang. Pada trimester
ketiga inilah ibu memerlukan ketenangan dan dukungan dari suami, keluarga
serta bidan atau dokter kandungan.
Trimester ketiga lebih sering disebut dengan periode menunggu atau
penantian dan waspada. Sebab pada masa ini ibu merasa tidak sabar ingin segera
melihat anak yang selama sembilan bulan lahir ke dunia ini. Trimester ketiga
adalah masa persiapan kelahiran dan peran sebagai orangtua seperti terpusatnya
perhatian pada kelahiran bayi. orang tua dan keluarga mulai mengira-ira
bagaimana anaknya (terutama wajahnya, akan menyerupai siapa), dan apa jenis
kelaminnya. Mungkin juga nama cantik sudah disiapkan oleh orangtuanya.
Trimester ketiga ini adalah masa aktif untuk penantian kelahiran bayi dan masa
perubahan untuk menjadi orang tua.

4. Gangguan Psikologis pada Kehamilan


a. Gangguan psikologi pada kehamilan palsu
Kehamilan palsu adalah suatu keadaan di mana seorang wanita berada
dalam kondisi yang menunjukkan berbagi tanda dan gejala kehamilan seperti tidak
mendapat menstruasi, adanya mual dan muntah, pembesaran perut, peningkatan
berat badan dan gejala kehamilan lainnya bahkan kadang hasil test urine dapat
menjadi poIndahf palsu, tetapi sesungguhnya ia tidak benar-benar hamil. Faktor
yang sangat sering berhubungan dengan terjaidnya kehamilan palsu adalah faktor
emosional atau psikis yang menyebabkan kegagalan sistem endokrin dalam
mengontrol hormon yang menimbulkan keadaan seperti hamil.
Gejala gangguan psikologis pada pseudosiesis Wanita dengan pseudosiesis
memiliki kondisi psikologis sebagai berikut:
1) Adanya sikap yang ambivalen terhadapa kehamilannya, yaitu ingin sekali
menjadi hamil, sekaligus tidak ingin menjadi hami. Ingin memiliki anak
sekaligus dibarengi dengan rasa takut untuk menetralisasi keinginan mempunyai
anak.
2) Keinginan untuk hamil terutama sekai tidak timbul dari dorongan keibuan, akan
tetapi khusus dipacu oleh dendam, sikap bermusuhan, dan harga diri. Sebagai
contoh pada wanita yang steril.
3) Secara bersamaan muncul kesediaan untuk menyadari, sekaligus kesediaan
untuk tidak mau menyadari bahwa kehamilannya adalah ilusi belaka.
4) Wanita dengan pseudosiesis tidak terlepas dari pseudologi yaitu fantasi-fantasi
atau kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari hal-hal
yang menyenangkan.
Pengelolaan gangguan psikologis pada pseudosiesis Peristiwa kehamilan
palsu merujuk pada pseudologia, yaitu fantasi-fantasi kebohongan yang selalu
ditampilkan ke depan untuk mengingkari atau menghindari realitas yang tidak
menyenangkan. Wanita pseudosiesi ingin sekali menonjolkan egonya untuk
menutupi kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilihlah aliran konseling
psikoanalisis dengan menekankan pentingnya hidup klien, pengaruh dari
pengalaman diri pada kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber
tidak sadar dari tingkah laku manusia. Pesan konselor dalam hal ini adalah
menciptakan suasana senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk
mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit. Konselor berupaya agar klien mendapat
wawasan dengan menyelami kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman
masa lalu yang belum terselesaikan. Dengan demikian, klien diharapkan dapat
memperoleh kesdaran diri, kejujuran, dan hubungan pribadi yang secara efektif
dapat menghadapi dengan realitas, serta dapat mengendalikan tingkah laku
irasional.
b. Fenomena kehamilan di luar nikah
Remaja bisa mengatakan bahwa seks bebas atau pranikah itu aman untuk
dilakukan. Namun, bila remaja melihat dan memahami akibat dari perilaku itu,
ternyata lebih banyak membawa kerugian. Salah satu resikonya adalah kehamilan di
luar nikah. Sesungguh merupakan suatu permasalahan kompleks yang dapat
menghancurkan segalanya, masa muda, pendidikan, kepercayaan dan kebanggan
orang tua, serta pandangan negatif dari masyarakat. Selain itu, kehamilan yang tidak
diinginkan yang juga mengarah pada tindakan aborsi kriminalitas.
Tanda dan gejala gangguan psikologis pada kehamilan di luar
nikahUmumnya kehamilan di luar nikah dialami oleh remaja, dimana remaja
dengan rentang usia 12-19 tahun memiliki kondisi psikis yang labil karena masa ini
merupakan masa transisi dan pencarian jati diri. Dengan kehamilan di luar nikah
banyak permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja, di antaranya adalah:
1) Timbulnya perasaan takut dan bingung yang luar biasa, terutama bagi wanita
yang menjadi objek akan merasakan ketakutan besar terhadap respon orang tua,
dan biasanya mereka menutupi kehamilannya sehingga didapatkan tindakan lain
dan orang tua baru menyadari setelah perut anaknya membuncit.
2) Rasa ketakutan jika kekasih yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab
dan tidak mau menolongnya keluar dari kondisi yang rumit itu.
3) Cemas jika teman-temannya mengetahui, apalagi pihak sekolah yang mungkin
saja akan mengeluarkannya dari sekolah.
4) Rasa takut yang timbul karena ia sangat tidak siap menjadi seorang ibu.
5) Timbul keinginan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
Pengelolaan gangguan psikologis pada kehamian diluar nikah
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan dengan melakukan konseling
humanistik, di mana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri
keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik.
Sedangkan konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakter
sebagai berikut ini:
1) Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien,
usaha berfikir bersama tentang dan untuk mereka.
2) PoIndahve regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai kondisi
dan keberadaannya.
3) Congruence (genuineness), adalah kondisi transparan dalam hubungan
terapeutik.
Oleh karena itu, di dalam menghadapi permasalahan kehamilan di luar nikah
bagi para remaja, maka sebagai bidan atau psikolog dapat memberikan konseling
dengan keluarga, antar remaja itu sendiri, konselor dan pihak keluarga, mengingat
orang tua masih memiliki andil yang besar pada kehidupan anak remaja mereka.
c. Gangguan psikologis pada kehamilan yang tidak diinginkan
Permasalahan pada kehamilan yang tidak diinginkan Kehamilan tidak hanya
terjadi pada remaja akibat hubugan yang terlampau bebas, tetapi juga pada wanita
yang telah menikah sebagai akibat dari kegagalan konrasepsi dan penolakan pada
jenis kelamin bayi yang ia kandung. Tanda dan gejala psikologis pada kehamilan yang
tidak dikehendaki :
1) Pada kehamilan yang tidak dikehendaki, merasa bahwa janin yang dikandungnya
bukanlah bagian dari dirinya dan berusaha untuk mengeluarkan dari tubuhnya
melalui tindakan-tindakan tidak bermoral seperti aborsi.
2) Beberapa wanita bersikap aktif-agresif, mereka sangat marah dan dendam pada
kekasih atau suaminya serta merasa sanggup menanggung konsekuensi dari
tindakannya. Selain itu, calon bayinya dianggap sebagai beban dan malapetaka
bagi dirinya.
Pengelolaan gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yang tidak
diinginkan. Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan
penanganan pada masa kehamilan di luar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik
konseling karena kehamilan ini terjadi pada wanita yang tealah menikah yaitu dengan
konseling pasangan.

