Anda di halaman 1dari 7

Pada masa sekarang ini, pengembangan ilmu manajemen berkembang

dari sebuah bidang yang diterapkan secara monodislipiner menjadi sebuah


bidang multidisipliner. Saat ini ada keyakinan bahwa pola manajemen pada masa
yang akan datang akan mendalami perubahan bahwa setiap permasalahan yang
muncul tidak dapat diatasi secara sempurna apabila hanya mengandalkan satu
pendekatan mono disipliner. Keterlibatan bidang ilmu atau ahli lain diperlukan
sehingga berbagai macam aspek yang mempengaruhi dapat diuraikan dan
dilibatkan dalam penyelesaian tersebut. Karena itu terjadi perubahan model
pelayanan kesehatan menjadi Good Governance for Health Service (Trisnantoro,
2005).

Dalam konsep Good Governance diperlukan keterlibatan komponen


penting yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan kelompok pelaku
pelayanan kesehatan yang dianggap sebagai pelaku usaha. Komponen ini perlu
berkerja sama secara sinergis dalam suatu aturan yang komprehensif dan saling
mempertimbangkan kebutuhan dan keperluan setiap komponen tersebut. Sistem
yang dibentuk harus mencakup semua aspek yang diperlukan untuk
pelaksanaan sistem pelayanan yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat konsumen. Hal ini menandakan perlunya good governance di tingkat
rumah sakit, tingkat bagian, dan tingkat pelayanan medis (Trisnantoro, 2005).

Pada awalnya pola manajemen yang diterapkan di rumah sakit berpola


pada kepentingan instansi, namuna pada masa kini telah bergeser pada pola
yang mengacu pada kepentingan dan tuntutan kebutuhan dari para konsumen.
Karena itu pada saat ini rumah sakit telah mengembangkan sistem pelayanan
kesehatan yang berbasis pada kebutuhan konsumen. Karena tujuan berpusat
pada kebutuhan konsumen, makan akan terjadi persaingan sistem pelayanan
antar setiap rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang paling baik dan
memuaskan bagi konsumen (Notoatmodjo, 2007).

Manajemen kesehatan merupakan bentuk penerapan manajemen umum


dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Karena itu, yang menjadi
sasaran dari manajemen adalah sistm yang berlangsung. Pada dasarnya
manajemen kesehatan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam pelayanan
kesehatan untuk sistem dan pelaksanaan kesehatan dapat berjalan dengan baik,
sesuai dengan prosedur, teratur, menempatkan orang-orang yang terbaik pada
bidang pekerjaannya, efisien, dan dapat memuaskan konsumen puas terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007).

Pelayanan kesehatan mencakup semua pelayanan yang bertumpu pada


diagnosis suatu penyakit dan perlakuan yang diberikan, serta sistem promosi,
perawatan, dan restorasi kesehatan yang mencakup pelayanan personal dan
non-personal. Fungsi dari pelayanan kesehatan yang paling mudah terlihat baik
kepada engguna maupun terhadap masyarakat umum adalah pelayanan
kesehatan. Penyediaan pelayanan kesehatan mencakup semua yang mendukung
pelaksanaan pelayanan seperti input dana, staf, peralatan, dan obat-obatan.
Kualitas pelayanan dan peningkatan akses akan bergantung pada ketersediaan
pendukung tersebut, mutu dari terorganisasinya suatu sistem dan manajemen
yang berlaku, dan besarnya insentif yang diberikan untuk pelaku teknis. Hal-hal
tersebut di atas akan mempengaruhi besarnya dana yang harus dibayarkan oleh
konsumen (Trisnantoro, 2005).

