TEORI PROBABILITAS
1. DEFINISI PROBABILITAS
Perkembangan teori probability atau peluang dimulai sejak abad ketujuh
belas yang lalu. Orang-orang yang mempunyai andil dalam perkembangan teori
peluang antara lain adalah para matematikawan Perancis bernama Blaise Pascal
(1623-1662) dan Pierre Fermat (1601-1665). Mereka menjabarkan peluang secara
tepat mengenai permainan judi yang bersangkutan dengan dadu. Selanjutnya
berturut-turut muncul berbagai karya ilmiah dari Huygens (1657), J. Bernoulli
(1713), De Moivre (1718), serta Bayes (1764). Karya mereka dalam perhitungan
peluang berhubungan dengan teori permutasi dan kombinasi dari berbagai macam
permainan dadu dan permainan kartu. Perlu diketahui pula bahwasanya
perhitungan peluang secara numeric mengenai berbagai macam dadu itu
sebelumnya telah dihitung pula oleh Girolamo Cardono (1501-1576) dan Galileo
Galilei (1564-1642).
Dewasa ini, teori peluang menjadi salah satu alat utama dari statistika dan
teori peluang berkait erat, sehingga sulit kalau membicarakan statistic tanpa
memahami arti peluang. Pengetahuan mengenai teori peluang dapat memberikan
interpretasi terhadap hasil yang diperoleh dalam statistika, karena banyak
prosedur statistika menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari
sampel-sampel yang selalu dipengaruhi oleh variasi acak (variasi random).
Dengan bantuan teori peluang variasi acak tersebut dapat ditentukan secara
numeric dalam menghasilkan kesimpulan-kesimpulan statistika. Teori peluang itu
juga merupakan alat penting dalam bidang rekayasa, sains, obat-obatan,
meteorology, fotografi yang berasal dari kapal ruang angkasa, marketing, ramalan
gempa bumi, dan tingkah laku manusia.
2. PENDEKATAN PROBABILITAS
Tiga macam pendekatan berbeda satu sama lain akan dibicarakan dalam
makalah ini. Tiap pendekatan kiranya akan berguna dalam mengaplikasikan teori
peluang terhadap persoalan-persoalan praktis.
2
a a
dilakukan sebanyak n kali adalah n ; nilai yang didekati oleh n bila n
menjadi tak hingga disebut limit frekuensi relative dan ditulis dengan lambing :
a
P ( A )=lim
n n
Tetapi, bila eksperimen itu dilakukan sebanyak n=1.000.000 kali, maka dapat
diharapkan bahwa munculnya gambar dan angka akan dekat sekali ke 50%.
Pendekatan frekuensi relative dari peluang itu tak dapat diterapkan secara
langsung terhadap masalah penting lainnya dalam pengertian peluang. Sebagai
contoh, masalah peluang sepasang kenalan baru muda-mudi akan melaksanakan
perkawinan dalam tempo setahun yang akan dating.
Peluang yang diinterpretasikan sebagai frekuensi relative itu disebut a
posteriori atau peluang empiric.
3
3 1
=
6 2 , karena terdapat tiga yang mungkin muncul genap dari seluruh
a
1 =1P 1P ( A )
n
a a
+q= + 1= =1
terjadinya peristiwa yang bukan A (disebut gagal) adalah n n .
1 2
p+q= + =1
Jadi, 3 3 .
derajat kepercayaan akan terjadinya peristiwa itu. Setiap orang dapat berbeda
derajat kepercayaannya terhadap suatu peristiwa, karena tergantung nilai,
pengalaman, sikap, dan lain-lain, sesuai dengan apa yang ia miliki baik berbentuk
data kualitatif maupun kuantitatif. Akan tetapi, seseorang harus benar-benar
berhati-hati dan konsisten dalam memberikan besarnya nilai peluang terhadap
suatu peristiwa, kalau tidak, ia akan kehilangan arah dalam memberikan
kesimpulan. Di dalam statistika derajat keyakinan (level of confidence) itu
merupakan hal penting dalam memberikan keputusan secara statistika.
