Anda di halaman 1dari 30

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
- Memahami bentuk bentang alam struktural dan ciri yang dimilikinya.
- Membuat deliniasi bentang alam struktural pada peta topografi.
- Menginterpretasikan kenampakan bentuk bentang alam struktural pada
peta topografi.

1.2 Tujuan
- Dapat menjelaskan bentuk bentang alam struktural dan ciri umum atau
khusus yang dimilikinya.
- Dapat membuat deliniasi bentang alam struktural pada peta topografi
- Dapat menginterpretasikan peta topografi, pola pengaliran, dan relief
pada bentang alam structural.
- Dapat menginterpretasikan kenampakan bentuk bentang alam
struktural pada peta topografi.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


- Waktu : 15.30-17.30 WIB
- Hari/Tanggal : Rabu,8 Maret 2017
- Tempat Praktikum : Gedung Pertamina Sukowati 302, Departemen
Teknik Geologi Undip.

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Regional


Daerah Karangsambung berada di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia. Batas wilayah di sebelah utara daerah ini adalah dengan
wilayah Banjarnegara, di timur berbatasan dengan wilayah Wadaslintang, di
sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kebumen dan di sebelah barat
berbatasan dengan daerah Gombong
Secara geografis, daerah Karangsambung mempunyai koordinat 73400
- 73630 LS dan 1093700 - 1094400 BT. Secara administratif, daerah
pemetaan Gunung Paras termasuk kedalam Kecamatan Karangsambung dan
Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Secara
fisiografis, daerah Karangsambung termasuk ke dalam Zona Pegunungan
Serayu Selatan.
Daerah Karangsambung memiliki elevasi 11m dpl dengan morfologi
yang disebut sebagai amphitheatre, merupakan suatu antiklin raksasa yang
memiliki sumbu yang menunjam (inclined anticline) ke arah Timur Laut yang
telah mengalami erosi. Morfologi yang khas ini memanjang ke arah Barat
mulai dari daerah Klepoh hingga Kali Larangan. Sayap-sayap dari antiklin
raksasa tersebut membentuk morfologi berupa perbukitan di bagian utara (G.
Paras) dan Selatan (G.Brujul dan Bukit Selaranda) dari daerah pemetaan.
Perbukitan ini memiliki arah memanjang Timur-Barat. Sumbu antiklin tersebut
mengalami proses erosi yang membentuk morfologi berupa lembah di daerah
Karangsambung dengan adanya perbukitan-perbukitan terisolasi yang berupa
tubuh batuan beku (intrusi) dan batu gamping (Jatibungkus) serta konglomerat
(Pesanggrahan).
Pada daerah pemetaan, di sebelah Barat Laut dari lembah Karangsambung,
terdapat perbukitan kompleks (Pagerbako dan Igir Kenong) yang tersusun atas
lithologi berupa fragmen-fragmen raksasa batuan metamorf ( filit) dan batu
sedimen laut dalam (perselingan rijang dan gamping merah) yang tertanam di
dalam massa dasar lempung.
Perbedaan morfologi di daerah ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik
geologi yang dicerminkan oleh lithologi yang menyusun daerah tersebut yang
memiliki kekerasan dan resistensi yang berbeda-beda terhadap erosi yang
akhirnya membentuk morfologi yang khas dari daerah ini, serta pengaruh dari
struktur geologi yang berupa perlipatan dan sesar yang berkembang di daerah
Karangsambung.
Daerah Karangsambung dilewati oleh sungai besar yang disebut Sungai
Luk Ulo dan sungai-sungai kecil yang bermuara di Luk Ulo. Sungai Luk Ulo
mengalir dari Utara hingga ke Selatan daerah pemetaan (membelah perbukitan
Waturanda dan Gunung Brujul) dan merupakan sungai yang telah memasuki
tahap sungai tua dicirikan oleh bentuk Luk Ulo yang meander. Sungai Luk Ulo
dan sungai-sungai kecil yang mengalir di daerah Karangsambung juga
memiliki peran penting dalam pembentukan morfologi di daerah ini berkaitan
dengan proses erosi dan sedimentasi

