Anda di halaman 1dari 19

1

TEORI PROBABILITAS

1. DEFINISI PROBABILITAS
Perkembangan teori probability atau peluang dimulai sejak abad ketujuh
belas yang lalu. Orang-orang yang mempunyai andil dalam perkembangan teori
peluang antara lain adalah para matematikawan Perancis bernama Blaise Pascal
(1623-1662) dan Pierre Fermat (1601-1665). Mereka menjabarkan peluang secara
tepat mengenai permainan judi yang bersangkutan dengan dadu. Selanjutnya
berturut-turut muncul berbagai karya ilmiah dari Huygens (1657), J. Bernoulli
(1713), De Moivre (1718), serta Bayes (1764). Karya mereka dalam perhitungan
peluang berhubungan dengan teori permutasi dan kombinasi dari berbagai macam
permainan dadu dan permainan kartu. Perlu diketahui pula bahwasanya
perhitungan peluang secara numeric mengenai berbagai macam dadu itu
sebelumnya telah dihitung pula oleh Girolamo Cardono (1501-1576) dan Galileo
Galilei (1564-1642).
Dewasa ini, teori peluang menjadi salah satu alat utama dari statistika dan
teori peluang berkait erat, sehingga sulit kalau membicarakan statistic tanpa
memahami arti peluang. Pengetahuan mengenai teori peluang dapat memberikan
interpretasi terhadap hasil yang diperoleh dalam statistika, karena banyak
prosedur statistika menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari
sampel-sampel yang selalu dipengaruhi oleh variasi acak (variasi random).
Dengan bantuan teori peluang variasi acak tersebut dapat ditentukan secara
numeric dalam menghasilkan kesimpulan-kesimpulan statistika. Teori peluang itu
juga merupakan alat penting dalam bidang rekayasa, sains, obat-obatan,
meteorology, fotografi yang berasal dari kapal ruang angkasa, marketing, ramalan
gempa bumi, dan tingkah laku manusia.

2. PENDEKATAN PROBABILITAS
Tiga macam pendekatan berbeda satu sama lain akan dibicarakan dalam
makalah ini. Tiap pendekatan kiranya akan berguna dalam mengaplikasikan teori
peluang terhadap persoalan-persoalan praktis.
2

2.1. Pendekatan frekuensi


Pendekatan frekuensi mengenai peluang itu sering pula diinterpretasikan
sebagai frekuensi relative terhadap banyaknya proses yang dilakukan berulang-
ulang dalam jumlah besar di bawah kondisi yang sama. Sebagai contoh, bila
sekeping uang logam rupiah yang masih baik atau uang logam tersebut masih
bersifat equally likely, kemudian ditos 10 kali, maka bisa terjadi bahwa yang
muncul 6 kali muka yang bergambarkan garuda dan 4 kali muka yang bertuliskan
angka. Peluang muka gambar dalam hal ini 0,6 sedangkan peluang muka angka
0,4. Tetapi, bila eksperimen itu dilakukan n kali dalam jumlah besar dengan
syarat tersebut di atas, maka munculnya muka gambar dan angka akan mendekati
bilangan yang sangat besar. Jadi bila n bertambah besar, mendekati tak hingga,
maka kita mendapatkan peluang gambar dan angka mendekati 0,5. Peluang atau
frekuensi relative suatu kejadian yang muncul a kali dalam suatu eksperimen yang

a a
dilakukan sebanyak n kali adalah n ; nilai yang didekati oleh n bila n

menjadi tak hingga disebut limit frekuensi relative dan ditulis dengan lambing :
a
P ( A )=lim
n n

Perlu ditekankan di sini bahwa pendekatan tersebut hanya berlaku apabila


dalam hal n cukup besar. Jika kita hanya mengetos uang logam sebanyak 10 kali,
tak dapat secara tepat akan muncul muka gambar 5 kali dan angka 5 kali juga.

Tetapi, bila eksperimen itu dilakukan sebanyak n=1.000.000 kali, maka dapat

diharapkan bahwa munculnya gambar dan angka akan dekat sekali ke 50%.
Pendekatan frekuensi relative dari peluang itu tak dapat diterapkan secara
langsung terhadap masalah penting lainnya dalam pengertian peluang. Sebagai
contoh, masalah peluang sepasang kenalan baru muda-mudi akan melaksanakan
perkawinan dalam tempo setahun yang akan dating.
Peluang yang diinterpretasikan sebagai frekuensi relative itu disebut a
posteriori atau peluang empiric.
3