Crossing the Quality Chasm pada tahun 2001, yang melakukan agenda
pembentukan sistem layanan kesehatan abak ke-21 di Amerika Serikat.,
menyatakan bahwa terdapat enam sasaran pelayanan kesehatan dimana
pelayanan kesehatan harus :

a. Aman : menghindari cedera bagi pasien akibat perawatan yang ditujukan


untuk menolong mereka.
b. Efektif : memberikan layanan berdasarkan pengetahuan ilmiah kepada
semua orang yang dapat memperoleh manfaat darinya dan menghindari
pemberian layanan bagi mereka yang kemungkinan tidak akan mendapat
manfaat darinya.
c. Berfokus-Pasien : memberikan perawatan yang penuh penghargaan dan
responsi sesuai pilihan, kebutuhan, dan nilai-nilai pasien serta memastikan
bahwa nilai-nilai pasien memandu semua keputusan klinis yang diambil.
d. Tepat Waktu : mengurangi waktu tunggu dan terkadang penundaan yang
berisiko, baik bagi mereka yang menerima maupun yang memberi
perawatan.
e. Efisien : menghindari pemborosan, termasuk penggunaan peralatan,
persediaan, gagasan, dan energi.
f. Kesetaraan : memberikan perawatna yang tidak berbeda dalam hal mutu
karena karakteristik personal, seperti gender, suku, lokasi geografis, dan
status sosio-ekonomi (IOM, 2001).

Pelayanan kesehatan merupakan bentuk industri yang berisiko tinggi,


karena interaksi dalam organisasi layanan kesehatan berpasangan sangat erat
dan kompleks sehingga dapat memperbesar kemungkinan hasil akhir yang
negatif. Dalam sistem yang ditandai dengan interaksi kompleks, banyak
kesalahan laten yang mungkin terjadi. Seharusnya, teknik Continous Quality
Improvement diterapkan pada sistem mikro layanan yang mencakup masing-
masing sub-sistem, atau dengan kata lain pemikiran sistem tentang peningkatan
mutu mengubah fokus ke sistem yang mencakup sub-sistem berpasangan erat.
Tujuan perbaikan sistem adalah untuk mendeteksi dan mengeliminasi kesalahan
laten dalam organisasi yang kompleks dengan menggunakan CQI di seluruh
organisasi, serta untuk menyebarkan praktik terbaik untuk melakukan upaya di
atas baik di dalam dan di seluruh organisasi pelayanan kesehatan (Gaba, 2000).

Penyedia layanan kesehatan menuntut kerja tim yang luas, tim layanan
kesehatan sering kali gagal akibat adanya resistansi terhadap perubahan
organisasi dan kurangnya kepemimpinan yang efektif. Berdasarkan definisi, tim
kesehatan interdisiplin terdiri atas orang yang berasal dari lapangan kerja yang
berbeda, manajemen layanan kesehatan bertugas untuk mengambil alih
pimpinan dan menetapkan panduan tim serta meningkatkan komunikasi yang
baik. Ketua tim bertanggung jawab untuk membina jaringan komunikasi (Koeck,
1998).
Manajemen sumber daya manusia merupakan fungsi penting dalam
organisasi layanan kesehatan karena kinerja organisasi layanan kesehatan
berhubungan erat secara langsung ddengan motivasi, komitmen, pengetahuan,
keterampilan klinis, administratif, dan dukungan staf. Kerja departemen sumber
daya manusia di organisasi layanan kesehatan dilaksanakan untuk tujuan
strategis maupun administratif. Karena itu, manajemen strategis merupakan
salah satu bagian penting yang harus dicermati dalam melaksanakan
manajemen kesehatan (Pfeffer, 1998).

Manajemen strategis sendiri merupakan serangkaian keputusan dan


tindakan manajerial yang dihasilkan dari proses formulasi dan implementasi
rencana dengan tujuan untuk mencapai keuunggulan kompetitif. Manajemen
strategis juga dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengarahan,
pengorganisasian, dan pengendalian berbagai keputusan dan tindakan strategis
perusahaan dengan tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Strategi
sendiri dpahami sebagai sebuah pola yang mencakup di dalamnya baik strategi
yang direncanakan (intended strategy dan deliberate strategy) maupun strategi
yang pada awalnya tidak dimaksudkan oleh perusahaan (emerging strategy)
tetapi menjadi strategi yang dipertimbangkan bahkan dipilih oleh perusahaan
untuk diimplementasikan (realized strategy) (Solihin, 2012).