2.2 Geomorfologi Karangsambung

Geomorfologi merupakan studi mengenai bentuk-bentuk permukaan bumi


dan semua proses yang menghasilkan bentuk-bentuk tersebut.Morfologi daerah
Karangsambung merupakan perbukitan struktural, disebut sebagi
kompleks melange. Tinggian yang berada didaerah ini antara lain adalah
Gunung Waturanda, bukit Sipako, Gunung Paras, Gunung brujul, serta bukit
Jatibungkus. Penyajian melange di lapangan Karangsambung merupakan
dalam bentuk blok dengan skala ukuran dari puluhan hingga ratusan meter,
selain itu juga terdapat melange yang membentukl sebuah rangkaian
pegunungan.
Daerah Karangsambung oleh para ahli geologi sering disebut sebagai
lapangan terlengkap di dunia. Karangsambung merupakan jejak-jejak
tumbukan dua lempeng bumi yang terjadi 117 juta tahun sampai 60 juta tahun
yang lalu. Ia juga merupakan pertemuan lempeng Asia dengan lempeng Hindia.
Ia merupakan saksi dari peristiwa subduksi pada usia yang sangat tua yaitu
pada zaman Pra-Tersier. Di daerah ini terjadi proses subduksi pada sekitar
zaman Paleogene (Eosen, sekitar 57,8 juta sampai 36,6 juta tahun yang lalu).
Oleh karena itu, pada tempat ini terekam jejak-jejak proses paleosubduksi yang
ditunjukan oleh singkapan-singkapan batuan dengan usia tua dan merupakan
karakteristik dari komponen lempeng samudera.
Karangsambung merupakan tempat singkapan batuan terbesar batuan-
batuan dari zaman Pre-Tersier yang terkenal dengan sebutan Luk Ulo Melange
Complex , suatu melange yang berhubungan dengan subduksi pada zaman
Crateceous (145.5 4.0 hingga 65.5 0.3 juta tahunyang lalu) yang
diperkirakan berumur 117 juta tahun.
Tersingkapnya batuan melange di daerah Karangsambung ini disebabkan
oleh adanya tektonik kompresional yang menyebabkan daerah tersebut
dipotong oleh sejumlah sesar-sesar naik disamping adanya pengangkatan dan
proses erosi yang intensif. Apabila diperhatikan bahwa posisi batuan melange
ini dijumpai di sekitar inti lipatan antiklin dan di sekitar zona sesar naik dan
kenyataannya pada saat sekarang posisi inti lipatan ini berada di bagian lembah
yang didalamnya mengalir aliran sungai Luk Ulo yang menunjukan bahwa di
daerah tersebut proses erosi berlangsung lebih intensif.
Melange Luk Ulo didefinisikan oleh Asikin (1974) sebagai percampuran
tektonik dari batuan yang mempunyai lingkungan berbeda, sebagai hasil dari
proses subduksi antara Lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah
Lempeng Benua Asia Tenggara, yang terjadi pada Kala Kapur Atas-Paleosen.
Melange tektonik ini litologinya terdiri atas batuan metamorf, batuan basa dan
ultra basa, batuan sedimen laut dalam (sedimen pelagic) yang seluruhnya
mengambang di dalam masa dasar lempung hitam yang tergerus (Scally clay).
Selanjutnya penulis ini membagi kompleks melange menjadi dua satuan
berdasarkan sifat dominansi fragmenya, yaitu Satuan Seboro dan Satuan
Jatisamit. Kedua satuan tersebut mempunyai karakteristik yang sama yaitu
masa dasarnya merupakan lempung hitam yang tergerus (Scally clay).
Bongkah yang berada di dalam masa dasar berupa boudin dan pada bidang
permukaan tubuh bongkahnya juga tergerus. Beberapa macam dan sifat fisik
komponen melange tektonik ini, antara lain batuan metamorf, batuan sedimen
dan batuan beku.
Morfologi perbukitan disusun oleh endapan melange, batuan beku, batuan
sedimen dan endapan volkanik Kuarter, sedangkan morfologi pedataran
disusun oleh batuan melange dan aluvium. Seluruh batuan penyusun yang
berumur lebih tua dari Kuarter telah mengalami proses pensesaran yang cukup
intensif terlebih lagi pada batuan yang berumur Kapur hingga Paleosen.
Morfologi perbukitan dapat dibedakan menjadi dua bagian yang
ditentukan berdasarkan bentuknya (kenampakannya), yaitu perbukitan
memanjang dan perbukitan prismatik. Perbukitan memanjang umumnya
disusun oleh batuan sedimen Tersier dan batuan volkanik Kuarter, sedangkan
morfologi perbukitan prismatik umumnya disusun oleh batuan yang berasal
dari melange tektonik dan batuan beku lainnya (Intrusi).
Perbedaan kedua morfologi tersebut akan nampak jelas dilihat, apabila kita
mengamatinya di puncak bukit Jatisamit.Bukit Jatisamit terletak di sebelah
barat Karangsambung (Kampus LIPI). Tubuh bukit ini merupakan bongkah
batuan sedimen terdiri atas batulempung merah, rijang, batugamping merah
dan chert yang seluruhnya tertanam dalam masa dasar lempung bersisik. Pada
bagian puncak bukit inilah kita dapat melihat panorama daerah
Karangsambung secara leluasa sehingga ada istilah khusus yang sering
digunakan oleh para ahli geologi terhadap pengamatan morfologi di daerah ini
yaitu dengan sebutan Amphitheatere. Istilah ini mengacu kepada tempat
pertunjukan dimana penonton berada di atas tribune pertunjukan. Istilah ini
digunakan karena di tempat inilah kita dapat mengamati seluruh morfologi
secara lebih jelas.Ada beberapa fenomena geologi yang dapat dijelaskan di
tempat ini, yaitu :

2.2.1 Daerah bermorfologi pedataran

Terletak di sekitar wilayah aliran Sungai Luk Ulo. Sungai ini


merupakan sungai utama yang mengalir dari utara ke selatan mengerosi
batuan melange tektonik,melange sedimenter, sedimen Tersier (F.
Panosogan. F. Waturanda, F. Halang ). Di sekitar daerah Karangsambung,
morfologi pedataran ini terletak pada inti antiklin sehingga tidak
mengherankan apabila di daerah ini tersingkap batuan melange yang
berumur tua, terdiri atas konglomerat, lava bantal, rijang, lempung merah,
chert dan batugamping fusulina. Bongkah batuan tersebut tertanam dalam
masa dasar lempung bersisik (Scally clay).

