Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena akhirnya kami dapat menyelesaikan Panduan Transfer Pasien ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada para penyusun dan pihak yang telah

membantu menyediakan waktunya untuk menyelesaikan Panduan Transfer

Pasien ini.

Kami menyadari masih ada kekurangan yang terdapat dalam panduan ini.

Dengan demikian, diharapkan dapat dilakukan revisi secara berkala sehingga

kekurangan yang ada saat ini dapat diperbaiki.

Akhirnya kami mengharapkan panduan ini dapat berguna sehingga pelayanan

di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara menjadi lebih baik. Untuk itu,

saran dan kritik untuk perbaikan di masa mendatang sangat kami nantikan.

Medan, 2016

Direktur Utama,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I DEFINISI......................................................................................

BAB II RUANG LINGKUP.........................................................................

BAB III TATA LAKSANA............................................................................

BAB IV DOKUMENTASI ...........................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I

DEFINISI

I. Latar Belakang
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di

transfer. Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan

keselamatan dan keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan

transfer pasien dapat dilakukan intra rumah sakit atau antar rumah sakit.

Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra

transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien,

menyiapkan peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien

selama transfer. Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan

staf keperawatan yang kompeten serta petugas profesional lainnya yang

sudah terlatih.

II. Pengertian Transfer


Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang

perawatan/ ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit)

atau memindahkan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain

(antar rumah sakit).


III. Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah:
- Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan

berdedikasi tinggi.
- Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan

lancar serta pelaksanaannya sangat memperhatikan keselamatan pasien

serta sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

BAB II

RUANG LINGKUP

Transfer pasien didalam rumah sakit terdiri dari:

- Transfer pasien dari IGD ke Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Intensif,

Instalasi Bedah Pusat


- Transfer pasien dari Instalasi Rawat Jalan ke Instalasi Rawat Inap, Instalasi

Rawat Intensi, Instalasin Bedah Pusat


- Transfer pasien dari Instalasi Rawat Inap ke Instalasi Bedah Pusat, Instalasi

Rawat Intensif
- Transfer pasien dari Instalasi Rawat Intensif ke Instalasi Rawat Inap,

Instalasi Bedah Pusat


- Transfer pasien dari Instalasi Bedah Pusat ke Instalasi Rawat Inap, Instalasi

Rawat Intensif
- Transfer pasien dari IGD, Instalasi Rawat Inap, Instalasi rawat Intensif ke

unit Radiologi, Instalasi Diagnostik Terpadu

Transfer pasien antar rumah sakit terdiri dari:

- Transfer pasien dari RS USU ke RS lain atau sebaliknya


- Transfer pasien dari RS USU ke rumah pasien atau sebaliknya
BAB III

TATA LAKSANA

1. Berikut adalah metode transfer yang ada di RS USU.


a. Layanan Antar-Jemput Pasien: merupakan layanan/ jasa umum

khusus untuk pasien RS USU dengan petugas IGD, di mana tim tersebut

akan mengambil/ menjemput pasien dari rumah/ rumah sakit jejaring

untuk dibawa ke RS USU.


b. Petugas transfer local: RS USU memiliki petugas transfernya sendiri

dan mengirimkan sendiri pasiennya ke rumah sakit lain.


2. RS USU mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk

pasien-pasien dengan sakit berat / kritis; tanpa terkecuali.

I. Keputusan Melakukan Transfer


1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer,

kemudian lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.


3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi/

pencatatan, pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar


ruangan dalam rumah sakit maupun ke rumah sakit rujukan/

penerima, dan kembali ke RS USU.


4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman:

edukasi dan persiapan.


5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus

dipertimbangkan dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos

pasien dan personel rumah sakit akan risiko bahaya tambahan, serta

menambah kecemasan keluarga dan kerabat pasien.


6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika

risikonya lebih besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.


7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten,

peralatan dan kendaraan khusus.


8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP dan dokter jaga.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama

dokter yang mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya),

tanggal dan waktu diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.