2.2. Pendekatan klasik


Konsep dasar pendekatan klasik dari peluang adalah setiap peristiwa yang
bakal terjadi dari suatu eksperimen mempunyai kesempatan sama untuk terjadi
(equally likely outcomes). Sebagai contoh, eksperimen pengetosan uang logam
akan terdapat salah satu dari dua peristiwa yang bakal terjadi, ialah muka angka
atau gambar, masing-masing mempunyai kesempatan sama untuk muncul.
Demikian pula pengetosan sebuah dadu yang berbentuk kubus akan terdapat enam
kesempatan sama untuk muncul, masing-masing adalah muka 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
Besarnya peluang akan muncul muka dadu bernomor genap adalah sebesar

3 1
=
6 2 , karena terdapat tiga yang mungkin muncul genap dari seluruh

peristiwa yang ada.


Secara umum dinyatakan sebagai berikut : apabila peristiwa A dapat terjadi
dalam a cara dari seluruh n cara yang berkesempatan sama serta bersifat saling
lepas (mutually exclusive), maka peluang peristiwa A akan terjadi ditulis dengan
lambing :
a
p=P ( A )=
n

serta peluang peristiwa yang bukan A akan terjadi adalah


na
q=P ( Bukan A )=
n

a
1 =1P 1P ( A )
n

Hubungan antara peluang terjadinya peristiwa A (disebut sukses) dan peluang

a a
+q= + 1= =1
terjadinya peristiwa yang bukan A (disebut gagal) adalah n n .

secara singkat dapat ditulis P ( A )+P ( Bukan A )=1 atau p+q=1 .


4

Interpretasi klasik dari peluang itu disebut juga pendekatan a priori.


Pendekatan demikian itu akan lebih jelas apabila kita menghadapi conoth
persoalan berikut.
Contoh : Dari dalam sebuah kantong yang berisi 10 butir kelereng
merah dan 20 butir kelereng putih, diambil sebutir secara acak
(random). Berapakah peluang kelereng yang terambil itu
berwarna merah ?
Penyelesaian : Banyaknya kelereng keseluruhan dalam kantong adalah 10 +
20 = 30.
Banyaknya kelereng merah = 10
Peluang mendapatkan sebutir kelereng merah adalah
10 1
p= =
30 3

Peluang mendapatkan sebutir kelereng bukan merah adalah


20 2
q= =
30 3

1 2
p+q= + =1
Jadi, 3 3 .

Rentangan skala peluang suatu peristiwa bergerak dari 0 sampai 1. Sebagai


contoh, peluang mendapatkan angka tujuh dalam hal lemparan sebuah dadu kubus
adalah 0 yang merupakan kemustahilan. Banyak hal dalam kehidupan sehari-hari
peluang itu terletak di antara dua ekstrem 0 dan 1.

2.3. Pendekatan subjektif


Walaupun pendekatan frekuensi relative tentang peluang sangat terkenal,
pendekatan subjektif atau perseorangan tetap bertahan. Para ahli personalistika
memandang peluang sebagai ukuran percaya diri, terutama untuk suatu kejadian
khusus dan atau suatu proposisi (pernyataan), misalnya percaya bahwa si X tetap
akan menjadi pimpinan setahun mendatang. Pendekatan subjektif menitik
beratkan peluangnya di antara 0 dan 1 terhadap suatu peristiwa, sesuai dengan
5

derajat kepercayaan akan terjadinya peristiwa itu. Setiap orang dapat berbeda
derajat kepercayaannya terhadap suatu peristiwa, karena tergantung nilai,
pengalaman, sikap, dan lain-lain, sesuai dengan apa yang ia miliki baik berbentuk
data kualitatif maupun kuantitatif. Akan tetapi, seseorang harus benar-benar
berhati-hati dan konsisten dalam memberikan besarnya nilai peluang terhadap
suatu peristiwa, kalau tidak, ia akan kehilangan arah dalam memberikan
kesimpulan. Di dalam statistika derajat keyakinan (level of confidence) itu
merupakan hal penting dalam memberikan keputusan secara statistika.

3. AKSIOMA PROBABILITAS
Dalam suatu eksperimen tertentu, adalah perlu mengaitkan tiap peristiwa A di
dalam ruang sampel S dengan sebuah bilangan P(A) yang menunjukkan peluang
bahwa A akan terjadi. Agar supaya peluang itu memenuhi definisi secara
matematik, maka bilangan P(A) yang terkait itu harus memenuhi tiga aksioma
tertentu.
Aksioma pertama menyatakan bahwa peluang setiap peristiwa harus
merupakan bilangan nonnegative.

