Anda di halaman 1dari 4

Kebijakan publik

Oleh: samudera wibawa


Diposkan oleh medusyam/http://thepublicadministration.blogspot.co.id/2011/06/review-
buku-evaluasi-kebijakan-publik.html

Dalam buku ini pemerintah dianggap sebagai suatu organisasi yang menyerap
semua tuntutan dan kepentingan para pelaku politik, menghimpun sumber daya dari para
pelaku ini dan memenuhi tuntutan serta kepentingan masyarakat. Karena tidak semua
tuntutan dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan, terutama disebabkan oleh jumlah
dan kualitas sumber daya yang lebih sedikit dibanding tuntutan tersebut, maka
pemerintah selalu melakukan penyaringan dan pemilihan tuntutan atau kepentingan. Ada
tuntutan yang dapat dipenuhi segera, tapi tidak sedikit yang harus ditunda dan
disingkirkan. Hasil penyaringan dan pemilihan inilah yang dirumuskan sebagai kebijakan
publik.
Suatu kebijakan pastinya mempunyai suatu rangkaian proses. Mulai dari proses
formulasi, yaitu merumuskan kebijakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Kemudian implementasi kebijakan, yaitu
proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah di buat, agar tujuan dari kebijakan tersebut
tercapai. Proses yang terakhir yaitu proses evaluasi, tujuannya untuk meninjau kembali
apakah kebijakan sudah berjalan sebagaimana mestinya, dan apakah sudah mencapai
tujuan kebijakan atau belum.
Kebijakan publik merupakan sebuah aksi yang ditimbulkan atas keluhan dan
permasalahan yang dilemparkan oleh masyarakat. Kebijakan publik juga menimbulkan
suatu konsekuensi atau dampak yang merupakan perubahan kondisi fisik maupun sosial
akibat output dari kebijakan. Tak jarang juga kebijakan publik dibuat berdasarkan tujuan
untuk memenuhi tuntutan aktor kebijakan. Hanya saja, karena alasan politik, tujuan
kebijakan sering dirumuskan secara kabur dan tidak transparansi. Suatu kebijakan sering
dibuat untuk mencapai maksud dan kepentingan yang berbeda dengan apa yang
dirumuskan.
Seringkali tindakan kebijakan yang telah dirancang sedemikian rupa tidak dapat
mewujudkan semua kehendak kebijakan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
lemahnya daya antisipasi para pembuat kebijakan maupun pendesain program dan
proyek, terganggunya implementasi oleh kondisi lingkungan yang tidak teramalkan
sebelumnya. Oleh karena itu, untuk kepentingan inilah evaluasi kebijakan dilakukan oleh
pemerintah.
Kegiatan evaluasi ini dalam beberapa hal mirip dengan pengawasan dan kontrol.
Pelaku utamanya jelas pemerintah, akan tetapi sering pelaku yang lain seperti lembaga
penelitian yang independen, partai politik, dan tokoh-tokoh masyarakat.
Evaluasi tersebut tidak hanya terjadi pada saat akhir saja, tetapi pada setiap
proses, baik formulasi maupun implementasi. Evaluasi kebijakan merupakan aktivitas
ilmiah yang perlu dilakukan oleh para pengambil kebijakan di dalam tubuh birokrasi
pemerintah maupun organisasi sosial dan politik. Di tangan aktor kebijakan ini, evaluasi
memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu memberikan masukan bagi penyempurnaan
kebijakan. Dengan melakukan evaluasi, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas
program-program mereka sehingga meningkat pula kepuasan publik terhadap kebijakan
pemerintah. Kemudian, hasil evaluasi tersebut dapat digunakan untuk memperkuat
argumentasi agar pemerintah melakukan perbaikan terhadap kebijakannya sehingga asas
keadilan, kemerataan, dan demokrasi lebih diperhatikan oleh pemerintah.
Evaluasi ada dua, yang pertama evaluasi implementasi, dan yang kedua yaitu
evaluasi dampak kebijakan. Ada tiga buah model evaluasi implementasi kebijakan.
Pertama, model Meter dan Horn yang menjelaskan hubungan antar aktor yang
mempengaruhi hasil dan kinerja suatu kebijakan, yaitu; (1) kompetensi dan jumlah staf,
(2) rentang dan derajat pengendalian, (3) dukungan politik yang dimiliki, (4) kekuatan
organisasi, (5) derajat keterbukaan dan kebebasan komunikasi, (6) keterkaitan dengan
pembuat kebijakan. .
Kedua, model Grindle yang menyatakan keefektifan implementasi kebijakan
tergantung dari isi kebijakan dan konteks implementasinya. Menurut Grindle, isi
kebijakan mencakup; (1) kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, (2) jenis manfaat
yang akan dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4) kedudukan pembuat
kebijakan, (5) pelaksana program, (6) sumberdaya yang digunakan.
Ketiga, model Sabatier dan Mazmian, yang menjelaskan bahwa implementasi
kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu; (1) karakteristik masalah, (2)
struktur manajemen program, (3) faktor-faktor diluar peraturan. Model ini menekankan
pada perhatian pada dua hal mendasar, yaitu kebijakan dan lingkungan kebijakan.
Kelemahannya yaitu, Sabatier dan mazmanian terlalu menganggap suatu implementasi
akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi peraturan yang telah dibuat.
Dengan memahami model-model tersebut, para evaluator dapat lebih cermat
melakukan evaluasi, sehingga banyak persoalan dapat dianalisis secara komprehensif dan
tidak parsial, dan serta dapat memperluas hasil pengamatan evaluator.
Selanjutnya yaitu evaluasi dampak kebijakan, yaitu evaluasi yang memberikan
perhatian yang lebih besar kepada output dan dampak kebijakan dibandingkan kepada
proses pelaksanaannya. Dalam buku ini dijelaskan, ada dampak yang diharapkan dan
dampak yang tidak diharapkan. Dampak yang diharapkan maksudnya adalah ketika
kebijakan dibuat, pemerintah telah menentukan atau memetakan dampak apa saja yang
akan terjadi. Lebih dari itu, pada akhir implementasi kebijakan muncul juga dampak-
dampak yang tidak terduga.
Dalam hal ini yang dievaluasi yaitu mulai dari peramalan kebijakan (forecasting).
Contohnya saja kita mengkaji evaluasi dampak kebijakan pada kebijakan pembuatan
Terminal Regional Bingkuang Kota Padang. Dalam implementasinya, kebijakan ini tidak
berjalan seperti tujuan yang telah ditetapkan. Kevakuman Terminal Regional Bingkuang
(TRB) di Aia Pacah, By Pass, Kota Padang selama 10 tahun yang dibangun tahun 1996
senilai Rp 15 miliar tersebut menuai kontroversi baik dari pemerintah maupun dari
elemen masyarakat seperti pedagang, supir angkutan umum, dan lainnya.Hal ini
menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan tidak mampu meramalkan dampak dari
kebijakan pembangunan terminal tersebut, yang selain telah banyak membuang dana
secara percuma, juga mengakibatkan semrawutnya daerah di pusat Kota Padang karena
tidak adanya terminal yang berfungsi secara aktif dan maksimal.
Selanjutnya analisis evaluasi dilanjutkan dengan karakteristik Analisis Dampak
Sosial (ADS). Seringkali suatu ADS membawa konsekuensi pada diubahnya kebijakan.
Seperti kasus pembangunan TRB Aia Pacah, dimana pemerintah mengharapkan dengan
membangun terminal akan lebih memperluas pemerataan penduduk dan kota ke daerah
timur. Setelah dilakukan ADS mungkin memberikan hasil negatif seperti terminal
tersebut tidak akan efektif digunakan mengingat masih kurangnya infrastruktur dan
langkanya akses menuju kesana, namun pemerintah nekat dan tetap membangun
terminal.
Selanjutnya yaitu langkah-langkah ADS. Langkah-langkah ini bertujuan agar
pemerintah dapat memberikan fasilitas dan pelayanan tambahan agar kebijakan lebih
sempurna. Misalnya saja, untuk melengkapi program pembangunan tersebut perlu
dibangun infrastruktur penunjang dan menata ulang kembali terminal dengan melibatkan
seluruh aspek seperti dinas transportasi dan tata letak kota, supir-supir angkot,
masyarakat dan pedagang.
Terakhir yaitu dimensi-dimensi dampak. Dalam hal ini evaluator perlu
memperhatikan beberapa dimensi, yaitu waktu, selisih antara dampak aktual dan yang
diharapkan, tingkat agregasi dampak, dan jenis dampak. Selain itu evaluator juga perlu
mencermati tiga persoalan lain seperti wilayah program, apakah program berlingkup
nasional, propinsi, kota, kecamatan, atau desa. Kedua, ukuran program, yaitu berapa
jumlah individu yang dilayani untuk setiap satuan wilayah program. Ketiga yaitu
kebaruan program, apakah dampak yang diharapkan oleh program tersebut dianggap
baru.

Anda mungkin juga menyukai