Anda di halaman 1dari 5

Aktivitas osmotik zat dengan berat molekul tinggi pada koloid cenderung dapat

mempertahankan cairan infus ini di intravaskular. Meskipun waktu paruh intravaskuler cairan

kristaloid mampu mencapai 20-30 menit, kebanyakan cairan koloid memiliki waktu paruh

intravaskular antara 3 dan 6 jam. Penggunaan koloid terbatas oleh harganya yang mahal dan

komplikasi yang sesekali dapat terjadi. Indikasi umum untuk koloid meliputi: 1) resusitasi

cairan pada pasien dengan defisit cairan intravaskular yang berat (misalnya, syok hemoragik)

sambil menunggu darah untuk transfusi, dan 2) resusitasi cairan pada keadaan

hipoalbuminemia berat atau kondisi yang berhubungan dengan kehilangan protein yang besar

seperti luka bakar. Pada pasien luka bakar, koloid juga harus dipertimbangkan jika cedera

melibatkan lebih dari 30% dari luas permukaan tubuh atau jika lebih dari 3-4 L kristaloid

telah diberikan selama 18-24 jam setelah kejadian.[2]

Banyak dokter juga menggunakan cairan koloid bersamaan dengan kristaloid ketika

dibutuhkan penggantian cairan melebihi 3-4 L sebelum transfusi. Perlu dicatat bahwa cairan

infus ini disiapkan dalam keadaan seperti normal saline (Cl 145-154 mEq/L) dan juga dapat

menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik (seperti di atas).[2]

Beberapa cairan koloid umumnya telah tersedia. Semua berasal baik dari protein plasma atau

polimer glukosa sintetis dan diberikan dalam cairan infus elektrolit isotonik. Koloid yang

diturunkan dari darah (blood-derived colloid) meliputi albumin (cairan infus 5% dan 25%)

dan fraksi protein plasma (5%). Keduanya dipanaskan hingga 60 C setidaknya selama 10

jam untuk meminimalkan risiko penularan hepatitis dan penyakit virus menular lainnya.

Fraksi protein plasma mengandung globulin selain albumin dan kadang-kadang menimbulkan

reaksi hipotensi. Reaksi-reaksi alergi ini alamiah terjadi dan diduga melibatkan aktivator

prekallikrein.[2]
Koloid sintetik mencakup pati dekstrosa (dextrose starch) dan gelatin. Gelatin dapat

menimbulkan dengan reaksi alergi yang dimediasi histamin. Dextran tersedia sebagai

dekstran 70 (Macrodex) dan dextran 40 (Rheomacrodex) yang masing-masing memiliki berat

molekul rata-rata 70.000 dan 40.000. Meskipun dextran 70 adalah volume ekspander yang

lebih baik dari dekstran 40, tetapi dekstran 40 juga meningkatkan aliran darah yang melalui

mikrosirkulasi dengan mengurangi kekentalan darah. Efek antiplatelet juga ada pada dextran.

Infus melebihi 20 ml/kg per hari dapat mengganggu atau memperpanjang waktu perdarahan

(dekstran 40) dan telah dikaitkan dengan gagal ginjal. Dextran juga bersifat antigenik dan

anafilaktoid baik ringan maupun berat. Dekstran 1 (Promit) dapat diberikan sebelum dekstran

40 atau dekstran 70 untuk mencegah reaksi anafilaksis yang parah, yaitu bertindak sebagai

hapten dan mengikat setiap antibodi dekstran yang beredar.[2]

Hetastarch (pati hidroksietil/HES) tersedia sebagai cairan infus 6% dengan berat molekul

rata-rata 450.000. Molekul kecil dieliminasi oleh ginjal, sedangkan molekul besar harus

dipecah terlebih dahulu oleh amilase. Hetastarch sangat efektif sebagai ekspander plasma

dan lebih murah daripada albumin. Selain itu, hetastarch bersifat nonantigenik dan jarang

anaphylactoid. Panel koagulasi dan waktu perdarahan umumnya tidak terpengaruh infus

secara signifikan hingga 0,5-1,0 L. Apakah pasien transplantasi ginjal menjadi lebih buruk

setelah mendapat infus hetastarch masih kontroversial. Demikian pula, kontroversi yang ada

sebagai kaitan antara penggunaan hetastarch dengan pasien yang menjalani bypass jantung.

Pentastarch, yaitu cairan infus pati dengan berat molekul yang lebih rendah, cenderung

kurang menyebabkan efek samping dan dapat menggantikan hetastarch.[2]

1. Cairan hipotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion

Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan

osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan

sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai

akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,

misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien

hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang

membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,

menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada

beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik.

Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum

(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga

tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),

khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan

Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik.

Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga

menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu

menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).

Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah),

dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya :

1. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan

(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan

berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan

garam fisiologis.

2. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan

keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya

hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah

albumin dan steroid.

Cairan yang digunakan dalam terapi Cairan yang sering digunakan ialah cairan

elektrolit (kristaloid) cairan non-elektrolit, dan cairan koloid. Cairan elektrolit

(kristaloid) :

Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk

pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus. Cairan pemeliharaan (rumatan) :

Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan

keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:

2. Dewasa : 1,5 2 ml/kg/jam

Anak-anak : 2 4 ml/kg/jam

Bayi : 4 6 ml/kg/jam
Orok (neonatus) : 3 ml/kg/jam

3. Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit,

maka sebagai cairan pengganti adalah hipotonik, dengan perhatian khusus untuk

natrium.

Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%

(D5NaCl 0,45). Sediaan Cairan Pemeliharaan (rumatan) Cairan pengganti :

Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh

sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites

drainase lambung dsb). Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan

isotonis, dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 %

dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl. Sediaan Cairan Pengganti Cairan

untuk tujuan khusus (koreksi): Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang

digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll

Anda mungkin juga menyukai