KLARIFIKASI ISTILAH
IDENTIFIKASI MASALAH
BAB III
CURAH PENDAPAT
1 Injeksi konjungtiva
Disebabkan oleh melebarnya A. konjungtivas posterior atau dapat
juga disebabkan karena terjadinya akibat pengaruh mekanis, alergi
ataupun infeksi jaringan konjungtiva.
2 Injeksi Ciliar atau injeksi perikornea
BAB IV
KERANGKA KONSEP
Dodo 23 Tahun
migrasi
Mata merah pada Air kolam
kpermukaan Bakteri
sebelah kanan bola mata Virus
Terasa seperti ada bertemu fibrin Jamur
Keluar
Diberi
inflamasi
sekret
obatasing
benda Mata
Mengiritasi
merah Mata
Eksudat
Dilatasi
sulit
Bahan
dan mukus
tetes mata
Bengkak mata mengering
pembuluh
dibuka
kimia
dari sel goblet
darah
alergen
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
BAB VI
BELAJAR MANDIRI
BAB VII
HASIL BELAJAR
b) Lapisan tengah
Tunika vascular yang tersusun dari koroid, badan siliaris,
dan iris.
o Lapisan koroid adalah bagian yang sangat
terpigmentasi mencegah refleksi internal berkas
cahaya, juga untuk memberi nutrisi mata.
o Badan siliaris adalah penebalan di anterior lapisan
koroid yang mengandung pembuluh darah dan otot
siliaris. Otot melekat pada ligament suspensorik,
tempat perlekatan lensa. Berfungsi mengatur focus.
o Iris adalah perpanjangan anterior koroid, berwarna
bening. Terdiri atas jaringan ikat dan otot radialis
serta sirkularis. Berfungsi sebagai pengendali
diameter pupil.
o Pupil adalah ruang terbuka bulat pada iris yang
dilalui oleh cahaya.
c) Lensa
Struktur bikonveks bening, tepat di belakang pupil.
Memiliki elastisitas tinggi.
Elastisitas menurun seiring dengan usia
d) Rongga mata
Rongga anterior
o Ruang anterior terletak di belakang kornea dan di
depan iris.
o Ruang posterior terletak di depan lensa dan
dibelakang iris.
o Kedua ruang di atas berisia aqueous humor, suatu
cairan bening yang diproduksi prosessus siliaris
untuk kecukupan nutrisi lensa dan kornea.
o Aquaeous humor mengalir ke saluran schlemm dan
masuk sirkulasi vena.
o Tekanan aquaeous humor penting untuk menjaga
bentuk mata.
Rongga posterior
o Terletak diantara lensa dan retina, berisi vitreum
humor.
o Vitreum humor adalah gel transparan untuk
mempertahankan bentuk mata
e) Retina
Lapisan terpigmentasi luar
o Lapisan tunggal sel epitel kuboidal yang
mengandung pigmen melanin.
o Berfungsi untuk penyerapan cahaya berlebih dan
mencegah refleksi internal cahaya.
o Menyimpan vitamin A
Lapisan jaringan saraf dalam
o Sel batang (sensitive cahaya) dan kerucut (persepsi
warna dan pengelihatan siang).
o Neuron bipolar, membentuk lapisan tengah dan
menghubungkan sel batang dan kerucut ke sel
ganglion.
o Sel ganglion, mengandung akson yang bergabung
pada regia khusus dalam retina dan membentuk
saraf optic.
o Sel horizontal dan amakrin, sel lain dalam retina
untuk menghubungkan sinaps-sinaps lateral
Bintik buta
o Titik keluar saraf optic, tidak memiliki fotoreseptor.
Lutea macula
o Area kekuningan di daerah lateral pusat
Fovea
o Perlekukan sentral macula latea yang tidak memiliki
sel batang dan hanya memiliki sel kerucut, pusat
visual mata (Snell, 2006).
Fisiologi Penglihatan
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan
dekat memerlukan kontraksi dari badan ciliary, yang bisa memendekkan jarak
antara kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada
lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada
karena kontraksi yang menetap (konstan) dari otot-otot ciliary. Hal ini dapat
iris akan mengecilkan pupil agar cahaya lebih kuat melelui lensa yang tebal.
Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi aktivitas
chiasma (persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-
masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke
1 Trauma langsung
a Trauma mekanik
1 Trauma tajam
Trauma tajam biasanya mengenai struktur diluar bola mata
(tulang orbita dan kelopak mata) dan mengenai bola
mata(ruptura konjungtifa, ruptura kornea)
2 Trauma tumpul
Fraktura dasar orbita ditandai enoftalmus. Dapat terjadi
kebutaan pasca trauma tumpul pada orbita.Hematoma palpebra
biasanya dibatasi oleh rima orbita, selalu dipikirkan cedera
pada sinus paranasal.