3. AKSIOMA PROBABILITAS
Dalam suatu eksperimen tertentu, adalah perlu mengaitkan tiap peristiwa A di
dalam ruang sampel S dengan sebuah bilangan P(A) yang menunjukkan peluang
bahwa A akan terjadi. Agar supaya peluang itu memenuhi definisi secara
matematik, maka bilangan P(A) yang terkait itu harus memenuhi tiga aksioma
tertentu.
Aksioma pertama menyatakan bahwa peluang setiap peristiwa harus
merupakan bilangan nonnegative.
Aksioma kedua menyatakan bahwa jika suatu peristiwa pasti terjadi, maka
peluang peristiwa itu adalah 1.
Contoh : P ( S )=1
Sifat penjumlahan (additive) dari dua peristiwa yang saling lepas itu juga
berlaku terhadap peristiwa-peristiwa disjoint yang tak hingga (infinite)
banyaknya. Apabila sifat penjumlahan itu berlaku untuk peristiwa disjoint yang
6
A i A j = i j
untuk dan i,j merupakan anggota himpunan bilangan bulat
positif.
untuk menetapkan sebuah dalil (misalnya, berapa banyak gambar yang mungkin
akan diperoleh dalam satu kali pelemparan, katakanlah, 1.000 mata uang logam?)
atau untuk menguji dalil bahwa mata uang logam tersebut wajar (misalnya,
apakah anda akan menganggap sebuah mata uang logam itu tidak wajar apabila
anda memperoleh hasil 70 gambar dalam pelemparan sebuah mata uang logam
sebanyak 100 kali).
4.4. Kejadian
Kejadian merupakan kumpulan hasil tertentu dan karenanya merupakan
himpunan bagian dari ruang sampel.
Contoh, misalkan kejadian A adalah peristiwa munculnya satu gambar dan
satu angka dalam eksperimen pelemparan mata uang logam. Kita ketahui bahwa
hanya hasil HT dan TH saja yang termasuk dalam kejadian A. Misalkan B adalah
kejadian bahwa dua gambar muncul dalam pelemparan dua buah mata uang
logam. Jadi, jelas bahwa hanya hasil HH saja yang termasuk kejadian B.
5. ATURAN PENGHITUNGAN
8
a
interpretasi frekuensi relative n dengan n cukup besar. Aturan demikian
Teorema 2, P ( ) =0
P ( A ) P (B)
Suatu kejadian dikatakan tidak saling eksklusif bila dalam satu kali percobaan,
terdapat adanya dua atau lebih kejadian bersamaan. Misalnya dalam
pengambilan satu kartu jack pada tumpukan kartu, dalam satu kartu jack
tersebut akan terjadi tidak saling eksklusif bila yang diharapkan adalah jack
hati. Namun akan terjadi saling eksklusif bila yang diharapkan kartu jack dan
queen secara bersamaan dalam satu kartu.
c. Kejadian independen
Dua peristiwa bersifat independen jika terjadinya peristiwa yang satu tidak
menghalangi probabilitas terjadinya peristiwa yang lain. Jadi jika peristiwa A
dan B bersifat independen, terjadinya A tidak menghalangi probabilitas
terjadinya B.
d. Kejadian dependen
Untuk menggambarkan keterikatan (dependent),misalkan dalam sebuah kotak
terdapat 10 gulungan film, dan diketahui bahwa 3 diantaranya rusak. Sebuah
gulungan film dipilih dari kotak tersebut. Jelas bahwa peluang memilih
gulungan yang rusak adalah 3/10, dan peluang memilih gulungan yang baik
adalah 7/10. Kemudian gulungan kedua diambil dari kotak tersebut tanpa
mengembalikan gulungan pertama yang diambil. Probabilitas pengambilan
berikutnya adalah gulungan rusak tergantung dari apakah gulungan pertama
yang dipilih rusak atau tidak. Probabilitas gulungan kedua yang diambil rusak,
yaitu 2/9, jika gulungan pertama yang diambil rusak. Dan sebesar 3/9, jika
gulungan pertama yang diambil adalah baik.
7. PROBABILITAS BERSYARAT
Sebelum menuju ke definisi peluang bersyarat (conditional probability),
persoalan berikut ini perlu dipahami terlebih dahulu.
