Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Teori Tentang Sikap

1. Pengertian Sikap
Menurut Gordon Allport (1980) dikutip dalam Lestari (2015)

menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi

terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa

kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk

bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu

stimulus yang menghendaki adanya respons.


Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010) dikutip dalam Lestari

(2015) mendefinisikan pengertian sikap dengan sangat sederhana bahwa

sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus

atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan

gejala kejiwaan yang lain.


Menurut Allport (1954) dikutip dalam Lestari (2015) menyatakan

bahwa sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang

berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual

masing-masing, mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai

objek dan situasi.


Menurut Notoatmodjo (1993) dikutip dalam Sunaryo (2013)

menyatakan sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.


Jadi, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu proses penilaian

yang dilakukan seseorang terhadap


9 suatu objek atau situasi yang disertai
adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tua tersebut

untuk membuat respon atau perilaku dalam cara yang tertentu yang diteliti.
2. Komponen Pokok Sikap
Ada tiga komponen pokok tentang sikap yaitu kepercayaan

(keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional

dan evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak (trend

to be have). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini

pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting

(Lestari, 2015).
Menurut Azwar S dikutip dalam Lestari (2105) struktur sikap

terdiri atas 3 komponen yang sangat menunjang yaitu :


a. Komponen kognitif
Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki

oleh individu yang mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif

ini dapat disamakan dengan pandangan (opini).

b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek

sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang

biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan

merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh

yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.


c. Komponen konatif
Komponen konatif merupakan komponen perilaku yang cenderung

untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu.
3. Fungsi Sikap
Menurut Atkinson, Smith, & Bem (1996) dikutip dalam Sunaryo

(2013) menyatakan bahwa sikap memiliki beberapa fungsi :

a. Fungsi instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau mamfaat, dan

menggambarkan keadaan keinginan. Sebagaimana kita pahami bahwa

untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan suatu sarana yang disebut

sikap. Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai tujuan,

individu akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut atau

sebaliknya.
b. Fungsi pertahanan ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari

kecemasan atau ancaman harga dirinya.


c. Fungsi ekspresi nilai
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.

Sistem nilai yang terdapat pada diri individu yang dapat dilihat dari

sikap yang diambilnya bersangkutan terhadap nilai tertentu.


d. Fungsi pengetahuan
Sikap ini membantu individu dalam memahami dunia, yang

membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang

perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari.


e. Fungsi penyesuaian sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari

masyarakat. Dalam hal ini, sikap yang diambil individu tersebut akan

sesuai dengan lingkungannya.


4. Ciri-ciri Sikap
Menurut Gerungan (1996), Ahmadi (1999), dan Sarwono (2000)

dikutip dalam Sunaryo (2013) mengungkapkan bahwa sikap memiliki

beberapa ciri tersendiri, yaitu:


a. Sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari (learnability) dan

dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang

perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.


b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk

itu sehingga dapat dipelajari.


c. Sikap tidak berdiri sendiri, namun selalu berhubungan dengan objek

sikap.
d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada

sekumpulan atau banyak objek.


e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga berbeda

dengan pengethuan.
5. Tingkatan Sikap
Menurut Lestari (2015) sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
a. Menerima (receiving)
Menerima atau diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.


b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas dari hal tersebut,

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima

ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subyek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain berespon.

d. Bertanggung jawab (responsible)


Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil

sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil

resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Lestari (2015) mengemukakan ada beberapa faktor yang

ikut berperan dalam membentuk sikap anatara lain yaitu :

a. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan

akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat

mempunyai tanggapan atau penghayatan, seseorang harus mempunyai

pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah

penghayatan itu akan membentuk sikap positif ataukah negative, akan

tergantung pada berbagai faktor lain.


b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen

sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap

penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap

gerak tingkah dan pendapat kita, atau seseorang yang tidak ingin kita

kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak

mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara

orang-orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah

orangtua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya,

teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup

dalam budaya yang mempunyai norma longgar dalam pergaulan

heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang

mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan

kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita mempunyai sikap

negative terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan

kepentingan perorangan.
d. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Media massa membawa pesan-pesan yang berisi

sugesti yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan

memberi dasa afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah

arah sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama


Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu.
f. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap


merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau bentuk pengalihan

mekanisme pertahanan ego.


7. Pembentukan dan Perubahan Sikap
Menurut Sunaryo (2013) mengatakan bahwa sebagaimana

diketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari dan dan

dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang, perkembangan

selama hidupnya. Pembentukan sikap pada manusia sebagai makhluk

sosial tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu dengan lainnya

(eksternal). Di samping itu, apa yang datang dari dalam diri manusia

(internal) juga mempengaruhi pembentukan sikap. Dengan kata lain,

terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan

sikap manusia. Lihat Gambar 2.1.