3 Trauma akibat ledakan/tembakan
Ada 3 hal yang terjadi, yaitu :- Tekanan udara yang
berubah- Korpus alineum yang dilontarkan kearah mata yang
dapat bersifat mekanik maupun zat kimiatertentu- Perubahan
suhu/ termis
b Trauma non mekanik
1 Trauma kimia
Trauma kimia. Dibedakan menjadi 2, trauma oleh zat yang
bersifat asam dan trauma yang bersifatbasa.
2 Trauma termik
Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan
besi cair, diperlukan sama seperti traumakimia
3Trauma radiasi
Trauma radiasi disebabkan oleh inframerah dan ultraviolet.
d. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1 Lebam
2 Edema
3 Nyeri
4 Lakrimasi
5 Adanya benda asing
Tatalaksana : Ambil benda asing, alat berujung tumpul hindari
gunakan aplikator beraujung kapas karena dapat bergesek epitel
terlalu banyak
6 Pupil bergeser (TIO meningkat)
7 Adanya zat kimia
Tatalaksana :
a. Irigasi segera dengan air bersih atau larutan NaCl
b. Cuci mata dibawah aliran air keran
c. Memasukkan mata kedalam air
d. Mengejap-ngejapkan mata
e. Bilas terus selama 20 mnt atau sampai bersih
f. Balut mata bilateral
8 Perubahan visus (Sidarta Ilyas, ed.3 2008).
7.4 Skleritis
a Definisi
Skleritis adalah peradangan pada sklera atau gangguan
granulomatosa kronik pada sklera yang ditandai oleh destruksi kolagen,
sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya
vaskulitis. (Eva, 2000)
b Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Penyakit ini dapat
terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak,
dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. (Eva, 2000)
c Etiologi
(Eva, 2000)\
d Manifestasi Klinis
1 Rasa nyeri
Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri
tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun
sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang
sementara dengan penggunaan obat analgetik.
2 Mata berair
3 Fotofobia
4 Tanpa disertai sekret mukopurulen
5 Spasme
6 Tanda primernya adalah mata merah.
7 Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan
dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang
menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak.
(Ilyas, 2008)
e Klasifikasi
1 Episkleritis yaitu reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak
antara konjungtiva dan permukaan sklera. Terdapat 2 tipe :
a Simple
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada
usia muda. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman
pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia.
Terdapat pelebaran pembuluh darah baik difus maupun segmental.
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai
usia dekade 40-an. (Foulks, 1988)
b Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk
simple scleritis. Sekitar 30% penyebab skleritis nodular
dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5% dihubungkan
dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7%
dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus dan 3%
dihubungkan dengan gout. (Foulks, 1988)
2 Skleritis Anterior
Skleritis anterior merupakan 95% penyebab skleritis. Berbagai
varian skleritis anterior kebanyakan jinak. Ada 3 tipe skleritis ini,
yaitu :
a Difus
Ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster
oftalmikus dan gout. (Foulks, 1988)
b Nodular
Tipe nodular dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.
Tipe nodular lebih nyeri. (Foulks, 1988)
c Nekrotik
Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi
sistemik atau komplikasi okular pada sebagian pasien. 40%
menunjukkan penurunan visus. 29% pasien dengan skleritis
nekrotik meninggal dalam 5 tahun. Tipe nekrotik lebih bahaya
dan sulit diobati. Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:
i Dengan inflamasi
ii Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)
(Foulks, 1988)
3 Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama
dengan skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai
dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat. Ada
perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin
koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem makula.
Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang
okuli anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang
terbatas dan retraksi kelopak mata bawah. (Foulks, 1988)
f Diagnosis
1 Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama
pasien, perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk
riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat pembedahan juga perlu
pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. (Ilyas, 2008)
2 Pemeriksaan Fisik
a Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang
difus. Area hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh
inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses
nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa
menjadi avaskular yang menghasilkan bagian putih di tengah
yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. (Eva, 2000)
(Chern, 2002)
b Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan
dalam episklera dengan beberapa bendungan pada jaringan
superfisial episklera. (Eva, 2000)
c Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang
mempunyai kongesti vaskular yang maksimum, area dengan
tampilan vaskular yang baru dan juga area yang avaskular total.
(Eva, 2000)
d Pemeriksaan umum pada mata meliputi otot ekstra okular,
kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus. (Eva,
2000)
3 Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan Lab
Hitung darah lengkap dan laju endap darah
Kompleks imun serum
Faktor rematoid serum
Imunoglobulin E
Kadar asam urat serum (Eva, 2000)
b Pemeriksaan Radiologi
Foto thorax
Ultrasonography
CT-Scan
MRI (Foulks, 1988)
c Pemeriksaan Lain
Skin Test
Tes usapan dan kultur
Histopatologi (Foulks, 1988)
g Penatalaksanaan
Terapi awal diberi obat anti inflamasi non-steroid sistemik.