Manajemen strategik berkenaan dengan pengelolaan berbagai keputusan


strategis, yaitu berbagai keputusan manajerial yang akan mempengaruhi
keberadaan perusahaan dalam jjangka panjang. Keputusan strategis dapat
diambil oleh manajemen puncak pada tingkat korporasi maupun pada tingkat
unit bisnis (divisi). Keputusan strategis pada tingkat korporasi bai perusahaan
yang mmemiliki beberapa unit usaha akan diterjemahkan ke dalam berbagai
keputusan strategis di tingkat unit usaha. Keputusan strategis tidak akan
memiliki arti apapun apabila keputusan strategis tiddak diterjemahkan ke dalam
tindakan strategis. Tindakan strategis dapat didefinisikan sebagai berbagai
tindakan manajerial yang akan mempengaruhi keberadaan perusahaan dalam
jangka panjang (Solihin, 2012).

Strategi yang dikembangkan perusahaan melalui proses manajemen


strategik bertujuan untuk menciptakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Indikator yang dapat dijadikan acuan untuk menilai keunggulan kompetitif
perusa haan antara lain mencakup indikator-indikator kinerja akuntansi dan
kinerja ekonomi (Barney dan Hasterly, 2008). Melalui analisis terhadap laporan
keuangan sebuah perusahaan, maka akan diperoleh informasi mengenai kinerja
akuntansi sebuah perusahaan baik dilihat dari sisi profitabilitas maupun rasio-
rasio keuangan (Solihin, 2012).

Manajemen strategis merupakan sebuah proses untuk menghasilkan


berbagai keputusan dan tindakan strategis yang akan menunjang pencapaian
tujuan perusahaan. Manajemen strategik juga berkaitan dengan proses
implementasi dan pengendalian strategi yang dibuat pada level korporasi, level
bisnis, dan level fungsional. Terdapat sembilan tugas penting dalam menerapkan
proses manajemen strategik, yaitu :
a. Menyusun misi perusahaan, termasuk di dalamnya pernyataan
mengenai maksud pendirian perusahaan, filosofi perusahaan dan
tujuan perusahaan.
b. Melakukan analisis untuk mengetahui kondisi internal dan kemampuan
perusahaan.
c. Melakukan penilaian terhadap lingkungan eksternal perusahaan yang
mencakup di dalamnya penilaian terhadap situasi persaingan dan
konteks usaha secara umum yang akan memengaruhi efektivitas
perusahaan dalam mencapai tujuan.
d. Melakukan analisis terhadap alternatif pilihan strategi perusahaan
dengan membandingkan kesesuaian antara sumber daya yang dimiliki
perusahaan dengan lingkungan yang dihadapi perusahaan.
e. Melakukan identifikasi terhadap alternatif pilihan strategi yang
diinginkan melalui evaluasi masing-masing pilihan strategi disesuaikan
dengan misi dan tujuan perusahaan.
f. Memilih sekumpulan tujuan jangka panjang berikut strategi utama
yang paling memungkinkan untuk mencapai tujuan perusahaan.
g. Membuat tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang mendukung
pencapaian tujuan jangka panjang dan strategi utama
h. Melakukan implementasi strategi terpilih melalui anggaran alokasi
sumber daya yang dibutuhkan, dimana dalam alokasi sumber daya ini
terdapat penekanan pentingnya keselarasan antara tugas, manusia,
struktur organisasi, teknologi yang digunakan, serta imbalan yang
diterapkan.
i. Melakukan evaluasi terhadap keberhasilan penerapan strategi sebagai
input yang akan digunakan dalam pembuatan k eputusan di masa
mendatang (Pearce dan Robinson, 2005).