Contoh : untuk sebarang peristiwa A, P ( A ) 0

Aksioma kedua menyatakan bahwa jika suatu peristiwa pasti terjadi, maka
peluang peristiwa itu adalah 1.

Contoh : P ( S )=1

Sebelum menyatakan Aksioma 3, akan dibicarakan lebih dulu peluang untuk


peristiwa-peristiwa yang saling lepas (disjoint). Jika dua peristiwa A dan B saling

lepas, maka peluang terjadinya peristiwa A atau B, ditulis P ( A B)

diasumsikan sebagai berikut :


P ( A B )=P ( A ) + P ( B )

Sifat penjumlahan (additive) dari dua peristiwa yang saling lepas itu juga
berlaku terhadap peristiwa-peristiwa disjoint yang tak hingga (infinite)
banyaknya. Apabila sifat penjumlahan itu berlaku untuk peristiwa disjoint yang
6

tak hingga banyaknya, tentu berlaku pula untuk peristiwa-peristiwa disjoint


sebanyak hingga (finite). Pertimbangan-pertimbangan tersebut mengarahkan ke
aksioma ketiga.
Aksioma 3 menyatakan untuk sebarang barisan peristiwa-peristiwa disjoint
yang infinite banyaknya seperti A1, A2, ., maka :
i=1

P ( A i ) = P ( A i )=P ( A1 ) + P ( A 2) +
i=1

Definisi peluang secara matematik sekarang dapat diberikan sebagai berikut :


Distribusi peluang, atau dengan singkat peluang, pada suatu ruang sampel S
adalah rincian (spesifikasi) bilangan-bilangan P(A) yang memenuhi aksioma 1, 2,
dan 3. Sering pula secara matematik untuk barisan peristiwa disjoint yang infinit
banyaknya ialah A1, A2, A3, didefinisikan sebagai peristiwa A1, A2, A3, dan

A i A j = i j
untuk dan i,j merupakan anggota himpunan bilangan bulat

positif.

4. KONSEP PENTING DALAM PROBABILITAS


4.1. Eksperimen
Konsep penting yang pertama adalah eksperimen statistic atau acak. Di dalam
statistic, istilah ini umumnya mengacu pada setiap proses observasi atau
pengukuran yang mempunyai lebih dari satu hasil yang mungkin dan di mana ada
ketidakpastian tentang hasil mana yang benar-benar akan terwujud.
Contoh, pelemparan sekeping mata uang logam,pelemparan sepasang mata
dadu, dan pengambilan sebuah kartu dari tumpukan kartu merupakan contoh-
contoh eksperimen. Dalam hal ini, ada asumsi yang tersirat bahwa dalam
melakukan semua eksperimen tersebut telah dipenuhi beberapa syarat, misalnya,
bahwa mata uang logam atau mata dadu itu wajar. Hasil dari eksperimen semacam
itu dapat berupa gambar atau angka jika mata uang logam dilemparkan, atau salah
satu dari angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 jika mata dadu dilemparkan.
Perhatikanlah bahwa hasil-hasil tersebut belum diketahui sebelum eksperimen
dilakukan. Tujuan dari eksperimen-eksperimen semacam itu barangkali adalah
7

untuk menetapkan sebuah dalil (misalnya, berapa banyak gambar yang mungkin
akan diperoleh dalam satu kali pelemparan, katakanlah, 1.000 mata uang logam?)
atau untuk menguji dalil bahwa mata uang logam tersebut wajar (misalnya,
apakah anda akan menganggap sebuah mata uang logam itu tidak wajar apabila
anda memperoleh hasil 70 gambar dalam pelemparan sebuah mata uang logam
sebanyak 100 kali).

4.2. Ruang Sampel


Himpunan semua hasil yang mungkin diperoleh dari suatu eksperimen
disebut populasi atau ruang sampel. Konsep ruang sampel pertama kali
diperkenalkan oleh Von Mises, seorang pakar matematika dan sekaligus insinyur
berkebangsaan Austria, pada tahun 1931.
Contoh, pertimbangkanlah sebuah eksperimen pelemparan dua mata uang
logam yang wajar. Misalkan H menyatakan gambar dan T menyatakan angka.
Jadi, kita akan mendapatkan hasil-hasil sebagai berikut : HH, HT, TH, TT, dimana
HH berarti gambar pada pelemparan pertama dan gambar pada pelemparan kedua,
HT berarti gambar pada pelemparan pertama dan angka pada pelemparan kedua,
dan sebagainya.
Dalam contoh ini, keseluruhan hasil, atau ruang sampelatau populasi, adalah
4. Tidak ada lagi hasil yang secara logika mungkin diperoleh.