(indometasin 100 mg perhari atau ibuprofen 300 mg perhari). Apabila
tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak
penyumbatan vaskular diberi terapi steroid sistemik dosis tinggi.
Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari
yang diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis
pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Penyakit yang berat
mengharuskan terapi intravena dengan metil prednisolon 1 g setiap
minggu. (Eva, 2000)
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki
perforasi sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar
diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi langsung
mikroba. (Eva, 2000)
h Komplikasi
1 Keratitis
2 Uveitis
3 Glaukoma
4 Proptosis
5 Katarak
6 Hipermetropia (Ilyas, 2008)
7.5 Konjungtivitis virus
a. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri
dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri
(Vaughan, 2010).
b. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada
orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas,
2008).
c. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Konjungtivitis folikular viral akut dibedakan menjadi
Demam Faringokonjungtival, Keratokonjungtivitis Epidemika,
Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks, Konjungtivitis Hemoragika
Akut. Sedangkan Konjungtivitis Viral Kronik dibedakan menjadi
Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum, Blefarokonjungtivitis
Varicella-Zoster, Keratokonjungtivitis Campak. (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis folikular viral akut
1) Demam Faringokonjungtival
Ditandai oleh demam 38,3-40oC, sakit tenggorokan dan
konjungtivitis folikular pada satu atau dua mata
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus
tipe 3, 4 dan 7
Folikel sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa
faring
Khas : limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan)
Lebih sering pada anak- anak daripada dewasa dan mudah menular
di kolam renang berklor rendah
Tidak ada pengobatan spesifik, umumnya sembuh sendiri dalam 10
hari. (Vaughan, 2010).
2) Keratokonjungtivitis Epidemika
Pada awalnya terdapat injeksi konjungtiva, nyeri sedang dan mata
berair; dalam 5-14 hari akan diikuti fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel.
Sensasi kornea normal dan terdapat nodus preaurikular dengan
nyeri tekan yang khas.
Berlangsung paling lama 3-4 minggu
Disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29 dan 37. (Vaughan,
2010).
2) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Hiperemia dan konjungtivitis infiltratif disertai erupsi vesikular
yang khas di sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus
cabang oftalmika adalah khas herpes zooster.
Konjungtivitisnya biasanya papilar, tetapi pernah ditemukan
folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian
berulserasi.
Kerokan dari palpebranya mengandung sel raksasa dan banyak
leukosit PMN.
TL : Acyclovir oral dosis tinggi, 800 mg per oral 5x/hari selama 10
hari (Vaughan, 2010).
3) Keratokonjungtivitis Campak
Pada tahap awal, tampilan konjungtiva mirip kaca yang aneh lalu
akan diikuti edema plica semilunaris. Beberapa hari sebelum erupsi
kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen.
Kerokan konjungtiva menunjukan reaksi sel mononuklear. Pada
pulasan Giemsa menunjukan sel- sel raksasa. (Vaughan, 2010).
d. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung
etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang
membedakan tipetipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi
mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan
dan frekuensi gejala, faktorfaktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada
anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya
sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri
berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena
menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
e. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya
pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).
g. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak
diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea (Vaughan, 2010). Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan
penyebaran infeksi (James, 2005)
a. Etiologi
Hiperakut (purulen) : Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis,
Neisseria gonorrhoeae subspesies kochii
Akut (mukopurulen) : Pneumococcus (Streptococcus penumonia)
(iklim sedang), Haemophilus aegyptus (basil Koch-Weeks) (iklim
sedang)
Subakut : Haemophilus influenzae (iklim sedang)
Kronik : Staphylococcus aureus, Moraxella lacunata (diplobasil
Morax-Axenfeld)
(Vaughan & Asbury, 2014)
b. Klasifikasi
Konjungti vitis bakteri hiperakut (purulen)
Disebabkan oleh N gonorrhoeae, N kochii dan N meningitidis,
ditandai oleh eksudat purulen yang banyak. Konjungtivitis
mengingokok kadang0 kadang terjadi pada anak- anak. (Vaughan &
Asbury, 2014)
Konjungtivitis mukopurulen (cattarhal) akut.