2.2.2 Morfologi perbukitan

Disusun oleh batuan melange tektonik, batuan beku, batuan sedimen


Tersier dan batuan volkanik Kuarter. Perbukitan yang disusun oleh
melange tektonik dan intrusi batuan beku umumnya membentuk morfologi
perbukitan dimana puncak perbukitannya terpotong-potong (tidak
menerus/terpisah-pisah). Hal ini disebabkan karena masing-masing tubuh
bukit tersebut (kecuali intrusi) merupakan suatu blok batuan yang satu
sama lainnya saling terpisah yang tertanam dalam masa dasar lempung
bersisik (Scally clay).
Morfologi perbukitan dimana batuan penyusunnya terdiri atas batuan
sedimen Tersier dan batuan volkanik Kuarter nampak bahwa puncak
perbukitannya menerus dan relatif teratur sesuai dengan sumbu lipatannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bentuk
perbukitan antara batuan melange dengan batuan sedimen
Tersier/volkanik.Satuan morfologi ini dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu:a. Di bagian selatan menunjukkan struktur sinklin pada puncak
Gunung Paras.b. Di bagian timur sebelah barat memperlihatkan
kenampakan lembah yang memanjang dan melingkar menyerupai tapal
kuda membentuk amphiteatre.c. Di bagian utara sampai selatan
merupakan rangkaian pegunungan seperti Gunung Paras, Dliwang,
Perahu, dan Waturondo. Setelah dilakukan interpretasi proses pembalikan
topografi, secara detail, bentuk bentang alam dari Gunung Paras ke selatan
sampai Gunung Waturondo, direkonstruksi awalnya merupakan antikline
pada lembahnya, dengan memposisikan kelurusan puncaknya, dan Bukit
Bujil sebagai pilarnya.
Namun saat ini telah mejadi puncak Gunung paras dengan struktur
sinkilin dan antikilinnya,tersusun oleh batuan Sedimentasi Breksi
Volkanik. Selain itu juga, terdapat bukit- bukit seperti Bukit Pesanggrahan,
Bukit Bujil, dan Bukit Jati Bungkus.Satuan daerah perbukitan ini, tampak
bergelombang lemah dan terisolir pada pandang luas cekungan morfologi
amphiteatre. Batuan yang mengisi satuan ini, menunjukkan Breksi
Volkanik yang tersebar dari Gunung Paras sampai Gunung Waturondo dan
sinklinnya yang terlihat pada puncak Gunung Paras ke arah timur.

2.2.3 Satuan Perbukitan-Pegunungan Kompleks Melange

Satuan morfologi ini memperlihatkan bukit-bukit memanjang dengan


DAS Sungai Gebong dan Sungi Cacaban yang membentuk rangkaian
Gunung Wangirsambeng, Gunung Sigedag dan Bukit Sipako. Puncak
Gunung wangirsambeng berupa bentukan panorama bukit memanjang
dengan perbedaan ketinggian antara 100-300 M di atas permukaan laut. Di
daerah ini juga, nampak bentang alam yang memperlihatkan bukit-bukit
prismatic hasil proses tektonik

2.2.4 Lajur Pegunungan Serayu Selatan

Bagian utara kawasan geologi Karangsambung merupakan bagian dari


Lajur Pegunungan Serayu Selatan. Pada umumnya daerah ini terdiri atas
dataran rendah hingga perbukitan menggelombang dan perbukitan tak
teratur yang mencapai ketinggian hingga 520 m. Musim hujan di daerah
ini berlangsung dari Oktober hingga Maret, dan musim kemarau dari April
hingga September. Masa transisi diantara kedua musim itu adalah pada
Maret-April dan September-Oktober. Tumbuhan penutup atau hutan sudah
agak berkurang, karena di beberapa tempat telah terjadi pembukaan hutan
untuk berladang atau dijadikan hutan produksi (jati dan pinus)

2.3 Stratigrafi Karangsambung


Stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan
sabtuan serta hubungannya dengan lapisan batuan yang lainnya, yang bertujuan
untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi.Secara garis besar,
stratigrafidaerah Karangsambung diurutkan berdasarkan umur dari tua ke
muda, yaitu:
1. Komplek Melange Luk Ulo atau Formasi Melange berumuran Pra-tersier.
2. Formasi Karangsambung yang terdiri atas lempung hitam.
3. Formasi Totogan dengan batuan utamanya lempung bersisik Scaly Clay
4. Formasi Waturanda, terdiri atas perlapisan batu pasir dan batuan breksi.
5. Formasi Penosongan, terdiri dari perselingan lempung dan pasir karbonat.