10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RS

USU, yaitu:
a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih

lanjut
i. Ini merupakan situasi emergensi di mana sangat diperlukan

transfer yang efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang

tidak dapat disediakan RS USU.


ii. Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum

ditransfer.
iii.Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan

sebagai tipe transfer gawat darurat, (misalnya ruptur aneurisma

aorta juga dapat dikategorikan sebagai tipe transfer gawat,

misalnya pasien dengan kebutuhan hemodialisa.


b. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non-medis (misalnya

karena ruangan penuh, fasilitas kurang mendukung).


i. Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk

kepentingan mereka.
ii. Terdapat beberapa kondisi di mana permintaan/ kebutuhan akan

tempat tidur/ ruang rawat inap melebihi suplai sehingga

diputuskanlah tindakan untuk mentransfer pasien ke unit/

rumah sakit lain.


iii.Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika,

apakah akan mentransfer pasien stabil yang telah berada/ dirawat

di unit intensif rumah sakit atau mentransfer pasien baru yang

membutuhkan perawatan intensif tetapi kondisinya tidak stabil.


iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan

sebagai tipe transfer gawat.


c. Repatriasi / Pemulangan Kembali
i. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan

kondisinya dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP

yang merawatnya.
ii. Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer

harus dipikirkan dengan matang dan dicatat.


iii.Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer

pasien ini haruslah menjadi prioritas di rumah sakit penerima

dan biasanya lebih diutamakan dibandingkan penerimaan pasien

elektif ke unit ruang rawat. Hal ini juga membantu menjaga

hubungan baik antar-rumah sakit.


iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya

dikategorikan sebagai tipe transfer elektif.


11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung

jawab/ dokter jaga atau perawat yang bertugas akan menghubungi unit/

rumah sakit yang dituju.


12. Dalam mentransfer pasien antar rumah sakit, (DPJP/ dokter

jaga/perawat) akan menghubungi rumah sakit yang dituju dan

melakukan negosiasi dengan unit yang dituju.


Jika unit tersebut setuju untuk menerima pasien rujukan, petugas

transfer RS USU harus memastikan tersedianya peralatan medis yang

memadai di rumah sakit yang dituju.


13. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RS USU

dipegang oleh dokter senior/ DPJP/ konsultan rumah sakit yang dituju.
14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan

keluarga mengenai perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, dan

mintalah persetujuan tindakan transfer.


15. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam

medis pasien yang meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel

yang membuat kesepakatan baik di rumah sakit yang merujuk dan

rumah sakit penerima; tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi

antar-rumah sakit; serta saran-saran/ hasil negosiasi kedua belah

pihak.
16. Personel petugas transfer harus mengikuti pelatihan transfer;

memiliki kompetensi yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan

yang memadai; dapat bekerjasama dengan jasa pelayanan ambulan,

protokol dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya yang

terkait; dan juga memastikan proses transfer berlangsung dengan aman

dan lancar tanpa mengganggu pekerjaan lain di rumah sakit yang

merujuk.
17. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika

keputusan untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu


pastinya belum diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulan

untuk merencanakan pengerahan petugas dengan lebih efisien.

II. Stabilisasi Sebelum Transfer


1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien,

transfer yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit

berat/ kritis (extremely ill).


2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil

(pasien kalau kondisi sudah stabil).


3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat

adanya akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga

hipovolemia harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.


4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa

ada prosedur/ pengaturan transfer pasien yang memadai.


5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan

keputusan dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain.


6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan patensi jalan napas
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi

dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat.


b. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan

ventilator portabel selama minimal 15 menit.


c. Terdapat jalur/ akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer

atau sentral).
d. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus

merupakan teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien

selama proses transfer berlangsung.


e. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed

Drainage-WSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.


f. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan.
g. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu

pelaksanaan transfer.
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai

penanganan segera/ resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien

pada situasi-situasi khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim

transfer.
8. Petugas transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara

independen menilai kondisi pasien.


9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas

transfer.
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk

memastikan bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan

tidak ada yang terlewat.

III. Pendampingan Pasien Selama Transfer


1. Pasien dengan sakit berat/ kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang

tenaga medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis/ petugas yang mendampingi

pasien bergantung pada kondisi/ situasi klinis dari tiap kasus (tingkat/

derajat beratnya penyakit/ kondisi pasien).


3. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham

dan mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang

berkaitan dengan proses transfer.


4. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan

dokter ICU/ dokter Anestesi selama proses transfer antar-rumah sakit

berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan

baik dan tidak membutuhkan bantuan ventilator/ oksigenasi.


b. Pasien dengan perintah Do Not Resuscitate (DNR)
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut di

mana intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.


5. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer

berdasarkan tingkat/ derajat kebutuhan perawatan pasien kritis.