4.3. Titik Sampel


Setiap anggota, atau hasil, di dalam ruang sampel atau populasi disebut titik
sampel. Dalam contoh 4.2, masing-masing hasil, yaitu HH, HT, TH, TT
merupakan titik sampel.

4.4. Kejadian
Kejadian merupakan kumpulan hasil tertentu dan karenanya merupakan
himpunan bagian dari ruang sampel.
Contoh, misalkan kejadian A adalah peristiwa munculnya satu gambar dan
satu angka dalam eksperimen pelemparan mata uang logam. Kita ketahui bahwa
hanya hasil HT dan TH saja yang termasuk dalam kejadian A. Misalkan B adalah
kejadian bahwa dua gambar muncul dalam pelemparan dua buah mata uang
logam. Jadi, jelas bahwa hanya hasil HH saja yang termasuk kejadian B.

5. ATURAN PENGHITUNGAN
8

Apabila kita ingin mengaitkan peristiwa A dalam ruang sampel S dengan


bilangan real P(A), maka yang dimaksud bilangan P(A) itu adalah sesuai dengan

a
interpretasi frekuensi relative n dengan n cukup besar. Aturan demikian

disebut fungsi himpunan peluang, disingkat menjadi fhp.


Berikut ini beberapa aturan penghitungan yang memberikan sifat-sifat
penting lainnya terhadap fungsi himpunan peluang.

Teorema 1, untuk setiap peristiwa A, P ( A )=1P ( A c ) .

Teorema 2, P ( ) =0

Teorema 3, jika peristiwa-peristiwa A dan B sedemikian hingga A B , maka

P ( A ) P (B)

Teorema 4, untuk setiap peristiwa A, P ( A ) 1 .

Teorema 5, jika A dan B merupakan dua peristiwa sebarang, maka


P ( A B )=P ( A ) + P ( B )P ( A B )

Teorema 6, jika A, B, dan C adalah tiga peristiwa sebarang, maka


P ( A B C )=P ( A ) + P ( B ) + P ( C )P ( A B )P ( A C ) P ( B C ) + P ( A BC )

6. BERBAGAI HUBUNGAN DALAM PROBABILITAS


Peluang terjadinya event sebagai hasil dari satu atau beberapa percobaan
mempunyai hubungan sebagai berikut :
a. Kejadian yang saling eksklusif
Suatu event dikatakan mempunyai hubungan saling eksklusif bila peluang
terjadinya suatu event hanya satu dari semua event yang dapat dihasilkan.
Kejadian demikian juga disebut kejadian marjinal atau tanpa syarat. Misalnya,
pada suatu kelahiran hanya dilahirkan bayi laki-laki atau perempuan dan bila
kelahiran bayi laki-laki telah terjadi maka tidak mungkin dilahirkan bayi
wanita.
b. Kejadian yang tidak saling eksklusif
9

Suatu kejadian dikatakan tidak saling eksklusif bila dalam satu kali percobaan,
terdapat adanya dua atau lebih kejadian bersamaan. Misalnya dalam
pengambilan satu kartu jack pada tumpukan kartu, dalam satu kartu jack
tersebut akan terjadi tidak saling eksklusif bila yang diharapkan adalah jack
hati. Namun akan terjadi saling eksklusif bila yang diharapkan kartu jack dan
queen secara bersamaan dalam satu kartu.

c. Kejadian independen
Dua peristiwa bersifat independen jika terjadinya peristiwa yang satu tidak
menghalangi probabilitas terjadinya peristiwa yang lain. Jadi jika peristiwa A
dan B bersifat independen, terjadinya A tidak menghalangi probabilitas
terjadinya B.
d. Kejadian dependen
Untuk menggambarkan keterikatan (dependent),misalkan dalam sebuah kotak
terdapat 10 gulungan film, dan diketahui bahwa 3 diantaranya rusak. Sebuah
gulungan film dipilih dari kotak tersebut. Jelas bahwa peluang memilih
gulungan yang rusak adalah 3/10, dan peluang memilih gulungan yang baik
adalah 7/10. Kemudian gulungan kedua diambil dari kotak tersebut tanpa
mengembalikan gulungan pertama yang diambil. Probabilitas pengambilan
berikutnya adalah gulungan rusak tergantung dari apakah gulungan pertama
yang dipilih rusak atau tidak. Probabilitas gulungan kedua yang diambil rusak,
yaitu 2/9, jika gulungan pertama yang diambil rusak. Dan sebesar 3/9, jika
gulungan pertama yang diambil adalah baik.