4. Pengertian Dukungan Psikososial


Dukungan psikososial adalah upaya atau dukungan yang dilakukan oleh
individu, kelompok atau komunitas di luar diri seseorang (individu) dalam sebuah
interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kasih sayang, cinta dan
perlindungan, membantu penyesuaikan diri terhadap masalah atau situasi sulit yang
dihadapi (coping).

5. Sumber-sumber Dukungan Psikososial


Wanita pada saat hamil mengalami perubahan baik fisik maupun psikis,
sehingga dukungan pada masa-masa kehamilan sangat diperlukan agar ibu tidak
mengalami stres sehingga ibu tetap sehat serta bayi pun juga dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Bentuk-bentuk dukungan tersebut dapat diperoleh dari
orang-orang terdekat ibu, terutama dukungan dari suami, keluarga maupun
lingkungan sekitar.
a. Dukungan dari suami
Suami adalah pasangan hidup istri. Suami mempunyai tanggung jawab
yang besar sebagai kepala keluarga. Selain sebagai pencari nafkah, suami juga
berperan sebagai motivator dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan
rumah tangga, termasuk menjadi motivator pada saat istri sedang hamil. Suami
berperan sebagai pendukung utama (main supporter) . Dukungan yang diberikan
suami sangat mempengaruhi kondisi ibu dan bayi yang dikandungnya. Dukungan
dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti meningkatkan kesiapan ibu
hamil dalam menghadapi kehamilan dan proses persalinan, bahkan juga memicu
produksi ASI. Suami sebagai seorang yang paling dekat, dianggap paling tahu
kebutuhan istri. Keterlibatan suami sejak awal masa kehamilan, sudah pasti akan
mempermudah dan meringankan pasangan dalam menjalani dan mengatasi
berbagai perubahan yang terjadi pada tubuhnya akibat hadirnya sesosok manusia
mungil di dalam perutnya.
Berdasarkan penelitian, bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan
suami kepada istri antara lain :
1) Suami turut bahagia saat mengatahui bahwa sang istri hamil. Kebahagiaan
tersebut dapat ditunjukkan melalui ekspresi wajah, tindakan, sikap, perilaku
maupun pernyataan langsung kepada istri bahwa suami merasa bahagia
mendapatkan momogan, bahwa suami sangat mendambakan bayi dalam
kandungan istri.
2) Suami memahami dan bersikap sabar dalam menghadapi sikap dan perilaku
istri. Selama masa kehamilan, istri biasanya mengalami hal yang dinamakan
ngidam yaitu suatu kondisi dimana istri meminta sesuatu yang aneh-aneh
bahkan mustahil. Oleh sebab itu, kesabaran dan sikap poIndahf suami sangat
diperlukan dalm menghadapi keadaan semacam itu.
3) Suami memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan istri dan anak yang
dikandungnya. Misal suami turut serta mengantar istri memeriksakan
kandungannya, ikut memperhatikan makanan bergizi serta suplemen yang
dikonsumsi istri, serta mengingatkan waktu makan istri.
4) Suami tidak membebani istri dengan pekerjaan rumah tangga yang berat,
karena dikhawatirkan dapat mengganggu kehamilannya. Walaupun pekerjaan
rumah tangga tersebut sudah biasa dilakukan oleh istri, sebaiknya suami turut
membantu istri menyelesaikan pekerjaan tersebut. Misalnya suami membantu
menyapu atau membereskan rumah sebelum berangkat bekerja.
5) Suami menasihati istri agar istri tidak terlalu capek bekerja.
6) Suami tidak mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung ataupun
menyakiti hati dan perasaan istri.
7) Suami tidak melakukan kekerasan fisik kepada istri. Contohnya memukul,
menampar bahkan menendang.
8) Suami menghibur/ menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi istri.
9) Membangun rasa percaya diri ibu hamil. Kendati tubuh ibu hamil mengalami
perubahan berat badan, timbul flek pada wajah, dan perubahan bentuk perut
yang makinm membesar. Sebaiknya suami meyakinkan istri bahwa ia tetap
menarik dan cantik.
10) Suami berusaha menciptakan kondisi yang harmonis dan menghindari konflik
atau perselisihan dengan istri. Misalnya dengan mengajak istri jalan-jalan,
makan malam bersama ataupun mencipkatakan situasi romantis lainnya.
