Anda di halaman 1dari 3

Pemerintah Bagian dari Solusi, Bukan Bagian dari

Masalah
Senin, 23 Januari 2017 ARTIKEL, ARTIKEL UMUM, PENDIDIKAN

Dalam kondisi yang rentan pada saat ini, pemerintah sebagai otoritas dan sekaligus
pemimpin dituntut untuk menjalankan kebijakan ekonomi dan sosial politik yang
berdimensi luas. Ketika masyarakat butuh pemimpin sebagai pemersatu, maka yang
dibutuhkan kebijakan kolektif dan holistik, bukan hanya sekedar kebijakan ekonomi,
apalagi lebih dipersempit hanya kebijakan infrastruktur.

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada saat ini tengah
menghadapi tantangan yang tidak ringan, bahkan cukup berat karena
permasalahannya sudah meluas tidak hanya pada bidang ekonomi, tetapi juga
masalah masalah sosial politik. Karena itu, kebijakan pemerintah dan kepemimpinan
yang ada di tangan harus ditransformasikan tidak hanya menjalankan kebijakan
ekonomi tetapi harus menjalankan kebijakan ekonomi sosial yang berkelanjutan.

Melihat perkembangan yang ada, Presiden SBY di akun twitter-nya bahkan seperti
mengelus dada, mempertanyakan mengapa masyarakat dan bangsa ini rapuh, retak,
dan membelah. Ketegangan meruncing bahkan saling berhadapan antar satu
golongan dan golongan lainnya. Seperti kata Rocky Gerung, pemerintah bingung dan
panik, tidak paham bagaimana menghadapi dan mencari jalan keluar dari keadaan ini.

Antar satu menteri dengan menteri lainnya saling bersilang pendapat. Bahkan bisa
dikatakan sudah tidak ada lagi pemerintah pada level Pemerintah Daerah, seperti DKI
Jakarta. Pemerintah dan pemimpinnya menjadi bagian dari pencipta masalah dan
provokator yang justru memperkeruh keadaan.

Dengan dinamika masyarakat yang ekstrem seperti ini, pemerintah tidak seharusnya
membiarkan keadaan berlarut-larut. Ada yang melihat bahkan pemerintah sudah
terperosok menjadi bagian dari masalah, yang memperberat masalah yang sudah ada.
Kebingungan pemerintah harus segera diakhiri dan maju melangkah menjalankan
kebijakan kolektif berdimensi luas.

Dalam bidang ekonomi, pemerintah pada saat ini sudah sangat nyaring menyuarakan
infrastruktur dan infrastruktur. Tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut, tetapi
gemanya yang nyaring seperti seolah-olah kurang atau tidak ada kebijakan ekonomi
lainnya yang penting untuk dijalankan. Padahal dimensi kebijakan ekonomi sangat
luas, termasuk di dalamnya kebijakan sosial.

Di atas prioritas kebijakan infrastruktur, pemerintah sebenarnya harus bertanggung


jawab untuk membuat kebijakan ekonomi, yang berkesinambungan (sustainable
economic development), dan kebijakan sosial budaya secara lebih luas. Dimensi
kebutuhan ekonomi dan sosial di dalam masyarakat tidak hanya infrastruktur, tetapi
banyak sekali unsur dan elemen, yang harus disentuh oleh pemerintah. Kebijakan
ekonomi berkesinambungan ini mutlak harus dijalankan oleh pemerintah terutama
ketika golongan bawah masih tertinggal dan tingkat kesenjangan masih sangat rentan
dan potensial menjadi pemicu masalah sosial.

Dalam keadaan kondisi sosial ekonomi dan keamanan yang rentan seperti sekarang
ini, pemerintah tidak selayaknya hanya berteriak soal infrastruktur. Kebijakan
pemerintah harus berdimensi luas dan mencakup banyak aspek, yang dibutuhkan
masyarakatat terutama golongan bawah.

Kebijakan pertama adalah kebijakan kebutuhan dasar ekonomi dalam jangka


menengah dan pendek atau basic need. Kebijakan ini diperlukan untuk membantu
rakyat memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti keamanan pangan, perumahan, air dan
kebutuhan akan lingkungan hidup yang bersih serta layak. Program-program ini harus
terus-menerus dijalankan selama 5 tahun masa kepemimpinan seorang presiden agar
ketahanan sosial golongan bawah menjadi lebih kuat.

Kemiskinan, kekumuhan dan kekurangan kebutuhan dasar, terutama di perkotaan,


adalah sumber ancaman bagi stabilitas sosial. Apalagi dalam keadaan di mana antar
golongan masyarakat tidak saling percaya dan tingkat kesenjangan yang tinggi, maka
kemunduran dalam bidang ekonomi dan kekurangan akan kebutuhan dasar ini akan
mendorong ketahanan sosial masyarakat menjadi sangat rapuh dan rentan. Kebijakan
ekonomi, pembangunan infrastruktur, industri dan sebagainya dijalankan bersamaan
dengan kebijakan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan ini.

Kedua adalah kebutuhan sosial, yakni kebijakan yang dapat mempengaruhi seluruh
keadaan sosial masyarakat, terutama pemberatasan kemiskinan, kebijakan pendidikan
dan pemberatasan buta huruf, kebutuhan kesehatan masyarakat, dan perlindungan
tenaga kerja golongan bawah. Jajaran kabinet semestinya mempunyai kebijakan yang
kuat dan vokal dalam bidang ini, sekuat dan sevokal kebijakan ekonomi dan
infrastruktur dari presiden. Kebijakan sosial sangat diperlukan untuk memperkuat
ketahanan masyarakat.

Ketiga adalah pembangunan lingkungan budaya dan peradaban manusia, yang


melindungi dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kebhinnekaan masyarakat.
Lingkungan sosial, budaya dan keamanan sedang terganggu pada saat ini, pemerintah
seharusnya bingung menghadapi dan tidak boleh membiarkan satu golongan
masyarakat berhadapan dengan satu golongan masyarakat lainnya. Akar masalah dari
ketegangan tersebut tidak lain adalah ketimpangan ekonomi dan sosial. Karena itu,
akar masalahnya diselesaikan dengan kebijakan dan aksi yang sistematis serta dengan
kepemimpinan yang baik dan efektif.
Kebijakan dan aksi pemerintah untuk bidang ini sangat lemah, padahal ini merupakan
bagian dari kebijakan berkesinambungan, yang dibutuhkan di dalam suatu negara dan
masyarakat. Akhirnya, ketika terjadi pembiaran, maka keadaan menjadi semakin
buruk dimana struktur masyarakat yang rentan semakin rapuh secara sosial.
Pemerintah harus mempunyai strategi kebijakan yang baik untuk memperbaiki bidang
lingkungan sosial budaya dan keamanan ini.

Ketahanan ekonomi sosial dan keamanan adalah perumpamaan dua sisi dari satu mata
uang yang sama. Jika kondisi sosial ekonomi masyarakat baik dan kesenjangan
terkendali, maka kondisi keamanan menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika kesenjangan
dibiarkan melebar tanpa ada kebijakan afirmatif dari pemerintah, maka keamanan
menjadi rentan sekali.

Anda mungkin juga menyukai