7. PROBABILITAS BERSYARAT
Sebelum menuju ke definisi peluang bersyarat (conditional probability),
persoalan berikut ini perlu dipahami terlebih dahulu.
Contoh, misalkan dua buah dadu bersisi enam digulingkan dan diperhatikan
bahwa T adalah muka dadu-dadu yang muncul berjumlah ganjil. Kita akan
menentukan peluang T yang lebih kecil dari 8.

Jika kita memisalkan A adalah peristiwa T <8 dan B adalah peristiwa

bahwa T adalah ganjil, maka AB adalah peristiwa dengan T sebesar 3, 5, atau 7.


10

Seperti dalam hal mengetos dua dadu, kita dapat menghitung P(AB) dan P(B)
sebagai berikut :
2 4 6 12 1
P ( AB )= + + = =
36 36 36 36 3

2 4 6 4 2 18 1
P (B)= + + + + = =
36 36 36 36 36 36 2

Notasi P ( A|B ) disebut peluang bersyarat dari peristiwa A bila ditentukan

bahwa peristiwa B telah terjadi. Bila N(A) menunjukkan banyaknya unsur-unsur


dalam peristiwa A, dan N(S) merupakan banyaknya titik sampel dalam ruang
sampel S, maka nilai
N ( A B ) N ( A B )
N ( S) 36 P(AB) 2
P ( A|B )= = = =
N ( B) N (B) P ( B) 3
N ( S) 36

Pengertian peluang bersyarat itu dapat juga dijelaskan sebagai berikut :


Misalkan B adalah sebuah peristiwa sebarang dalam ruang sampel S dengan

ketentuan P ( B ) >0 . Peluang bahwa sebuah peristiwa A terjadi sekaligus

peristiwa B telah terjadi, atau dengan kata lain, peluang bersyarat dari peristiwa A
bila ditentukan peristiwa B, ditulis P(A/B) adalah :
P ( A B)
P ( A /B )=
P (B)

Definisi 1, peluang bersyarat dari sebuah peristiwa A bila ditentukan bahwa


peristiwa B telah terjadi didefinisikan sebagai :
P ( A B)
P ( A|B )= dengan ketentuan P ( B ) >0
P (B )

Contoh, misalkan ruang sampel suatu eksperimen adalah orang-orang dewasa


Indonesia dan B adalah wanita dan A adalah sarjana. Bila seorang sarjana
dipilih secara acak, berapakah peluangnya bahwa yang terpilih itu adalah seorang
11

wanita atau ( B| A ) ? Pada dewasa ini telah diketahui bahwa peluang terpilihnya

seorang sarjana adalah 0,26 = P(A), dan peluang terpilihnya seorang wanita

sarjana adalah 0,115 = P ( A B ) . Dengan diketahuinya A, bahwasanya seorang

sarjana dipilih, peluang dari B, seorang wanita, adalah


0,115
P ( B| A )= =0,44
0,26

Perlu diperhatikan bahwa P(B/A) adalah tidak sama dengan P(A/B). dalam contoh
ini diberikan B (seorang wanita). P(B) = 0,5, peluang dari A(seorang sarjana)
adalah :
P ( A B ) 0,115
P ( A|B )= = =0,23
P (B ) 0,5

7.1. Peluang bersyarat untuk peristiwa bebas


Jika dua peristiwa A dan B saling bebas, maka P(AB) = P(A).P(B). dari sini,
jika P(B)>0, sesuai dengan definisi peluang bersyarat maka
P ( A) P (B )
P ( A|B )= =P ( A )
P (B )

Dalam kata lain, jika peristiwa-peristiwa A dan B adalah bebas, maka peluang
bersyarat dari A bila diketahui bahwa B telah terjadi adalah sama seperti peluang
tak bersyarat dari A bila tak terdapat informasi mengenai B. Konversi dari
pernyataan ini adalah juga benar. Jika P(A|B) = P(A), maka peristiwa-peristiwa A
dan B harus bebas.
Demikian pula halnya, jika A dan B merupakan dua peristiwa yang saling
bebas dan jika P(A) > 0, maka P(B|A) = P(B). konversinya jika P(B|A) = P(B),
maka peristiwa-peristiwa A dan B adalah bebas. Sifat-sifat peluang bersyarat ini
untuk peristiwa-peristiwa yang bebas menguatkan interpretasi dari konsep
kebebasan.