11) Mempersiapkan keuangan secara matang untuk proses persalinan. Kesiapan
ini akan memberikan rasa tenang bagi seorang istri.Pemilihan tempat
persalinan juga sebaiknya dibicarakan berdua.
12) Suami berdoa untuk kesehatan istrinya dan keselamatannya.
13) Suami turut menemani istri dalam proses persalinan. Dengan adanya suami
yang turut menemani dalam proses persalinan, istri akan merasa lebih nyaman
karena merasa terdukung sehingga memudahkan dalam proses kelahiran
bayinya.
b. Dukungan anggota keluarga lainnya
Seorang wanita yang sedang hamil biasanya juga perlu mendapatkan
dukungan dari anggota keluarga lain, seperti dukungan dari orang tua dan mertua.
Anggota keluarga lainnya juga mempengaruhi tingkat stres ibu hamil. Meskipun
suami mendukung penuh kehamilan istri, namun ibu hamil dapat merasa tertekan
jika kehamilannya tidak diterima oleh angota keluarga lainnya. Oleh karena itu,
diharapkan anggota keluarga lainnya mendukung penuh atas kehamilan istri.
Bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan hampir mirip dengan
dukungan dari suami. Yang pertama dukungan dari orang tua kandung, misalnya
ibu kandung bisa menceritakan pengalamannya pada saat hamil dan memberikan
informasi-informasi seputar kehamilan berdasarkan pengalaman pribadi ibu. Ayah
kandung juga dapat memberikan dukungan berupa perhatian dan kasih sayang,
ataupun hanya berupa ekspresi bahagia.
Yang kedua dukungan dari ayah dan ibu mertua. Bentuk dukungan yang
diberikan misalnya menanyakan keadaan janin yang sedang dikandung, kesehatan
dan memastikan bahwa istri benar-benar menjaga kehamilannya ataupun sering
berkunjung untuk melihat kondisi kehamilan menantunya. Bentuk dukungan
tersebut menunjukkan bahwa mertua bahagia, peduli dan mengharapkan kehadiran
cucu nya. Selain itu, seluruh keluarga bisa memberikan dukungannya dalam bentuk
doa untuk keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Terkadang terdapat ritual
adat istiadat yang memberikan arti tersendiri yang tidak boleh ditinggalkan.
c. Dukungan dari lingkungan social
Dukungan dari lingkungan sekitar tempat tinggal memang tidak terlalu
berpengaruh terhadap kehamilan. Bentuk dukungan dari lingkungan sosial antara
lain
1) Berdoa bersama untuk keselamatan ibu dan bayi dari ibu-ibu pengajian,
perkumpulan atau kegiatan sosial lainnya.
2) Memberikan informasi serta pengalaman hamil dan melahirkan yang pernah
mereka alami. Namun pengalaman dan informasi antara satu orang dengan
orang lainnya berbeda-beda. Banyak informasi seputar kehamilan yang kurang
tepat bahkan salah, informasi tersebut kebanyakan berdasarkan atas adat
istiadat masyarakat setempat, bahkan ada yang bersifat mistis. Untuk itu
seorang ibu hamil harus bisa memilah mana informasi yang tepat dan baik
untuk kehamilannya serta mana informasi yang tidak baik untuk kehamilannya.
3) Adanya diantara mereka yang bersedia mengantarkan ibu untuk memeriksakan
kandungannya. Bahkan tak jarang mereka memberikan rekomendasi mengenai
bidan, rumah bersalin atau rumah sakit yang dianggap berkualitas, tentu saja
rekomendasi dari satu orang dengan orang lain dapat berbeda-beda. Hal ini pun
juga sesuai dengan pengalaman dari masing-masing individu.
d. Dukungan Dari Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan khususnya bidan sangat berperan dalam
memberikan dukunganpada ibu hamil. Bidan sebagai tempat mencurahkan segala
isi hati dan kesulitannya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
Tenaga kesehatan harus mampu mengenali keadaan yang terjadi disekitar ibu
hamil. Hubungan yang baik, saling mempercayai dapat memudahkan bidan/
tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan.
Tenaga kesehatan dapat memberikan peranannnya melalui dukungan :
1) Aktif : Melalui kelas antenatal
2) Pasif : Dengan memberikan kesempatan kepada ibu hamil yang mengalami
masalah untuk berkonsultasi, meyakinkan bahwa ibu dapat menghadapi
perubahan selama kehamilan, membagi pengalaman yang pernah dirasakan
sendiri, dan memutuskan apa yang harus diberitahukan pada ibu dalam
menghadapi kehamilannya.

6. Dampak PoIndahf Dukungan Psikososial


Selama kehamilan, dukungan psikososial, sangat membantu dalam menjaga
atau mengontrol kondisi emosional, tiga fungsi dukungan psikososial yang disebut
health-sustaining (Schumaker & Brownell (1984), sabagai berikut :
a. Gratification of affiliative needs, yaitu dukungan psikososial untuk menegaskan
bahwa seseorang merupakan bagian dari kelompok dan diterima dalam norma-
norma masyarakat.
b. Self-identity maintanance and enhancement, yaitu dukungan sosial berfungsi
sebagai baromater untuk mengukur kualitas interaksi seseorang dengan orang
lain.
c. Self-esteem eanhancement, yaitu sebagai penegasan kembali atas nilai-nilai yang
dimiliki oleh yang bersangkutan kepada orang lain bahwa dirinya adalah pribadi
yang baik.
Dampak PoIndahf Dukungan Psikososial pada Ibu Hamil :
a. Ibu hamil yang mendapatkan dukungan psikososial dari orang-orang terdekatnya,
menunjukkan bahwa dia beserta janin yang dikandungnya diterima oleh
lingkungan sosial ibu hamil.
b. Dukungan psikososial dapat menjadi benteng bagi ibu hamil selama menghadapi
masalah-masalah yang timbul pada masa kehamilan.
c. Ibu hamil yang selalu menerima dukungan psikososial menjadikan ibu memiliki
rasa tenang dan nyaman dalam mengahadapi kondisi kehamilannya.
d. Rasa tenang dan nyaman yang ditimbulkan dapat mempermudah proses
persalinan, karena ibu terhindar dari hambatan-hambatan secara psikologis
(stres,cemas,tertekan).

Anda mungkin juga menyukai