Contoh, misalkan dua buah dadu bersisi enam digulingkan dan diperhatikan
bahwa T adalah muka dadu-dadu yang muncul berjumlah ganjil. Kita akan
menentukan peluang T yang lebih kecil dari 8.
Seperti dalam hal mengetos dua dadu, kita dapat menghitung P(AB) dan P(B)
sebagai berikut :
2 4 6 12 1
P ( AB )= + + = =
36 36 36 36 3
2 4 6 4 2 18 1
P (B)= + + + + = =
36 36 36 36 36 36 2
peristiwa B telah terjadi, atau dengan kata lain, peluang bersyarat dari peristiwa A
bila ditentukan peristiwa B, ditulis P(A/B) adalah :
P ( A B)
P ( A /B )=
P (B)
wanita atau ( B| A ) ? Pada dewasa ini telah diketahui bahwa peluang terpilihnya
seorang sarjana adalah 0,26 = P(A), dan peluang terpilihnya seorang wanita
Perlu diperhatikan bahwa P(B/A) adalah tidak sama dengan P(A/B). dalam contoh
ini diberikan B (seorang wanita). P(B) = 0,5, peluang dari A(seorang sarjana)
adalah :
P ( A B ) 0,115
P ( A|B )= = =0,23
P (B ) 0,5
Dalam kata lain, jika peristiwa-peristiwa A dan B adalah bebas, maka peluang
bersyarat dari A bila diketahui bahwa B telah terjadi adalah sama seperti peluang
tak bersyarat dari A bila tak terdapat informasi mengenai B. Konversi dari
pernyataan ini adalah juga benar. Jika P(A|B) = P(A), maka peristiwa-peristiwa A
dan B harus bebas.
Demikian pula halnya, jika A dan B merupakan dua peristiwa yang saling
bebas dan jika P(A) > 0, maka P(B|A) = P(B). konversinya jika P(B|A) = P(B),
maka peristiwa-peristiwa A dan B adalah bebas. Sifat-sifat peluang bersyarat ini
untuk peristiwa-peristiwa yang bebas menguatkan interpretasi dari konsep
kebebasan.
P(AB) bahwa kedua peristiwa itu akan terjadi, adalah dengan cara
mengaplikasikan satu dari dua persamaan berikut :
P ( AB )=P ( B ) . P ( A|B )
Atau
P ( AB )=P ( A ) . P ( B| A )
Contoh, memilih empat bola. Misalkan empat bola dipilih satu per satu, tanpa
pengembalian, dari dalam sebuah kotak yang berisi bola merah sebanyak m dan
mendapatkan hasil urutan yang mungkin terjadi adalah merah, biru, merah, biru.
Jika kita memisalkan M1 menunjukkan peristiwa bahwa sebuah bola merah
akan diperoleh pada penarikan yang ke-j dan misalkan Bj menunjukkan peristiwa
bahwa sebuah bola akan diperoleh pada penarikan yang ke-j (j=1,,4), maka
P ( M 1 B 2 M 3 B 4 )=P ( M 1 ) P ( B2|M 1 ) P ( M 3|M 1 B2 ) P ( B 4|M 1 B2 M 3 )
m b m1 b1
m+b m+ b1 m+b2 m+ b3
Diagram pohon berikut ini menggambarkan proses ini dan memberikan peluang
tiap cabang dari pohon itu :
Peluang bahwa sebarang lintasan yang terjadi dari pohon itu diperoleh dengan
jalan mengalikan peluang tiap cabang dari lintasan itu, sebagai contoh peluang
1 2 2
=
memilih kotak I dan kemudian bola lampu putus adalah 3 5 15 .
8. KAIDAH PENGGANDAAN
Misalkan seseorang hendak bepergian dari kota A ke kota C dan harus lewat
kota B. Dari kota A ke kota B hanya terdapat dua rute yang berlainan, sedangkan
dari kota B ke kota C hanya terdapat tiga rute jalan yang berbeda pula. Banyaknya
rute yang berlainan yang dapat dilalui orang itu dari kota A ke kota C lewat kota B
adalah 2 x 3 = 6 lintasan berlainan. Persoalan tersebut akan menjadi lebih jelas
melalui gambar berikut :
14
Jika dua rute yang pertama dinamakan X1 dan X2, sedangkan untuk tiga rute
yang kedua dinamakan y1, y2 dan y3, maka ruang sampel S dari eksperimen itu
menjadi pasangan berurutan sebagai berikut :
( x 1 , y 1 ) ( x 1 , y 2 )( x1 , y 3 ) ( x 2 , y 1 ) ( x 2 , y 2 ) ( x2 , y 3 )
Sebagai contoh lain, misalkan dua buah dadu digulingkan. Karena tiap dadu
terdapat enam peristiwa yang mungkin terjadi, maka banyaknya pasangan
peristiwa yang mungkin terjadi adalah 6 x 6 = 36 dari eksperimen tersebut.
Aturan pergandaan itu dapat dikembangkan lebih dari dua bagian. Seandainya
dari kota C masih mau dilanjutkan ke kota D dalam eksperimen bepergian di atas,
sedangkan dari kota C terdapat lima rute yang berlainan ke kota D itu, maka
komposisi perjalanan dari kota A ke kota D menjadi 2 x 3 x 5 = 30 lintasan yang
berlainan. Secara umum aturan pergandaan itu dinyatakan sebagai berikut :
Jika suatu prosedur dapat dibentuk dalam n1 cara yang berlainan, dan jika
prosedur berikutnya sebagai prosedur kedua dapat di bentuk dalam n 2 cara
yang berlainan, dan jika prosedur berikutnya sebagai prosedur ketiga dapat
dibentuk dalam n3 cara yang berlainan, dan seterusnya, maka banyaknya cara
dengan urutan prosedur seperti tersebut adalah pergandaan n1.n2.n3.
eksperimen itu terjadinya peristiwa A tidak terkait atau bebas dengan terjadinya
peristiwa B. Peluang simultan terjadinya dua peristiwa A dan B adalah
1 1 1
P ( AB )=P ( A ) P ( B )= =
2 6 12
Jika tidak demikian halnya A dan B dinamakan peristiwa tidak bebas atau
dependen.
Peristiwa-peristiwa yang bebas sering disebut bebas statistic, bebas stokastik,
atau bebas dalam pengertian peluang. Tetapi yang banyak dipakai adalah bebas
tanpa suatu keterangan bila tak terdapat salah pengertian. Suatu hal yang perlu
dicatat bahwa pengertian itu selalu berlaku jika P(A) = 0 atau P(B) = 0 yang
sama dengan nol dan berakibat satu sama lain adalah sama.
Contoh 1, sebuah dadu merah bermuka enam dan sebuah dadu putih bermuka
enam digulingkan. Misalkan peristiwa A = {4 pada dadu merah} dan peristiwa B
= {jumlah kedua muka dadu adalah ganjil}. Dalam hal ini ruang sampel S
beranggotakan titik sampel sebanyak 36. Peristiwa A dan B berturut-turut
6 18 3
P ( A ) P ( B )= = =P ( A B )
36 36 36
P ( A B ) =P ( A ) P ( B ) P ( A C )=P ( A ) P (C ) P ( B C )=P ( B ) P ( C )
b. P ( A B C )=P ( A ) P ( B ) P ( C )
1 1 1
P ( A B ) =P ( { AA }) = P ( A C )=P ( { AG } )= P ( B C )=P ( { GA } )=
4 4 4
( A B C )=P ( )=0 P ( A ) P ( B ) P ( C )
Karena syarat b pada definisi 2 tidak dipenuhi, maka tiga premis itu tidak
bebas bersama.
[ P ( A 1 A2 ) + P ( A2 A 3 ) +P ( A1 A 3 ) ] + P ( A 1 A 2 A3 )
17
P ( A 1 A2 A 3 )
Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai dari dapat
P ( A j ) P ( B| A J )
P ( A t|B ) = k
P ( A j ) P ( B|A j )
j=1
Bayes
P ( A ) P ( A|X )
P ( A| X )=
P ( A ) P ( X| A ) + P ( B ) P ( X|B )+ P ( C ) P ( X|C )
( 0,50 ) ( 0,03 ) 15
( 0,50 )( 0,03 )+ ( 0,30 )( 0,04 ) + ( 0,20 ) ( 0,05 ) 37
19
DAFTAR PUSTAKA