7.2. Aturan penggandaan untuk peluang bersyarat


Dalam sebuah eksperimen yang melibatkan dua peristiwa A dan B yang tidak
saling bebas, maka alat baik yang sering digunakan untuk menghitung peluang
12

P(AB) bahwa kedua peristiwa itu akan terjadi, adalah dengan cara
mengaplikasikan satu dari dua persamaan berikut :
P ( AB )=P ( B ) . P ( A|B )

Atau
P ( AB )=P ( A ) . P ( B| A )

Contoh, memilih empat bola. Misalkan empat bola dipilih satu per satu, tanpa
pengembalian, dari dalam sebuah kotak yang berisi bola merah sebanyak m dan

bola biru sebanyak b ( m 2, b 2 ). Kita akan menentukan peluang untuk

mendapatkan hasil urutan yang mungkin terjadi adalah merah, biru, merah, biru.
Jika kita memisalkan M1 menunjukkan peristiwa bahwa sebuah bola merah
akan diperoleh pada penarikan yang ke-j dan misalkan Bj menunjukkan peristiwa
bahwa sebuah bola akan diperoleh pada penarikan yang ke-j (j=1,,4), maka
P ( M 1 B 2 M 3 B 4 )=P ( M 1 ) P ( B2|M 1 ) P ( M 3|M 1 B2 ) P ( B 4|M 1 B2 M 3 )

m b m1 b1

m+b m+ b1 m+b2 m+ b3

7.3. Proses stokastik hingga dan diagram pohon


Sebuah barisan hingga dari eksperimen-eksperimen dalam hal mana tiap
eksperimen mempunyai sebanyak hingga peristiwa yang mungkin terjadi dengan
peluang tertentu, disebut proses stokastik (hingga). Cara yang baik
menggambarkan proses tersebut dan cara menghitung peluang untuk sebarang
peristiwa adalah dengan jalan diagram pohon seperti contoh berikut.
Contoh, misalkan terdapat tiga kotak sebagai berikut :
Kotak 1 berisi 10 bola lampu yang mana 4 diantaranya putus. Kotak 2 berisi 6
bola lampu yang mana 1 diantaranya putus. Kotak 3 berisi 8 bola lampu yang
mana 3 diantaranya putus. Kita diminta memilih sebuah kotak secara acak dan
mengambil sebuah lampu secara acak dari dalam kotak tersebut. Berapakah
peluang p bahwa bola yang terambil itu putus.
Dalam persoalan itu terdapat dua urutan eksperimen :
a. Memilih satu dari 3 kotak yang ada
b. Memilih sebuah lampu yang bisa terjadi putus (P) atau tidak putus (T)
13

Diagram pohon berikut ini menggambarkan proses ini dan memberikan peluang
tiap cabang dari pohon itu :

Peluang bahwa sebarang lintasan yang terjadi dari pohon itu diperoleh dengan
jalan mengalikan peluang tiap cabang dari lintasan itu, sebagai contoh peluang

1 2 2
=
memilih kotak I dan kemudian bola lampu putus adalah 3 5 15 .

Sekarang karena terdapat tiga lintasan yang berlainan yang mengarah ke


sebuah bola lampu putus, jumlah peluang-peluang dari lintasan tersebut
merupakan peluang yang ditanyakan :
1 2 1 1 1 3 113
p= + + =
3 5 3 6 3 8 368

8. KAIDAH PENGGANDAAN
Misalkan seseorang hendak bepergian dari kota A ke kota C dan harus lewat
kota B. Dari kota A ke kota B hanya terdapat dua rute yang berlainan, sedangkan
dari kota B ke kota C hanya terdapat tiga rute jalan yang berbeda pula. Banyaknya
rute yang berlainan yang dapat dilalui orang itu dari kota A ke kota C lewat kota B
adalah 2 x 3 = 6 lintasan berlainan. Persoalan tersebut akan menjadi lebih jelas
melalui gambar berikut :
14

Jika dua rute yang pertama dinamakan X1 dan X2, sedangkan untuk tiga rute
yang kedua dinamakan y1, y2 dan y3, maka ruang sampel S dari eksperimen itu
menjadi pasangan berurutan sebagai berikut :

( x 1 , y 1 ) ( x 1 , y 2 )( x1 , y 3 ) ( x 2 , y 1 ) ( x 2 , y 2 ) ( x2 , y 3 )

