Anda di halaman 1dari 19

KLIMATOLOGI PERTANIAN

Terhadap Kegiatan Konservasi

Oleh :

Sergius Rejauw
16731035

TEKNOLOGI PERTANIAN

TEKNIK SUMBERDAYA LAHAN DAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Pengertian-pengertian

Sumber Daya Alam Hayati adalah unsur-unsur hayati dialam yang terdiri dari sumber daya
alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama-sama dengan
unsur non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Ekosistem Sumber Daya Alam Hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur
dalam alam baik hayati, maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh
mempengaruhi.

Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup didarat maupun di
air.

Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup didarat, dan/atau diair,
dan/atau diudara.

Tumbuhan Liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan/atau dipelihara, yang masih
mempunyai kemurnian jenisnya.

Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau di udara yang
masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh
manusia.

Habitat adalah lingkungan tempat tinggal tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang
secara alami.

Erosi adalah proses hilangnya permukaan tanah yang disebabkan oleh aliran air, hujan, es
atau berbagai penyebab geografis lainnya, termasuk proses-proses akibat gravitasi bumi.

Frugivora adalah binatang pemakan buah-buahan.

Keanekaragaman Hayati adalah keragaman yang ada diantara berbagai jenis organisme dan
ekosistem dimana suatu organisme merupakan bagiannya.

Populasi adalah jumlah organisme dari jenis binatang/tumbuhan yang sama, yang menempati
kawasan atau tempat yang sama, yang berpotensi untuk kawin sekerabat dan memiliki
sumber gen yang sama.

Regenerasi adalah pertumbuhan kembali tegakan hutan, yang berlangsung alami atau kerena
penanaman kembali.

Penangkaran adalah upaya pembangunan melalui pengembangbiakkan dan pembesaran


tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak dibidang konservasi tumbuhan dan
satwa di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non
pemerintah.

Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya baik didalam maupun diluar habitatnya tidak punah.

Identifikasi Jenis Tumbuhan dan Satwa adalah upaya untuk mengenal jenis, keadaan umum
status populasi dan tempat hidupnya yang dilakukan di dalam habitatnya.

Inventarisasi Jenis Tumbuhan dan Satwa adalah upaya untuk mengetahui kondisi dan status
populasi secara lebih rinci serta daerah penyebarannya yang dilakukan di dalam dan di luar
habitatnya maupun di lembaga konservasi.

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan
kewajiban pemerintah dan masyarakat.

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan :

1. Perlindungan system penyangga kehidupan


2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
ISI

2.1 Pengertian Iklim


Ada beberapa pengertian dari Iklim seperti:
keadaan rata-rata cuaca yang terjadi pada suatu wilayah yang luas dan dalam kurun waktu
yang lama (25-30 tahun) (Anonim, 2010).
berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antar lain suhu dan distribusio curah hujan yang
membawa dampak luas terhadap berbagai sektok kehidupan manusia. Perubahan fisik ini
tidak terjadi secara sesaan tetapi dalam kurun waktu yang panjang (Kementrian lingkungan
hidup, 2001).
Iklim adalah Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik
cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada
setiap saatnya (World Climate Conference, 1979).
Iklim adalah Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer
disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Trewartha, 1980).

2.2. Keanekaragaman hayati


Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu
istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat
dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies
tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana
bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi
keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman
hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis (Leveque & Mounolou,
2003).
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki
keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun
jika semakin jauh dari ekuator. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil
dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti
dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa
archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler
muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara
periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi,
iklim, dan luar angkasa. Jenis-jenis keanekaragaman hayati yaitu (Leveque & Mounolou,
2003):
Keanekaragaman genetik (genetic diversity); Jumlah total informasi genetik yang
terkandung di dalam individu tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang mendiami bumi.
Keanekaragaman spesies (species diversity); Keaneraragaman organisme hidup di bumi
(diperkirakan berjumlah 5 - 50 juta), hanya 1,4 juta yang baru dipelajari.
Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity); Keanekaragaman habitat, komunitas
biotik dan proses ekologi di biosfer atau dunia laut.