(keputusan harus dibuat oleh dokter ICU/ DPJP).


a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat

biasa di unit/ rumah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu

didampingi oleh dokter, perawat, atau paramedis (selama transfer).


b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang

sebelumnya menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); di mana

membutuhkan perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan

dukungan tambahan dari tim perawatan kritis; dapat didampingi oleh

perawat, petugas ambulan, dan atau dokter (selama transfer).

c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi/ intervensi lebih ketat,

termasuk penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan

pasca-operasi, dan pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus

didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman

(biasanya dokter dan perawat/ paramedis lainnya).


d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced

respiratory support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory

support) dengan dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ,

termasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan

multi-organ; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih,

dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi dan perawat ruang

intensif / IGD atau paramedis lainnya).


6. Saat DPJP di RS USU tidak dapat menjamin terlaksananya bantuan/

dukungan anestesiologi yang aman selama proses transfer; pengambilan

keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait

transfer.
7. Semua petugas transfer untuk pasien dengan sakit berat/ kritis harus

kompeten, terlatih, dan berpengalaman.


8. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama

transfer berlangsung yang berisi nomor telepon RS USU dan rumah

sakit tujuan.
9. Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer.

IV. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus dibawa

Selama Transfer
1. Kompetensi SDM untuk Transfer Intra Murni Teguh Memorial

Hospital

PETUGAS
KETERAMPILAN YANG PERALATAN
PASIEN PENDAMPING
DIBUTUHKAN UTAMA
(MINIMAL)
DERAJAT 0 TPK/ Perawat/ Bantuan Hidup Dasar

Petugas (Basic Life Support)


Keamanan

(bila perlu)
DERAJAT 0,5 TPK/ Perawat/ Bantuan Hidup Dasar

(ORANG Petugas (Basic Life Support)

TUA/ Keamanan

(bila perlu)
DELIRIUM)
DERAJAT 1 Perawat/ Bantuan Hidup Dasar Oksigen,
Suction,
Dokter (sesuai (Basic Life Support),
Tiang infuse
Pelatihan tabung gas,
dengan
Pemberian obat- portable,
Kebutuhan Pompa infuse
obatan,
pasien) Kenal akan tanda dengan

deteriorasi, baterai,
Keterampilan dan Oksimetri

suction denyut
DERAJAT 2 Perawat/ Semua keterampilan di Peralatan di

Dokter dan atas, ditambah: atas,


Satu tahun
Petugas ditambah:
pengalaman dalam Monitor EKG
keamanan (bila
perawatan intensif dan tekanan
perlu)
(oksigenasi, sungkup darah
Defibrillator
pernapasan,

defibrillator, monitor).
DERAJAT 3 Dokter, Standar kompetensi Monitor ICU

perawat, dan dokter harus di atas portable yang


Petugas standar minimal: lengkap,
Ventilator dan
keamanan (bila Dokter :
alat transfer
perlu) Minimal 6 bulan
yang
pengalaman mengenai
perawatan pasien memenuhi

intensif dan bekerja di standar

ICU minimal.
Keterampilan Bantuan

Hidup Dasar (Basic Life

Support) dan lanjut.


Keterampilan

menangani

permasalahan jalan

napas dan pernapasan,

minimal level PK 3 atau

sederajat.
Harus mengikuti

pelatihan untuk

transfer pasien dengan

sakit berat/ kritis

Perawat:

Minimal 1 tahun

bekerja di ICU
Keterampilan Bantuan

Hidup Dasar (Basic Life

Support) dan lanjut


Harus mengikuti

pelatihan untuk

transfer pasien dengan

sakit berat/ kritis.

TRANSFER INTRA-RUMAH SAKIT


1. Standar: pemantauan minimal, pelatihan, dan petugas yang

berpengalaman; diaplikasikan pada transfer intra- dan antar-rumah sakit.


2. Sebelum transfer, lakukan analisis mengenai risiko dan keuntungannya.
3. Sediakan kapasitas cadangan oksigen dan daya baterai yang cukup untuk

mengantisipasi kejadian emergensi.


4. Peralatan listrik harus tepasang ke sumber daya (stop kontak) dan oksigen

sentral digunakan selama perawatan di unit tujuan.


5. Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksaaan radiologi harus

paham akan bahaya potensial yang ada.


6. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level

pasien.