FAKTOR INTERNAL OBJEK SIKAP


-Fisiologis
-Psikologis
-Motif
SIKAP

FAKTOR EKSTERNAL
-Pengalaman REAKSI
-Situasi
-Norma
-Hambatan
-Pendorong
Gambar 2.1
pengaruh sikap pada individu

8. Pembentukan Sikap
Menurut Lestari (2015) sikap dibentuk melalui empat macam

pembelajaran sebagai berikut :


a. Pengkondisian klasik (classical conditioning)
Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus/rangsang

selalu diikuti oleh stimulus/rangsang yang lain, sehingga rangsang

yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsang yang kedua.

b. Pengkondisian instrumental (instrumental conditioning)


Proses pembelajaran terjadi ketika sautu perilaku mendatangkan

hasil yang menyenangkan bagi seorang, maka perilaku tersebut akan

diulangi. Sebaliknya, bila perilaku mendatangkan hasil yang tidak

menyenangkan bagi seseorang, maka perilaku tersebut tidak akan

diulangi lagi atau dihindari.


c. Belajar melalui pangamatan
Proses pembelajaran dengan cara mengamati perilaku orang lain,

kemudian dijadikan sebagai contoh untuk berperilaku serupa. Banyak

perilaku yang dilakukan seseorang hanya karena mengamati perbuatan

orang lain.
d. Perbandingan sosial (sosial comparison)
Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk

mengecek apakah pandangan kita mengenai sesuatu hal adalah benar

atau salah disebut perbandingan sosial.


9. Determinan Sikap
Menurut Walgito (2001) dikutip dalam Sunaryo (2013)

mengungkapkan bahwa terdapat empat hal penting yang menjadi

determinan (faktor penentu) sikap individu, yaitu:


a. Faktor fisiologis
Faktor yang penting dalam fisiologis adalah umur dan kesehatan,

yang menentukan sikap individu. Misalnya, orang muda umumnya

bersikap kurang perhitungan dengan akal, sedangkan orang tua

bersikap dengan penuh kehati-hatian. Orang sakit lebih memiliki sikap

yang lebih sensitif dibandingkan orang sehat.


b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap

berpengaruh terhadap sikap individu dalam menghadapi objek sikap

tersebut. Misalnya, individu yang pernah mengalami peristiwa

kerusuhan etnis akan bersikap negatif terhadap kerusuhan, pasien yang

pernah dirawat dengan sangat baik oleh perawat akan menaruh sikap

positif terhadap perawat tersebut.


c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap akan

menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.

Misalnya, individu yang meyakini bahwa hubungan seksual sebelum

nikah tidak sesuai dengan norma masyarakat dan agama. Oleh sebab

itu, individu tersebut tidak akan melakukan hal tersebut sebelum

melaksanakan pernikahan (bersikap negatif).


d. Faktor komunikasi sosial
`Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan

perubahan sikap pada diri individu tersebut. Misalnya, remaja

mendengar informasi dari TV bahwa penyalahgunaan narkoba itu


berbahaya bagi kesehatan sehingga sikap terhadap narkoba bersikap

negatif.

10. Pengukuran Sikap

Menurut Sunaryo (2013) sikap dalam penerapannya dapat diukur

dengan beberapa cara. Secara garis besar, pengukuran sikap dibedakan

menjadi dua cara, yaitu:

a. Secara langsung
Pengukuran sikap secara langsung dilakukan dengan cara subjek

langsung dimintai pendapat tentang bagaimana sikapnya terhadap

sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan padanya. Jenis-jenis

pengukuran sikap secara langsung meliputi langsung berstruktur dan

langsung tidak berstruktur.


1) Langsung berstruktur
Cara ini dilakukan dengan mengukur sikap melalui

pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu

instrumen yang telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada

subjek yang diteliti. Instrumen pengukuran sikap dapat dilakukan

dengan menggunakan skala Bogardus, Thurston, dan Likert.


2) Langsung tidak berstruktur
Pengukuran sikap dengan menggunakan tes. Pada

umumnya, pengukuran ini menggunakan skala semantik-

diferensial (teknik menggunakan skala berjenjang dalam

membahas arti kata) yang tersandar.

B. Tinjauan Umum Teori Tentang Penyuluhan Kesehatan


1. Pengertian Penyuluhan Kesehatan
WHO (1984) dikutip dalam Kholid (2015) merevitalisasi

pendidikan kesehatan dengan istilah promosi kesehatan, kalau pendidikan

kesehatan diartikan sebagai upaya perubahan perilaku maka promosi

kesehatan tidak hanya untuk perubahan perilaku tetapi juga perubahan

lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut.


Menurut Lawrence Green (1984) dikuti dalam Kholid (2015)

segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait

dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk

memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi

kesehatan.
Promosi kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif

(peningkatan) sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan),

kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya

kesehatan yang komprehensif (Kholid, 2015).


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) dikutip

dalam Kholid (2015) promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan

bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial

budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang berwawasan

kesehatan.
2. Prinsip-prinsip Promosi Keperawatan

Menurut Kholid (2015) mengemukakan ada beberapa prinsip dalam

promosi kesehatan yang sangat perlu dipahami adalah sebagai berikut:


a. Defenisi Promosi Kesehatan (Health promotion), adalah proses

pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan

melindungi kesehatannya (the process of enabling people to control

over and improve their health), lebih luas dari pendidikan atau

penyuluhan kesehatan.
b. Promosi kesehatan adalah upaya perubahan/perbaikan perilaku di

bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan

atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku

dan kualitas kesehatan.


c. Promosi kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif

(peningkatan) sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan),

kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian

upaya kesehatan yang komprehensif.


d. Promosi kesehatan sebenarnya juga lebih menekankan pada proses

atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak

kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan,

yaitu perubahan atau peningkatan perilaku individu dan masyarakat.