Gambar 1. Keanekaragaman hayati

2.3. Fenomena Perubahan Iklim


Pada awal kehidupan manusia masalah bencana dan perubahan iklim mungkin saja belum
begitu berperan dalam kehidupan manusia awal, kecuali pada masa-masa ekstrim seperti
perubahan jaman es, dan sebagainya. Namun, setelah memasuki abad-abad terakhir, sebagian
aktivitas manusia di bumi telah membuat planet ini kian panas.
Jika kita lihat kebelakang maka fenomena pemanasan global bisa dikatakan berawal sejak
revolusi industri, tingkat karbon dioksida meningkat tajam diudara. Sebelum masa industri,
aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
dan perubahan iklim Namun dengan adanya pertumbuhan jumlah penduduk, pembabatan
hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca
di atmosfir bertambah banyak dan menyumbang pemanasan global.
2.4. Perubahan Iklim di Indonesia
Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun
keberadaannya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. Di Indonesia terdapat
tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim
tropika (iklim panas), dan iklim laut. (Anonim, 2012). Ketiga jenis iklim tersebut yaitu:
1. Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode
tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri
dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut
(Muson Tumur).
Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang basah sehingga
membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga
bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami
musim kering/kemarau.
Iklim Muson terjadi karena pengaruh angin musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap
setengah tahun sekali. Angin musim di Indonesia terdiri atas Musim Barat Daya dan Angin
Musim Timur Laut.
2. Angin Musim Barat Daya.
Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober sampai April
sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim penghujan.

3. Angin Musim Timur Laut


Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April sampai Oktober,
sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.
Gambar 2. Proses terjadinya iklim Muson

2.5. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)


Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis
yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan
Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah
Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa. Akibatnya, Indonesia termasuk daerah
tropika (panas). Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia
beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika.
Sebuah iklim tropis adalah iklim yang tropis . Dalam klasifikasi iklim Kppen itu adalah non-
kering iklim di mana semua dua belas bulan memiliki temperatur rata-rata di atas 18 C (64
F). Berbeda dengan ekstra-tropis, dimana terdapat variasi kuat dalam panjang hari, dan
karenanya suhu, dengan musim, suhu tropis tetap relatif konstan sepanjang tahun dan variasi
musiman yang didominasi oleh presipitasi. Iklim tropis terletak antara 0 231/2 LU/LS dan
hampir 40 % dari permukaan bumi. Ciri-ciri iklim tropis yaitu:
Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal. Umumnya suhu udara antara
20- 23C. Bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30C.
Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil. Di kwatulistiwa antara 1 5C, sedangkan
ampitudo hariannya lebih besar.
Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan beraturan.
Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia
Gambar 3. Pembagian Iklim di Dunia
2.6. Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut
mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagian besar tanah daratan Indonesia
dikelilingi oleh laut atau samudra. Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut. Sifat
iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan. Iklim laut berada di daerah (1) tropis dan
sub tropis; dan (2) daerah sedang. Keadaan iklim di kedua daerah tersebut sangat berbeda.
Ciri iklim laut di daerah tropis dan sub tropis sampai garis lintang 40, sebagai berikut:
Suhu rata-rata tahunan rendah;
Amplitudo suhu harian rendah/kecil
Banyak awan, dan
Sering hujan lebat disertai badai
Ciri-ciri iklim laut di daerah sedang sebagai berikut:
Amplituda suhu harian dan tahunan kecil
Banyak awan
Banyak hujan di musim dingin dan umumnya hujan rintik-rintik
Pergantian antara musim panas dan dingin terjadi tidak mendadak dan tiba-tiba.
Gambar 4. Iklim di Asia Tenggara
Jika kita cermati unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah
curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama,
diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal.