2.3.1 Kompleks Melange Luk Ulo atau Formasi Luk Ulo

Luk Ulo merupakan formasi tertua berupa melange yang sangat


kompleks, berumur Pre-Tersier. Batuannya meliputi graywacke, lempung
hitam, lavabantal yang berasosiasi dengan rijang dan gamping merah,
tirbidit klastik, dan ofiolit yang tersisipkan diantara batuan metamorfose
berfasies sekis. Batuan-batuan tersebut merupakan hasil dari pencampuran
secara tektonik pada jalur penunjaman (zona subduksi) yang juga telah
melibatkan batuan-batuan asal kerak samudra dan kerak benua.
Kompleks ini dibagi menjadi 2 satuan berdasarkan dominasi fragmen pada
masa dasrnya, yaitu satuan Jatisamit disebelah barat dan satuan Seboro di
sebelah utara.Satuan Jatisamit merupakan batuan yang berumur paling tua.
Satuan ini terdiri bongkah asing di dalam masa dasar lempung hitam.
Bongkah yang ada adalah batuan beku basa, batupasir graywacke,
serpentinit, rijang, batugamping merah dan sekis mika. Batuan tersebut
membentuk morfologi yang tinggi seperti Gunung Sipako dan Gunung
Bako

2.3.2 Formasi Karangsambung

Karakteristik litologi dari formasi Karangsambung yaitu terdiri dari


batulempung abu-abu yang mengandung concression besi, batugamping
numulites, konglomerat, dan batu pasir kuarsa polemik yang berlaminasi.
Batupasir graywacke sampai tanah liat hitam menunjukkan struktur yang
bersisik dengan irisan ke segala arah dan hampir merata di permukaan.
Struktur tersebut diperkirakan sebagai hasil mekanisme pengendapan yang
terjadi dibawah permukaan air dengan volume besar, estimasi ini didukung
oleh gejala merosot yang dilihat pada inset batupasir. Umur Formasi
Karangsambung ini adalah dari Eosen Tengah (45 juta tahun) sampai
Eosen Akhir (36 juta tahun) dilihat dari adanya foraminifera plankton.

2.3.3 Formasi Totogan

Formasi Totogan mempunyai karakteristik yang sama dengan


Formasi Karangsambung. Ditandai dengan litologi berupa batulempung
dengan warna coklat, dan kadang-kadang ungu dengan struktur scaly
(menyerpih). Juga terdapat fragmen berupa batukarang yang terperangkap
pada batulumpur, batupasir, batukapur fossil dan batuan beku. Umur dari
formasi Totogan adalah Oligosen (36-25 juta tahun), yang didasarkan pada
keberadaan Globoquadrina praedehiscens danGlobigeriona binaensis

2.3.4 Formasi Waturanda

Usia formasi Waturanda ini hanya dapat ditentukan secara


langsung berdasarkan posisi statigrafi kebawah diperkirakan sebagai usia
Meocene (25,2-5,2 juta tahun) yang terdiri dari breksi vulkanik dan
batupasir wacke dengan sisipan batu lempung dibagian atas. Masa dasar
batupasir berwarna abu-abu dengan butir sedang hingga kasar, terdiri atas
kepingan batuan beku dan obsidian.

2.3.5 Formasi Penosagan

Formasi Penosogan diendapkan diatas Formasi Waturanda dengan


litologi berupa perubahan secara berangsur dari satuan breksi kearah atas
menjadi perselingan batupasir tufan dan batulempung merupakan ciri batas
dari Formasi Penosogan yang terletak selaras di atasnya.Secara umum
formasi terdiri dari perlapisan tipis sampai sedang batupasir, batulempung,
sebagian gampingan, kalkanerit, napal-tufan dan tuf. Bagian bawah
umumnya dicirikan oleh pelapisan batupasir dan batulempung, kearah atas
kadar karbonatnya semakin tinggi. Bagian atas terdiri atas perlapisan
batupasir gampingan, napal dan kalkanerit. Bagian atas didomonasi oleh
batulempung tufan dan tuf.

2.4 Litologi Daerah Karangsambung

Litologi adalah ilmu tentang batu-batuan yg berkenaan dengan sifat fisik,


kimia, dan strukturnya.Pembentukan berbagai macam mineral di alam akan
menghasilkan berbagai jenis batuan tertentu. Proses alamiah tersebut bisa
berbeda-beda dan membentuk jenis batuan yang berbeda pula. Pembekuan
magma akan membentuk berbagai jenis batuan beku.
Batuan sedimen bisa terbentuk karena berbagai proses alamiah, seperti
proses penghancuran atau disintegrasi batuan, pelapukan kimia, proses kimiawi
dan organis serta proses penguapan / evaporasi. Letusan gunung api sendiri
dapat menghasilkan batuan piroklastik.
Batuan metamorf terbentuk dari berbagai jenis batuan yang telah
terbentuk lebih dahulu kemudian mengalami peningkatan temperature atau
tekanan yang cukup tinggi, namun peningkatan temperature itu
sendiri maksimal di bawah temperature magma.Litologi di daerah
Karangsambung dapat dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1. Litologi daerah Karangsambung