3. Pendekatan Pencegahan dalam Promosi Kesehatan

Pencegahan berdasarkan pendapat Leavell & Clark dikutip dalam

Kholid (2015), (Prepathogenesis Phase & Pathogenesis Phase).

a. Prepathogenesis-(Primary Prevention/pencegahan primer)


Prepathogenesis adalah suatu kejadian penyakit atau masalah

kesehatan.
Primary prevention merupakan suatu usaha agar masyarakat yang

berada dalam stage of optimum health tidak jatuh ke dalam stage yang

lebih buruk.
Primary prevention dilakukan dengan dua cara:
1) Health Promotion

Yaitu peningkatan status kesehatan masyarakat melalui;

a) Health education
b) Growth and development monitoring
c) Marriage counseling
d) Sex education
e) Pengendalian lingkungan/P2M
f) Askep prenatal
g) Stimulasi dan bimbingan dini
h) Perlindungan gizi
i) Penyuluhan untuk pencegahan keracunan

2) General and specifik protection


Imunisasi, personal hygiene, accidental safety, kesehatan kerja

perlindungan diri dari bahan kimia/toxin, pengendalian sumber

pencemaran.
b. Pathogenesis Phase
1) Secondary prevention (Pencegahan sekunder)
Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih sedang

sakit, dengan dua kegiatan;


a) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini &

pengobatan segera/adekuat), melalui:


Penemuan kasus secara dini, pemeriksaan umum lengkap,

penanganan terhadap kontak, dan lain-lain.


b) Disability limitation (pembatasan kecacatan)
(1) Penyempurnaan dan identifikasi terapi tujuan
(2) Pencegahan komplikasi
(3) Perbaikan fasilitas kesehatan
(4) Penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.
2) Tertiary prevention (pencegahan tersier)
Yaitu upaya pencegahan terhadap masyarakat yang setelah

sembuh dari sakit dan mengalami kecacatan antara lain:


Pendidikan kesehatan lanjutan, terapi kerja, perkampungan

rehabilitasi sosial, penyadaran masyarakat, lembaga rehabilitasi,

dan lain-lain.
4. Ruang Lingkup dan Sasaran Promosi Kesehatan

Secara umum promosi kesehatan adalah suatu upaya untuk

memengaruhi masyarakat, baik individu, maupun kelompok agar

berprilaku hidup sehat (Kholid, 2015).

Oleh sebab itu perlunya dipahami ruang lingkup maupun sasaran

dalam upaya promosi kesehatan dimasyarakat adalah sebagai berikut.

a. Ruang lingkup promosi kesehatan:


1) Mengembangkan kebijaksanaan pembangunan berwawasan

kesehatan.
2) Mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang

mendukung.
3) Memperkuat kegiatan masyarakat.
4) Meningkatkan keterampilan perorangan.
5) Mengarahkan pelayanan kesehatan yang lebih memberdayakan

masyarakat (Kholid, 2015).


b. Sasaran promosi kesehatan:
1) Sasaran primer
Sasaran primer adalah kelompok masyarakat yang akan

diubah perilakunya. Masyarakat umum yang mempunyai latar

belakang heterogen seperti yang disebutkan diatas, merupakan

sasran primer dalam pelaksanaan promosi kesehatan, sasaran


primer ini dikelompokkan menjadi kelompok kepala keluarga, ibu

hamil, ibu menyusui, anak sekolah, remaja, pekerja di tempat kerja,

masyarakat di tempat-tempat umum, dan sebagainya (Kholid,

2015).
2) Sasaran sekunder
Tokoh masyarakat setempat (formal, maupun informal)

dapat digunakan sebagai jembatan untuk mengefektifkan

pelaksanaan promosi kesehatan terhadap masyarakat (sasaran

primer). Tokoh masyarakat merupakan tokoh panutan bagi

masyarakatnya. Perilakunya selalu menjadi acuan bagi masyarakat

di sekitarnya. Oleh sebab itu, tokoh masyarakat dapat dijadikan

sasaran sekunder dengan cara memberikan kemampuan untuk

menyampaikan pesan-pesan bagi masyarakat, disamping mereka

sendiri dapat menjadi contoh perilaku sehat bagi masyarakat di

sekelilingnya (Kholid, 2015).


3) Sasaran tersier
Seperti telah disebutkan diatas bahwa masyarakat

memerlukan faktor pemungkin (enabling) untuk berperilaku sehat,

yakni sarana dan prasarana untuk terwujudnya perilaku tersebut

(Kholid, 2015).

C. Tinjauan Umum Teori Tentang Napza


1. Pengertian Napza
Napza adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif lain.

Istilah Napza pada umumnya digunakan oleh pihak kedokteran yang

menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari segi kesehata fisik,

psikis, dan sosial. Napza adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam

tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan syaraf

pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi

sosial, oleh karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi), serta

ketergantungan (dependensi) terhadap Napza. Istilah Napza sering disebut

juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga

menimbulkan perubahan perilaku, perasaan dan pikiran (Jazuli, 2006).


a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan

rasa, mengurangi hingga menghilngkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan (Lisa & Sutrisna, 2013).