Gambar 5. Curah hujan di Indonesia


2.7. Hubungan Perubahan Iklim Terhadap Bencana Alam di Indonesia
Menurut beberapa sumber, iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad ke-
20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3C sejak 1900 dengan suhu tahun 1990-
an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat,
hampir 1C di atas rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi dalam
semua musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di
wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi selama perioda
Desember- Febuari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun (Anonim, 2012).
Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian El Nino dan
kekeringan umumnya telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir dalam tahun 1082/1983,
1986/1987 dan 1997/1998. Lalu muncul pertanyaan, adakah hubungan antara bencana di
Indonesia terkait dengan aktivitas global semacam pemanasan global serta El Nino? Jika ada,
apa implikasinya terhadap bencana ekologi dan manajemen sumber daya air kita?

Gambar 6. Bencana El Nino


Banjir dan kekeringan pada dasarnya terkait dengan kemampuan alam dan manusia
mengelola ketersediaan air di Bumi. Banjir terjadi karena jumlah air hujan yang turun di
daratan dalam intensitas berlebihan pada saat alam tidak mampu menampung. Kemudian
dalam skala lokal intensitas curah hujan yang amat ekstrem dalam waktu lama akan menjadi
penyebab banjir besar dan longsor di banyak tempat. Sementara itu, kekeringan terjadi karena
jumlah hujan yang turun tidak mencukupi kebutuhan kehidupan. Kemudian ketersediaan air
yang kian terbatas akan meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan dan tidak jarang
menimbulkan konflik dalam pemanfaatan (Anonim, 2011).
Jika kita melihat dalam skala lebih luas, peningkatan suhu secara global menyebabkan
terjadinya percepatan pelelehan lapisan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan sekaligus
terjadinya pencairan dan penipisan lapisan gunung-gunung es di dunia. Dilain pihak kemarau
panjang yang disebabkan fenomena El Nino yang memengaruhi siklus hidrologi lokal dan
regional akan menyebabkan kian kritisnya ketersediaan air untuk menopang kebutuhan 6,5
miliar penduduk Bumi saat ini (Anonim, 2011).

Gambar 7. Sumber Daya Air di Indonesia


2.8. Potensi Banjir di Wilayah Indonesia
Berbicara mengenai potensi banjir di wilayah Indonesia, maka hal itu tidak dapat lepas
dari gangguan terhadap siklus hidrologi di Indonesia itu sendiri. Siklus air/hidrologi yang
mengalami gangguan tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak
terhadap musim atau iklim lokal di Indonesia, lebih jauh hal itu terlihat pada terjadinya
perubahan musim hujan atau kemarau yang akan berdampak serius terhadap manajemen
ketersediaan air.
Dampak lain yang juga serius adalah meningkatnya tinggi muka air laut yang terjadi
hampir bersamaan dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence) yang diakibatkan
penurunan muka air tanah karena eksploitasi air tanah yang berlebihan dikota-kota besar.
Keadaan ini akan menyebabkan sebagian wilayah kota yang selama ini relatif aman dari
ancaman banjir akan menjadi daerah potensi banjir baru.
Jika eksploitasi air tanah terus berlangsung, maka penurunan muka tanah dan intrusi air
laut kian sulit dicegah dan dikendalikan (Hal ini biasa terjadi di kota-kota besar yang berada
di daerah pantai, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya). Kondisi ini akan menyebabkan
kerusakan lingkungan yang makin parah dan membutuhkan biaya besar untuk dapat
memulihkannya.