2. Kompetensi SDM untuk Transfer Antar Rumah Sakit

PERALATAN
PETUGAS KETERAMPILAN
UTAMA DAN
PASIEN PENDAMPING YANG
JENIS
(MINIMAL) DIBUTUHKAN
KENDARAAN
DERAJAT 0 Pengemudi Bantuan Hidup Kendaraan High

Ambulans dan Dasar (Basic Life Dependency


TPK Support) Service (HDS)/

Ambulans
DERAJAT 0,5 Pengemudi Bantuan Hidup Kendaraan HDS/

(ORANG Ambulans dan Dasar (Basic Life Ambulans

TUA/DELIRIUM Paramedis Support)

)
DERAJAT 1 Pengemudi Bantuan Hidup Kendaraan

Ambulans dan Dasar (Basic Life High


Perawat Support), Dependency
pemberian oksigen, Service (HDS)/

pemberian obat- ambulans,


Oksigen,
obatan, kenal
Suction,
akan tanda Tiang infuse
deteriorasi, portable,
Infuse
keterampilan
pump dengan
perawatan,

trakeostomi dan baterai,


Oksimetri
suction.
DERAJAT 2 Dokter, Semua ketrampilan Ambulans,
Semua
Perawat, di atas, ditambah:
peralatan di
dan Pengemudi Penggunaan alat
atas, ditambah:
Ambulans pernapasan,
Monitor EKG
Bantuan hidup
dan tekanan
lanjut,
Penggunaan darah dan
Defibrillator bila
kantong
diperlukan.
pernapasan (bag-

valve mask),
Penggunaan

defibrillator,
Penggunaan

monitor intensif
DERAJAT 3 Dokter, Dokter: Ambulans

Perawat, dan Minimal 6 bulan lengkap/


Pengemudi pengalaman AGD118,
Monitor ICU
Ambulans mengenai
portable yang
perawatan pasien
lengkap,
intensif dan Ventilator dan

bekerja di ICU. peralatan


Keterampilan
transfer yang
Bantuan Hidup
memenuhi
Dasar (Basic Life
standar
Support) dan
minimal.
lanjut.
Keterampilan

menangani

permasalahan jala

n napas dan

pernapasan,

minimal level PK 3

atau sederajat.

Harus mengikuti

pelatihan untuk
transfer pasien

dengan sakit

berat/ kritis.

Perawat:

Minimal 1 tahun

bekerja di ICU.
Keterampilan

bantuan hidup
dasar dan lanjut.
Harus mengikuti

pelatihan untuk

transfer pasien

dengan sakit

berat/ kritis.

V. PEMANTAUAN, OBAT-OBATAN, DAN PERALATAN SELAMA TRANSFER

PASIEN KRITIS
1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan

selama proses transfer.


2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya

harus sebaik pelayanan di RS USU/ RS tujuan.


3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik

sebelum transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien

antara lain:
a. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
b. EKG kontiniu
c. Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
d. Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
e. Terpasangnya jalur intravena
f. Terkadang memerlukan akses ke vena sentral
g. Peralatan untuk memantau cardiac output
h. Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
i. Mempertahankan dan mengamankan jalan napas
j. Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk

mencegah terjadinya hipotermia atau hipertermia).


4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap

gerakan dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain

itu juga cukup menghabiskan baterai monitor.


5. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri)

disarankan.
6. Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan

darah secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera

otak akut; pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi

menjadi tidak stabil; atau pada pasien dengan inotropik).


7. Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling

status (status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses

vena sentral diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan

vasopressor.
8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-

pasien tertentu.
9. Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai

oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure), dan pengaturan

ventilator.
10. Petugas transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan

obat-obatan yang diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini

sudah disiapkan di dalam jarum suntik).


a. Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia
b. Obat sedasi
c. Analgesik
d. Relaksans otot
e. Obat inotropic
10. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak

agar akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar

terjaga dengan baik.


11. Semua infus harus diberikan melalui syringe pumps.
12. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang

dengan baik.
13. Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada

di ambulans.
14. Pertahankan temperature pasien, lindungi telinga dan mata pasien

selama transfer.
15. Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
16. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan

baterai (saat tidak disambungkan dengan stop kontak/ listrik).


17. Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya

mati listrik)
18. Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan

terang dan dapat memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi

oksigen arteri, pengukuran tekanan darah (non-invasif), kapnografi, dan

temperatur.
19. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel

dapat dengan cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat

terdapat pergerakan ekternal/ vibrasi (getaran).


20. Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup

keras.
21. Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal):
a. Alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat

dari tubuh pasien.


b. Mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive end

expiratory pressure) dan berbagai macam konsentrasi oksigen

inspirasi.
c. Pengukuran rasio inspirasi: ekspirasi, frekuensi pernapasan per-

menit, dan volume tidal.


d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled

ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan (continuous

positive airway pressure).


22. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya

suatu proses transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam

pemberian terapi/ obat-obatan.


23. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor,

tatalaksana yang diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait.

Pencatatan ini harus dilengkapi selama transfer.


24. Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan

dicatat di lembar pemantauan.


25. Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu

oleh petugas dan harus dalam posisi aman di bawah level pasien.
26. Peralatan pada transportasi udara:
Pasien RS USU dalam kondisi kritis yang memerlukan transfer melalui

udara, maka:
a. Diperlukan suatu alat yang dapat membawa pasien yang terfiksasi

pada lantai pesawat terbang.


b. Penyediaan Oksigen dan peralatan yang dibutuhkan dalam pesawat

(koordinasi dengan petugas transportasi udara).


c. Tidak boleh menggunakan peralatan yang mengandung merkuri.
d. Semua peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan jalan

napas dan pemberian cairan harus tersedia dan mudah diakses.


e. Harus tersedia alat kejut jantung (defibrillator) (koordinasi dengan

petugas transportasi udara), hanya petugas yang ahli di bidangnya

yang diizinkan untuk menggunakan alat ini di pesawat.


f. Penggunaan peralatan lainnya, seperti syringe pumps, harus sesuai

dengan indikasi dan penting untuk diingat bahwa terdapat

keterbatasan area di dalam pesawat untuk memastikan alat

terpasang dengan aman.


g. Pasien dan peralatan harus dipastikan aman dan terfiksasi

menggunakan sabuk pengaman.


h. Alat yang terpasang pada pasien harus dalam posisi aman dan

berada di sisi kiri pasien.


i. Brankar pasien harus difiksasi dengan kuat di lantai pesawat

sebelum keberangkatan.
j. Pastikan baterai peralatan terisi penuh dan bawa juga baterai

cadangan karena tidak ada suplai listrik tambahan di pesawat

kecuali untuk menyelamatkan nyawa (resusitasi).


k. Telepon genggam harus di-nonaktifkan saat pesawat mengudara.

VI.Pemilihan Metode Transfer antar RS untuk Pasien Kritis


1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah

komponen penting seperti di bawah ini.


a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca
e. Arus lalu lintas
f. Ketersediaan/ availabilitas
g. Area untuk mendarat di tempat tujuan
h. Jarak tempuh
2. Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain:
a. Jasa Ambulan Gawat Darurat
i. Siap sedia dalam 24 jam
ii. Perjalanan darat
iii. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang

dibutuhkan dan lamanya waktu yang diperlukan.


iv. Kontak: pusat ambulan: 118, Ambulan 119
b. Ambulans Udara/ Helikopter (bila perlu)
i. Terbatas untuk siang hari dan bergantung pada kondisi cuaca
ii. Kesesuaian: terdapat batasan berat beban yang diangkut. Area

sempit. Satu orang pendamping professional dapat ikut bersama

pasien jika diperlukan. Tidak cocok untuk transfer pasien kritis

derajat 2 atau 3.
iii. Durabilitas: masih berada dalam lingkup
iv. Kontak: pusat ambulan Udara
c. Fixed Wing
i. Sesuai permintaan
ii. Hanya untuk jarak jauh. Beberapa pesawat memiliki kabin yang

terbatas dan mungkin tidak dapat mengakomodasi pasien dan

peralatan, terutama fiksasi eksternal. Ini adalah layanan spesialis

dan harus memiliki petugas medis yang berpengalaman dan

kompeten.
iii. Durabilitas: tidak ada batasan jarak. Biasanya digunakan untuk

transfer internasional.
iv. Kontak: pusat ambulan udara/ ambulan SOS/ Angkasa Pura.
3. Jika telah ditentukan untuk menggunakan transfer via udara, kondisi

apapun yang mungkin dapat dipengaruhi oleh perubahan tekanan

barometric harus diberitahukan kepada petugas pesawat. Ketinggian

terbang dapat dibatasi sesuai dengan pertimbangan pilot.


4. Kontraindikasi relative untuk transfer via udara adalah

pneumoperitoneum dan adanya udara intrakranial.

VII. Alat Transportasi untuk Transfer Pasien antar Rumah Sakit


1. Gunakan mobil ambulan RS USU. Mobil dilengkapi suplai oksigen,

monitor, dan peralatan lainnya.


2. Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk

mentransfer pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai

cadangan, dll).
3. Standar Peralatan di Ambulan
a. Suplai oksigen
b. Ventilator
c. Jarum suntik
d. Suction
e. Baterai cadangan
f. Syringe/ infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi

posisi pasien
g. Alat penghangat ruangan portabel (untuk mempertahankan

temperatur pasien)
h. Alat kejut jantung (defibrillator).
4. Petugas transfer/ SDM pendamping dapat memberi saran mengenai

kecepatan ambulan yang diperlukan, dengan mempertimbangkan

kondisi klinis pasien.


5. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada supir

ambulans. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar

dan segera dengan akselerasi dan deselerasi yang minimal.


6. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang

sangat padat penduduknya.


7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk

pengaman.
8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan

intervensi segera, berhentikan ambulan di tempat yang aman dan

lakukan tindakan yang diperlukan.


9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan/ ambulan,

gunakanlah pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.


10. Transportasi udara dapat dipertimbangkan jika jarak tempuh

jauh, di mana akses melalui jalan darat sulit dicapai, dan dapat

mempersingkat waktu transfer.


i. Tim transfer yang terlibat dalam transportasi udara harus

mempunyai keahlian dan keterampilan tingkat tinggi, pengetahuan

mendalam, dan pelatihan yang adekuat (Petugas yang tidak

mengikuti pelatihan adekuat tidak boleh ikut serta dalam transfer

pasien via udara).


ii. Persyaratan minimal yang diperlukan adalah:
1. Pelatihan keselamatan (safety training)
2. Prosedur evakuasi untuk pesawat terbang
3. Keterampilan komunikasi mengudara dasar (basic on-board

communication skills), terutama untuk helikopter.


iii. Pelatihan yang lebih lanjut dalam hal transportasi medis via udara

tetap diperlukan.
iv. Pelatihan juga sebaiknya meliputi evaluasi stress fisik, fisiologis,

dan psikologis (yang memegang peranan penting saat mengudara);

dan penyediaan informasi detail mengenai tindakan pencegahan

yang diperlukan untuk memfasilitasi proses transfer yang aman.

VIII. Dokumentasi dan Penyerahan Pasien Transfer antar Rumah

Sakit
1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan

transfer, dan harus mencakup:


a. Detail kondisi pasien
b. Alasan melakukan transfer
c. Nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. Status klinis pre-transfer
e. Detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan

selama transfer berlangsung.


2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan

diterapkan untuk transfer intra- dan antar-rumah sakit.


3. Rekam medis harus mengandung:
a. resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama,

dan setelah transfer; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor

lingkungan, dan terapi yang diberikan.


b. Data untuk proses audit. petugas transfer harus mempunyai

salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi

selama proses transfer, termasuk penundaan transportasi.


5. Petugas transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai

lokasi rumah sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien.


6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien

antara petugas transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima

(paramedis dan perawat) yang akan bertanggungjawab terhadap

perawatan pasien selanjutnya.


7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi

(baik secara verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien,

tanda vital, hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi),

terapi, dan kondisi klinis selama transfer berlangsung.


8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus

dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.


9. Setelah menyerahkan pasien, petugas transfer dibebastugaskan dari

kewajiban merawat pasien.


10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa,

dan sejumlah uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan

kembali petugas transfer.

IX. Komunikasi dalam Transfer Pasien antar Rumah Sakit


1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu

mengenai alasan transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah

nomor telepon rumah sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke

RS tersebut.
2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima

pasien sebelum dilakukan transfer.


3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung

jawab di kedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai

kebutuhan medis pasien.


4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya

perawat senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer

selesai dilakukan.
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk,

berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan

lakukan penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang

menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika

ingin menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-

satunya untuk diskusi selanjutnya antara rumah sakit dengan

layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan

perawatan pasien kepada rumah sakit tujuan.


5. Petugas transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan

tujuan mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan

update perkembangannya.

X. Audit dan Jaminan Mutu


1. Buatlah catatan yang jelas dan lengkap selama transfer.
2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana

audit
3. RS USU bertanggung jawab untuk menjaga berlangsungnya proses

pelaporan insidens yang terjadi dalam transfer dengan menggunakan

protokol standar RS USU.


4. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RS USU.
LAMPIRAN 1

KOMPETENSI UNTUK TRANSFER PASIEN DENGAN SAKIT BERAT/ KRITIS

DERAJAT 3 INTRA- DAN ANTAR-RUMAH SAKIT

Semua pasien sakit berat/ kritis derajat 3 didampingi oleh 2 orang selama

transfer. Satu orang adalah dokter, biasanya spesialis anestesi yang sudah

terlatih dalam penanganan jalan napas. Satu orang lagi adalah perawat atau

dokter umum. Terdapat standar keterampilan minimal untuk melakukan

transfer pasien. Berikut adalah kompetensi yang diperlukan.

Dokter

Harus memiliki:

1. Minimal 6 bulan pengalaman mengenai perawatan pasien intensif dan

bekerja di ICU
2. Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut.
3. Keterampilan menangani permasalahan jalan napas dan pernapasan,

minimal level ST 3 atau sederajat.


4. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat/ kritis

Perawat

Harus memiliki:

1. Minimal 2 tahun bekerja di ICU


2. Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut
3. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat/ kritis

Peralatan

1. Ventilator
Dokter harus:
a. Memiliki pengetahuan yang cukup terhadap fungsi dan jenis ventilator

yang digunakan
b. Mampu mengganti baterai
c. Mampu mengganti tabung oksigen dan menghitung kebutuhan oksigen

pasien

Perawat harus:

a. Mampu mengganti tabung oksigen


b. Mampu mengganti baterai
2. Pompa
Dokter dan perawat harus:
a. Mampu mengganti baterai
b. Mampu mengoperasikan jarum suntik/ syringe pumps
c. Mampu mengatur kecepatan infus dan memberikan bolus cairan/ obat
3. Monitor
Dokter dan perawat harus dapat:
a. Mendeteksi adanya gelombang yang invasif
b. Melakukan pemantauan invasif
c. Mengoperasikan EKG
d. Mengoperasikan kapnografi
e. Mengoperasikan oksimetri denyut
4. Kantong peralatan medis untuk transfer (transfer bag)
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai

isi kantong peralatan medis.


5. Troli transfer
Dokter dan perawat harus mengetahui cara mengoperasikan troli dan

mengamankan pasien serta peralatan di dalamnya.


6. Sistem bidai untuk transfer via udara
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai

cara mengoperasikan sistem ini.

Pengangkutan Pasien

Dokter dan perawat harus dapat mendemonstrasikancara mengangkut pasien

dengan aman.

Komunikasi dan Panduan

Dokter dan perawat harus dapat:

1. Mendemonstrasikan cara berkomunikasi dengan rumah sakit tujuan dan

pusat layanan ambulans.


2. Membaca dan memahami kebijakan transfer setempat dan nasional.
3. Memiliki pengetahuan mengenai struktur kendali dan pemberian perintah

untuk transfer.

Transfer

Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan risiko

yang dapat terjadi selama melakukan transfer pada pasien dengan sakit berat/

kritis via menggunakan kendaraan yang bergerak (baik pada transportasi

darat maupun udara), dan waspada akan bahaya yang mungkin terjadi kepada

petugas dan atau pasien.

Penyerahan Pasien

Dokter dan perawat harus mengetahui prosedur serah-terima pasien di rumah

sakit tujuan.

Orientasi
Dokter dan perawat telah mengetahui kondisi di dalam kendaraan transportasi

yang akan digunakan (ambulans atau pesawat) sebelum melakukan transfer.

Panduan Pemantauan Minimal

Dokter harus memiliki pengetahuan mengenai panduan pemantauan minimal.

LAMPIRAN 2

PERALATAN TRANSFER MINIMAL UNTUK ANTAR RUMAH SAKIT

1. Manajemen jalan napas/ oksigenasi (dewasa dan anak).


a. Sistem bag-valve dewasa dan anak dengan reservoir oksigen
b. Sungkup dewasa dan anak
c. Penghubung sistem bag-valve dengan endotracheal (ETT)/ tracheostomy

tube
d. Monitor end-tidal carbon dioxide (dewasa dan anak)
e. Laringoskop Miller
f. Stilet/ mandrin ETT (dewasa dan anak)
g. Forceps Magil (dewasa dan anak)
h. Selang ETT (5.0, 5.5, 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, 8.0)
i. Pegangan laringoskop (dewasa dan anak)
j. Baterai cadangan dan bola lampu laringoskop
k. Nasopharyngeal airways (NPA) / Oropharyngeal airways (OPA)
l. Pisau bedah (scalpel)
m. Alat krikotiroidotomi
n. Pelumas/ gel
o. Nasal kanul (dewasa dan anak)
2. Lem perekat
3. Nebulizer
4. Kapas alcohol
5. Brankar (dewasa dan anak)
6. Jarum untuk bone marrow (sum-sum tulang belakang) untuk infus pada