No Lokasi Umur Litologi
1 Kompleks Kapur Akhir (85-140 Batuan Metamorf (Schist
Melange juta tahun yang lalu) mica 117Ma)
Batuan sedimen pelagic
(Rijang-endapan laut dalam)
Batuan ofiolit
2 Formasi Eocene-Oligocene Batulempung bersisik
Karangsambung (23,7 -57,6 juta tahun Olistolit (Konglomerat,
yang lalu) Batugamping Nummulites)
3 Formasi Totogan Oligocene-Miocene Breksi dengan komponen
Awal (36,6-23,7 juta batulempung, batupasir dan
tahun yang lalu) batugamping
4 Formasi Miocene Awal Batupasir vulkanik dan
Waturanda Miocene Tengah breksi vulkanik
(23,7- 13 juta tahun
yang lalu)
5 Formasi Miocene Awal Perselingan batupasir,
Panosogan Miocene Tengah batulempung, tufa, napal dan
(23,7- 13 juta tahun kalkarenit
yang lalu)

Batuan beku, sedimen, dan metamorf di Karangsambung dengan variasi


umur batuan mulai puluhan hingga ratusan juta tahun, merupakan singkapan
batuan yang berasal dari benua maupun samudra, dari dasar laut hingga laut
dangkal berfosil-fosil, tersebar pada hamparan yang tidak terlalu luas, dan
dapat dijumpai di lapangan Karangsambung sebagai obyek studi dalam
kegiatan penelitian.Lingkungan proses pembentukan dari ragam dan jenis
batuan pada kawasan Karangsambung, adalah palung laut dalam, cekungan
muka daratan dan jalur penunjaman.
Pada palung laut dalam, dijumpai batuan sedimen berfosil Radiolaria
yang terangkut dan mengendap setra mengisi pada batuan sedimen rijang
(Chert). Pada kondisi cekungan muka daratan, ditemukan batuan sedimen yang
mengandung fosil biota laut berupa sedimen batu gamping (Lime Stone)
kondisi laut dangkalm. Pada palung laut dalam, berupa batuan beku basalt dan
batuan metamorfosa ubahan dari batuan periodotit, berupa serpentinit.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Deliniasi Satuan Geomorfologi

Mulai.
Tempelkan 2 kertas kalkir
diatas peta kontur pada sisi
kiri dan kanan.

Isolasi kertas kalkir dengan


peta hanya pada salah satu
sisinya saja.

Pada kertas kalkir pertama,


warnai dengan pensil warna
ungu, dan gunakan degradasi
warna untuk setiap kontur
yang berbeda.

Selesai.

3.2 Deliniasi Pola Pengaliran Dan Jalan

Mulai.

Gunakan warna merah untuk


jalan, biru tua untuk sungai
utama, dan biru muda untuk
anak sungai.
Pada kertas kalkir kedua,
deliniasi kontur jalan, sungai
induk, dan anak sungai.

Selesai.

3.3 Perhitungan Morfometri

Mulai.

Buatlah sayatan tiap 5 garis


kontur dari setiap kontur
renggang dan kontur rapat.

Hitung panjang tiap sayatan.

Cari IK dengan menggunakan


rumus 1/2000 x skala

Tentukan beda tinggi dengan


menggunakan rumus n x IK

Hitung d dari setiap sayatan


menggunakan rumus panjang
sayatan x skala.
Lalu hitung persen lereng dengan
menggunakan rumus (beda tinggi / d)
x 100%

Hitung meannya dan klasifikasikan


dalam Van Zuidam.

Selesai.

3.4 Pembuatan Profil Sayatan

Mulai.

Buatlah sayatan pada peta


kontur dengan panjang
minimal 25 cm.
Plotkan hasil sayatan pada
milimeter blok

Buat profil normal dengan


skala vertical 1 : 25000

Buat profil eksagrasi dengan


skala vertical 1 : 12500

Selesai.

BAB IV
PERHITUNGAN MORFOMETRI

Perhitungan morfometri bertujuan untuk menghitung %kelererengan dan beda


tinggi suatu daerah berdasarkan klasifikasi yang sudah ditetapkan.
Tabel 4.1 Klasifikasi Van Zuidam(1983)

Klasifikasi Relief Kelerengan Beda Tinggi


4.1 Datar 0-2 <5

Bergelombang landai 3-7 5-50

Bergelombang miring 8-13 25-75

Berbukit bergelombang 14-20 50-200

Berbukit terjal 21-55 200-500

Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000

Pegunungan sanga tcuram >140 >1000

Satuan Kontur Renggang

Rumus :