Gambar 8. Daerah Potensi Banjir di Pulau Jawa

2.9. Faktor Penyebab Kepunahan Spesies


Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi kepunahan spesies. Yang
sering menjadi fokus penyebab kepunahan spesies adalah berubahnya habitat
mahluk hidup yang dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti konversi
lahan atau perubahan faktor lingkungan. Dari hasil pengamatan World Conservation
Monitoring Center menunjukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepunahan spesies.
Pada Gambar 9 dapat dijelaskan bahwa ada 4 (empat) faktor utama yang
mempengaruhi kepunahan spesies. Faktor tersebut adalah hilangnya atau berubahnya habitat,
eksploitasi, masuknya spesies baru dan lain-lain. Faktor pengaruh berubahnya atau hilangnya
habitat akibat dari pengaruh iklim dan alam termasuk kategori lain-lain. Dari gambar diatas
dapat disimpulkan bahwa pengaruh iklim terhadap kepunahan spesies antara lebih kecil dari
15%.
Gambar 9. Faktor Penyebab Kepunahan Spesies
2.10. Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim
Tingkat perubahan iklim sekarang melebihi semua variasi alami dalam 1000 tahun
terakhir. Debat tentang iklim perubahan telah sekarang mencapai suatu langkah dimana
kebanyakan ilmuwan menerima bahwa, emisi gas rumah kaca mengakibatkan perubahan
iklim yang berdampak berbagai sendi-sendi kehidupan.
Salah satu sendi kehidupan yang vital dan terancam oleh adanya perubahan iklim ini
adalah keanekaragaman hayati (biodiversitas) dan ekosistem. Biodiversitas sangat berkaitan
erat dengan perubahan iklim. Perubahan iklim berpengaruh terhadap perubahan
keanekaragaman hayati dan ekosistem baik langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati :
Pada bagian ini akan dibahas tentang dampak langsung perubahan iklim yang paling
berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati :
a) Spesies ranges (cakupan jenis)
Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan curah hujan. Hal ini mengakibatkan
beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan diri, terutama spesies yang mempunyai kisaran
toleransi yang rendah terhadap fluktuasi suhu.
b) Perubahan fenologi
Perubahan iklim akan menyebabkan pergeseran dalam siklus yang reproduksi dan
pertumbuhan dari jenis-jenis organisme, sebagai contoh migrasi burung terjadi lebih awal dan
menyebabkan proses reproduksi terganggu karena telur tidak dapat dibuahi. Perubahan iklim
juga dapat mengubah siklus hidup beberapa hama dan penyakit, sehingga akan terjadi wabah
penyakit.
c) Perubahan interaksi antar spesies
Dampak yang iklim perubahan akan berakibat pada interaksi antar spesies semakin kompleks
(predation, kompetisi, penyerbukan dan penyakit). Hal itu membuat ekosistem tidak
berfungsi secara ideal.
d) Laju kepunahan
Kepunahan telah menjadi kenyataan sejak hidup itu sendiri muncul. Beberapa juta spesies
yang ada sekarang ini merupakan spesies yang berhasil bertahan dari kurang lebih setengah
milyar spesies yang diduga pernah ada. Kepunahan merupakan proses alami yang terjadi
secara alami. Spesies telah berkembang dan punah sejak kehidupan bermula. Kita dapat
memahami ini melalui catatan fosil. Tetapi, sekarang spesies menjadi punah dengan laju yang
lebih tinggi daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir keseluruhannya
disebabkan oleh kegiatan manusia. Di masa yang lalu spesies yang punah akan digantikan
oleh spesies baru yang berkembang dan mengisi celah atau ruang yang ditinggalkan.
Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi karena banyak habitat telah rusak dan
hilang. Kelangsungan hidup rata-rata suatu spesies sekiar 5 juta tahun. Rata-rata 900.000
spesies telah menjadi punah setiap 1 juta per tahun dalam 200 juta tahun terakhir. Laju
kepunahan secara kasar diduga sebesar satu dalam satu persembilan tahun. Laju kepunahan
