Anda di halaman 1dari 32

BAB I Pengertian Haji dan Umrah Serta Keutamaannya

Di dalamnya terdapat delapan pembahasan :

Pembahasan Pertama : Pengertian Haji dan Umrah

Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara terminologi adalah mengunjungi
Baitul Haram dengan amalan tertentu, pada waktu tertentu.

Adapun umrah secara etimologi adalah berkunjung. Sedangkan secara terminologi


adalah mengunjungi Baitul Haram dengan amalan tertentu.

Pembahasan Kedua : Keutamaan Haji dan Umrah

Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba
akan mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat
rindu untuk segera melaksanakannya.

Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan membebaskan diri dari api
neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. (HR. Bukhari dan Muslim)

Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat dan perbutan jelek,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam :

Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan senggama (diwaktu terlarang)
dan tidak berbuat fasiq (maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat
ia dilahirkan oleh ibunya. (HR Bukhari dan Muslim )

Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di akhirat, begitu juga bisa
menyelamatkan dari kefakiran, sebagaimana hadist Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus kefakiran dan dosa
sebagaimana api menghilangkan karat dari besi. (HR. Tirmidzi )

Seorang muslim jika melaksanakan ibadah haji, maka dia telah masuk dalam katagori
jihad. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah ra
bahwa beliau bertanya Nabi saw :

Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : Kalian wajib berjihad yang
tidak pakai perang, yaitu haji.
Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi yang sangat rindu hatinya untuk
mengerjakan ibadah haji dengan membawa bekal, meninggalkan keluarga dan
negaranya, menjadi tamu Allah Yang Maha Pengasih, seraya memakai ihram,
mengucapkan talbiyah, berdiri, berdoa, berdzikir dan beribadah.

Pembahasan Ketiga : Kewajiban Haji Dan Umrah Hanya Sekali Seumur Hidup

Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang agung dan salah satu
rukunnya yang lima. Hal itu berdasarkan sabda Nabi saw :

Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad
Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ( HR
Bukhari dan Muslim )

Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah sekali seumur hidup
sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dari hadist Abu Hurairah berkata :

:
.


:




:











: .





Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami, beliau berkata:


Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka
berhajilah kalian! Seseorang berkata: Apakah setiap tahun, ya Rasulullah? Beliau
terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi
kalian dan kalian tidak akan sanggup. Kemudian beliau berkata: Biarkanlah apa yang
aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena
mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika
aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan
kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari s esuatu maka tinggalkanlah.

Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah umrah sekali dalam hidupnya,
Allah swt berfirman :

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah (QS. Al Baqarah : 196)

Ibnu Abbas Berkata : Sesungguhnya umrah disebutkan bersama haji di dalam kitab
Allah, oleh karena itu, sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya
wajib.

Pembahasan Keempat : Syarat-syarat Kewajiban Haji dan Umrah

Haji diwajibkan kepada :


1. Seorang muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena haji
merupakan bentuk ibadah, sedang ibadah tidak boleh dilakukan oleh orang kafir,
karena tidak sah niatnya

2. Aqil (berakal)

3. Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang yang kurang waras
pikirannya, begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist
Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi saw bersabda :

Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia
baligh, dan orang gila (kurang sehat akalnya) hingga ia berakal (HR. Ahmad, Abu Daud
dan Nasai)

1. Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai kemudahan


baginya, karena dia sibuk melayani tuannya, dan karena haji membutuhkan harta
sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai harta.

2. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah swt berfirman :

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam." (QS. Ali Imran : 97)

Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan
mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadist :

"Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya dan
berkata, "Apakah bagi anak ini juga memiliki keharusan haji?" beliau menjawab: "Ya, dan
kamu juga menjadapkan ganjaran pahala." (HR. Muslim)

Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat haji untuknya. Ini dilakukan
ketika membayar ongkos haji. Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah
wali tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah haji anak kecil
tersebut. Kecuali kalau anak kecil itu sudah mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri
untuk melakukan ihram dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji
tidak gugur darinya, maka ketika dia sudah dewasa, dia wajib melaksanakan ibadah haji
lagi.

Pembahasan Kelima : Kriteria Mampu

Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut
:

1. Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji, karena badannya sehat,


sebagaimana hadist Ibnu Abbas :





:






:


Bahwasanya seorang wanita dari Khatsam berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya


ayahku telah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji disaat dia telah tua renta, dia
tidak mampu untuk tetap bertahan diatas kendaraan, apakah aku melaksanakan haji
untuk mewakilinya? Beliau menjawab: 'Lakukankah haji untuk (mewakilinya) ( HR
Bukhari dan Muslim )

2. Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokoknya, seperti kebutuhan untuk
menafkahi istri dan anak-anaknya, uang sewa rumah, modal dagangannya yang menjadi
sumber penghasilannya, seperti toko yang dari labanya dia bisa hidup dan bisa
memenuhi kebutuhannya.

1. Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang mempunyai hutang, tidaklah
ada kewajiban haji baginya, karena membayar hutang merupakan kebutuhan
dasar dan merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi dan tidak
bisa ditolerir.

Hutang yang berjangka hukumnya seperti hutang yang jatuh tempo, karena yang
berhutang sama-sama dikatakan tidak mampu. Tetapi jika dia percaya bisa mencari harta
untuk membayarnya, seperi kredit yang dibayar secara teratur dan dipotong dari gaji
bulanannya atau dipotong dari upah kerja ketrampilan atau sejenisnya, maka hal ini tidak
menghalanginya untuk melaksanakan ibadah haji sesudah dapat izin dari orang yang
dihutanginya.

1. Dia harus mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkannya ke kota Mekkah,


tentunya disesuaikan dengan keadaannya. Misalnya dari kendaraan seperti
mobil, kapal, dan pesawat, atau dari makanan,m, minuman serta tempat tinggal
yang sesuai dengan keadaannya, sebagaimana hadist Anas ra, beliau berkata :


:


,

Ada seseorang yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau
bersabda: Bekal dan kendaraan (HR. Daruquthni dan dishahihkan Hakim)

Jika tidak mampu, seseorang tidak diharuskan membebani diri sendiri dengan menjual
rumah, atau sawahnya yang merupakan sumber mata pencahariannya, atau dari sawah
itu dia memberikan nafkah kepada keluarganya.

Barang siapa yang tidak bisa haji karena antrian di dalam mendapatkan visa, maka dia
dihukumi sebagai orang yang tidak mampu, seperti orang yang dipenjara dan sejenisnya.
Orang tua tidak boleh melarang anaknya untuk pergi melaksanakan ibadah haji yang
wajib, berdasarkan hadist yang diriwayatkan Ibnu Masud radhiyallahu anhu dan
dimarfukan kepada Nabi saw :

"Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah 'azza wajalla." (HR.
Ahmad)

Seorang anak hendaknya meminta keridhaan orang tuanya ketika hendak melaksanakan
ibadah haji. Begitu juga seorang suami tidak boleh melarang istrinya untuk pergi haji,
karena haji hukumnya wajib, sedang kedua orang tua dan suami tidak mempunyai hak
untuk melarang sesuatu yang wajib, walaupun begitu mereka berdua berhak untuk
melarang anak dan istrinya untuk melaksanakan ibadah haji yang sunnah.

Pembahasan Keenam : Bersegera Melaksanakan Ibadah Haji

Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, dan telah
terpenuhi syarat-syaratnya, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan ibadah haji,
tidak boleh diundur-undur lagi. Allah swt berfirman :

Berlomba-lombalah kalian dalam mengerjakan kebaikan (QS. Al Baqarah : 148)

Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan sesungguhnya dia tidak
mengetahui barangkali di masa mendatang keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi
dengan sakit, atau jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian. Sebagaimana dalam
hadist Ibnu Abbas :

Bersegeralah melaksanakan ibadah haji ( yaitu haji yang wajib) karena kalian tidak tahu
apa yang akan di hadapinya (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Telah diriwayatkan dari Said bin Manshur dan Hasan bahwa Umar ra berkata:

Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah-wilayah untuk meneliti siapa
yang memiliki kecukupan harta namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan
atas mereka membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam ! mereka bukanlah umat
Islam !

Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan, untuk mengundur-undur


pelaksanakan ibadah haji, karena jika dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat,
maka hal ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya untuk berbuat kebaikan.
Dan telah diterangkan di atas tentang kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan
ibadah haji. Dan selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji, baik ketika
masih kecil, atau sudah tua, untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk.

Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim jika memang jaraknya di
atas 80 km dari Mekkah. Adapun yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki
yang haram untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah) atau
karena sebab lain yang mubah, jika memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. Hal itu
berdasarkan hadist Abu Hurairah bahwasanya nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda
:

Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk safar
sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya. (HR Bukhari dan
Muslim )

Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka hajinya tetap sah, tetapi dia
berdosa karena melanggar larangan. Jika dia pergi haji bersama rombongan perempuan
dan aman dari fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya.

Adapun perempuan yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya yang jaraknya dengan
Mekkah tidak lebih dari jarak dibolehkannya sholat qashar, maka muhrim bukanlah
syarat didalam melaksanakan ibadah haji.

Pembahasan Ketujuh : Hukum Orang Yang Tidak Mampu Haji dan Menjadi Wakil
Untuknya

Barangsiapa yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri, karena sakit atau sudah
lanjut usia, sehingga kesulitan untuk menaiki kendaran atau kesulitan berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain dalam ibadah haji, maka dia boleh mencari orang
yang mampu mewakilinya, jika hal itu bisa dilakukannya. Sebagaimana hadist Ibnu
Abbas :

,




,
:





?

:
,

Sesungguhnya seorang perempuan dari Katsam berkata: Wahai Rasulullah,


sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah
tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?
Beliau menjawab: Ya Boleh. ( HR Bukhari dan Muslim )

Dan disyaratkan bagi yang mewakili haji, bahwa dia sudah pernah melaksanakan ibadah
haji. Hal ini sesuai dengan hadist :










Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang
mengucapkan; Labbaika 'An Syubrumah (ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu untuk
Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab;
saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji
untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk
dirimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan hadist ini
dishahihkan Ibnu Hibban)

Yang mewakili hendaknya berangkat dari kota tempat tinggal orang yang diwakilinya,
seorang laki-laki boleh mewakili perempuan dan sebaliknya perempuan boleh mewakili
laki-laki.

Jika yang berhalangan tadi kemudian menjadi mampu, maka tidak wajib baginya
melaksanakan ibadah haji lagi, karena dia telah mengerjakan apaapa yang
diperintahkan kepadanya, sehingga tidak diwajibkan mengulanginya.

Yang mewakilinya berhak mengambil biaya haji darinya, dan jika dia mengambil lebih
dari biaya yang dibutuhkan maka hal itu dibolehkan.

1. Adapun jika dia sudah mati, maka tidak apa-apa seorang wakil menghajikannya
secara cuma-cuma tanpa seijinnya.

Pembahasan Kedelapan : Adab-adab Haji

Selayaknya bagi yang melakukan ibadah haji, untuk memperhatikan adab-adab di bawah
ini :

1. Mengikhlaskan niat di dalam ibadah haji.

Seyogyanya bagi yang ingin melaksankan ibadah haji, sebelum meninggalkan rumahnya,
untuk menghadirkan niat bahwa dia keluar melaksanakan ibadah haji hanya karena Allah
semata, dengan mengharap pahala dari-Nya, bukan mengharap untuk diberi gelar pak
haji, atau agar orang sekitarnya melihat bahwa dirinya pergi haji dan pergi ke Mekkah,
sebagaimana hadist Umat bahwasanya nabi shallallahu alahi wassalam bersabda :














"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung)
apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau
karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa
dia diniatkan"(HR Bukhari dan Muslim )

Artinya barang siapa yang hajinya diniatkan karena Allah dan benar-benar dilaksanakan
karena-Nya, maka akan mendapatkan pahala di sisi Allah.

1. Mempelajari hukum-hukum tentang haji

Seyogyanya bagi yang ingin pergi haji untuk mempelajari hukum-hukum terkait dengan
haji dan serta mengikuti nabi dalam melaksanakan ibadah haji secara keseluruhan, baik
perkataan dan perbuatannya. Hal itu sesuai dengan hadist Jabir bahwasanya nabi
shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku (HR. Muslim)

Ini bisa terlaksana dengan mempelajari hukum-hukum terkait dengan haji serta
membaca buku yang lebih terperinci. Kemudian memperbanyak di dalam menelaahnya
sehingga dia bisa melaksanakan ibadah haji ini dengan lebih sempurna dan lebih sesuai
dengan sunnah. Begitu juga hendaknya dia menghadiri kajian-kajian yang membahas
tentang haji, sehingga dari kajian-kajian tersebut akan diketahui hukum-hukum haji dan
tata cara pelaksanaannya.

Hendaknya dalam perjalanan hajinya dia mencari orang-orang yang mulia, mempunyai
sopan-santun dan berakhlaq baik, yaitu dengan cara memilih travel yang sudah terkenal
profesional, melaksanakan kewajibannya, membantu orang-orang yang ikut dengannya
untuk bisa melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.

Hendaknya mencari seorang penuntut ilmu untuk menyertai rombongan haji, karena
amalan-amalan haji tidak cukup hanya berbekal pengetahuan saja, tetapi perlu ada
seorang ulama yang berusaha mengamalkan sunnah dan mengetahui tentang hukum-
hukum haji. Jika tidak didapatkan seorang ulama atau penuntut ilmu, maka paling tidak
ada orang yang pernah melaksankan haji yang berusaha untuk menyempurnakan ibadah
haji ini.

1. Menghindari dari para penganggur dan orang-orang yang suka bermain-main.


Yaitu orang-orang yang jika bergaul dengan mereka akan menyebabkan terjatuh
di dalam maksiat, membuang-buang waktu dan banyak ngobrol.

2. Menghindari dari ahli bidah dan khurafat yang sering memalingkan dari
beribadah dan berdoa kepada Allah kepada berdoa kepada selain-Nya serta lebih
memilih untuk mencari bangunanbangunan dari peninggalan bersejarah untuk
mengusap-usapnya dan mengusap-usap Kabah serta Maqam Ibrahim yang sering
menyebabkan pertengkaran, padahal mestinya mereka menunaikan ibadah haji
ini dengan baik

3. Hendaknya berusaha untuk ekonomis di dalam berbelanja dan jangan berlebih-


lebihan serta membebani diri di dalam hidupmu dan dalam perjalanan hajimu.
Serta jangan berbangga-bangga dengan kehidupan yang serba hedonis di dalam
melaksanakan ibadah haji.

4. Jauhilah hal-hal yang melengahkan, seperti menonton chanel-chanel Televisi yang


berisi hiburan-hiburan, atau mendengarkan musik dan hal-hal lain yang termasuk
katagori maksiat.

5. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik selama perjalanan, dan selama
pelaksanaan ibadah haji, serta berusaha untuk melawan hawa nafsu untuk
mewujudkan hal itu, sehingga temanmu menjadi rela untuk bersamamu. Dan
hendaknya anda bisa bersabar untuk menjauhi dari permusuhan dan perkelahian
yang sering timbul pada saat melakukan perjalanan dan pada saat terjadinya
desak-desakan.

6. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang, dan berdoa ketika keluar rumah
dan ketika hendak melakukan perjalanan. Hendaknya dia berdoa ketika keluar
rumah, sebagaimana di dalam hadist Ummu Salamah radhiyallahu anha bahwa
Nabi shallallahu alaihi wassalam jika keluar rumah beliau berdoa :


.








.

Dengan nama Allah. Aku bertawakkal kepadaNya dan tiada daya dan upaya kecuali
karena pertolongan Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu jangan
sampai aku sesat atau disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau
dianiaya, berbuat bodoh atau dibodohi. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad
shahih)

Kemudian dilanjutkan dengan doa safar :

: . .

Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang
menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah!
Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon
perbuatan yang meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan
dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah teman dalam bepergian dan yang
mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek
dalam harta dan keluarga. Apabila kembali, doa di atas dibaca, dan ditambah: Kami
kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami. (HR.
Muslim dari hadist Ibnu Umar)

Jika jalan sedang menanjak hendaknya dia mengucapkan : Allahu Akbar , jika dia
menuruni lembah atau tempat yang rendah, hendaknya mengucapkan : Subhanallah
, ini berdasarkan hadist Jabir :








Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata: "Apabila kami berjalan mendaki
(naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih (HR. Bukhari)

Hendaknya dia jangan lupa untuk selalu berdzikir ketika berpindah-pindah tempat, dan
untuk selalu mengulangi hafalan al Qurannya dan untuk selalu melaksanakan sholat
witir walaupun sedang berada di atas kendaran atau di atas pesawat terbang, karena
sholat nafilah boleh dilakukan oleh muafir di atas kendaraannya.

1. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang yang mampu,
sehingga bisa membantu temannya dan berbuat baik kepadanya, sebagaimana di
dalam hadist :

"Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hambaNya, selama hamba tersebut


menolong saudaranya" (HR. Muslim dari hadist Abu Hurairah )

Hendaknya dia bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan dan orang-orang


yang kehabisan bekal perjalanan.

Hendaknya dia menjadikan bekal haji dari hartanya yang terbaik , karena sesungguhnya
Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik juga.

1. Hendaknya dia selalu menjaga kewajiban-kewajiban syariah. Seorang musafir


harus tetap menjaga sholat dan bersuci serta kewajiban-kewajiban yang lain, dan
jangan bermalas-malas untuk mengerjakan itu semua tepat pada waktunya.

Dia hendaknya meng-qashar sholat dan menjamanya jika hal itu dibutuhkan, karena dia
sedang melakukan perjalanan atau sedang istirahat, maka membutuhkan untuk
menjama sholatnya karena kecapaian atau mengantuk.

1. Hal ini berdasarkan hadist bahwa nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Bepergian itu adalah sepotong dari adzab, (karena) ia menghalangi seseorang


daripada kamu tentang makanannya, minumannya dan tidurnya. (Oleh karena itu)
apabila salah seorang dari kamu telah menyelesaikan keperluannya dari kepergiannya,
hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya (HR. Muslim dari hadist Abu Hurairah)

1. Jika dalam perjalanan pulang dia melewati jalan yang menanjak hendaknya
mengucapkan :

,



,



,
,
,


,

,





Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan kecuali Allah, dzat
yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan dan
segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kami kembali bertaubat serta
kami menyembah kepada Tuhan kami , seraya kami memuji-Mu. Allah menetapi pada
janji-Nya, menolong hamba-Nya, serta mampu (memporak porandakan) pasukan Ahzab
dengan sendiri.

Sesungguhnya Nabi saw mengucapkan doa tersebut dalam perjalanan pulang dari
haji atau jihad, sebagaimana dalam hadist Ibnu Umar yang disebutkan Imam Malik dalam
kitab al Muwattha dalam riwayat Muhammad bin Hasan.

Hendaknya dia jangan mengagetkan keluarganya pada waktu malam, tetapi


memberitahu terlebih dahulu tentang waktu kedatangannya, atau hendaknya dia datang
pada waktu pagi atau sore saja. Bersabda Nabi shallallahu alahi wassalam :

Berilah kesempatan kepada keluarga kalian untuk bersiap-siap dan berhias (untuk
menyambut kedatangan kalian)." (Hr Bukhari dan Muslim dari hadist Jabir)

Dan hendaknya dia menuju masjid terlebih dahulu jika sudah sampai, untuk melakukan
sholat dua rekaat. Karena sesungguhnya perbuatan ini merupakan sunnah nabi yang
pertama kali beliau laksanakan ketika sampai di kotanya.
Pengertian, Hukum, Sunnah, Jenis, Tata Cara dan
Manfaat Haji

A. Pengertian Haji

Haji berasal dari Bahasa Arab : ( Hajj) adalah rukun (tiang agama)
Islam yang kelima setelah mengucap dua kalimat syahadat, salat 5 waktu,
mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhon. Menunaikan ibadah
haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan
kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan
berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat
di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim
haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa
dilaksanakan sewaktu-waktu.

Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat
Islam bermalam di Mina,wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada
tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar
batu simbolisasi

setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat Indonesia lazim juga


menyebut hari raya Idul Adhasebagai Hari Raya Haji karena bersamaan
dengan perayaan ibadah haji ini.

Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju, mengunjungi, atau


berziarah. Menurut etimologi (bahasa) kata haji mempunyai arti qashd,
yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara, haji ialah
menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk memenuhi
panggilan Allah dan mengharapkan rida Nya yang telah ditentukan
syarat dan waktunya serta melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu
pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas,
selain Kabah dan Masa(tempat sai), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai
dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal
ibadah tertentu ialah thawaf, sai, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar
jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.

Apabila seorang muslim menjalankan ibadah haji maka ia akan di beri


gelar haji, haji adalah sebutan atau gelar untuk pria muslim yang telah
berhasil menjalankan ibadah haji. Umum digunakan sebagai tambahan di
depan nama dan sering disingkat dengan H. Dalam hal ini biasanya para
Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat
sebagai tauladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikatakan
sebagai guru atau panutan untuk memberikan contoh sikap secara
lahiriah dan batiniah dalam segi Islam sehari-hari.

B. Hukum Haji

Hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi setiap muslim


yang mampu dan berkewajiban itu hanya sekali seumur hidup. Apabila
melakukannya lebih dari satu kali, maka haji yang kedua dan seterusnya
hukumnya sunnah.

1. Sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran (3) : 97.

Artinya : Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah


melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang orang yang
mampu mengadakan perjalanan kesana.

Adapun yang dimaksud istitaah (mampu dan kuasa) dalam melaksanakan


ibadah haji adalah sebagai berikut.

1. Menguasai tata cara pelaksanaan haji

2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah:

(a) mampu dari sisi bekal dan kendaraan,

(b) sehat jasmani , artinya tidak dalam keadaan sakit atau mengidap
penyakit yang dapat membahayakan dirinya atau jemaah lain. Selain itu
juga adanya persiapan mental dengan cara menyucikan hati seperti
berdoa, berzikir atau bersedekah,

(c) jalan penuh rasa aman,

(d) mampu melakukan perjalanan.

3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan:

(a) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah
(b) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian,

(c) penunaian utang.

4. Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah:

(a) ditemani suami atau mahrom,

(b) tidak berada dalam masa iddah.

5. Memiliki biaya untuk perjalanan ke tempat haji.

2. Dalil As Sunnah

Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan


yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah
utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa
di bulan Ramadhan. (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).

Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini
berarti menunjukkan wajibnya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

.

- -

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-


tengah kami. Beliau bersabda, Wahai sekalian manusia, Allah telah
mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah. Lantas ada yang bertanya,
Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)? Beliau
lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali.
Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam lantas bersabda, Seandainya aku
mengatakan iya, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap
tahun, dan belum tentu kalian sanggup (HR. Muslim no. 1337). Sungguh
banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai
derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat
memastikan hukum haji itu wajib.

B. Latar Belakang Ibadah Haji

Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini
yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan
perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih
tetap ada, seperti thawaf, sai, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja
pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang
sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang
salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk
syara (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Quran dan sunnah
rasul. Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa
yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi
Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah
serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim.
Ritual sai, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak
tinggi di sekitar Kabah yang sudah menjadi satu kesatuanMasjid Al
Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi
Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf
di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi
Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh
umat manusia.

C. Jenis Ibadah Haji

Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin
dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu,
sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.

Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW


dalam tahun hajjatul wada. Di antara kami ada yang berihram, untuk haji
dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram
untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang
yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia
tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.

Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.


Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila
sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun
menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji.
Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut
berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai,
maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan
umrah.
Haji tamattu, mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai
dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul.
Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji,
ditahun yang sama. Tamattu dapat juga berarti melaksanakan ibadah di
dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu
pulang ke negeri asal.
Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau
menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau
menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji
qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan
melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin
akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran,
berarti melakukan dua thawaf dan dua sai.

D. Syarat Wajib Haji

Syarat hai adalah ketentuan yang harus dipenuhi oleh seseorang


yang akan melaksanakan ibadah haji. Syarat tersebut sebagai berikut.

1) Beragama
Islam
2) Telah dewasa
(baligh)
3) Berakal
sehat
4) Merdeka (bukan budak atau
hamba)
5) Mampu (istitaah).

Catatan :
Anak yang belum dewasa apabila menunaikan ibadah haji maka
hukumnya sunnah sehingga ia harus mengulang menunaikan ibadah haji
karena hukumnya masih wajib baginya apabila sudah dewasa.

E. Syarat Sah Haji

1) Islam

2)Berakal
3) Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu
tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu lainnya. Abullah bin
Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu
tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqodah, dan sepuluh hari (pertama)
dari bulan Dzulhijja 4) Miqot makani, artinya haji
(penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang telah
ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah
Arofah. Thowaf dilakukan di sekeliling Kabah. Sai dilakukan di jalan
antara Shofa dan Marwah. Dan seterusnya.

F. Rukun Haji

Rukun haji adalah rangjaian amalan haji yang harus dikerjakan. Apabila
amalan tersebut tidak dikerjakan. Apabila amalan tersebut tidak
dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah atau batal dan tidak boleh
diganti dengan dam atau denda. Akan tetapi, harus mengulang hajinya
pada waktu yang lain.

Adapun yang termasuk rukun haji adalah sebagai berikut.

1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Thowaf ifadhoh
4. Sai
5. Tahalul (bercukur)
6. Tertib dan berurutan.

Jika salah satu dari rukun ini tidak ada, maka haji yang dilakukan tidak
sah.
Rukun pertama: Ihram

Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik
haji. Siapa yang meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang


akan mendapatkan apa yang ia niatkan. (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim
no. 1907)

Wajib ihram mencakup:


1. Ihram dari miqot.
2. Tidak memakai pakaian berjahit (yang menunjukkan lekuk badan atau
anggota tubuh). Laki-laki tidak diperkenankan memakai baju, jubah, mantel,
imamah, penutup kepala, khuf atau sepatu (kecuali jika tidak mendapati
khuf). Wanita tidak diperkenankan memakai niqob (penutup wajah) dan
sarung tangan.
3. Bertalbiyah.

Mengucapkan niat haji atau umroh atau kedua-duanya, sebaiknya


dilakukan setelah shalat, setelah berniat untuk manasik. Namun jika
berniat ketika telah naik kendaraan, maka itu juga boleh sebelum sampai
di miqot. Jika telah sampai miqot namun belum berniat, berarti dianggap
telah melewati miqot tanpa berihram.

Lafazh talbiyah:

. . .

Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik.


Innalhamda wan nimata, laka wal mulk, laa syariika lak. (Aku menjawab
panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab
panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu,
tiada sekutu bagi-Mu). Ketika bertalbiyah, laki-laki disunnahkan
mengeraskan suara.
Rukun kedua: Wukuf di Arafah

Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang luput
dari wukuf di Arafah, hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, Para ulama
sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah bagian dari rukun haji dan siapa
yang luput, maka harus ada haji pengganti (di tahun yang lain).
Nabishallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Haji adalah wukuf di Arafah. (HR. An Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889,
Ibnu Majah no. 3015. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).

Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di
Arafah, walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk,
berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci
(seperti haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Waktu dikatakan
wukuf di Arafah adalah waktu mulai dari matahari tergelincir (waktu
zawal) pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga waktu terbit fajar Shubuh
(masuk waktu Shubuh) pada hari nahr (10 Dzulhijjah). Jika seseorang
wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak sah berdasarkan
kesepakatan para ulama (Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 17: 49-50).

Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian
siang atau malam, maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang
hari, maka ia wajib wukuf hingga matahari telah tenggelam. Jika ia wukuf
di malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam Syafii
berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah (Fiqih
Sunnah, 1: 494).