1
IK= 25000=12,5
2000

d1,2,3,4,5=jarak/panjang sayatan
pada peta
h = n kontur x IK
d (sebnarnya )= d1,2,3,4,5 x skala

h
Lereng= 100
d

a. d1 = 2 cm x 25000 = 50000cm= 500 m


b. d2 = 3 cm x 25000 = 75000cm= 750 m
c. d3 = 2,6 cm x 25000 = 6500cm = 650 m
d. d4 = 1,7 cm x 25000 = 42500cm= 425 m
e. d5 = 1,2 cm x 25000 = 30000cm= 300 m

62,5
lereng 1= 100 =12,5
500 m

62,5
lereng 2= 100 =8,34
750 m
62,5
lereng 3= 100 =9,62
650 m

62,5
lereng 4= 100 =14,7
425 m

62,5
lereng 5= 100 =20,84
300 m

Rata rata %lereng


66
12,5+8,34+9,62+14,7+20,84= 5 = 13,2%

-Klasifikasi daerah berbukit bergelombang (van zuidam,1983)

Beda tinggi 150-25 = 125m


- Daerah berbukit bergelombang (van zuidam,1983)

Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi diatas daerah ini (satuan daerah
berkontur renggang) termasuk dalam klasifikasi daerah berbukit
bergelombang (van zuidam ,1983)

2.2 Satuan Kontur Rapat

Rumus :

1
IK= 25000=12,5
2000
d1,2,3,4,5=jarak/panjang
sayatan pada peta
h = n kontur x IK
d (sebnarnya )= d1,2,3,4,5 x skala
h
Lereng= 100
d

a. d1 =0,7 cm x 25000 = 17500cm= 175 m


b. d2 =0,8 cm x 25000 = 20000cm= 200 m
c. d3 = 0,6 cm x 25000 = 15000cm = 150 m
d. d4 = 0,6 cm x 25000 = 15000cm= 150 m
e. d5 =0,7 cm x 25000 = 17500cm= 175 m

62,5
lereng 1= 100 =35,71
175 m

62,5
lereng 2= 100 =31,25
200 m

62,5
lereng 3= 100 =41,67
150 m

62,5
lereng 4= 100 =41,67
150 m

62,5
lereng 5= 100 =35,71
175 m

Rata rata %lereng


186,01
35,71+31,25+41,67+41,67+35,71= 5 = 37.202%

-Klasifikasi daerah berbukit terjal(van zuidam,1983)


Beda tinggi 412,5- 162,5 = 250 m
-Klasifikasi daerah berbukit terjal (van zuidam,1983)

Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi daerah ini (satuan daerah berkontur
rapat) termasuk dalam klasifikasi daerah berbukit terjal (van zuidam ,1983)

BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto acara Bentuklahan


Struktural yang dilaksanakan pada Rabu, 8 Maret 2017 di ruang 302 Teknik
Geologi Universitas Diponegoro. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan
memahami kenampakan bentuklahan struktural melalui ciri-ciri atau
karakteristiknya dalam peta topografi. Pada praktikum ini kita dilatih untuk
membuat deliniasi antara satuan struktural rapat dan satuan struktural renggang,
membuat deliniasi pola pengaliran sungai dan jalan, menghitung persen lereng
dan beda tinggi, serta membuat profil eksagrasi suatu sayatan.

5.1 Satuan Delineasi Kontur Rapat


Bentuklahan struktural ini berada di daerah Karangsambung, Jawa
Tengah. Dalam pembentukan struktur ini dipengaruhi oleh geologi regional
daerah yang bersangkutan. Satuan delineasi kontur rapat diwarnai dengan
warna ungu tua. Pada peta topografi, bentuklahan struktural menunjukkan
kontur yang rapat dari masing-masing garis konturnya, pola penyaluran yang
berbeda-beda, dan pada kontur rapat memiliki presentase kelerengan yang
cukup tinggi. Satuan kontur rapat ini meliputi daerah Gunung Dliwang,
Gunung Kembang, Gunung Prahu, Gunung Paras, Gunung Pagerori, Gunung
Bulukuning, Gunung Silodong, Gunung Brujul, Gunung Tugel, Gunung
Gandong, Gunung Cemuris.
Pada daerah berwarna ungu tua ini dibuat 5 buah sayatan yang
memotong 5 kontur. Dari tiap sayatan dihitung persentase kelerengannya
dengan perhitungan morfometri. Sayatan 1 memiliki persen lereng 35,71%,
sayatan 2 adalah 31,25%, sayatan 3 adalah 41,67%, sayatan 4 adalah 41,67%,
dan sayatan 5 adalah 35,71%. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata rata
kelerengan sebesar 37,202% sehingga termasuk dalam daerah dengan
relief Berbukit Terjal (Van Zuidam, 1983). Sedangkan untuk beda tingginya
diperoleh Top Hill setinggi 412,5 mdpl yang berada di daerah Pucangan dan
lowhill 162,5 mdpl di daerah Kebumen, sehingga didapatkan beda tinggi
sebesar 250 m dan termasuk dalam klasifikasi dengan relief Pegunungan
Sangat Terjal (Van Zuidam, 1983).
Tabel 5. 1 Klasifikasi Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief % Relief Beda tinggi