Penyakit ini ditandai dengan hiperemia konjungtiva akut dan
sekret mukopurulen berjumlah sedang. Penyebab paling sering adalah
Streptococcus pneumonia pada iklim sedang dan Haemophilus
aegyptus pada iklim tropis. Penyebab yang kurang umum adalah
staphylococcus dan streptococcus lain. Konjungtivitis yang
disebabkan oleh S pneumoniae dan H aegyptus dapat disertai
perdarahan subkonjungtiva. (Vaughan & Asbury, 2014)
Konjungtivitis subakut
Paling sering disebabkan oleh H influenzae, dan terkadang
oleh Escherichia coli dan spesies proteus. Infeksi H influenzae
ditandai dengan eksudat tipis, berair, atau berawan. (Vaughan &
Asbury, 2014)
Konjungtivitis bakteri kronik
Terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus nasolacrimalis
dan dakriosistitis kronik, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga bisa
menyertai blefaritis bakterial kronik atau disfungsi kelenjar meibom.
(Vaughan & Asbury, 2014)
c. Patofisiologi
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
e. Pemeriksaan Penunjang
f. Tatalaksana
Sambil menunggu hasil laboratorium, diberikan antibiotic spectrum luas
(polymyxin-trimethroprim).
Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan Gram nya menunjukan
diplococcus gram negative, sugestif neissseria, segera dimulai terapi
topical dan sistemik.
Jika kornea tidak terlibat, diberikan ceftriaxone 1 gr do tunggal per
intramuscular.
Jika kornea terlibat, dibutuhkan ceftriaxone parenteral, 1-2 gr per hari
selama 5 hari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjungtivalis harus
dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan secret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran, jaga higiene perorangan. (Vaughan &
Asbury, 2014)
g. Komplikasi dan Sekuele
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok
Parut konjungtiva dapat mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa
dan membranosa
Ulserasi kornea marginal dapat terjadi paad infeksi N gonorrhoeae, N
kochii, N meningitides, H Aegyptus, S aureus dan M catarrhalis
Produk toksik N gonorrheae berdifusi melalui kornea masuk ke bilik
mata depan, timbul iritasi toksik. (Vaughan & Asbury, 2014)
b. Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak
sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.
(Vaughan, 2000)
c. Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60 - 120 mg dua kali
sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg
waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat
antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan
iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada
kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus
lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan
transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya. (Ilyas, 2008)
Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
1) Phlyctenulosis
a. Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas
lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil
tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis,
Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2,
dan L3. (Vaughan, 2000)
b. Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah,
menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk
segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat
putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10 - 12 hari.
Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh
terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat
jarang di tarsus. (Ilyas, 2008)
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan
air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai
fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif,
konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet. (Ilyas, 2008)
c. Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein
dari infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap
kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24
jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical
hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif.
Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan
steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala
akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin
memerlukan tranplantasi. (Ilyas, 2008)
2) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin,
antibiotika spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh
konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi
papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi.
Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan
sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear
tanpa eosinofil. (James, 2005)
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan
menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan
kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi.
Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan
glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang
menjelekkan. (James, 2005)
Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
1) Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dengan Sindrom Sjorgen (trias : keratokonjungtivitis
sika, xerostomia, dan artritis). (Ilyas, 2008)
a. Gejala
a Khas : hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang
tidak sebanding dengan tanda-tanda radang.
b Dimulai dengan konjungtivitis kataralis.
c Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi
menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.
d Lapisan air mata berkurang (uji schirmer : abnormal).
b. Pengobatan
b) Air mata buatan untuk vitamin A topikal.
c) Obliterasi puncta lakrimal.
B. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
1) Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik
infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat
pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-
obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau
yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam
saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis
kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada
pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam
saccus conjungtivae. (James, 2005)
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel
berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel
berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab
dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa
tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu
atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan. (James,
2005)
2) Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan
yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis.
Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut,
tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di
daerah tertentu, asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab
utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum
dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak
ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena
seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. (James,
2005)
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein
jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan
cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetapdi dalam
jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama
berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar
alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva
bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala
utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat
diungkapkan. (James, 2005)
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan
air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus
disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi.
Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika
sistemik bila perlu. (Ilyas, 2008)
BAB VIII
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan
pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah,
sehingga sering disebut mata merah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, ataupun bentuk noninfeksius.
8.2 Saran
Tutorial yang membahas skenario 1 di kelompok 5 telah berjalan
dengan lancar. Masing-masing anggota telah menyampaikan pendapat
disertai referensi yang jelas. Ketua kelompok telah memimpin jalannya
tutorial dengan baik dan adil. Sebaiknya peserta tutorial lebih aktif
menyampaikan pendapat agar potensi masing-masing peserta dapat
berkembang dan memahami lebih lanjut mengenai permasalahan yang ada
pada skenario selanjutnya agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditargetkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Penggunaan ICD-10 (Seri I). Jakarta:
Pusat Data Kesehatan
Foulks GN, Langston DP. 1988. Cornea and External Disease. In: Manual of
Ocular Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America:
Library of Congress Catalog
Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Ilyas, S. 2010. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta :
Penerbitan Media Aesculapius FKUI