anak
7. Pengukur tekanan darah
8. Winged needle
9. Telepon genggam
10. Gel/ bantalan elektroda defibrillator
11. Stik gula darah sewaktu (GDS)
12. Monitor EKG/ defibrillator
13. Elektroda EKG
14. Senter dengan baterai cadangan
15. Pompa infus (infusion pumps)
16. Selang infus
17. Three-way
18. Kateter intravena
19. Cairan infus (normal saline-NS, ringer laktat-RL, dekstrosa 5%)
20. Spuit
21. Klem Kelley
22. Oksimetri denyut
23. Nasogastric tube (NGT)
24. Tali penahan untuk ekstremitas
25. Stetoskop
26. Suction
27. Kassa
28. Tourniquet
29. Gunting
30. Tambahan:
a. Alat imobilisasi spinal
b. Ventilator portabel
LAMPIRAN 3

OBAT-OBATAN TRANSFER MINIMAL ANTAR RUMAH SAKIT

(Bila diperlukan)

1. Adenosine, 6mg/2ml 21. Lidokain, 100mg/10ml


2. Albuterol, 2,5mg/2ml 22. Lidokain, 2g/10ml
3. Amiodaron, 150mg/3ml 23. Manitol, 50g/50ml
4. Atropine, 1mg/10ml 24. MgSO4, 1g/2ml
5. Kalsium klorida, 1g/10ml 25. Metilprednisolon, 125mg/2ml
6. Catacaine/hurricaine spray 26. Metoprolol, 5mg/5ml
7. Dekstrosa 25%, 10ml 27. Nalokson, 2mg/2ml
8. Dekstrosa 50%, 50ml 28. Nitrogliserin IV, 50mg/10ml
9. Digoksin, 0,5mg/2ml 29. Nitrogliserin tablet, 0,4mg
10. Diltiazem, 25mg/5ml 30. Nitroprusid, 50mg/2ml
11. Difenhidramin, 50mg/1ml 31. Normal Saline NS, 30 ml
12. Dopamine, 200mg/5ml
untuk injeksi
13. Epinefrin, 1mg/10ml (1:10.000)
32. Fenobarbital, 65mg/ml atau
14. Epinefrin, 1mg/1ml (1:1.000)
15. Fosfenitoin, 750mg/10ml 130mg/ml
16. Furosemide, 100mg/10ml 33. KCl, 20 mEq/10ml
17. Glucagon, 1mg (vial) 34. Prokainamid, 1.000mg/10ml
18. Heparin, 1.000 U/1ml 35. Natrium bikarbonat,
19. Isoproterenol, 1mg/5ml 5mEq/10ml
20. Labetalol, 40mg/8ml
36. Natrium bikarbonat, 41.
42.
50mEq/50ml
43.
37. Akua bidestilata, 30ml untuk 44.
injeksi 45.
38. Terbutalin, 1mg/1ml 46.
39. Verapamil, 5mg/2ml 47.
40.
48. Obat-obatan berikut ini ditambahkan ke tas emergency segera

sebelum transfer sesuai dengan indikasi pasien:

1. Analgesik narkose (morfin, fentanil)


2. Sedasi / hypnosis (lorazepam, midazolam, propofol, etomidat, ketamin)
3. Agen neuromuscular blocker (suksinilkolin, pankuronium, atrakurium,

rokuronium)
4. Prostaglandin E1
5. Surfaktan paru

49.

50.

51.

52.

53.

54.

55.

56.

57.

58.

59.

60.

61.

62.

63.
64.

65.

66. BAB IV

67. DOKUMENTASI

68.

69.

70.

71.

72.
73.

74.
75.

76.

77.

78.
79.

80.

81.

82.

83.
84.

85.

86.

87.

88.
89.

90.

91.

92.

93.

94. DAFTAR PUSTAKA

95. Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland (2009).

AAGBI safety guideline: interhospital transfer. London

96. Welsh Assembly Government (2009). Designed for life: Welsh

guidelines for the transfer of critically ill adult; 2009.

97. Warren J, Fromm RE, Orr RA, Rotello LC, Horst M. (2004). Guidelines

for the inter- and intrahospital transport of critically ill patients. American

College of Critical Care Medicine. Crit Care Med. 2004;1:256-62.

98. North West London Cardiac & Stroke Network (2010). Web-based

interhospital transfers: user guide. London: NHS

99.

Anda mungkin juga menyukai