Menurut UU Nomor 22 (1997) dikutip dalam Martono & Joewana

(2006) narkotika dibagi menurut potensi yang menyebabkan

ketergantungan adalah sebagai berikut.

1) Narkotika goliongan I adalah berpotensi sangat tinggi

menyababkan ketergantungan, tidak digunakan untuk terapi

(pengobatan). Contoh: heroin, kokain, dan ganja. Putauw adalah

heroin tidak murni berupa bubuk.


2) Narkotika golongan II adalah berpotensi tinggi menyebabkan

ketergantungan, digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir.

Contoh: morfin, petidin, dan metadon.


3) Narkotika golongan III adalah berpotensi ringan menyebabkan

ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh:

kodein.
b. Psikotropika
Menurut Lisa & Sutrisna (2013) mengatakan bahwa golongan

psikotropika terbagi atas tiga golongan antara lain:


a. Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan

ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta

mempunyai potensi yang amat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan, misalnya: Metil Dioksi Metamfetamin (MDMA)

(ekstasi) (Lisa & Sutrisna, 2013).


b. Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat

digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan, misalnya: metamfetamin (sabu).


c. Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma

ketergantungan, misalnya: pentobarbital dan flunitrazepam.


c. Zat adiktif
1) Alkohol, yang terdapat berbagai jenis minuman keras
2) Inhalasi/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang

terdapat berbagai keperluan pabrik, kantor, dan rumah tangga


3) Nikotin yang terdapat pada tembakau
4) Kafein pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala

tertentu (Martono & Joewana, 2006).


2. Jenis-jenis Napza
Menurut Lisa & Sutrisna (2013) mengemukakan ada beberapa jenis-

jenis Napza yaitu:


a. Opiat atau Opium (candu)
Opium merupakan zat adiktif yang didapat dari tanaman candu, zat

ini kadang digunakan dalam ilmu kedokteran sebagai analgesic atau

penghilang rasa sakit.

b. Ganja
Ganja adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih

dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya,

tetrahidrokanabinal (THC, tetra-hydro-cannabinal) yang dapat

membuat pemakainya euforia (rasa senang yang berkepanjangan

tanpa sebab).
c. Heroin
Heroin murni adalah serbuk putih dengan rasa pahit. Bentuk kristal

putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin

hidroklorida.
d. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan

pengaruh bagi penggunanya.


e. Morfin
Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan

agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja

langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit.


f. Kokain
Kokain merupakan alkaloid yang didapat dari tanaman

erythroxylon coca, yang berasal dari amerika selatan, daun dari

tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk

mendapatkan efek stimulan.


g. Amfetamin
Berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis

amfetamin yaitu MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan

nama ectacy.
h. Sedatif-Hipnitik (Benzodiazepin/BDZ)
Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur).
i. Alkohol
Merupakan salah satu zat yang sering disalahgunakan manusia.

Alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau

umbi-umbian.
j. Inhalasi atau Solven
Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup. Contohnya

aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning,

tinner, uap bensin.


3. Dampak yang ditimbulkan oleh Napza
Menurut Pieter, Janiwarti dan Saragih (2011) mengemukakan bahwa

secara umum dampak penggunaan Napza yaitu:


a. Halusinogen
Terutama ketika dikomsumsi dalam sekian dosis tertentu, seperti

halusinasi dengan melihat suatu hal yang sebenarnya tidak ada,

contohnya pemakaian kokaina


b. Stimulan
Yakni memberikan efek pada sistem kerja organ tubuh misalnya

jantung dan otak bekerja lebih cepat dari biasanya sehingga

membuatnya lebih bertenaga untuk sementara waktu, membuat

senang atau gembira sementara waktu.


c. Depresan
Yakni dapat menekan sistem saraf pusat dan mengurangi aktivitas

fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa

membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya adalah

penggunaan putaw.
d. Adiktif
Jika seseorang yang sudah mengkomsumsi narkoba biasanya akan

ingin dan ingin lagi, karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan

orang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba

memutuskan saraf otak. Contohnya ganja, heroin, dan putaw.


e. Analgesics
Yaitu obat penghilang rasa sakit, contohnya aspirin, parasetamol,

dan heroin.

D. Tinjauan Umum Teori Tentang Remaja


1. Pengertian Remaja

Menurut Landau (1994) dikutip dalam Afiatin (2010) menyatakan

bahwa masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju

dewasa awal, sering ditandai dengan konflik dan stres.


Masa remaja merupakan masa yang penting dan kritis (Sumiati et al.,

2009).

WHO (dalam sarwono, 2002) dikutip dalam Sumiati et al. (2009)

mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, psikologik, dan social

ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap

defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut :

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-

tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.


c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Adapun istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin

adolescere (kata belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence seperti yang

dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan

mental, emosional, spasial dan fisik (Hurlock, 1999, dikutip dalam

Nasution, 2007).
Menurut Hurlock (1999) dikutip dalam Nasution (2007)

mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana

individu berintegrasi dengan masyrakat dewasa, usia dimana anak tidak

lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Menurut monks (1999) dikutip dalam Nasution (2007) mengatakan

remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang

mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan

pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja

pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Menurut Hurlock (1999) dikutip dalam Nasution (2007)

menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang

dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

2. Karakteristik masa remaja


Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja

dalam menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri

antara lain menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk

mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian, pada fase ini ,

seorang remaja akan :


a. Menilai rasa identitas pribadi
b. Meningkatkan minat pada lawan jenis
c. Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh
d. Memulai perumusan tujuan okupasional
e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga (Sumiati et al., 2009).
3. Ciri-ciri remaja
Menurut Hurlock (1994) dikutip dalam Sumiati et al. (2009)

mengemukakan berbagai ciri dari remaja, diantaranya adalah :


a. Masa remaja adalah masa peralihan
Masa peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan

berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi

seorang anak dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa

yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk

membentuk gaya hidup dan menentukan pola prilaku, nilai-nilai dan

sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.

b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan


Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat,

perubahan prilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan

besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan

peran dan minat, perubahan pola prilaku dan perubahan sikap menjadi

ambivalen.
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk di atasi.

Hal ini terjadi karena terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya

sendiri tanpa meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang

terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.


d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa

dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas

dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan


dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin

mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.


e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak

rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berprilaku merusak, sehingga

menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa

peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena peran orang tua

yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai dan

menimbulkan pertentangan antara orang tua dengan remaja serta

membuat jarak diantara keluarga.


f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kecamatanya

sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain,

mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana

yang ia harapkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang

berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir

dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada prilaku yang dihubungkan

dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan

bertindak.
4. Tiga tahap proses perkembangan remaja
Menurut Monks (1999), Suryabrata (1981) dikutip dalam Sumiati

et al. (2009) mengatakan adapun tiga tahap proses perkembangan remaja

di sertai dengan karakteristiknya anatara lain:


a. Remaja awal (early adolescence) 12-15 tahun
Yang dimaksud dengan remaja awal (early adolescence) adalah

masa yang ditandai dengan berbagai perubahan tubuh yang cepat dan

sering mengakibatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri pada saat

remaja mulai mencari identitas diri.


b. Remaja pertengahan (middle adolescence) 15-18 tahun
Yang ditandai dengan bentuk tubuh yang sudah menyerupai orang

dewasa. Oleh karena itu remaja seringkali diharapkan dapat berprilaku

seperti orang dewasa, meskipun belum siap secara psikis. Pada masa

ini sering terjadi konflik, karena remaja sudah mulai ingin bebas

mengikuti teman sebaya. Yang erat kaitannya dengan pencarian

identitas, dilain pihak mereka masih tergantung dengan orang tua.


c. Remaja akhir (late adolescence) 18-21 tahun
Yang ditandai dengan pertumbuhan biologis sudah melambat,

tetapi masih berlangsung di tempat-tempat lain. Emosi, minat,

konsentrasi dan cara berpikir mulai stabil serta kemampuan untuk

menyelesaikan masalah sudah meningkat.


Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun,

dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun,

dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun,

umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan (Harlock, 2014). Umur adalah usia individu yang

terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun


Menurut Harlock (2014) mengemukakan bahwa jenis kelamin

adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies

sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi

seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis


kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada

manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan.


5. Perubahan Masa Remaja
Masa remaja terbagi atas tiga perubahan, yaitu:
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek

fisiologis, di masa remaja kelenjar hipofise menjadi masak dan

mengeluarkan beberapa hormon, seperti hormon gonotrop yang

berfungsi untuk mempercepat pematangan sel telur dan sperma, serta

mempengaruhi produksi hormon kortikortop berfungsi mempengaruhi

kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang

mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan

pertumbuhan (Monks dkk, 1999, dikutip dalam Sumiati et al., 2009).


Dampak dari produksi hormon tersebut menurut Atwater (1992)

dikutip dalam Sumiati et al., (2009) yaitu:


1) Ukuran otot bertambah dan semakin kuat
2) Testosteron menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel

telur sebagai tanda kemasakan


3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya

payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-

rambut halus disekitar kemaluan, ketiak dan muka.

b. Perubahan emosional
Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman

emosi yang ekstrim dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock,

1999, dikutip dalam Sumiati et al., 2009).


Menurut Nuryoto (1992) dikutip dalam Sumiati et al. (2009)

menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang

ditandai dengan sikap yaitu:


1) Tidak bersikap kekanak-kanakan
2) Bersikap rasional
3) Bersikap objektif
4) Dapat menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk

bertindak lebih lanjut


5) Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan
6) Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi.
c. Perubahan sosial
Menurut Monks, dkk (1999) dikutip dalam Sumiati et al. (2009)

mengatakan bahwa perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga

mengakibatkan perubahan dan perkembangan remaja. Ada dua bentuk

perkembangan remaja yaitu:


1) Memisahkan diri dari orang tua dan menuju kearah teman sebaya.

Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan

maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada diluar

rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan

membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang

dimilik. Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap

pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan, dan perilaku.


2) Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual.

Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak

menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin

diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan

kelompoknya.
6. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Menurut Sumiati et al. (2009) mengatakan bahwa semua tugas-

tugas perkembangan masa remaja terfokus pada bagaimana melalui sikap

dan pola perilaku kanak-kanak dan mempersiapkan sikap dan perilaku

orang dewasa. Rincian tugas-tugas pada masa remaja ini adalah sebagai

berikut:
a. Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman seusia dari kedua

jenis kelamin
b. Mencapai peran sosial feminim atau maskulin
c. Menerima fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Meminta, menerima dan mencapai perilaku bertanggung jawab secara

sosial
e. Mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua dan orang

dewasa lainnya
f. Mempersiapkan untuk karir ekonomi.
E. Tinjauan umum teori tentang penyalahgunaan Napza
1. Pengertian penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan Napza merupakan masalah yang kompleks dan

memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan

jiwa, maupun psikososial (Afiatin, 2010).


Penyalahgunaan Napza adalah pemakaian Napza secara terus

menerus atau sekali-kali secara berlebihan dan tidak menurut petunjuk

dokter (WHO, 1984, dikutip dalam Sumiati et al., 2009).


Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat yang berlebihan secara

terus menerus atau berkala, diluar maksud medik atau pengobatan.


Sementara menurut Gordon (2000) dikutip dalam Afiatin (2010)

membedakan pengertian pengguna, penyalah guna, dan pecandu narkoba.

Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba

hanya sekedar untuk bersenang-senang.


2. Alasan remaja menggunakan Napza
Menurut Hermawan (1986) dikutip dalam Afiatin (2010)

mengatakan bahwa alasan remaja menggunakan Napza yaitu:


a. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan

yang berbahaya seperti berkelahi dan ngebut.


b. Untuk menantang atau melawan otoritas, misalnya orangtua, guru, dan

hukum
c. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks
d. Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-

pengalaman emosional
e. Untuk berusaha agar menemukan arti dalam hidup
f. Untuk mengisi kekosongan dan perasaan bosan karena kurang

kesibukan
g. Untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan

oleh suatu masalah yang tidak dapat diatasi dan jalan-jalan fikiran

yang buntu
h. Untuk mengikuti kemauan teman dan memupuk solidaritas dengan

teman
i. Karena didorong rasa ingin tahu dan iseng
3. Kelompok-kelompok penyalahgunaan Napza
Menurut Hawari (1998) dikutip dalam Afiatin (2010) menyebutkan

ada tiga kelompok besar penyalah guna beserta resiko yang dialaminya

yaitu:
a. Kelompok ketergantungan primer
Yang ditandai dengan adanya kepribadian yang tidak stabil,

mengalami gangguan, cemas, dan defresi. Mereka mencoba

mengobati sendiri gangguan yang dialami tanpa berkonsultasi kepada

dokter sehingga terjadi penyalahgunaan sampai pada tingkat

ketergantungan.
b. Kelompok ketergantungan simtomatis
Yang ditandai dengan adanya kepribadian anti sosial (psikopatik).

Mereka menggunakan narkoba tidak hanya diri sendiri, tetapi juga


menularkannya kepada orang lain dengan berbagai cara sehingga

orang lain dapat terjebak ikut memakai hingga mengalami

ketergantungan yang serupa


c. Kelompok ketergantungan reaktif
Kelompok ini terutama terdapat pada remaja karena dorongan

ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan kelompok teman sebaya


4. Dampak penyalahgunaan Napza
Menurut Rachim (2001) dikutip dalam Afiatin (2010) mengatakan

bahwa ancaman penyalahgunaan narkoba bersifat multi dimensional:

kesehatan, ekonomi, sosial, dan pendidikan, keamanan dan penegakan

hukum.
a. Dari dimensi kesehatan penyalahgunaan narkoba dapat

menghancurkan dan merusak kesehatan manusia, baik kesehatan

jasmani maupun kesehatan rohani


b. Dari dimensi ekonomi memerlukan biaya besar
c. Dari dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebabkan perubahan ke

arah perilaku asusila dan anti sosial


d. Sedangkan dari dimensi keamanan dan penegakan hukum dapat

mendorong terjadinya tindakan-tindakan yang mengganggu

masyarakat dan pelanggaran hukum lainnya.


5. Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan Napza pada Remaja
Penyalahgunaan NAPZA biasa didasari atas beberapa hal yang

menyebabkan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. Pada dasarnya

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Pertama, sebab-sebab

yang berasal dari faktor individu seperti pengetahuan, sikap, kepribadian,

jeins kelamin, usia, dorongan kenikmatan, perasaan ingin tahu, dan untuk

memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Kelompok kedua berasal

dari lingkungannya seperti pekerjaan, ketidakharmonisan keluarga, kelas


sosial ekonomi, dan tekanan kelompok (Badri, 2013, dikutip dalam

Sholihah, 2014).
Sedangkan menurut Pieter, Janiwarti dan Saragih, (2011) ada 3

faktor remaja menggunakan Napza yaitu:


a. Faktor narkoba itu sendiri
1) Tersedia dan mudah mendapatkannya
2) Khasiat yang diinginkan yakni menghilangkan rasa sakit, menenangkan

dan menidurkan
3) Informasi yang berlebihan mengenai khasiat tersebut.
b. Fakor personal
1) Ingin tahu dan coba-coba
2) Ingin diterima dan masuk dalam lingkungan tertentu, yang sudah

biasa menyalahgunakan obat (narkoba)


3) Ingin mendemonstrasikan kebebasan
4) Ingin memperoleh kenikmatan dari efek narkoba (obat)
5) Ingin mencapai ketenangan yang maksimal
6) Ingin menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan
7) Ingin dibilang dewasa modern.
c. Faktor lingkungan
1) Masyarakat menerima penggunaan obat tertentu, bersikap masa

bodoh, dan kurangnya kontrol sosial


2) Mudahnya sarana informasi dan gencarnya informasi
3) Peranan keluarga yang tidak harmonis, broken home, perceraian,

dan kurangnya pengawasan orang tua pada anak


4) Peranan teman sebaya yang menyalahgunakan narkoba
5) Bergaul dengan penyalahgunaan dan pengedar narkoba
6) Bersekolah di lingkungan yang rawan dan sering terjadi

penyalahgunaan narkoba
7) Bertempat tinggal di lingkungan peredaran dan penyalahgunaan

narkoba.
6. Klasifikasi penyalahgunaan Napza
Mennurut Pieter, Janriwati, dan Saragih (2011.) mengatakan bahwa

klasifikassi penyalahgunaan Napza ada 5 yaitu:


a. Experiment user adalah mereka pada umumnya menggunakan

narkoba tanpa motivasi tertentu dan hanya didorong oleh perasaan

ingin tahu saja.


b. Rekreational user adalah mereka sudah lebih sering menggunakan

narkoba, namun pemakaiannya masih terbatas dan hanya pada waktu

tertentu, seperti pada pesta rekreasi.


c. Situational user adalah mereka yang menggunakan narkoba jika

menghadapin situasi yang sulit, karena mereka menganggap tidak

sanggup mengatasi masalah tanpa bantuan narkoba.


d. Intensified user adalah mereka yang menggunakan secara kronis,

paling tidak sehari sekali. Kelompok ini sudah merasa sebagai

kebutuhannya atas narkoba sebagai bentuk kenikmatan dan pelarian

diri dari tekanan-tekanan psikologis atau masalah yang sedang

dihadapi.
e. Compulsive dependence user adalah mereka yang menggunakan

narkoba secara berlebihan, rutin, dan dengan dosis yang tinggi.


7. Pencegahan penyalahgunaan Napza pada remaja
Berbicara tentang masalah pencegahan penyalahgunaan Napza ada

beberapa upaya dalam arti prevensi primer dapat kita upayakan dirumah,

di sekolah/kampus, di tempat kerja, dan dilingkungan sosial/masyarakat.

Prevensi primer ini menggunakan metode dalam bentuk sebuah

penyuluhan terhadap bahaya penyalahgunaan Napza. Penyuluhan ini

dilakukan kepada remaja maupun masyarakat yang belum terpapar dengan

Napza dan yang beresiko terpapar oleh Napza, penyuluhan ini untuk

memberikan sebuah informasi kepada remaja maupun masyarakat tentang


dampak yang ditimbulkan oleh Napza terhadap kesehatan tubuh bauk

jasmani maupun rohani (Hawari, 2012).


Adapun upaya pemerintah bekerja sama dengan masyarakat adalah

mengadakan penyuluhan mengenai narkoba dan bahayanya. Untuk itulah,

upaya penyuluhan secara terpadu dan komunikatif perlu diadakan pada

berbagai lingkungan. Terutama dilingkungan anak remaja. Misalnya dalam

sekolah-sekolah, lingkungan RT dan RW. Jika hasilnya belum tentu

mencapai 100%, namun setidaknya akan cukup memberikan masukan

yang baik bagi pengetahuan masyarakat. Tidak pernah ada kata terlambat

dalam mencegah masyarakat dari penyalahgunaan narkoba. Upaya

melindungi anak-anak dan remaja serta masyarakat umum untuk

mengetahui bahaya narkoba perlu dipelihara setiap saat. Untuk akhirnya

akan mempunyai jiwa kepedulian menjaga dirinya agar tidak terjatuh ke

dalam pemakaian obat haram itu (Jazuli, 2007).


pencegahan penyalahgunaan narkoba dengan megunakan beberapa

cara yaitu promotif dan preventif, dan mobilisasi (Sofiana & Nasution,

2014).
a. Promotif
Disebut juga program pembinaan. Program ini ditunjukkan kepada

masyarakat yang belum memakai narkoba. Prinsipnya adalah dengan

meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata

lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh

kebahagiaan semu dengan memakai narkoba.


b. Preventif
Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada

masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui


seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk

menyalahgunakannya bentuk agenda kegiatan adalah berupa

penyuluhan yang bersifat dialog dengan tanya jawab yang berupa

seminar, ceramah dll, dengan tujuan mendalami berbagai masalah

tentang narkoba sehingga masyarakat benar-benar tahu dan karenanya

tidak tertarik untuk penyalahguanaan. dengan penyuluhan ada dialog

atau tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam.


c. Mobilisasi
Mobilisasi merupakan langkah penting dalam proses pencegahan

penyalahgunaan narkoba. Mobilisasi perlu dilakukan untuk

membangun kebersamaan. beberapa langkah mobilisasi yang bisa

dilakukan adalah:
1) Memberikan pelatihan atau orientasi kepada kelompok pelopor

(kelompok yang paling mudah menerima issu)


2) Mengkonsolidasikan mereka yang telah mengikuti pelatihan

menjadi kelompok pendukung (kader)


3) Mengembangkan jaringan informasi diantara anggota dan

masyarakat
Adapun metode pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja

yang digunakan adalah promotif, preventif dan mobilisasi. Metode

promotif dan preventif adalah metode yang paling mendasar. Program ini

merupakan program pembinaan melalui penyuluhan dan pelatihan yang

ditujukan pada remaja yang belum memakai dan belum mengenal narkoba.

Berdasarkan hal tersebut pembinaan dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:

(Sofiana & Nasution, 2014).


a. Identifikasi para remaja, tokoh agama dan tokoh masyarakat dari

sebagai peserta penyuluhan dan pelatihan


b. Penyuluhan dan Pelatihan
1) Penyuluhan
Penyuluhan mengenai pencegahan narkoba bersifat dialog

dan tanya jawab tujuannya adalah untuk mengetahui seluk beluk

narkoba dan dampak buruk penyalahgunaan narkoba. Memberikan

penyuluhan mengenai berbagai jenis narkoba, ciri-ciri narkoba dan

pengguna narkoba serta pembahasan mengenai bahaya narkoba

dari sisi kesehatan.


2) Pelatihan
Pelatihan dilakukan untuk dapat menanggulangi masalah

narkoba secara lebih efektif. Program ini bertujuan untuk

pengenalan materi narkoba lebih mendalam lagi, disertai simulasi

penanggulangan, menolong penderita dll.

F. Penelitian Terkait
Penelitian dengan judul efektivitas penyuluhan kesehatan terhadap sikap

remaja dalam mencegah penyalahgunaan Napza di Kelurahan Kasimpureng

Kecamatan Ujungbulu Kabupaten Bulukumba Tahun 2016. memiliki beberapa

penelitian yang terkait, yaitu:


1. Sholihah Qomariyatus (2015) efektivitas program Pemberantasan

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (p4gn) terhadap

pencegahan penyalahgunaan napza. Penelitian ini merupakan penelitian

observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

Sampel pada penelitian ini adalah berjumlah 50 orang dengan

menggunakan totaly sampling. Hasil uji Wilcoxon, dengan uji tersebut

diperoleh nilai significancy 0,0001 (p<0,05), dengan demikian dapat


disimpulkan terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara

sebelum penyuluhan dengan sesudah dilakukan penyuluhan.


2. Asti Yeli (2013) hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku

penyalahgunaan narkoba pada siswa/i smp negeri 4 kecamatan pontianak

timur kotamadya pontianak. Penelitian ini menggunakan studi analitik

dengan pendekatan cross sectional. Cara pengambilan sampel dengan

menggunakan stratified random sampling. Pengambilan data dilakukan

dengan pemberian kuesioner kepada 265 sampel (kelas VII 102 sampel,

kelas VIII 22 sampel, dan kelas IX 91 sampel). Data diolah menggunakan

uji chi-square. Hasil: Terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan

perilaku penyalahgunaan narkoba (p = 0,03). Tidak terdapat hubungan

bermakna antara pengetahuan dengan sikap penyalahgunaan narkoba (p =

0,1) dan tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan

perilaku penyalahgunaan narkoba (p = 0,7).


3. Amiruddin, Syahrir & Ibrahim (2013) gambaran pengetahuan dan sikap

remaja tentang napza di sma negeri 1 bungoro kabupaten pangkep. Jenis

penelitian ini adalah deskriptif, sampel sebanyak 90 responden yang

memenuhi kriteria tekhnik pengambilan dengan simple random sampling.

Hasil penelitian yang di peroleh berdasarkan pengetahuan didapatkan

responden yang pengetahuannya baik (95,6%) dan responden yang

pengetahuannya kurang (4,4%) Ini berarti sebagian besar responden

mengetahui pengertian istilah Napza, jenis Napza, dampak penggunaan

Napza.
4. Muslihatun & Santi (2015) antisipasi remaja terhadap bahaya

penyalahgunaan narkoba dalam triad kesehatan reproduksi remaja di


sleman. Penelitian ini merupakan penelitian analitik desain cross

sectional, dengan metode simple random samping menggunakan sampel

74 orang. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa jenis kelamin, umur dan lingkungan pergaulan remaja

berpengaruh terhadap perilaku antisipatif remaja terhadap bahaya

penyalahgunaan narkoba.
5. Wulandari (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan

napza pada masyarakat di kabupaten jember. Jenis penelitian ini adalah

deskriptif cross sectional dengan metode wawancara, data karakteristik

sampel diambil dari data bulanan Lembaga Pemasyarakatan. Data

karakteristik menunjukkan terdapat 83 narapidana, Berdasarkan hasil

penelitian terdapat 65% responden berusia muda seperti pada tabel 1 yaitu

18-35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia muda memiliki perilaku dan

sikap yang labil. Peran perilaku dan sikap sebagai akibat interaksi dengan

lingkungan maupun individu lain sangat penting.

Anda mungkin juga menyukai