yang diakibatkan oleh ulah manusia saat ini beratus-ratus kali lebil tinggi.
Perubahan iklim yang lebih menyebar luas tampaknya akan terjadi dalam pada
masa mendatang sejalan dengan bertambahnya akumulasi gas-gas rumah kaca dalam
atmosfer yang selanjutnya akan meningkatkan suhu permukaan bumi. Perubahan ini akan
menimbulkan tekanan yang cukup besar pada semua ekosistem, sehingga membuatnya
semakin penting untuk mempertahankan keragaman alam sebagai alat untuk beradaptasi.
Beberapa kelompok spesies yang lebih rentan terhadap kepunahan daripada yang lain.
Kelompok spesies tersebut adalah :
1) Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar, misal harimau (Panthera
tigris). Karnivora besar biasanya memerlukan teritorial yang luas untuk mendapatkan mangsa
yang cukup. Oleh karena populasi manusia terus merambah areal hutan dan penyusutan
habitat, maka jumlah karnivora yang dapat ditampung juga menurun.
2) Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area geografis) dengan
distribusi yang sangat terbatas, misalnya badak Jawa (Rhinoceros javanicus). Ini sangat
rentan terhadap gangguan habitat lokal dan perkembangan manusia.
3) Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi terlalu kecil, maka
menemukan pasangan atau perkawinan (untuk bereproduksi) menjadi masalah yang serius,
misalnya Panda.
4) Spesies migratori adalah spesies yang memerlukan habitat yang cocok untuk mencari
makan dan beristirahat pada lokasi yang terbentang luas sangat rentan terhadap kehilangan
stasiun habitat peristirahatannya.
5) Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks. Bila siklus hidup memerlukan beberapa
elemen yang berbeda pada waktu yang sangat spesifik, maka spesies ini rentan bila ada
gangguan pada salah satu elemen dalam siklus hidupnya.
6) Spesies spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber makanan yang
spesifik, misal spesies tumbuhan tertentu. Satu spesies diperkirakan punah setiap harinya.
Inventarisasi yang dilakukan oleh badan-badan internasional, seperti International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dapat dijadikan indikasi tentang
keterancaman spesies. Pada 1988 sebanyak 126 spesies burung, 63 spesies binatang lainnya
dinyatakan berada di ambang kepunahan (BAPPENAS, 1993). Pada 2002, Red data List
IUCN menunjukan 772 jenis flora dan fauna terancam punah, yaitu terdiri dari 147 spesies
mamalia, 114 burung, 28 reptilia, 68 ikan, 3 moluska, dan 28 spesies lainnya serta 384
spesies tumbuhan. Salah satu spesies tumbuhan yang baru-baru ini juga dianggap telah punah
adalah ramin (Gonystylus bancanus). Spesies tersebut sudah dimasukkan ke dalam Appendix
III Convention of International Trade of Endengered Species of Flora and Fauna (CITES).
Sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan mulai langka, di antaranya banyak yang merupakan
kerabat dekat tanaman budidaya. Paling tidak 52 spesies keluarga anggrek (Orchidaceae)
dinyatakan langka.
e) Penyusutan Keragaman Sumber Daya Genetik
Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya genetik juga dapat ditimbulkan oleh adanya
pengaruh pemanasan global. Beberapa varian dari tanaman dan hewan menjadi punah karena
perubahan iklim. Kepunahan spesies tersebut menyebabkan sumberdaya genetic juga akan
hilang. Ironisnya banyak sumberdaya genetic (plasma nutfah) belum diketahui apalagi
dimanfaatkan, kita menghadapi kenyataan mereka telah hilang.
f) Akibat dari perubahan iklim yang ekstrim
Efek perubahan iklim akan menimbulkan peristiwa ekstrim seperti meledaknya hama dan
penyakit, musim kering yang berkepanjangan, El Nio, musim penghujan yang relatif
pendek, namun curah hujan cukup tinggi, sehingga timbul dampak banjir dan tanah longsor.
Peristiwa yang ekstrim ini akan mempengaruhi organisma, populasi dan ekosistem.