Sebagai contoh lain, misalkan dua buah dadu digulingkan. Karena tiap dadu
terdapat enam peristiwa yang mungkin terjadi, maka banyaknya pasangan
peristiwa yang mungkin terjadi adalah 6 x 6 = 36 dari eksperimen tersebut.
Aturan pergandaan itu dapat dikembangkan lebih dari dua bagian. Seandainya
dari kota C masih mau dilanjutkan ke kota D dalam eksperimen bepergian di atas,
sedangkan dari kota C terdapat lima rute yang berlainan ke kota D itu, maka
komposisi perjalanan dari kota A ke kota D menjadi 2 x 3 x 5 = 30 lintasan yang
berlainan. Secara umum aturan pergandaan itu dinyatakan sebagai berikut :
Jika suatu prosedur dapat dibentuk dalam n1 cara yang berlainan, dan jika
prosedur berikutnya sebagai prosedur kedua dapat di bentuk dalam n 2 cara
yang berlainan, dan jika prosedur berikutnya sebagai prosedur ketiga dapat
dibentuk dalam n3 cara yang berlainan, dan seterusnya, maka banyaknya cara
dengan urutan prosedur seperti tersebut adalah pergandaan n1.n2.n3.

9. DUA KEJADIAN BEBAS


Dua peristiwa A dan B terjadi secara bebas (independen) satu sama lain, bila
terjadi atau tidak terjadinya salah satu peristiwa tidak berhubungan dan tidak
dipengaruhi oleh terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang lain. Di bawah
kondisi seperti itu layaklah apabila kita mengasumsikan bahwasanya P(AB) =
P(A).P(B). Dengan kata-kata dan asumsi itu menyebutkan bahwa peluang kedua
peristiwa A dan B terjadi adalah sama dengan perkalian (produk) masing-masing
peluang. Sebagai contoh, misalkan secara bersamaan sekeping uang logam dittos
dan sebutir dadu sisi enam digulingkan, maka peluang terjadinya peristiwa A,
ialah peluang munculnya muka angka pada uang adalah ; peluang terjadinya
peristiwa B, ialah peluang munculnya angka 5 pada sisi dadu adalah 1/6. Dalam
15

eksperimen itu terjadinya peristiwa A tidak terkait atau bebas dengan terjadinya
peristiwa B. Peluang simultan terjadinya dua peristiwa A dan B adalah
1 1 1
P ( AB )=P ( A ) P ( B )= =
2 6 12

Akan lebih matematis pengertian peristiwa-peristiwa bebas itu bila


dinyatakan secara definitive.
Definisi 1. Peristiwa A dan B adalah bebas jika dan hanya jika
P ( A B ) =P ( A ) P ( B )

Jika tidak demikian halnya A dan B dinamakan peristiwa tidak bebas atau
dependen.
Peristiwa-peristiwa yang bebas sering disebut bebas statistic, bebas stokastik,
atau bebas dalam pengertian peluang. Tetapi yang banyak dipakai adalah bebas
tanpa suatu keterangan bila tak terdapat salah pengertian. Suatu hal yang perlu
dicatat bahwa pengertian itu selalu berlaku jika P(A) = 0 atau P(B) = 0 yang

menyebabkan P ( A B ) =0 , karena ( A B ) A dan ( A B ) B . Jadi

anggota ruas kiri dan ruas kanan dari P ( A B ) =P ( A ) P ( B ) keduanya adalah

sama dengan nol dan berakibat satu sama lain adalah sama.
Contoh 1, sebuah dadu merah bermuka enam dan sebuah dadu putih bermuka
enam digulingkan. Misalkan peristiwa A = {4 pada dadu merah} dan peristiwa B
= {jumlah kedua muka dadu adalah ganjil}. Dalam hal ini ruang sampel S
beranggotakan titik sampel sebanyak 36. Peristiwa A dan B berturut-turut

beranggotakan 6 dan 18, sedangkan peristiwa A B beranggotakan 3. Jadi

6 18 3
P ( A ) P ( B )= = =P ( A B )
36 36 36

Dalam hal ini A dan B menurut definisi 1 adalah bebas


Definisi 2, peristiwa A, B, dan C disebut bebas bersama (mutually
independent) jika dan hanya jika memenuhi dua syarat berikut :
a. Mereka bebas dalam sepasang-sepasang, sehingga
16

P ( A B ) =P ( A ) P ( B ) P ( A C )=P ( A ) P (C ) P ( B C )=P ( B ) P ( C )

b. P ( A B C )=P ( A ) P ( B ) P ( C )