Perkemangan konsep manajemen strategis melalui empat tahap sebagai


berikut :

a. Tahap 1, Perencanaan Keuangan Dasar : Pada tahap ini manajer mulai


membuat perencanaan ada saat mereka diminta mengajukan
anggaran tahun berikutnya. Proyeksi-proyeksi diusulkan tanpa
didukung dengan analisis yang memadai dengan sebagian besar
informasi yang digunakan berasal dari dalam perusahaan.
b. Tahap2, Perencanaan Berbasis Peramalan : Pada tahap ini manajer
membuat perencanaan jangka panjang dengan mengumpukan
berbagai informasi dari lingkungan perusahaan dan para manajer
berusaha membuat ekstrapolasi terhadap ten yang ada saat ini ke
jangka waktu lima tahun mendatang.
c. Tahap 3, Perencanaan Strategis : Perusahaan berusaha meningkatkan
kemampuannya dalam memberikan tanggapan terhadap perubahan
pasar dan persaingan dengan melakukan proses berpikir secara
strategis.
d. Tahap 4, Manajemen Strategis : Konsep yang menekankan pada
skenario masa dean yang paling mungkin untuk dicapai dengan
disertai strategi kontinjensi untuk setiap skenario. Dalam
pelaksanaannya, manajemen strategis melibatkan manajer-manajer
dari level yang lebih rendah dan personel kunci dalam pengembangan
rencana strategis. Selain itu, dalam manajemen strategik terjadi
penyebaran informasi strategis secara lebih luas kepada para manajer
dan personel kunci dari berbagai level manajeral yang terlibat dalam
pembuatan rencana strategis (Wheelen dan Hunger, 2004).

Perencanaan strategi yang efektif merupakan unsur vital dalam


keberhasilan organisasi layanan kesehatan saat ini. Dengan memahami situasi
persaingan dan lingkungan pasar lainnya, organisasi dapat dengan lebih baik
mengidentifikasi kondisi masa depan yang diinginkannya dan cara untuk
meraihnya, tetapi manfaat sebenarnya dari perencanaan strategi terletak pada
prosesnya. Perencanaan strategi kemungkinan akan tetap enjadi tugas yang
sangat penting pada organisasi layanan kesehatan di asa depan, dan
manajemen pada semua tingkat perlu memahami proses dan tujuannya, serta
perannya dalm pengembangan an pelaksanaan strategi yang efektif (Begun dan
Kaisi, 2005).

Manajemen strategis telah menjadi alat yang menentukan pengembangan


lembaga-lembaga kontemporer dalam dunia usaha. Lebih dari 97% dari sekitar
seratus perusahaan terkemuka dan 92% dari sekitar seribu perusahaan di
Amerika Serikat melaporkan mempunyai usaha untuk melakukan perencanaan
strategis. Konsep manajemen strategis dalam sektor kesehatan di negara maju
sejak tahun 1970-an. Sebelum itu, berbagai lembaga pelayanan tidak berminat
untuk menggunakan manajemen strategis. Hal ini dikarenakan lembaga-lembaga
tersebut umumnya masih independen merupakan lembaga non-profit, dan
penganggaran pelayanan kesehatan diberikan berdasarkan ongkos pelaksanaan
plus keuntungan. Strategi dapat dihasilkan oleh berbagai bagian dari rumah sakit
maupun maupun rumah sakit secara keseluruhan (Sufandi, Trismantoro, dan
Utarini, 2000).

Proses penysunanan strategi tersebut dilakukan sesuai dengan masalah


dan kebutuhan berbagai unit pelayanan di rumah sakit. Pada tahun 1955, RSD di
Indonesia yang berjumlah hampir 325 buah hampir semuanya tidak mempunyai
konsep mengenai penulisan rencana strategi sebagai pedoman untuk
pengembangan kegiatan rumah sakit. Meskipun telah dilakukan pelatihan terkait
manajemen strategis, namun dampak dari penelitian tersebut masih sangat
sedikit. Karena itu, RS pemerinta belum mempunyai motivasi untuk mengunakan
manajemen strategis di dalam site manajemennya (Sufandi, Trismantoro, dan
Utarini, 2000).

Manfaat manajemen strategis di rumah sakit mungkin belum diperhatikan


oleh seluruh sumber daya manusia di dalamnya. Hal ini terkait dengan keadaan
kekurangan komitmen yang terjadi di rumah sakit daerah di Indonesia. Sebuah
kelaziman bahwa rumah sakit daerah tidak mampu memberi penghidupan layak
dan suasana kerja yang menyenangkan untuk sumber daya manusianya. Ketika
pendapatan di lembaga lain lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan dari
rumah sakitnya sendiri, terjadilah kehilangan komitmen mereka (Sufandi,
Trismantoro, dan Utarini, 2000).
Fenomena ini dapat terlihat pada kegiatan penyusunan rencana strategi di
rumah sakit daerah pada penghujung dekade 1990-an. Berdasarkan kegiatan
tersebut ternyata kelompok sumber daya manusia yang paling bersemangat
adalah para manajer, sementara para klinisi cenderung tidak bersemangat. Hal
ini dikarenakan para manajer rumah sakit menyadari berbagai kondisi yang
dapat mengurangi atau meningkatkan perkembangan rumah sakit. Sedangkan
para klinisi cenderung tidak meliha perkembangan rumah sakit daerah sebagai
hal yang penting. Ketidaksepakatan dalam rumah sakit akhirnya mengakibatkan
konsep berpikir strategis untuk masa mendatang menjadi tidak dipergunakan.
Akibatnya, rumah sakit kehilangan kontrol atas perkembangannya (Sufandi,
Trismantoro, dan Utarini, 2000).

Karena kehilangan kontrol atas perkembangan menyebabkan rumah sakit


mengalami penurunan daya saing. Hal ini terjadi di berbagai rumah sakit daerah.
Kemudian, muncul fenomena yang disebut sebagai bulgurisasi rumah sakit
pemerintah. Proses ini berdasakan pada kenyataan bahwa rumah sakit
pemerintah sebagai lembaga yang tidak mempunyai daya saing. Sebagian RS
pemerinta pusat maupun RS pemerintah daerah, hanya diminati ole masyarakat
miskin yang tidak mempunyai pilihan. Sementara itu, subsidi rumah sakit
pemerintah sangat kecil seingga tidak mampu mengikat staf rumah sakit untuk
bekerja secara penuh waktu. Dalam situasi ini, filosofi manajemen strategis
dapat digunakan untuk keluar dari masalah sebagai lembaga jasa yang inferior.
Manajemen strategis di sektor rumah sakit akan berguna untuk melakukan
pengembangan ke masa depan, memahami filosofi survival untuk bertahan dan
berkembang bagi rumah sakit, memahami aspek komitmen dari sumber daya
manusia, sebagai pegangan dalam menghadapi masa depan, serta memberikan
pemahaman bahwa tidak mungkin sebuah profesi atau seseorang bekerja sendiri
di rumah sakit (Sufandi, Trismantoro, dan Utarini, 2000).

Pada prinsipnya, bidang kesehatan merupakan bagian dari bidang yang


bersifat non-profit, dimana lembaga-lembaga sosial dan non-profit menghadapi
kenyataan yang menuntut efisiensi dan persaingan sumber daya. Dalam hal ini,
lembaga non-profit sebaiknya menggunakan konsep manajemen strategis
karena berbagai faktor, yaitu :

a. Unsur penilaian hasil di lembaga non-profit baisanya sulit dikuantifikasi


atau diidentifikasi secara jelas.
b. Lembaga non-profit dapat dengan mudah terjebak pada mitos bahwa
efisiensi merupakan hal yang hanya penting di lembaga for-profit
sehingga tidak memikirkannya.
c. Lembaga non-profit perlu mempunyai pegangan kuat dalam mencapai
tujuan lembaga yang sering sulit dikuantifikasi.
d. Lembaga non-profit pada dasarnya juga mempunyai persaingan dengan
lembaga for-profit (Koteen, 1997).

Penerapan manajemen strategis dalam menjalankan manajemen


kesehatan sangatlah penting. Hal ini terutama dikarenakan lembaga-lembaga
layanan kesehatan yang lebih banyak bersifat non-profit sehingga pada masa
sebelumnya, mengabaikan pentingnya penggunaan manajemen strategis.
Manajemen strategis dapat membantu perkembangan lembaga-lembaga
kesehatan yang bersifat non-profit untuk bersaing dengan lembaga-lembaga for-
profit dalam memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai