Pengertian Haji Dan Umrah Serta Keutamaannya
Pengertian Haji Dan Umrah Serta Keutamaannya
Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara terminologi adalah mengunjungi
Baitul Haram dengan amalan tertentu, pada waktu tertentu.
Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba
akan mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat
rindu untuk segera melaksanakannya.
Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan membebaskan diri dari api
neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda :
Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. (HR. Bukhari dan Muslim)
Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat dan perbutan jelek,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam :
Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan senggama (diwaktu terlarang)
dan tidak berbuat fasiq (maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat
ia dilahirkan oleh ibunya. (HR Bukhari dan Muslim )
Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di akhirat, begitu juga bisa
menyelamatkan dari kefakiran, sebagaimana hadist Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam bersabda :
Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus kefakiran dan dosa
sebagaimana api menghilangkan karat dari besi. (HR. Tirmidzi )
Seorang muslim jika melaksanakan ibadah haji, maka dia telah masuk dalam katagori
jihad. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah ra
bahwa beliau bertanya Nabi saw :
Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : Kalian wajib berjihad yang
tidak pakai perang, yaitu haji.
Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi yang sangat rindu hatinya untuk
mengerjakan ibadah haji dengan membawa bekal, meninggalkan keluarga dan
negaranya, menjadi tamu Allah Yang Maha Pengasih, seraya memakai ihram,
mengucapkan talbiyah, berdiri, berdoa, berdzikir dan beribadah.
Pembahasan Ketiga : Kewajiban Haji Dan Umrah Hanya Sekali Seumur Hidup
Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang agung dan salah satu
rukunnya yang lima. Hal itu berdasarkan sabda Nabi saw :
Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad
Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ( HR
Bukhari dan Muslim )
Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah sekali seumur hidup
sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dari hadist Abu Hurairah berkata :
:
.
:
:
: .
Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah umrah sekali dalam hidupnya,
Allah swt berfirman :
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah (QS. Al Baqarah : 196)
Ibnu Abbas Berkata : Sesungguhnya umrah disebutkan bersama haji di dalam kitab
Allah, oleh karena itu, sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya
wajib.
2. Aqil (berakal)
3. Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang yang kurang waras
pikirannya, begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist
Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi saw bersabda :
Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia
baligh, dan orang gila (kurang sehat akalnya) hingga ia berakal (HR. Ahmad, Abu Daud
dan Nasai)
2. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah swt berfirman :
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam." (QS. Ali Imran : 97)
Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan
mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadist :
"Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya dan
berkata, "Apakah bagi anak ini juga memiliki keharusan haji?" beliau menjawab: "Ya, dan
kamu juga menjadapkan ganjaran pahala." (HR. Muslim)
Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat haji untuknya. Ini dilakukan
ketika membayar ongkos haji. Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah
wali tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah haji anak kecil
tersebut. Kecuali kalau anak kecil itu sudah mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri
untuk melakukan ihram dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji
tidak gugur darinya, maka ketika dia sudah dewasa, dia wajib melaksanakan ibadah haji
lagi.
Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut
:
2. Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokoknya, seperti kebutuhan untuk
menafkahi istri dan anak-anaknya, uang sewa rumah, modal dagangannya yang menjadi
sumber penghasilannya, seperti toko yang dari labanya dia bisa hidup dan bisa
memenuhi kebutuhannya.
1. Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang mempunyai hutang, tidaklah
ada kewajiban haji baginya, karena membayar hutang merupakan kebutuhan
dasar dan merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi dan tidak
bisa ditolerir.
Hutang yang berjangka hukumnya seperti hutang yang jatuh tempo, karena yang
berhutang sama-sama dikatakan tidak mampu. Tetapi jika dia percaya bisa mencari harta
untuk membayarnya, seperi kredit yang dibayar secara teratur dan dipotong dari gaji
bulanannya atau dipotong dari upah kerja ketrampilan atau sejenisnya, maka hal ini tidak
menghalanginya untuk melaksanakan ibadah haji sesudah dapat izin dari orang yang
dihutanginya.
:
,
Ada seseorang yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau
bersabda: Bekal dan kendaraan (HR. Daruquthni dan dishahihkan Hakim)
Jika tidak mampu, seseorang tidak diharuskan membebani diri sendiri dengan menjual
rumah, atau sawahnya yang merupakan sumber mata pencahariannya, atau dari sawah
itu dia memberikan nafkah kepada keluarganya.
Barang siapa yang tidak bisa haji karena antrian di dalam mendapatkan visa, maka dia
dihukumi sebagai orang yang tidak mampu, seperti orang yang dipenjara dan sejenisnya.
Orang tua tidak boleh melarang anaknya untuk pergi melaksanakan ibadah haji yang
wajib, berdasarkan hadist yang diriwayatkan Ibnu Masud radhiyallahu anhu dan
dimarfukan kepada Nabi saw :
"Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah 'azza wajalla." (HR.
Ahmad)
Seorang anak hendaknya meminta keridhaan orang tuanya ketika hendak melaksanakan
ibadah haji. Begitu juga seorang suami tidak boleh melarang istrinya untuk pergi haji,
karena haji hukumnya wajib, sedang kedua orang tua dan suami tidak mempunyai hak
untuk melarang sesuatu yang wajib, walaupun begitu mereka berdua berhak untuk
melarang anak dan istrinya untuk melaksanakan ibadah haji yang sunnah.
Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, dan telah
terpenuhi syarat-syaratnya, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan ibadah haji,
tidak boleh diundur-undur lagi. Allah swt berfirman :
Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan sesungguhnya dia tidak
mengetahui barangkali di masa mendatang keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi
dengan sakit, atau jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian. Sebagaimana dalam
hadist Ibnu Abbas :
Bersegeralah melaksanakan ibadah haji ( yaitu haji yang wajib) karena kalian tidak tahu
apa yang akan di hadapinya (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Telah diriwayatkan dari Said bin Manshur dan Hasan bahwa Umar ra berkata:
Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah-wilayah untuk meneliti siapa
yang memiliki kecukupan harta namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan
atas mereka membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam ! mereka bukanlah umat
Islam !
Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim jika memang jaraknya di
atas 80 km dari Mekkah. Adapun yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki
yang haram untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah) atau
karena sebab lain yang mubah, jika memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. Hal itu
berdasarkan hadist Abu Hurairah bahwasanya nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda
:
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk safar
sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya. (HR Bukhari dan
Muslim )
Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka hajinya tetap sah, tetapi dia
berdosa karena melanggar larangan. Jika dia pergi haji bersama rombongan perempuan
dan aman dari fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya.
Adapun perempuan yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya yang jaraknya dengan
Mekkah tidak lebih dari jarak dibolehkannya sholat qashar, maka muhrim bukanlah
syarat didalam melaksanakan ibadah haji.
Pembahasan Ketujuh : Hukum Orang Yang Tidak Mampu Haji dan Menjadi Wakil
Untuknya
Barangsiapa yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri, karena sakit atau sudah
lanjut usia, sehingga kesulitan untuk menaiki kendaran atau kesulitan berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain dalam ibadah haji, maka dia boleh mencari orang
yang mampu mewakilinya, jika hal itu bisa dilakukannya. Sebagaimana hadist Ibnu
Abbas :
,
,
:
?
:
,
Dan disyaratkan bagi yang mewakili haji, bahwa dia sudah pernah melaksanakan ibadah
haji. Hal ini sesuai dengan hadist :
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang
mengucapkan; Labbaika 'An Syubrumah (ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu untuk
Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab;
saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji
untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk
dirimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan hadist ini
dishahihkan Ibnu Hibban)
Yang mewakili hendaknya berangkat dari kota tempat tinggal orang yang diwakilinya,
seorang laki-laki boleh mewakili perempuan dan sebaliknya perempuan boleh mewakili
laki-laki.
Jika yang berhalangan tadi kemudian menjadi mampu, maka tidak wajib baginya
melaksanakan ibadah haji lagi, karena dia telah mengerjakan apaapa yang
diperintahkan kepadanya, sehingga tidak diwajibkan mengulanginya.
Yang mewakilinya berhak mengambil biaya haji darinya, dan jika dia mengambil lebih
dari biaya yang dibutuhkan maka hal itu dibolehkan.
1. Adapun jika dia sudah mati, maka tidak apa-apa seorang wakil menghajikannya
secara cuma-cuma tanpa seijinnya.
Selayaknya bagi yang melakukan ibadah haji, untuk memperhatikan adab-adab di bawah
ini :
Seyogyanya bagi yang ingin melaksankan ibadah haji, sebelum meninggalkan rumahnya,
untuk menghadirkan niat bahwa dia keluar melaksanakan ibadah haji hanya karena Allah
semata, dengan mengharap pahala dari-Nya, bukan mengharap untuk diberi gelar pak
haji, atau agar orang sekitarnya melihat bahwa dirinya pergi haji dan pergi ke Mekkah,
sebagaimana hadist Umat bahwasanya nabi shallallahu alahi wassalam bersabda :
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung)
apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau
karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa
dia diniatkan"(HR Bukhari dan Muslim )
Artinya barang siapa yang hajinya diniatkan karena Allah dan benar-benar dilaksanakan
karena-Nya, maka akan mendapatkan pahala di sisi Allah.
Seyogyanya bagi yang ingin pergi haji untuk mempelajari hukum-hukum terkait dengan
haji dan serta mengikuti nabi dalam melaksanakan ibadah haji secara keseluruhan, baik
perkataan dan perbuatannya. Hal itu sesuai dengan hadist Jabir bahwasanya nabi
shallallahu alaihi wassalam bersabda :
Ini bisa terlaksana dengan mempelajari hukum-hukum terkait dengan haji serta
membaca buku yang lebih terperinci. Kemudian memperbanyak di dalam menelaahnya
sehingga dia bisa melaksanakan ibadah haji ini dengan lebih sempurna dan lebih sesuai
dengan sunnah. Begitu juga hendaknya dia menghadiri kajian-kajian yang membahas
tentang haji, sehingga dari kajian-kajian tersebut akan diketahui hukum-hukum haji dan
tata cara pelaksanaannya.
Hendaknya dalam perjalanan hajinya dia mencari orang-orang yang mulia, mempunyai
sopan-santun dan berakhlaq baik, yaitu dengan cara memilih travel yang sudah terkenal
profesional, melaksanakan kewajibannya, membantu orang-orang yang ikut dengannya
untuk bisa melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.
Hendaknya mencari seorang penuntut ilmu untuk menyertai rombongan haji, karena
amalan-amalan haji tidak cukup hanya berbekal pengetahuan saja, tetapi perlu ada
seorang ulama yang berusaha mengamalkan sunnah dan mengetahui tentang hukum-
hukum haji. Jika tidak didapatkan seorang ulama atau penuntut ilmu, maka paling tidak
ada orang yang pernah melaksankan haji yang berusaha untuk menyempurnakan ibadah
haji ini.
2. Menghindari dari ahli bidah dan khurafat yang sering memalingkan dari
beribadah dan berdoa kepada Allah kepada berdoa kepada selain-Nya serta lebih
memilih untuk mencari bangunanbangunan dari peninggalan bersejarah untuk
mengusap-usapnya dan mengusap-usap Kabah serta Maqam Ibrahim yang sering
menyebabkan pertengkaran, padahal mestinya mereka menunaikan ibadah haji
ini dengan baik
5. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik selama perjalanan, dan selama
pelaksanaan ibadah haji, serta berusaha untuk melawan hawa nafsu untuk
mewujudkan hal itu, sehingga temanmu menjadi rela untuk bersamamu. Dan
hendaknya anda bisa bersabar untuk menjauhi dari permusuhan dan perkelahian
yang sering timbul pada saat melakukan perjalanan dan pada saat terjadinya
desak-desakan.
6. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang, dan berdoa ketika keluar rumah
dan ketika hendak melakukan perjalanan. Hendaknya dia berdoa ketika keluar
rumah, sebagaimana di dalam hadist Ummu Salamah radhiyallahu anha bahwa
Nabi shallallahu alaihi wassalam jika keluar rumah beliau berdoa :
.
.
Dengan nama Allah. Aku bertawakkal kepadaNya dan tiada daya dan upaya kecuali
karena pertolongan Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu jangan
sampai aku sesat atau disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau
dianiaya, berbuat bodoh atau dibodohi. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad
shahih)
: . .
Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang
menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah!
Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon
perbuatan yang meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan
dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah teman dalam bepergian dan yang
mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek
dalam harta dan keluarga. Apabila kembali, doa di atas dibaca, dan ditambah: Kami
kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami. (HR.
Muslim dari hadist Ibnu Umar)
Jika jalan sedang menanjak hendaknya dia mengucapkan : Allahu Akbar , jika dia
menuruni lembah atau tempat yang rendah, hendaknya mengucapkan : Subhanallah
, ini berdasarkan hadist Jabir :
Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata: "Apabila kami berjalan mendaki
(naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih (HR. Bukhari)
Hendaknya dia jangan lupa untuk selalu berdzikir ketika berpindah-pindah tempat, dan
untuk selalu mengulangi hafalan al Qurannya dan untuk selalu melaksanakan sholat
witir walaupun sedang berada di atas kendaran atau di atas pesawat terbang, karena
sholat nafilah boleh dilakukan oleh muafir di atas kendaraannya.
1. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang yang mampu,
sehingga bisa membantu temannya dan berbuat baik kepadanya, sebagaimana di
dalam hadist :
Hendaknya dia menjadikan bekal haji dari hartanya yang terbaik , karena sesungguhnya
Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik juga.
Dia hendaknya meng-qashar sholat dan menjamanya jika hal itu dibutuhkan, karena dia
sedang melakukan perjalanan atau sedang istirahat, maka membutuhkan untuk
menjama sholatnya karena kecapaian atau mengantuk.
1. Hal ini berdasarkan hadist bahwa nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda :
1. Jika dalam perjalanan pulang dia melewati jalan yang menanjak hendaknya
mengucapkan :
,
,
,
,
,
,
,
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan kecuali Allah, dzat
yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan dan
segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kami kembali bertaubat serta
kami menyembah kepada Tuhan kami , seraya kami memuji-Mu. Allah menetapi pada
janji-Nya, menolong hamba-Nya, serta mampu (memporak porandakan) pasukan Ahzab
dengan sendiri.
Sesungguhnya Nabi saw mengucapkan doa tersebut dalam perjalanan pulang dari
haji atau jihad, sebagaimana dalam hadist Ibnu Umar yang disebutkan Imam Malik dalam
kitab al Muwattha dalam riwayat Muhammad bin Hasan.
Berilah kesempatan kepada keluarga kalian untuk bersiap-siap dan berhias (untuk
menyambut kedatangan kalian)." (Hr Bukhari dan Muslim dari hadist Jabir)
Dan hendaknya dia menuju masjid terlebih dahulu jika sudah sampai, untuk melakukan
sholat dua rekaat. Karena sesungguhnya perbuatan ini merupakan sunnah nabi yang
pertama kali beliau laksanakan ketika sampai di kotanya.
Pengertian, Hukum, Sunnah, Jenis, Tata Cara dan
Manfaat Haji
A. Pengertian Haji
Haji berasal dari Bahasa Arab : ( Hajj) adalah rukun (tiang agama)
Islam yang kelima setelah mengucap dua kalimat syahadat, salat 5 waktu,
mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhon. Menunaikan ibadah
haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan
kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan
berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat
di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim
haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa
dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat
Islam bermalam di Mina,wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada
tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar
batu simbolisasi
B. Hukum Haji
1. Sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran (3) : 97.
(b) sehat jasmani , artinya tidak dalam keadaan sakit atau mengidap
penyakit yang dapat membahayakan dirinya atau jemaah lain. Selain itu
juga adanya persiapan mental dengan cara menyucikan hati seperti
berdoa, berzikir atau bersedekah,
(a) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah
(b) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian,
2. Dalil As Sunnah
Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini
berarti menunjukkan wajibnya.
.
- -
Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini
yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan
perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih
tetap ada, seperti thawaf, sai, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja
pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang
sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang
salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk
syara (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Quran dan sunnah
rasul. Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa
yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi
Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah
serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim.
Ritual sai, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak
tinggi di sekitar Kabah yang sudah menjadi satu kesatuanMasjid Al
Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi
Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf
di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi
Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh
umat manusia.
Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin
dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu,
sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
1) Beragama
Islam
2) Telah dewasa
(baligh)
3) Berakal
sehat
4) Merdeka (bukan budak atau
hamba)
5) Mampu (istitaah).
Catatan :
Anak yang belum dewasa apabila menunaikan ibadah haji maka
hukumnya sunnah sehingga ia harus mengulang menunaikan ibadah haji
karena hukumnya masih wajib baginya apabila sudah dewasa.
1) Islam
2)Berakal
3) Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu
tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu lainnya. Abullah bin
Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu
tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqodah, dan sepuluh hari (pertama)
dari bulan Dzulhijja 4) Miqot makani, artinya haji
(penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang telah
ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah
Arofah. Thowaf dilakukan di sekeliling Kabah. Sai dilakukan di jalan
antara Shofa dan Marwah. Dan seterusnya.
F. Rukun Haji
Rukun haji adalah rangjaian amalan haji yang harus dikerjakan. Apabila
amalan tersebut tidak dikerjakan. Apabila amalan tersebut tidak
dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah atau batal dan tidak boleh
diganti dengan dam atau denda. Akan tetapi, harus mengulang hajinya
pada waktu yang lain.
1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Thowaf ifadhoh
4. Sai
5. Tahalul (bercukur)
6. Tertib dan berurutan.
Jika salah satu dari rukun ini tidak ada, maka haji yang dilakukan tidak
sah.
Rukun pertama: Ihram
Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik
haji. Siapa yang meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Lafazh talbiyah:
. . .
Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang luput
dari wukuf di Arafah, hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, Para ulama
sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah bagian dari rukun haji dan siapa
yang luput, maka harus ada haji pengganti (di tahun yang lain).
Nabishallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Haji adalah wukuf di Arafah. (HR. An Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889,
Ibnu Majah no. 3015. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di
Arafah, walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk,
berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci
(seperti haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Waktu dikatakan
wukuf di Arafah adalah waktu mulai dari matahari tergelincir (waktu
zawal) pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga waktu terbit fajar Shubuh
(masuk waktu Shubuh) pada hari nahr (10 Dzulhijjah). Jika seseorang
wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak sah berdasarkan
kesepakatan para ulama (Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 17: 49-50).
Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian
siang atau malam, maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang
hari, maka ia wajib wukuf hingga matahari telah tenggelam. Jika ia wukuf
di malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam Syafii
berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah (Fiqih
Sunnah, 1: 494).
Syarat-syarat thowaf:
1. Berniat ketika melakukan thowaf.
2. Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
3. Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
4. Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Kabah.
5. Kabah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
6. Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
7. Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
8. Memulai thowaf dari Hajar Aswad.
Catatan:
1. Ulama Syafiiyah berkata, Jika idh-tibaa dan roml dilakukan saat thowaf
qudum kemudian melakukan sai setelah itu, maka idh-tibaa dan roml tidak
perlu diulangi lagi dalam thowaf ifadhoh. Namun jika sai (haji) diakhirkan
hingga thowaf ifadhoh, maka disunnahkan melakukan idh-tibaa dan roml
ketika itu (Fiqih Sunnah, 1: 480).
2. Tidak ada bacaan dzikir atau doa tertentu untuk setiap putaran saat
thowaf. Sebagian jamaah menganjurkan demikian, namun tidak ada dalil
pendukung dalam hal ini, bahkan sering memberatkan.
Rukun keempat: Sai
Sai adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Syarat sai:
1. Niat.
2. Berurutan antara thowaf, lalu sai.
3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu
sebentar antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar
butuh.
4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.
F. Wajib Haji
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah
berpakaian ihram
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan
dari Arafah ke Mina)
3. Melontar Jumrah Aqabah tanggal 10 Zulhijah
4. Mabit di Mina pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah pada hari Tasyrik (tanggal 11,
12 dan 13 Zulhijah).
6. Tawaf Wada, Yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan
kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang waktu ihram.
G. Sunah Haji
a. Sunah-Sunnah Ihram:
1. Mandi ketika ihram
Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau melihat Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam mengganti pakaiannya untuk ihram lalu
mandi.
3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang bawah)
yang berwarna putih
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam berangkat dari Madinah setelah beliau menyisir rambut dan
memakai minyak, lalu beliau dan para Sahabat memakai rida dan izar
(kain ihram yang atas dan yang bawah).
:
:
.
Telah datang kepadaku Jibril dan memerintahkan kepadaku agar aku
memerintahkan para Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara
mereka ketika membaca talbiyah.
Oleh karena itu, dulu para Sahabat Rasulullah berteriak. Ibnu Hazm
rahimahullah berkata, Dulu ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam berihram suara mereka telah parau sebelum mencapai Rauha.
12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid haram dan
membaca:
.
c. Sunah-Sunnah Thawaf
14. Al-Idhthiba
Yaitu memasukkan tengah-tengah kain ihram di bawah ketiak kanan dan
menyelempangkan ujungnya di pundak kiri sehingga pundak kanan
terbuka, berdasarkan hadits Yala bin Umayyah bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam thawaf dengan idhthiba.
19. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama thawaf yang pertama kali
(thawaf qudum)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam ketika thawaf mengitari Kabah, thawaf yang pertama
kali, beliau berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan empat putaran,
dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir kembali di Hajar Aswad.
21. Berdoa di antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar Aswad) dengan
doa sebagai berikut:
Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa Neraka.
Kemudian membaca dalam shalat dua rakaat itu surat al-Ikhlash dan
surat al-Kaafirun, berdasarkan hadits Jabir bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau sampai di maqam Ibrahim
Alaihissallam beliau membaca:
Lalu beliau shalat dua rakaat, beliau membaca dalam shalat dua rakaat
itu {
} dan{
} .
24. Iltizam tempat di antara Hajar Aswad dan pintu Kabah dengan cara
menempelkan dada, wajah dan lengannya pada Kabah
Berdasarkan hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, ia
berkata, Aku pernah thawaf bersama Abdullah bin Amr, ketika kami
telah selesai dari tujuh putaran tersebut kami shalat di belakang Kabah.
Lalu aku bertanya, Apakah engkau tidak memohon perlindungan kepada
Allah? Ia menjawab, Aku berlindung kepada Allah dari api Neraka.
Berkata (perawi), Setelah itu ia pergi dan mengusap Hajar Aswad. Lalu
beliau berdiri di antara Hajar Aswad dan pintu Kabah, beliau
menempelkan dada, tangannya dan pipinya ke dinding Kabah, kemudian
berkata, Aku melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melakukan
hal ini.
d. Sunnah-Sunnah Sai:
26. Mengusap Hajar Aswad (seperti yang telah lalu)
27. Membaca:
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syiar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullaah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sai di antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu ke-bajikan dengan kerelaan hati,
maka sesungguhnya Allah Mahamen syukuri kebaikan lagi
Mahamengetahui. [Al-Baqarah: 158]
Kemudian membaca:
Bacaan ini dibaca setelah dekat dengan Shafa ketika mau melakukan sai.
[23]
Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Yang
Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya
segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang
berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata. Yang melaksanakan
janji-Nya, membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan
musuh sendirian.
Bagi jemaah haji atau umrah terdapat larangan yang tidak boleh
diabaikan. Larangan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Larangan bagi jemaah haji laki laki memakai pakaian yang dijahit dan
memakai tutup kepala.
2)
Larangan bagi jemaah perempuan memakai tutup muka dan sarung
tangan.
Larangan bagi jemaah haji laki laki dan perempuan antara lain memakai
wewangian, mencabut dan mencukur rambut dan bulu badan, memotong
kuku, menikah atau menjadi wali nikah, berhubungan suami istri,
memburu, membunuh binatang, berkata yang tidak senonoh, dan berbuat
maksiat.
Pengertian Dam dari segi bahasa ialah darah, yakni denda yang dikenakan
oleh jemaah haji yang melanggar larangan atau meninggalkan wajib haji
atau umroh.
Ada beberapa hal wajib saat melakukan ibadah haji yang bisa digantikan
dengan Dam sebagai berikut ini:
1. Dam Hadyu.
Yaitu dam yang diwajibkan bagi mereka yang melaksanakan haji Tamattu
atau haji Qiran, dan jika tidak mampu membeli binatang hadyu, maka
wajib melaksanakan puasa selama 10 hari. Tiga hari dilakukan pada masa
haji dan yang tujuh hari dilakukan setelah kembali ke kampung halaman.
Yaitu dam yang diwajibkan atas orang yang sedang dalam ihram, lalu
mencukur rambutnya karena sakit atau sesuatu yang mengganggu
kepalanya, seperti kutu dan lain sebagainya, berdasarkan pada firman
Allah:
Maka jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya untuk berfidyah, yaitu
berpuasa, bersedekah atau berkurban
3. Dam Jazaa.
Yaitu dam yang wajib dibayar oleh orang yang sedang berihram bila
membu-nuh binatang buruan darat. Adapun bina-tang buruan laut, maka
tidak ada dendanya.
4. Dam Ihshar.
Dam yang wajib dibayar oleh jamaah haji yang tertahan atau terkepung
sehingga tidak dapat menyempurnakan manasik hajinya, baik
tertahannya disebabkan karena sakit, terhalang oleh musuh atau sebab-
sebab lainnya, sementara dia tidak mengucapkan persyaratannya pada
awal ihramnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhannahu wa Taala
Maka jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit),
sembelihlah binatang hadyu yang mudah didapat
5. Dam Jima.
Yaitu dam yang diwajibkan kepada jamaah haji yang dengan sengaja
mengum-puli isterinya ditengah pelaksanaan iba-dah haji.
I. Fungsi Haji