Datar 02 < 50
Bergelombang landai 37 5 50
Bergelombang miring 8 13 25 75
Berbukit bergelombang 14 20 50 200
Berbukit terjal 21 55 200 500
Pegunungan terjal 56 140 500 1000
Pegunungan sangat terjal > 140 > 1000

Pada pembuatan sayatan dari daerah Gunung Dliwang hingga Gunung


Brujul melewati suatu daerah dengan kontur yang mengalami kelurusan yang
memiliki beda tinggi mencolok pada daerah yang sempit maka pada daerah
tersebut terdapat indikasi struktur sesar. Sesar merupakan suatu rekahan yang
telah mengalami pergeseran, indikasi sesar di daerah tersebut memiliki
meliputi daerah yang sangat luas. Sesar dapat terjadi karena adanya tenaga
endogen yang mendesak litologi sehingga terdapat suatu rekahan dan
kemudian mengalami pergeseran. Adanya pola kontur yang tertutup
menandakan terdapat indikasi struktur geologi berupa lipatan. Pola kontur
tersebut adalah bertemunya foreslope dengan foreslope atau backslope dengan
back slope. Pada sayatan ini ditemukan bertemunya foreslope dengan
foreslope. Lipatan terbentuk akibat deformasi batuan yang terjadi akibat gaya
tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk
lengkungan. Batuan belum mengalami patah karena struktur batuan yang
elastis. Indikasi lipatan dapat ditunjukkan dengan adanya pola kontur tertutup
serta perbedaan arah kontur. Terdapat sungai yang membelok secara tiba-tiba
juga dapat mengindikasikan adanya struktur geologi yaitu rekahan baik kekar
maupun sesar. Pada daerah yang memiliki struktur geologi, daerah yang
terdapat di daerah tersebut merupakan daerah yang tidak resisten berarti
batuan yang ada di daerah tersebut adalah batuan yang tidak resisten,
diperkirakan adalah batuan sedimen. Berdasarkan ketinggiannya, daerah ini
didominasi oleh dataran rendah yang memiliki ketinggian 0-500 kaki dari
permukaan laut.
Proses pembentukan daerah ini sehingga daerah ini dapat terlihat adalah
dari proses endogen yang membuat lapisan di daerah ini terangkat. Pada
pengangkatan ini, terjadi struktur-struktur sekunder yang terjadi. Struktur
sekundernya adalah lipatan dan sesar. Pada lipatan terbentuk karena adanya
gaya tegasan yang mempengaruhinya. Kemudian litologinya melengkung dan
membentuk suatu daerah dengan beda tinggi yang mencolok dari sekitarnya.
Bentuklahan structural kontur rapat memiliki tata guna lahan sebagai
objek wisata dan objek studi geologi. Potensi positif untuk objek wisata,
potensi negatif berupa longsor.

5.2 Satuan Delineasi Kontur Renggang


Deliniasi bentuklahan struktural renggang ditunjukkan dengan warna
ungu muda gradasi dari warna struktur rapat. Pada peta topografi, bentuklahan
struktural kontur renggang memperlihatkan kontur-kontur renggang dan
memiliki persentase lereng yang relatif rendah. Satuan delineasi renggang
daerah Karangsambung terbentang dari daerah Kebumen hingga Tlepok.
Pada daerah berwarna ungu muda ini dibuat 5 buah sayatan yang
memotong 5 kontur. Dari tiap sayatan dihitung persentase kelerengannya
dengan perhitungan morfometri. Sayatan 1 memiliki persen lereng 12,5 %,
sayatan 2 memiliki persen lereng 8,34 %, sayatan 3 memiliki persen lereng
9,62 %, sayatan 4 memiliki persen lereng 14,7 %, dan sayatan 5 memiliki
persen lereng 20,84 %. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata rata
kelerengan sebesar 13,2 % sehingga termasuk dalam daerah dengan
relief Berbukit Bergelombang (Van Zuidam, 1983). Sedangkan untuk beda
tingginya diperoleh Top Hill sebesar 150 mdpl yang berada di daerah
Wonorito dan lowhill 25 mdpl di daerah Sentul, sehingga didapatkan beda
tinggi sebesar 125m dan termasuk dalam daerah dengan relief Berbukit
Bergelombang (Van Zuidam, 1983).
Tabel 5.2 Klasifikasi Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief % Relief Beda tinggi


Datar 02 < 50
Bergelombang landai 37 5 50
Bergelombang miring 8 13 25 75
Berbukit bergelombang 14 20 50 200
Berbukit terjal 21 55 200 500
Pegunungan terjal 56 140 500 1000
Pegunungan sangat terjal > 140 > 1000