Sayid Sabiq mengatakan, Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf di


situ afdhol (lebih utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul
shallallahu alaihi wa sallam-. (Fiqih Sunnah, 1: 495)

Rukun ketiga: Thowaf Ifadhoh (Thowaf Ziyaroh)

Thowaf adalah mengitari Kabah sebanyak tujuh kali. Dalilnya adalah


firman Allah Taala,

Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah


yang tua itu (Baitullah). (QS. Al Hajj: 29)

Syarat-syarat thowaf:
1. Berniat ketika melakukan thowaf.
2. Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
3. Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
4. Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Kabah.
5. Kabah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
6. Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
7. Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
8. Memulai thowaf dari Hajar Aswad.
Catatan:
1. Ulama Syafiiyah berkata, Jika idh-tibaa dan roml dilakukan saat thowaf
qudum kemudian melakukan sai setelah itu, maka idh-tibaa dan roml tidak
perlu diulangi lagi dalam thowaf ifadhoh. Namun jika sai (haji) diakhirkan
hingga thowaf ifadhoh, maka disunnahkan melakukan idh-tibaa dan roml
ketika itu (Fiqih Sunnah, 1: 480).
2. Tidak ada bacaan dzikir atau doa tertentu untuk setiap putaran saat
thowaf. Sebagian jamaah menganjurkan demikian, namun tidak ada dalil
pendukung dalam hal ini, bahkan sering memberatkan.
Rukun keempat: Sai

Sai adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Lakukanlah sai karena Allah mewajibkan kepada kalian untuk


melakukannya. (HR. Ahmad 6: 421. Syaikh Syuaib Al Arnauth
mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).

Syarat sai:
1. Niat.
2. Berurutan antara thowaf, lalu sai.
3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu
sebentar antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar
butuh.
4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.

Rukun kelima : Tahallul

Tahalul (bercukur), yaitu menggunting rambut sebagai tanda mengakhiri


rangkaian ibadah haji / umrah dengan kadar minimal 3 helai rambut.
Tahalul termasuk salah satu rukun haji sebagai penghalal terhadap
beberapa hal yang diharamkan dalam haji

Rukun keenam : Tertib dan berurutan

Yaitu melaksanakan semua amalan haji yang termasuk rukun


Islam secara berurutan dari awal sampai akhir.

F. Wajib Haji

Rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai


pelengkap Rukun Haji, yang jika tidak dikerjakan harus membayar dam
(denda).

Yang termasuk wajib haji adalah ;

1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah
berpakaian ihram
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan
dari Arafah ke Mina)
3. Melontar Jumrah Aqabah tanggal 10 Zulhijah
4. Mabit di Mina pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah pada hari Tasyrik (tanggal 11,
12 dan 13 Zulhijah).
6. Tawaf Wada, Yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan
kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang waktu ihram.

G. Sunah Haji

a. Sunah-Sunnah Ihram:
1. Mandi ketika ihram
Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau melihat Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam mengganti pakaiannya untuk ihram lalu
mandi.

2. Memakai minyak wangi di badan sebelum ihram


Berdasarkan hadits Aisyah ia berkata, Aku pernah memberi wewangian
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk ihramnya sebelum berihram
dan untuk tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Kabah.

3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang bawah)
yang berwarna putih
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam berangkat dari Madinah setelah beliau menyisir rambut dan
memakai minyak, lalu beliau dan para Sahabat memakai rida dan izar
(kain ihram yang atas dan yang bawah).

Adapun disunnahkannya yang berwarna putih berdasarkan hadits Ibnu


Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Pakailah pakaianmu yang putih, sesungguhnya pakaian yang putih


adalah pakaianmu yang terbaik dan kafankanlah orang-orang yang wafat
di antara kalian dengannya.

4. Shalat di lembah Aqiq bagi orang yang melewatinya


Berdasarkan hadits Umar, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda di lembah Aqiq:




:

:


Tadi malam, telah datang kepadaku utusan Rabb-ku dan berkata,


Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan (niatkan) umrah
dalam haji.

5. Mengangkat suara ketika membaca talbiyah


Berdasarkan hadits as-Saib bin Khalladi, ia berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:




.
Telah datang kepadaku Jibril dan memerintahkan kepadaku agar aku
memerintahkan para Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara
mereka ketika membaca talbiyah.

Oleh karena itu, dulu para Sahabat Rasulullah berteriak. Ibnu Hazm
rahimahullah berkata, Dulu ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam berihram suara mereka telah parau sebelum mencapai Rauha.

6.Bertahmid, bertasbih dan bertakbir sebelum mulai ihram


Berdasarkan hadits Anas, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam shalat Zhuhur empat rakaat di Madinah sedangkan kami bersama
beliau, dan beliau shalat Ashar di Dzul Hulaifah dua rakaat, beliau
menginap di sana sampai pagi, lalu menaiki kendaraan hingga sampai di
Baidha, kemudian beliau memuji Allah bertasbih dan bertakbir, lalu beliau
berihram untuk haji dan umrah.

7. Berihram menghadap Kiblat


Berdasarkan hadits Nafi, ia berkata, Dahulu ketika Ibnu Umar selesai
melaksanakan shalat Shubuh di Dzul Hulaifah, ia memerintahkan agar
rombongan mulai berjalan. Maka rombongan pun berjalan, lalu ia naik ke
kendaraan. Ketika rombongan telah sama rata, ia berdiri menghadap
Kiblat dan bertalbiyah Ia mengi-ra dengan pasti bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan hal ini.

b. Sunnah-Sunnah Ketika Masuk Kota Makkah:


8, 9, 10. Menginap di Dzu Thuwa, mandi untuk memasuki kota Makkah
dan masuk kota Makkah pada siang hari
Dari Nafi, ia berkata, Dahulu ketika Ibnu Umar telah dekat dengan kota
Makkah, ia menghentikan talbiyah, kemudian beliau menginap di Dzu
Thuwa, shalat Subuh di sana dan mandi. Beliau mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan hal ini.

11. Memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-Ulya (jalan atas)


Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, Dulu Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-ulya (jalan
atas) dan keluar dari ats-Tsaniyah as-Sufla (jalan bawah).

12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid haram dan
membaca:
















.

Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya Yang


Mahamulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang terkutuk.
Dengan Nama Allah dan semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Muhammad, Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.

13. Mengangkat tangan ketika melihat Kabah


Apabila ia melihat Kabah, mengangkat tangan jika mau, karena hal ini
benar shahih dari Ibnu Abbas. Kemudian berdoa dengan doa yang
mudah dan apabila ia mau berdoa dengan doanya Umar juga baik, sebab
doa ini pun shahih dari Umar. Doa beliau:

Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari-Mu keselamatan, serta


hidupkanlah kami, wahai Rabb kami dengan keselamatan.

c. Sunah-Sunnah Thawaf
14. Al-Idhthiba
Yaitu memasukkan tengah-tengah kain ihram di bawah ketiak kanan dan
menyelempangkan ujungnya di pundak kiri sehingga pundak kanan
terbuka, berdasarkan hadits Yala bin Umayyah bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam thawaf dengan idhthiba.

15. Mengusap Hajar Aswad


Berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata: Aku
melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika tiba di Makkah
mengusap Hajar Aswad di awal thawaf, beliau thawaf sambil berlari-lari
kecil di tiga putaran pertama dari tujuh putaran thawaf.

16. Mencium Hajar Aswad


Berdasarkan hadits Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia berkata, Aku melihat
Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu mencium Hajar As-wad dan
berkata, Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.

17. Sujud di atas Hajar Aswad


Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, Aku melihat Umar bin al-
Khaththab mencium Hajar Aswad lalu sujud di atasnya kemudian ia
kembali menciumnya dan sujud di atasnya, kemudian ia berkata,
Beginilah aku melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

18. Bertakbir setiap melewati Hajar Aswad


Berdasarkan hadits Ibnu Abbas, ia berkata, Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam thawaf mengelilingi Kabah di atas untanya, setiap beliau melewati
Hajar Aswad beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang ada pada
beliau kemudian bertakbir.

19. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama thawaf yang pertama kali
(thawaf qudum)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam ketika thawaf mengitari Kabah, thawaf yang pertama
kali, beliau berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan empat putaran,
dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir kembali di Hajar Aswad.

20. Mengusap rukun Yamani


Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, Aku tidak pernah melihat
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengusap Kabah kecuali dua
rukun Yamani (rukun Yamani dan Hajar Aswad).

21. Berdoa di antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar Aswad) dengan
doa sebagai berikut:

Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa Neraka.

22. Shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim setelah thawaf


Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, Setelah tiba, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Kabah tujuh kali,
kemudian beliau shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim dan sai
antara Shafa dan Marwah. Selanjutnya beliau berkata:

Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat contoh yang baik


bagimu.
23. Sebelum shalat di belakang Maqam Ibrahim membaca:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat shalat.

Kemudian membaca dalam shalat dua rakaat itu surat al-Ikhlash dan
surat al-Kaafirun, berdasarkan hadits Jabir bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau sampai di maqam Ibrahim
Alaihissallam beliau membaca:

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat shalat.

Lalu beliau shalat dua rakaat, beliau membaca dalam shalat dua rakaat

itu {
} dan{
} .

24. Iltizam tempat di antara Hajar Aswad dan pintu Kabah dengan cara
menempelkan dada, wajah dan lengannya pada Kabah
Berdasarkan hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, ia
berkata, Aku pernah thawaf bersama Abdullah bin Amr, ketika kami
telah selesai dari tujuh putaran tersebut kami shalat di belakang Kabah.
Lalu aku bertanya, Apakah engkau tidak memohon perlindungan kepada
Allah? Ia menjawab, Aku berlindung kepada Allah dari api Neraka.

Berkata (perawi), Setelah itu ia pergi dan mengusap Hajar Aswad. Lalu
beliau berdiri di antara Hajar Aswad dan pintu Kabah, beliau
menempelkan dada, tangannya dan pipinya ke dinding Kabah, kemudian
berkata, Aku melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melakukan
hal ini.

25. Minum air zamzam dan mencuci kepala dengannya


Berdasarkan hadits Jabir bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam mengerjakan hal tersebut.

d. Sunnah-Sunnah Sai:
26. Mengusap Hajar Aswad (seperti yang telah lalu)
27. Membaca:










Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syiar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullaah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sai di antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu ke-bajikan dengan kerelaan hati,
maka sesungguhnya Allah Mahamen syukuri kebaikan lagi
Mahamengetahui. [Al-Baqarah: 158]

Kemudian membaca:

Kami mulai dengan apa yang dimulai oleh Allah.

Bacaan ini dibaca setelah dekat dengan Shafa ketika mau melakukan sai.
[23]

28. Berdoa di Shafa


Ketika berada di Shafa, menghadap Kiblat dan membaca:

Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Yang
Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya
segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang
berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata. Yang melaksanakan
janji-Nya, membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan
musuh sendirian.

29. Berlari-lari kecil dengan sungguh-sungguh antara dua tanda hijau


30. Ketika berada di Marwah mengerjakan seperti apa yang dilakukan di
Shafa, baik menghadap Kiblat, bertakbir maupun berdoa

e. Sunnah-Sunnah Ketika Keluar dari Mina:


31. Ihram untuk haji pada hari Tarwiyah dari tempat tinggal masing-
masing
32. Shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya di Mina pada hari Tarwiyah,
serta menginap di sana hingga shalat Shubuh dan matahari telah terbit
33. Pada hari Arafah, menjamak shalat Zhuhur dan Ashar di Namirah
34. Tidak meninggalkan Arafah sebelum matahari tenggelam.

F. Larangan Dalam Haji

Bagi jemaah haji atau umrah terdapat larangan yang tidak boleh
diabaikan. Larangan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Larangan bagi jemaah haji laki laki memakai pakaian yang dijahit dan
memakai tutup kepala.
2)
Larangan bagi jemaah perempuan memakai tutup muka dan sarung
tangan.

Larangan bagi jemaah haji laki laki dan perempuan antara lain memakai
wewangian, mencabut dan mencukur rambut dan bulu badan, memotong
kuku, menikah atau menjadi wali nikah, berhubungan suami istri,
memburu, membunuh binatang, berkata yang tidak senonoh, dan berbuat
maksiat.

H. Pengertian dan Jenis Dam

Pengertian Dam dari segi bahasa ialah darah, yakni denda yang dikenakan
oleh jemaah haji yang melanggar larangan atau meninggalkan wajib haji
atau umroh.

1. Melanggar pantang larang dalam Ihram


2. Meninggalkan perkara-perkara yang wajib dalam ibadah haji atau
umrah
3. Mengerjakan Haji Tamattu atau Haji Qiran, menurut syarat-syaratnya
4. Berlaku Ihsar bagi orang yang berniat ihram
5. Melanggar Nazar semasa mengerjakan haji
6. Luput Wuquf di Arafah
7. Meninggalkan Tawaf Wada
Dam sebagai pengganti

Ada beberapa hal wajib saat melakukan ibadah haji yang bisa digantikan
dengan Dam sebagai berikut ini:
1. Dam Hadyu.

Yaitu dam yang diwajibkan bagi mereka yang melaksanakan haji Tamattu
atau haji Qiran, dan jika tidak mampu membeli binatang hadyu, maka
wajib melaksanakan puasa selama 10 hari. Tiga hari dilakukan pada masa
haji dan yang tujuh hari dilakukan setelah kembali ke kampung halaman.

Hal ini berdasarkan pada firman Allah Subhannahu wa Taala :


Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) binatang hadyu yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang hadyu atau tidak
mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apa-bila kamu telah pulang kembali

2. Dam Fidyah (tebusan).

Yaitu dam yang diwajibkan atas orang yang sedang dalam ihram, lalu
mencukur rambutnya karena sakit atau sesuatu yang mengganggu
kepalanya, seperti kutu dan lain sebagainya, berdasarkan pada firman
Allah:
Maka jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya untuk berfidyah, yaitu
berpuasa, bersedekah atau berkurban

Ayat ini ditafsirkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam


sebagaimana tersebut dalam hadits Kaab bin Ujrah Radhiallaahu anhu ,
ia berkata:

Bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melewatinya pada


masa Hudaibiyyah, lalu berkata: Sungguh kutu kepalamu telah
menggang-gumu? , Ia berkata: Ya!Maka beliaupun bersabda: Cukurlah
kemudian sembelih-lah seekor kambing atau berpuasalah tiga hari atau
berilah makan berupa tiga sha kurma yang dibagikan kepada enam orang
miskin.'

3. Dam Jazaa.
Yaitu dam yang wajib dibayar oleh orang yang sedang berihram bila
membu-nuh binatang buruan darat. Adapun bina-tang buruan laut, maka
tidak ada dendanya.

4. Dam Ihshar.

Dam yang wajib dibayar oleh jamaah haji yang tertahan atau terkepung
sehingga tidak dapat menyempurnakan manasik hajinya, baik
tertahannya disebabkan karena sakit, terhalang oleh musuh atau sebab-
sebab lainnya, sementara dia tidak mengucapkan persyaratannya pada
awal ihramnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhannahu wa Taala
Maka jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit),
sembelihlah binatang hadyu yang mudah didapat
5. Dam Jima.
Yaitu dam yang diwajibkan kepada jamaah haji yang dengan sengaja
mengum-puli isterinya ditengah pelaksanaan iba-dah haji.

Dalam kitabnya Ahkaamul Hajj Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qarawi


menuturkan: Adapun orang yang mengerjakan hal-hal yang
menjerumuskan kepada jima (senggama), maka wajib bagi-nya
menyembelih seekor kambing untuk para fuqara yang bermukim di tanah
Haram. Adapun jima, apabila dilakukan sebelum tahallul yang pertama
(sebelum melempar jumratul Aqabah,-Pent), maka perbuatan itu merusak
(membatalkan) ibadah hajinya, hanya saja ibadah tersebut wajib
disempurnakan dan wajib bagi pelakunya menyembelih seekor unta untuk
dibagikan kepada para fuqara di tanah suci. Apabila tidak
mendapatkan/tidak mampu, maka wajib berpuasa selama se-puluh hari,
tiga hari pada masa haji dan tujuh hari jika telah kembali kepada ke-
luarganya. Hal ini berdasarkan pada pendapat Umar (bin al-Khaththab),
Ali (bin Abi Thalib) dan Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , se-bagaimana
yang diriwayatkan oleh Malik dan yang lainnya. Demikian pula pendapat
tersebut adalah pendapat Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan
Abdul-lah bin Amr bin al-Ash Radhiallaahu anhu , sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Ahmad, al-Hakim serta ad-Daruqthni dan yang lainnya
dari mereka.

I. Fungsi Haji

Diantara fungsi haji adalah sebagai berikut.


a. Hikmah Haji Secara Umum

1) Pernyataan ketaatan seorang kepada Tuhannya.

2) Ibadah haji merupakan sarana untuk menunjukkan kebesaran Allah.

3) Ibadah haji merupakan ujian iman

4) Ibadah haji merupakan kongres akbar

5) Ibadah haji memberikan jaminan yang besar dari Allah berupa


ampunan dari dosa dan surga.

6) Mempererat ukuwah Islamiyah antarsesama muslim dari berbagai


penjuru dunia.

7) Perwujudan solidaritas Islam yang tidak terbatas oleh suku, bangsa,


ras, kulit, dan negara.

b. Hikmah Haji Bagi Pelakunya

1) Memperteguh iman dan takwa kepada Allah swt.

2) Dapat mengambil pelajaran dari segal penderitaan yang dirasakan


selama mengerjakan ibadah haji.

3) Memperkuat fisik dan mental

4) Menumbuhkan semangat berkorban karena ibadah haji memerlukan


pengorbanan yang besar, baik tenaga, waktu, maupun biaya.

5) Mengenal tempat tempat bersejarah, seperti Kabah, Bukit Safa dan


Marwah, sumur zam -zam, dan Hajar Aswad.

Anda mungkin juga menyukai