Gambar 10. Spesies yang terancam akibat perubahan iklim

2.11. Peranan Negara-Negara di Dunia


Peranan negara-negara di dunia dapat kita bagi menjadi 2, yaitu peran negatif dan peran
positif. Diistilahkan peran negatif karena negara-negara di dunia sekarang ini pasti terlibat
dalam menyumbang kerusakan ekosistem yang berdampak pada perubahan iklim, walaupun
mungkin takarannya berbeda.
Kemudian peran yang kedua yaitu peran positif, hal itu terlihat dari adanya alternatif
solusi dalam mengatasi masalah perubahan iklim global yang terus dilakukan oleh negara-
negara di dunia, khususnya oleh negara-negara industri sebagai penyumbang gas karbon
terbesar didunia yang sangat mencemari lingkungan serta berdampak luas pada perubahan
iklim. Sedangkan untuk negara miskin dan berkembang, terutama yang memiliki hutan
sebagai paru-paru dunia mendapatkan tugas untuk merawat hutannya, tentunya dengan
kompensasi dari negara-negara industri.
Inovasi pengembangan teknologi yang mampu memecahkan masalah secara simultan
merupakan salah satu pilihan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan masa depan kita
bersama. Untuk itu, perlu dikembangkan kerjasama semua pihak, baik dari negara maju
maupun negara berkembang untuk menangani masalah perubahan iklim yang berdampak
terhadap bencana global.
2.11. Adaptasi dan Mitigasi Bencana Perubahan Iklim
Kenapa adaptasi dan mitigasi saya masukkan dalam artikel pengaruh perubahan iklim
ini? Mungkin kita semua bisa mencermati bahwa keduanya (adaptasi dan mitigasi) saat ini
menjadi penting karena menyangkut strategi menghadapi perubahan iklim. Ini bisa dikatakan
sebagai solusi yang paling mudah dilakukan oleh masing-masing dari kita untuk ikut
menekan pengaruh perubahan iklim.
Mitigasi dalam hal ini sering diartikan sebagai pengurangan. Sedangkan adaptasi
(adaptation) artinya penyesuaian diri. Melalui mitigasi, usaha yang dapat dilakukan adalah
mengurangi sebab pemanasan global dari sumbernya. Gunanya agar laju pemanasan itu
melambat. Kemudian pada saat bersamaan, dapat dilakukan persiapan diri untuk beradaptasi
dengan perubahan yang ada. Sehingga diharapkan akan ditemukan suatu titik temu yang
menjamin kelangsungan hidup manusia.
Salah satu alternatif solusi dalam skala kecil, mitigasi bisa berupa gerakan cinta
lingkungan seperti pengelolaan sampah, bike to work, mengurangi penggunaan plastik,
menggunakan AC yang non CFC, hemat energi dan lain sebagainya. Sedangkan beradaptasi
dapat dilakukan dengan melakukan penataan lingkungan, penghijauan, menjaga daerah
resapan, daur ulang sampah, dan lain-lain, sehingga harapannya Pengaruh Perubahan Iklim
Terhadap Konservasi Alam itu tidak berdampak pada bencana yang lebih buruk, atau minimal
dapat menekan bencana agar tidak semakin merusak kehidupan manusia.

BAB III
PENUTUP
Perubahan iklim memberikan dampak yang luar biasa pada kehidupan mahkluk hidup
khususnya pada keanekaragaman hayati. Salah satu dampaknya yaitu bisa menyebabkan
kepunahan spesies. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya upaya mitigasi dan adaptasi
dalam rangka mencegah dan beradaptasi dengan perubahan iklim.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Klimatologi pertanian. (online) http://www.google.com//klimatologi pertanian
Anonim.2010. Iklim di Indonesia. (online) http://www.google.com//iklim di Indonesia
Anonim, 2011. Perubahan iklim. (online) http://www.duniaesai.com/
Anonim, 2012. Iklim dan dirgantara. (online) http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/
Leveque, C. dan J. Mounolou. 2003. Biodiversity. John Wiley. New York
Wardiyatmoko. 2006. Geografi. Erlangga. Jakarta
Tjasyono, Bayong HK. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung

Anda mungkin juga menyukai