Dari perhitungan beda tinggi, tidak didapatkan perbedaan beda tinggi


yang mencolok. Hal tersebut menandakan bahwa pada daerah kontur
renggang telah mengalami proses destruktif yang intensif. Proses desktruktif
adalah proses yang tidak membangun dan cenderung merusak daerah tersebut
meliputi proses erosi dan pelapukan. Pada daerah ini hampir didominasi oleh
proses destruktif yaitu berupa pelapukan dan erosi yang telah terjadi secara
intensif dengan ditandai persen lereng yang kecil. Berdasarkan ketinggiannya,
daerah ini didominasi oleh dataran rendah yang memiliki ketinggian 0-500
kaki dari permukaan laut.
Di daerah kontur renggang telah terjadi banyak proses destruktif
sehingga dapat diinterpretasikan bahwa batuan yang terdapat di daerah
tersebut merupakan batuan yang tidak resisten seperti soft rock batuan
sedimen.
Proses terjadinya daerah ini adalah dulunya mengalami pengangkatan
kemudian terjadi proses pelapukan dan erosi yang intensif sehingga pada saat
ini hanya terdapat batuan sedimen berupa soft rock.
Bentuklahan struktural kontur renggang memiliki tata guna lahan
sebagai pemukiman. Potensi positif untuk perkebunan dan pemukiman,
potensi negatif berupa longsor.

5.3 Pola Pengaliran


Delineasi pola pengaliran ditandai dengan warna biru (sungai
utama berwarna biru tua dan anak sungai berwarna biru muda), sedangkan
pola jalan ditandai dengan warna merah. Delineasi pola pengaliran di daerah
ini telah terpetakan secara teratur dan telah membentuk pola pengaliran
dengan banyak percabangan, yaitu pola pengaliran dendritik yang arah-arah
pengalirannya menyebar melalui cabang-cabang sungai. Pola pengaliran
dendritik mirip dengan bentuk pohon. Dari pola pengaliran tersebut dapat
diperkirakan bahwa litologi pada daerah tersebut memiliki resistensi yang
sama atau seragam, berdasarkan konturnya termasuk dalam hard rock karena
banyaknya cabang-cabang sungai yang terbentuk dikarenakan oleh
keterdapatan batuan keras yang menghalangi arus sungai sehingga
menghasilkan kelokan sungai atau cabang sungai. Lalu pada kontur rapat
didapatkan litologi yang masih memiliki beda tinggi yang cukup besar
sehingga diinterpretasikan bahwa hanya terjadi pelapukan yang rendah
sehingga dapat diperkirakan bahwa litologi yang terdapat di daerah tersebut
memiliki resistensi yang tinggi sehingga sulit terlapukkan. Contoh dari hard
rock adalah batuan beku maupun batuan metamorf. Kemudian terdapat pola
pengaliran rectangular yang menunjukkan adanya kelokan-kelokan sungai
dengan sudut yang tegas berupa 90. Pola pengaliran rectangular berkembang
pada daerah dengan struktur geologi berupa rekahan.
Delineasi pola pengaliran di satuan kontur renggang menunjukkan bahwa
aliran air dalam wujud sungai terpetakan secara teratur membentuk pola
pengaliran dengan banyak percabangan. Pola pengaliran ini disebut dengan
pola pengaliran dendritik yang arah-arah pengalirannya menyebar melalui
cabang-cabang sungai. Dari pola pengalirannya dapat diperkirakan bahwa
litologi yang terdapat pada daerah tersebut memiliki resistensi yang sama dan
seragam, dari konturnya termasuk dalam litologi soft rock karena hanya
terdapat sedikit cabang-cabang sungai yang mengindikasikan bahwa saat
sungai itu terbentuk terdapat batuan lunak yang menghalangi daerah tersebut,
sehingga dapat tererosi oleh aliran air.
BAB VI
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

- Kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran


suatu struktur adalah Pola pengaliran,Kelurusan(punggungan,puncak
bukit,lereng dll) dan perubahan aliran sunga secara tiba tiba
- Terdapat beberapa indikasi struktur pada satuan daerah berkontur rapat
yakni lipatan antiklin,dan struktur patahan berupa sesar serta bentukan
HogBack.

- Morfometri satuan delineasi kontur rapat termasuk daerah pegunungan


sangat terjal sampai berbukit terjal.

- Satuan daerah berkontur renggang memiliki ciri stadia sungai dewasa


bermeander,dataran banjir ,berpola dendritik dengan litologi
seragam,banyak terdapat aktivitas manusia berupa pola jalan

- Satuan daerah fluvial tergolong daerah bergelombang miring dengan pola


aliran sungai dendritik berstadia dewasa proses geomorfik dominan yang
terjadi adalah erosi dan transportasi lateral

4.2 Saran

- Lahan di satuan daerah kontur rapat sebaiknya jangan dibangun


perumahan atau jalan karena rawan lonsor dan slope yang ekstrem dan
terjadi kontrol struktural yang menyebabkan rawan pergerakan tanah

- Satuan daerah berkontur renggang baik untuk pembangunan jalan dan


sarana irigasi karean kontrol struktur sudah mulai berkurang

- Sungai di daerah satuan kontur renggang baik digunakan sebagai saluran


irigasi dan keperluan air penduduk

Anda mungkin juga menyukai