Definisi 2 dapat diperluas terhadap kebebasan sepasang-sepasang dari empat


peristiwa atau lebih. Dalam perluasan ini, tiap pasang, tripel, kwartet, dan
seterusnya, harus memenuhi aturan pergandaan.
Contoh, misalkan sepasang uang logam ditos; dalam hal ini semua peristiwa
yang mungkin terjadi S = {AA, AG, GA, GG}.
Perhatikanlah peristiwa-peristiwa berikut :
A = {muka angka pada uang pertama} = {AA, AG}
B = {muka angka pada uang kedua} = {AA, GA}
C = {tepat ada satu muka angka} = {AG, GA}
2 1
=
Maka P(A) = P(B) = P(C) = 4 2 , dan

1 1 1
P ( A B ) =P ( { AA }) = P ( A C )=P ( { AG } )= P ( B C )=P ( { GA } )=
4 4 4

Karena syarat a pada definisi 2 dipenuhi, maka peristiwa A, B, dan C adalah

bebas sepasang-sepasang. Akan tetapi A B C= hingga mengakibatkan

( A B C )=P ( )=0 P ( A ) P ( B ) P ( C )

Karena syarat b pada definisi 2 tidak dipenuhi, maka tiga premis itu tidak
bebas bersama.

10. DALIL PELUANG TOTAL


10.1. Hubungan dari tiga peristiwa
Untuk tiga peristiwa sebarang A1, A2, dan A3 berlaku :
P ( A 1 A2 A 3 ) =P ( A 1) + P ( A 2 )+ P ( A 3 )

[ P ( A 1 A2 ) + P ( A2 A 3 ) +P ( A1 A 3 ) ] + P ( A 1 A 2 A3 )
17

P ( A 1 A2 A 3 )
Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai dari dapat

diperoleh dengan jalan menjumlahkan peluang dari tiap peristiwa secara


individual, dikurangi jumlah peluang dari pasangan irisan yang mungkin terjadi
dari tiga peristiwa, dan kemudian ditambah peluang irisan dari semua tiga
peristiwa.

10.2. Gabungan peristiwa sebanyak hingga


Untuk n peristiwa sebarang A1, A2, , An.
i=1
n
n +1
P ( n Ai ) = P ( Ai ) P ( A i A j ) + P ( A i A j A k ) P ( A i A j A k A l )+ + (1 ) P ( A1 A2
i=1 i< j i < j< k i < j <k<l

10.3. Masalah pencocokan


Misalkan seseorang mengetik n macam surat berlainan dan mengetik alamat
surat-surat itu pada amplop sebanyak n pula. Kemudian surat-surat tadi
dimasukkan ke dalam amplop-amplop secara acak. Diminta menentukan peluang
pn bahwa paling sedikit terdapat selembar surat yang dimasukkan ke dalam
amplop itu cocok atau sesuai dengan alamatnya. Contoh lain masalah pencocokan
ini misalnya terdapat n macam foto dari actor terkenal dicocokkan secara acak
dengan foto actor-aktor itu pada waktu masih bayi.

11. TEOREMA BAYES


Misalkan peristiwa-peristiwa A1, A2, , Ak membentuk sebuah partisi dari
ruang sampel S sehingga P(Aj) > 0 untuk j = 1, 2, , k, dan misalkan B
adalah sebarang peristiwa demikian sehingga P(B) > 0. Maka untuk i = 1,2,
, k
18

P ( A j ) P ( B| A J )
P ( A t|B ) = k

P ( A j ) P ( B|A j )
j=1

Contoh, suatu pabrik memproduksi semacam barang tertentu. Barang itu


dihasilkan oleh tiga mesin A, B dan C yang berturut-turut sebanyak 50%, 30%
dan 0% dari seluruh barang yang diproduksi pabrik tadi. Persentase barang yang
cacat (rusak) yang dihasilkan (output) tiga mesin tadi berturut-turut adalah 3%,
4% dan 5%. Jika sebuah barang terpilih itu adalah rusak berasal dari mesin A.
Misalkan X adalah peristiwa bahwa sebuah barang rusak. Peluang bahwa

barang itu rusak dihasilkan oleh mesin A adalah P ( A| X ) . Menurut teorema

Bayes
P ( A ) P ( A|X )
P ( A| X )=
P ( A ) P ( X| A ) + P ( B ) P ( X|B )+ P ( C ) P ( X|C )

( 0,50 ) ( 0,03 ) 15

( 0,50 )( 0,03 )+ ( 0,30 )( 0,04 ) + ( 0,20 ) ( 0,05 ) 37
19

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan


Masyarakat. Jakarta : EGC

Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 1 (Edisi 3).


Jakarta : Erlangga

Mason, Robert D. 2007. Teknik Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi.


Jakarta : Erlangga

Salam, Abdus. 1989. Pengantar Teori Peluang dan Statistika. Jakarta :


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai