Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemajuan ilmu dan teknologi di segala bidang dalam kehidupan ini


membawa dampak yang sangat signifikan terhadap peningkatan kualitas
hidup, status kesehatan, umur harapan hidup dan bertambahnya usia lanjut
yang melebihi perkiraan statistik. Kondisi tersebut akan merubah
komposisi dari kasus-kasus penyakit infeksi yang tadinya menempati
urutan pertama sekarang bergeser pada penyakit-penyakit degeneratif dan
metabolik yang menempati urutan pertama. Kasus degeneratif yang
diderita oleh kaum pria yang menempati urutan tersering adalah kasus
Benigna Prostat Hipertrofi (BPH) karena kasus ini menyebabkan tidak
lancarnya saluran perkemihan (Smeltser, 2002)

Benigna Prostate Hipertropi adalah pembesaran granula dan organ


seluler kelenjar prostate yang berhubungan dengan proses perubahan
endokrin berkenaan dengan proses perubahan endokrin berkenaan dengan
proses penuaan (Tucker, 1998). Kelenjar prostate melingkari kandung dan
uretra sehingga hipertropi prostate sering kali menghalangi pengosongan
kandung kemih (Tucker, 1998) Kejadian BPH pada pria usia 50 tahun
angka kejadiannya sekitar 50 %, pada usia 80 tahun angka kejadiannya
adalah 60 %. Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin, kencing terasa
panas, kencing menetes dan lama-lama bisa menyebabkan tidak bisa
kencing (Anuria). Tentu hal ini akan menimbulkan kecemasan kepada
kaum pria (Syamsuhidayat, 1998). Hal ini dipengaruhi karena kebiasaan
para pria mengangkat beban berat dalam rentang waktu lama, faktor
penuaan dan faktor hormonal.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil
masalah ini sebagai laporan kasus yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN PADA TN R. DENGAN DIAGNOSA BENIGNA
PROSTATE HIPERPLASIA DI RUANG KENANGA RSUD PROF. DR
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

1
C. TUJUAN
Tujuan penulisan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus :
1. Tujuan umum :
- Memperoleh informasi tentang penyakit BPH dan asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan khusus
- Mampu menjelaskan konsep dasar teori Asuhan Keperawatan
dengan diagnosa BPH
- Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa BPH
- Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan
diagnosa BPH
- Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnosa BPH
- Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada klien dengan
diagnosa BPH
- Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan
diagnosa BPH
- Mampu menelaah jurnal sesuai kasus BPH

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
1. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat
nonkanker, (Corwin, 2000).
2. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan
oleh penuaan. Price&Wilson (2005).
3. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang
jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia
fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi
prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia
(Sabiston, David C,2004)
4. BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium
uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses
penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

3
C. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala iritatif meliputi :
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,
dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing
tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular
pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT)
dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel
yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesa protein.
2. Teori hormon

4
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah
relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan
perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth
factor (-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak.
Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. -FGF dapat
dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari
kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan
membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema
yang terjadi pada prostat yang membesar. Hesitancy (kalau mau miksi harus
menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat melawan resistensi uretra.
Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak
dalam buli-buli.
Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar
miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.
Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,

5
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal. Infeksi saluran kemih
dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap berada dalam
saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-
buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri.
Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat
terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga
lama kelamaan dapat menyebabkan hernia dan hemoroid.

6
E. PATHWAY

Pathway BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

7
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific
antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau
sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi.
Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >
0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10
ng/ml
b. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb,
leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
c. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu
urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat
/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum
kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing
(viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah
kencing adalah untuk menilai residual urin.

8
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan
kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak
dapat berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat
mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang
suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk
drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
a. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan
pemeriksaan colok dubur
b. Terapi medikamentosa
Penghambat adrenergik (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor
pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini
akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan
aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
c. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk
terapi bedah yaitu :
Retensi urin berulang
Hematuri

9
Tanda penurunan fungsi ginjal
Infeksi saluran kemih berulang
Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
Ada batu saluran kemih.
i. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen
bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam
prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat
dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi
transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat
menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat
pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir
ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan
kelenjar prostat diangkat dari atas.
Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna
untuk biopsi terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau
cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah
kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta
bidang operatif terbatas.
Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung
kemih. Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta
kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang
jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi,
retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan
disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan
impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan
impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus
aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu
karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka
cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan
bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard.

10
ii. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat
berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak
kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai
angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
iii. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan
alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan
merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat
morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada
prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian
dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan
cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan
terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
(Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah
dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah
24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4
jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi
dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala
dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien
cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek
adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan
darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra,
ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan
tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon tranuretral, ablasi jarum
transuretral

11
TURP BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

I. PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
a. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah,
CT, BT, AL)
b. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam.
Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2
hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk
meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
Hari ke 4 post operasi diklem
Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin
dalam kateter bening)
Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat
injeksi bisa diganti dengan obat oral.
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi

12
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi
dengan betadin
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan
otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada
pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan
tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan
abdomen, perdarahan
Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena
tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan
memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada
tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.

13
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong
dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah
operas
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah
masalah urinari yang dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi

14
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah
berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
5. Kaji pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan radiografi
- Urinalisa
- Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Pre operasi
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
- Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
proses bedah.
- Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologi
- Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan spasme kandung kemih.
b. Post operasi
- Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
- Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
- Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d
kurangnya paparan informasi.
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca operasi.
- Disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten dari
TURP

15
Rencana keperawatan
PRE OPERASI
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan pengalaman keperawatan selama .x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan
emosional yang tidak klien dapat: yang dapat diterima pasien
menyenangkan yang timbul dari 1. Mengontol nyeri Intervensi:
kerusakan jaringan aktual atau Definisi : tindakan Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik,
potensial, muncul tiba-tiba atau seseorang untuk mengontrol waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
lambat dengan intensitas ringan nyeri dan faktor-faktor pencetus
sampai berat dengan akhir yang ndikator: Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
bisa diantisipasi atau diduga dan Mengenal faktor-faktor khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
berlangsung kurang dari 6 bulan. penyebab Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Mengenal onset/waktu Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
Faktor yang berhubungan :Agen kejadian nyeri nyeri
injuri (biologi, kimia, fisik, tindakan pertolongan non- Kaji latar belakang budaya klien
psikologis) analgetik Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
Menggunakan analgetik tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
Batasan karakteristik : melaporkan gejala-gejala tanggungjawab peran
- Laporan secara verbal atau kepada tim kesehatan (dokter, Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri
non verbal adanya nyeri perawat) kronis
- Fakta dari observasi nyeri terkontrol Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
- Posisi untuk menghindari telah digunakan
nyeri Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
- Gerakan melindungi 2. Menunjukkan tingkat nyeri Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
- Tingkah laku berhati-hati Definisi : tingkat keparahan dari terjadi, dan tindakan pencegahan
- Muka topeng nyeri yang dilaporkan atau Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
- Gangguan tidur (mata sayu, ditunjukan klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan,

16
tampak capek, sulit atau gerakan penyinaran, dll)
kacau, menyeringai) Indikator: Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
- Terfokus pada diri sendiri Melaporkan nyeri Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
- Fokus menyempit (penurunan Frekuensi nyeri (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-
persepsi waktu, kerusakan proses Lamanya episode nyeri dingin, massase)
berpikir, penurunan interaksi Ekspresi nyeri: wajah Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
dengan orang dan lingkungan) Posisi melindungi tubuh Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
- Tingkah laku distraksi, contoh Kegelisahan Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
: jalan-jalan, menemui orang lain Perubahan Respirasirate Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
dan/atau aktivitas, aktivitas Perubahan Heart Rate tepat
berulang-ulang) Perubahan tekanan Darah Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
- Respon autonom (seperti Perubahan ukuran Pupil Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat
diaphoresis, perubahan tekanan Perspirasi tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
darah, perubahan nafas, nadi dan Kehilangan nafsu makan monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam 2. Pemberian Analgetik
tonus otot (mungkin dalam Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
rentang dari lemah ke kaku) menghilangkan nyeri
- Tingkah laku ekspresif Intervensi:
(contoh : gelisah, merintih, Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan sebelum
menangis, waspada, iritabel, nafas pengobatan
panjang/berkeluh kesah) Berikan obat dengan prinsip 5 benar
- Perubahan dalam nafsu Cek riwayat alergi obat
makan dan minum Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan
Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik jika
telah diresepkan

17
2. Cemas Setelah dilakukan asuhan . Menurunkan cemas
Definisi : Perasaan gelisah yang keperawatan selama......x24 jam Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau
tak jelas dari ketidaknyamanan pasien menunjukan dapat : ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
atau ketakutan yang disertai 1. Mengontrol cemas: Intervernsi:
respon autonom (sumner tidak Definisi : Tindakan seseorang Tenangkan pasien
spesifik atau tidak diketahui oleh untuk mengurangi perasaan Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan perasaan
individu); perasaan keprihatinan tertekan/terbebani dan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
disebabkan dari antisipasi terhadap ketegangan dari sumber yang Berusaha memahami keadaan pasien
bahaya. Sinyal ini merupakan tidak dapat diidentifikasi Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
peringatan adanya ancaman yang Indikator : Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan
akan datang dan memungkinkan Monitor intensitas cemas meningkatkan kenyamanan
individu untuk mengambil langkah Meghilangkan penyebab Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
untuk menyetujui terhadap cemas Kaji tingkat kecemasan
tindakan. Menurunkan stimulus Dengarkan dengan penuh perhatian
lingkungan ketika cemas Ciptakan hubungan saling percaya
Faktor yang berhubungan : Mencari informasi untuk Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan
terpapar racun, konflik yang tidak menurunkan cemas kecemasan
disadari tentang nilai-nilai Gunakan strategi koping Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat cemas
utama/tujuan hidup, berhubungan efektif Ajarkan pasien teknik relaksasi
dengan keturunan/herediter, Berikan obat obat yang mengurangi cemas
kebutuhan tidak terpenuhi,
transmisi iterpersonal,
Batasan karaktersistik :
Perilaku
- Produktivitas berkurang
- Scanning dan kewaspadaan
- Kontak mata yang buruk
- Gelisah

18
3. Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama . X 24 Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet seimbang
Definisi : Intake nutrisi tidak jam klien dapat menunjukkan dari makanan dan cairan
cukup untuk keperluan 1. status nutrisi yang baik, Intervensi :
metabolisme tubuh Definisi : Nutrisi cukup untuk - Catat jika klien memiliki alergi makanan
Batasan karakteristik : memenuhi kebutuhan - Catat makanan kesukaan klien
- Berat badan 20 % di metabolisme tubuh - Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
bawah ideal Indikator : - Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
- Dilaporkan adanya intake - Masukan nutrisi - Dorong asupan zat besi
makanan yang kurang dari RDA - Masukan makanan dan - Tawarkan makanan ringan
(Recomended Daily Allowance) cairan - Berikan gula tambahan k/p
- Membran mukosa dan - Tingkat energi cukup - Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam
konjungtiva pucat - Berat badan stabil - Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang
- Kelemahan otot yang - Nilai laboratorium mudah dikonsumsi
digunakan untuk - Berikan pilihan makanan
menelan/mengunyah - Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
- Luka, peradangan pada - Ajarkan klien cara membuat catatan makanan
rongga mulut - Monitor asupan nutrisi dan kalori
- Mudah merasa kenyang, - Timbang berat badan secara teratur
sesaat setelah mengunyah - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
makanan memenuhinya
- Dilaporkan atau fakta - Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
adanya kekurangan makanan - Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan
- Dilaporkan adanya nutrisinya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan 2. Monitor nutrisi
untuk mengunyah makanan Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari pasien untuk
- Miskonsepsi mencegahatau meminimalkan malnutrisi.

19
Intervensi :
Faktor yang berhubungan : - BB klien dalam interval spesifik
Ketidakmampuan pemasukan atau - Monitor adanya penurunan BB
mencerna makanan atau - Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
mengabsorpsi zat-zat gizi - Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang
berhubungan dengan faktor mengharuskan makan.
biologis, psikologis atau ekonomi. - Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
- Monitor lingkungan selama makan.
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
- Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan

4. Perubahan Pola eliminasi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji haluaran urine dan system kateter/drainase, khususnya selama
keperawatan selama 5-7 hari irigasi kandung kemih
pasien tidak mengalami 2. Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih (berdiri,
inkontinensia berjalan ke kamar mandi) dengan frekuensi sering setelah kateter
Kriteria = dilepas
- pasien dapat buang air 3. Perhatikan waktu, jumlah urine, ukuran aliran setelah kateter
kecil teratur dilepas.
- bebas dari distensi 4. Beri tindakan asupan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada
kandung kemih kontraindikasi
5. Beri latihan perineal (Kegel traning) 15-20 kali/jam selam 2-3
minggu anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya
6. Pertahankan irigasi kandung kemih secara kontinou sesuai indikasi
pada periode pascaoperasi dini.

20
POST OPERASI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama .x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan
Definisi : Sensori dan klien dapat: yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional yang 1. Mengontol nyeri Intervensi:
tidak menyenangkan yang Definisi : tindakan seseorang - Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
timbul dari kerusakan untuk mengontrol nyeri karakteristik,waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
jaringan aktual atau ndikator: intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
potensial, muncul tiba-tiba Mengenal faktor-faktor penyebab - Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
atau lambat dengan Mengenal onset/waktu kejadian khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
intensitas ringan sampai nyeri - Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
berat dengan akhir yang bisa tindakan pertolongan non- - Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
diantisipasi atau diduga dan analgetik nyeri
berlangsung kurang dari 6 Menggunakan analgetik - Kaji latar belakang budaya klien
bulan. melaporkan gejala-gejala kepada - Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
tim kesehatan (dokter, perawat) tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
Batasan karakteristik : nyeri terkontrol tanggungjawab peran
- Laporan secara verbal - Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri
atau non verbal adanya nyeri 2. Menunjukkan tingkat nyeri kronis
- Fakta dari observasi Definisi : tingkat keparahan dari nyeri - Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
- Posisi untuk menghindari yang dilaporkan atau ditunjukan telah digunakan
nyeri - Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
- Gerakan melindungi Indikator: - Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
- Tingkah laku berhati-hati Melaporkan nyeri terjadi, dan tindakan pencegahan
- Muka topeng Frekuensi nyeri - Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
- Gangguan tidur (mata Lamanya episode nyeri klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan,
sayu, tampak capek, sulit Ekspresi nyeri: wajah penyinaran, dll)
atau gerakan kacau, Posisi melindungi tubuh - Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri

21
menyeringai) Kegelisahan - Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
- Terfokus pada diri sendiri Perubahan Respirasirate - (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
- Fokus menyempit Perubahan Heart Rate panas-dingin, massase)
(penurunan persepsi waktu, Perubahan tekanan Darah - Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
kerusakan proses berpikir, Perubahan ukuran Pupil digunakan
penurunan interaksi dengan Perspirasi - Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
orang dan lingkungan) Kehilangan nafsu makan - Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
- Tingkah laku distraksi, terjadi, dan tindakan pencegahan
contoh : jalan-jalan, - Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
menemui orang lain dan/atau klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan,
aktivitas, aktivitas berulang- penyinaran, dll)
ulang) - Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
- Respon autonom (seperti - Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
diaphoresis, perubahan - (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
tekanan darah, perubahan panas-dingin, massase)
nafas, nadi dan dilatasi - Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
pupil) - Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
- Perubahan autonomic - Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
dalam tonus otot (mungkin - Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
dalam rentang dari lemah ke tepat
kaku) - Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
- Tingkah laku ekspresif - Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat
(contoh : gelisah, merintih, tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
menangis, - monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
2. Pemberian Analgetik
Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri
Intervensi:

22
- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan
- Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik jika
telah diresepkan
- Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
- Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang tidak
diinginkan
- Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)

3. Manajemen lingkungan : kenyamanan


Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan terapeutik
Intervensi :
- Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan seperti
pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

23
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kontrol Infeksi
Definisi : Peningkatan resiko keperawatan selama x 24 jam, Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
masuknya organisme klien menunjukan infeksi
patogen 1. Pengetahuan klien tentang kontrol Itervensi :
infeksi meningkat - Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
Faktor-faktor resiko : Definisi : Tindakan untuk mengurangi - Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
- Prosedur Invasif ancaman kesehatan secara aktual dan - Batasi jumlah pengunjung
- Ketidakcukupan potensial - Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
pengetahuan untuk Indikator: - Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
menghindari paparan Menerangkan cara-cara - Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
patogen penyebaran - Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah
- Trauma Menerangkan factor-faktor yang meninggalkan ruangan klien
- Kerusakan jaringan berkontribusi dengan penyebaran - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
dan peningkatan paparan Menjelaskan tanda-tanda dan - Lakukan universal precautions
lingkungan gejala - Gunakan sarung tangan steril
- Ruptur membran Menjelaskan aktivitas yang dapat - Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
amnion meningkatkan resistensi terhadap - Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
- Agen farmasi infeksi - Tingkatkan asupan nutrisi
(imunosupresan) - Anjurkan asupan cairan
- Malnutrisi - Anjurkan istirahat
- Peningkatan paparan 2. pengetahuan tentang deteksi resiko - Berikan terapi antibiotik
lingkungan patogen meningkat - Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari
- Imonusupresi Definisi : Tindakan untuk infeksi
- Ketidakadekuatan mengidentifikasi ancaman kesehatan - Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
imum buatan Indikator :
- Tidak adekuat - Mengenali tanda dan gejala yang 2. Proteksi infeksi
pertahanan sekunder mengindikasikan resiko Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
(penurunan Hb, Leukopenia, - Mengidentifikasi resiko kesehatan infeksi

24
penekanan respon inflamasi) potensial Intervensi :
- Tidak adekuat - Mencari pembenaran resiko yang - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
pertahanan tubuh primer dirasakan - Pertahankan teknik isolasi
(kulit tidak utuh, trauma - Memeriksakan diri pada interval - Batasi pengunjung bila perlu
jaringan, penurunan kerja waktu yang ditentukan - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
silia, cairan tubuh statis, - Berpartisipasi dalam screening berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
perubahan sekresi pH, pada interval waktu yang ditentukan - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
perubahan peristaltik) - Mengetahui keadaan kesehatan - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
- Penyakit kronik keluarga saat ini - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Selalu mengetahui / memonitor - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
keadaan kesehatan keluarga - Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
- Selalu mengetahui / memonitor dengan petunjuk umum
kesehatan diri - Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Menggunakan sumber-sumber kandung kencing
informasi untuk tetap mendapatkan - Tingktkan intake nutrisi
informasi tentang resiko potensial - Berikan terapi antibiotik bila perlu
- Menggunakan sarana pelayanan 3. Manajemen Nutrisi
kesehatan sesuai kebutuhan Definisi : membantu dengan memberikan diet makanan dan cairan
yang seimbang.
3. Status nutrisi yang baik, Tindakan :
Definisi : Nutrisi cukup untuk - Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan
memenuhi kebutuhan metabolisme - Tanyakan makanan kesukaan klien
tubuh - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan nutrisi yang
Indikator : dibutuhkan
- Masukan nutrisi - Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan gaya hidup
- Masukan makanan dan cairan - Anjurkan peningkatan masukan zat besi yang sesuai
- Tingkat energi cukup - Anjurkan peningkatan masukan protein dan vitamin C
- Berat badan stabil - Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum

25
- Nilai laboratorium

3 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan 1. Pendidikan kesehatan: Proses penyakit
: penyakit, diet, pengobatan keperawatan selama 1 x 24 jam - Gali pengetahuan tentang proses penyakit
pengetahuan klien dan keluarga - Jelaskan patofisiologi penyakit
Definisi : tidak adanya atau meningkat tentang: - Jelaskan tanda dan gejala penyakit
kurangnya informasi 1. Proses penyakit - Terangkan proses penyakit
kognitif sehubungan dengan Indikator: - Identifikasi proses kemungkinan penyebab
topik spesifik - Mengenal nama penyakit - Berikan informasi tentang kondisi pasien
Batasan karakteristik - Menjelaskan proses penyakit - Hindari memberi harapan palsu
:memverbalisasikan adanya - Menjelaskan penyebab/fakor - Berikan informasi kondisi pasien pada keluarga
masalah, ketidakakuratan yang berkontribusi - Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi
mengikuti instruksi, perilaku - Menjelaskan factor-faktor resiko di masa depan
tidak sesuai. - Menjelaskan efek dari penyakit - Diskusikan pilihan terapi
Faktor yang berhubungan : - Menjelaskan tanda-tanda dan - Terangkan rasional tindakan
keterbatasan kognitif, gejala - Terangkan komplikasi kronik
interpretasi terhadap - Menjelaskan tentang komplikasi - Terangkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan
informasi yang salah, dan tanda gejalanya - Jelaskan cara mencegah atau meminimalkan efek samping
kurangnya keinginan untuk - Menjelaskan tentang perawatan penyakit.
mencari informasi, tidak dirumah
mengetahui sumber-sumber 2. Ajarkan : Diet
informasi. 2. Diet, dengan indikator: - Kaji pengetahuan klien tentang diet yang dianjurkan
- Menggambarkan diet yang - Tentukan sikap keluarga klien terhadap diet
dianjurkan - Jelaskan tujuan diet
- Menyebutkan keuntungan dari - Informasikan berapa lama diet harus diikuti
mengikuti anjuran diet - Anjarkan klien tentang makanan yang boleh dan tidak boleh
- Menyebutkan tujuan dari diet yang dimakan
yang dianjurkan - Bantu klien untuk mencatat makanan kesukaan dalam diet yang

26
- Menyebutkan makanan-makanan dianjurkan
yang diperbolehkan dalam diet - Observasi pilihan makanan klien sesuai dengan diet yang
- Menyebutkan makanan-makanan dianjurkan
yang dilarang - Anjurkan membuat rencana makan
- Memilih makanan-makanan yang - Dorong untuk mengikuti informasi yang diberikan oleh tenaga
dianjurkan dalam diet kesehatan lain
- Konsul ahli gizi
3. Pengobatan, dengan indikator: - Libatkan keluarga
- Menggambarkan metode
pengobatan yang tepat 2. Ajarkan : pengobatan
- Menggambarkan tindakan- - Jelaskan klien utk mengenal karakteristik obat
tindakan dalam pengobatan - Informasikan nama generik dan nama dagang
- Menggambarkan efek samping - Jelaskan tujuan dan kerja obat
dalam pengobatan - Jelaskan dosis, rute dan durasi obat
- Menyebutkan interakasi obat - Evaluasi kemampuan klien menggunakan obat
dengan agen yang lainnya - Ajarkan klien untuk melakukan prosedur sebelum minum obat
- Menyebutkan rute pemberian obat - Informasikan apa yang dilakukan jika dosis obat hilang
yang tepat - Informasikan akibat tidak minum obat
- Informasikan efek samping obat
- Jelaskan tanda dan gejala over dosis obat
- Jelaskan cara menyimpan obat
- Jelaskan interaksi obat
- Jelaskan cara mencegah atau mengurangi efek samping obat
- Berikan informasi tertulis tentang aksi, tujuan, efek samping obat,
dll
4 Sindroma Defisit Perawatan Setelah dilakukan asuhan 1.Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian, berhias, makan,
Diri keperawatan selama x 24 jam, toileting)
(kurang perawatan diri : klien mampu melakukan perawatan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL

27
mandi, berpakaian, makan, diri: Activities of Daily Living Intervensi :
dan toileting) (ADL), dengan indikator: Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
- makan Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
Definisi : - berpakaian diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Gangguan kemampuan - toileting Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
untuk melakukan ADL pada - mandi melakukan self-care.
diri - berhias Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
- hygiene sesuai kemampuan yang dimiliki.
Batasan karakteristik : - oral hygiene Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
ketidakmampuan untuk - ambulasi: berjalan klien tidak mampu melakukannya.
mandi, ketidakmampuan - ambulasi: wheelchair Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
untuk berpakaian, - transfer performance memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
ketidakmampuan untuk melakukannya.
makan, ketidakmampuan Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
untuk toileting Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

Faktor yang berhubungan :


kelemahan, kerusakan
kognitif atau perceptual,
kerusakan neuromuskular/
otot-otot saraf.

5. Disfungsi seksual Setelah dilakukan perawaatn selama 1. Berikan keterbukaan pada pasien/orang terdekat untuk
2-3 hari pasien mampu membicarakan tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual

28
mempertahankan fungsi seksualnya 2. Berikan informasi akurat ttg harapan kembalinya fungsi seksual
Kriteria = 3. Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan
- pasien menyadari keadaaannya pasien
dan akan memulai lagi interaksi 4. Diskusikan ejakulasi retrograd bila pendekatan
seksual dan aktivitas secara optimal transuretral/suprapubik digunakan
- pasien memahami situasi 5. Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi
individual
- menunjukan ketrampilan
pemecahan masalah
6. P K : Perdarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala hemoragi
keperawatan selama 4-5 hari perawat 2. Pantau balutan, kateter, drain yang bervariasi tergantung jenis
menagtasi dan meminimalkan pembedahan yg dilakuakan (TUR, suprpubik, retropubik, perineal)
komplikasi vaskulair 3. Instruksikan klien menghindari ngejan, tidak duduk di kursi tegak
Kriteria = lurus
- tidak terjadi perdarahan 4. Lakukan irigasi kandung kemih
- tidak pasien syok hemoragik 5. Pastikan asupan cairan yang adekuat

29
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas Klien :
a. Nama : Tn. R (Laki-Laki)
b. Tempat / tanggal lahir :21 -04-1938
c. Golongan darah : A/O/B/AB
d. Pendidikan terakhir : SD
e. Agama : Islam
f. Suku : Jawa
g. Status perkawinan : Kawin
h. Pekerjaan : Pensiunan
i. Alamat : Purwojati
j. Diagnosa medik : BPH
2. Identitas Penanggung jawab
a. Nama : Ny. R
b. Umur: : 55 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Hubungan dengan klien : Anak
g. Pendidikan terakhir : SD
h. Alamat : Purwojati
B. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/ keluhan utama : Klien mengatakan susah BAK
b. Faktor pencetus :
c. Lamanya keluhan : 3 bulan
d. Timbulnya keluhan : ( V ) bertahap ( ) mendadak
e. Faktor yang memperberat :
2. Status kesehatan masa lalu :
a. Penyakit yang pernah dialami (kaitan dengan penyakit sekarang) : tidak ada
b. Kecelakaan : tidak ada
3. Pernah dirawat
a. Penyakit : tidak ada
b. Waktu : tidak ada
c. Riwayat operasi : tidak pernah

C. Pengkajian Pola Fungsi dan Pemeriksaan Fisik


1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi tentang kesehatan diri :
Klien mengatakan penting untuk menjaga kesehatan diri
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatanya : klien
kurang mengetahui tentang penyakit dan bagaimana perawatnya.
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan :
1). Kebiasaan diet yang adekuat, diet yang tidak sehat : klien mengatakan untuk
makan tidak terlalu pilih-pilih

30
2). Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri, imunisasi: klien
mengatakan bahwa jika sakit terus periksa ke puskesmas, mantri dan dokter
3). Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
a) Yang dilakukan bila sakit : berobat untuk mengobati sakitnya ke puskesmas
b) Kemana pasien biasa berobat bila sakit: Rumah Sakit
c) Kebiasaan hidup ( konsumsi jamu/ rokok/alkohol/kopi/kebiasaan olahraga)
Merokok : -/ hari lama : - tahun
Alkohol : tidak lama : - tahun
Kebiasaan olahraga, jenis : Frekuensi:

No Obat / jamu Dosis Keterangan


yang biasa
dikonsumsi

Jamu Pegel Linu

d. Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan kesehatan


1). Penghasilan :
2). Asuransi/ jaminan kesehehatan :
3). Keadaan lingkungan tempat tinggal :

2. Nutrisi, cairan dan metabolik


a. Gejala ( Subjektif )
1). Diet biasa (tipe) : Nasi, jumlah makan / hari : 3x
2). Pola diit : makan terakhir : Pagi hari
3). Nafsu/selera makan : lahap, Mual: Tidak ada
4). Muntah : Tidak ada
5). Nyeri ulu hati : Tidak ada
6).Alergi makanan : Tidak ada
7). Masalah mengunyah makanan : Tidak ada
8) Keluhan Demam : Tidak ada
b. Tanda (objektif )
1). Suhu tubuh : 36 C
Diaphoresis : Tidak ada
2). Berat badan : 40 kg Tinggi : 160 cm
Turgor kulit : Baik
3). Edema : Tidak ada
4). Asites : Tidak ada
5).Distensi Vena Jugularis : Tidak ada
6). Hernia : Tidak ada

3. Pernafasan, aktifitas dan latihan pernafasan


a. Gejala subjektif

31
1). Dispneu : Tidak ada
2). Yang meningkatkan/ mengurangi sesak : Tidak ada
3). Pemajanan terhadap udara berbahaya : Tidak ada
4). Penggunaan alat bantu : Tidak ada
b. Tanda objektif
1) Pernafasan : Frekuensi 20 x / menit
2) Penggunaan alat bantu nafas : Tidak ada
3) Batuk: Tidak ada Sputum : Tidak ada
4) Fremitus : Tidak ada Bunyi nafas tambahan : Tidak ada
5) Egofoni : Tidak ada Sianosis : Tidak ada
4. Aktifitas (termasuk kebersihan diri dan latihan )
a. Gejala subjektif :
1). Kegiatan dalam pekerjaan:
2).Kesulitan/keluhan dalam beraktifitas:
a). Pergerakan tubuh : terbatas karena nyeri
b). Kemampuan merubah posisi: ( V ) Mandiri
Jelaskan : Karena berjalan masih lemas
c). Perawatan diri (Mandi, berpakaian, bersolek, makan,dll). => Mandiri
3). Toileting (BAK/BAB) : Mandiri
4). Keluhan sesak nafas setelah beraktifitas : Tidak ada
5). Mudah merasa kelelahan ( ada )
6). Toleransi terhadap aktifitas ( baik)
b. Tanda obyektif
1) Respon terhadap aktifitas yang teramati : tidak ada hambatan
2) Status mental (misalnya menarik diri, letargi) : Tidak ada
3) Pengkajian neuromuskuler :
Kekuatan otot : lemah
Rentang gerak : terbatas
Deformitas : Tidak ada
5. Istirahat
a. Gejala subjektif
1) Kebiasaan tidur : pasien tidur kurang maksimal karena sering kencing malam
2) Masalah berhubungan dengan tidur
a) Insomnia : ada
b) Kurang puas/ segar setelah bangun tidur( ada )

b. Tanda objektif :
1) Tampak mengantuk / mata sayu : tidak ada
2) Mata merah : tidak ada
3) Sering menguap : tidak ada
4) Kurang konsentrasi : tidak ada

6. Sirkulasi
a. Gejala subjektif :
1) Riwayat hipertensi dan masalah jantung : Tidak ada
2) Riwayat edema kaki: Tidak ada
3) Flebitis : Tidak ada
4) Rasa kesemutan : Tidak ada
5) Palpitasi : Tidak ada
b. Tanda objektif

32
1) Tekanan darah : 130/ 80 mmHg
2) Mean Arteri Pressure (MAP):....
3) Nadi:
a) Karotis :
b) Femoralis :
c) Popliteal :
d) Jugularis :
e) Radialis :
f) Dorsal pedis :
g) Bunyi jantung : LUP DUP
h) Warna membran mukosa : merah muda
7. Eliminasi
a. Gejala subjektif
1) Pola BAB : frekuensi : 1 x konsistensi : sedikit keras kuning
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB : (penggunaan alat tertentu, misal:
terpasang kolostomi/ileustomi): tidak ada
3) Kesulitan BAB : Konstipasi : tidak ada
Diare: tidak ada
4) Waktu BAB terakhir :
5) Riwayat perdarahan : Tidak ada
Hemoroid: Tidak ada
6) Riwayat inkontenensia alvi : tidak ada
7) Riwayat penggunaan alat-alat ( misalnya kateter): klien terpasang kateter.
8) Rasa nyeri saat BAK: ada
9) Kesulitan BAK: BAK susah, keluar sedikit

b.tanda obyektif
1). Andomen :
a) inpeksi : abdomen tidak membuncit
b)Auskultasi : bising usus 7 x/ menit
c) perkusi
Kembung : Tidak ada
Bunyi Timpani : ada
Bunyi abnormal : tidak ada
d) palpasi
Nyeri tekan : ada
Nyeri lepas : tidak ada
Konsistensi : Lunak
Masa : ada
e). Karakteristik urin bewarna : kuning seperti teh
f). Bila terpasang kolostomi/ ileustomi : tidak ada

8. Neurosensori dan Kognitif

a. Gejala Subyektif

1) Adanya nyeri
P = paliatif : nyeri saat bak

33
Q = Kualitas : Perih

R = Region : Saluran Kencing

S = Severity : 5

T = Time : sering

2) Rasa Ingin Pingsan : Tidak ada


3) Sakit Kepala : Tidak ada.
4) Kejang : Tidak ada
5) Mata : penurunan penglihatan tidak ada
6) Pendengaran : penurunan pendengaran tidak ada
7) Epistaksis : Tidak ada

b. Tanda Obyektif

1) Status Mental:
Kesadaran: komposmentis (v ) apatis ( ) somnolen ( ) sopor ( ) koma

2) Skala coma Glasgow (GCS) : respon membuka mata (E) 4 Respon Motorik
(M)5 respon verbal (V) 6
3) Terorientasi/disorientasi : Baik
4) Persepsi Sensori : ilusi : tidak ada, Halusinasi: tidak ada
5) Alat bantu penglihatan/pendengaran: tidak ada
6) Penampilan umum tampak kesakitan : ( ) tidak ada ( ) ada
Respon emosional ekpresi wajah menahan nyeri ,

9. Keamanan

a. Gejala subyektif:

1) Alergi (catatan agen dan reaksi spesifik) :

Obat obatan : tidak ada

Makanan : tidakada

2) Riwayat penyakit Hubungan seksual : tidak ada

34
3) Riwayat transfusi darah: Tidak ada

4) Riwayat Cedera: tidak ada

5) Riwayat Kejang: tidak ada

b. Tanda Obyektif:

1) Suhu Tubuh 36 0C Diaforesis


2) Integritas Jaringan :
3) Jaringan Parut : tidak ada
4) Kemerahan/ pucat : tidak ada
5) Adanya luka : tidak ada,
6) Ekimosisi/tanda pendarahan lain: tidak ada
7) Faktor resiko terpasayang alat invasif : ada, pasien terpasang drine
8) Ganguan keseimbangn : ada ,pasien merasa lemas karena makanan cair susu
9) Kekuatan umum: Lemah
10.seksual dan reproduksi

a) Gejala subjektip
1) Pemahaman terhadap fungsi seksual: Mengerti
2) Gangguan hub. Seksual: tidak ada
3) Permasalahan selama aktifasi seks: tidak ada
4) Pengkajian pada laki laki : tidak ditemukan gangguan prostat

11.persepsi diri, konsep diri, mekanisme koping

a. Gejala objektif
a.faktor steresss : Masih dirawat di RS

b.bagaimana pasien dalam mengambil keputusan: di Musyawarahkan dengan


keluarga

c. yang dilakukan jika menghadapi suatu masalah : dibicarakan dengan istri

d. upaya klien dalam menghadapi masalah sekarang : tetap berdoa untuk


kesembuhannya

35
e.perasaan cemas /takut : tidak ada

f. perasaan ketidakberdayaan: tidak ada

g.perasaan keputusasaan : tidak ada

h. konsep diri

1.citra diri : Klien merasa puas dengan diri sendiri

2.ideal diri : Klien berharap dapat sembuh dari penyakitnya

3.harga diri : klien mengatakan tidak ada masalah dalam berhubungan


dengan lingkungan

4.ada/tidak perasaan akan perubahan identitas

2. tanda obyektif

a. status emosional : gelisah

b. respon fisiologi yang mengobservasi: perubahan ttv:ekspresi wajah

12. Interaksi sosial

a. Gejala subjektif :
1). Orang terdekat dan lebih berpengaruh: istri
2) Kepada siapa pasien meminta bantuan jika menghadapi masalah : kepala
istri
3) adakah kesulitan dalam keluarga ( hubungan dengan orang tua, saudara,
pasangan): Tidak ada
4) Kesulitan berhubungan dengan tenanga kesehatan, klien lain : Tidak ada
b. Tanda objektif
1) Kemampuan berbicara : jelas
2) pola bicara tidak biasa / kerusakan: tidak ada
3) penggunaan alat bantu bicara : Tidak ada
4) Adanya trakeotostomi : tidak ada
5) perilaku menarik diri: tidak ada
13. pola nilai kepercayaan dan spritual
a. Gejala subjektif
1) Sumber kekuatan bagi klien : kepada alloh swt
2) Perasaan menyalahkan tuhan : Tidak ada
3) Bagaimana klien menjalankan kegiatan agamanya : macam : klien sholat 5
waktu

36
37
Pemeriksaan Laboratorium (10-09-2016)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Darah lengkap granulasit
Hemoglobin 12,5 g/dl 11,2 17,3
Leukosit 5820 u/L 3600 10600
Hematokrit L 39 % 40-52
Eritrosit 4,4 106 / ul 4,4- 5,9
Trombosit 223000 /uL 150.000 440.000
MCV 89,1 L 80-100
MCH 28,3 Pg/ cell 26- 34
MCHC L 31,7 32-34
RDW 13,5 11,5 14,5
MDV 9,6 L 9,4 12,4

Hitung Jenis
Basofil 0,9 0 -1
Eosinofil H 5.0 24
Batang L 0,3 3,5
Segmen 61,2 50- 70
Limfosit 26,6 25 40
Monosit 6,0 2-8
Granulosit H 3580,0

PT 11,1 Detik 9,3 37


APTT 38,0 Detik 89,0 40 ,22

Kimia klinik
SGOT 16 u/ L 15 37
SGPT L 21 u/L 30- 65
Ureum Darah 30,1 mg/dL 14, 96 38, 52
Kreatinin Darah 0,89 mg/dL 0,80 + 30
Glukosa Sewaktu 111 mg/dl < = 200

38
II. ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 DS: Nyeri Akut Agens Cedera
Klien mengatakan nyeri. Biologis
P: nyeri karena sulit bak
Q: perih
R: saluran kencing
S: skala 5
T: sering
DO:
Klien tampak merintih
menahan sakit
Klien tampak memberi isyarat
daerah yang sakit
Vesika Urinari teraba penuh

2 DS: Gangguan Obstruksi anatomi


Eliminasi Urine
Klien mengatakan susah BAK,
sering berkemih tetapi sedikit
keluarnya, rasa berkemih yang
tidak puas.
Klien mengatakan sering
berkemih pada malam hari dan
sakit ketika berkemih.
DO:
1. Vu Klien teraba penuh

3 DS: Ansietas Status Kesehatan


Klien mengatakan khawatir
tentang operasi
Klien mengatakan susah tidur
Klien mengatakan sering
berkemih
DO:
2. Klien terlihat gelisah

39
III. DIAGNOSA PRIORITAS
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomi
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN (Pre Op)

No/Tg Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Tt


l d
1. Setelah dilakukan tindakan Pain Management
12/09 keperawatan selama 3 x 24 jam di 1. Lakukan pengkajian nyeri
/2016 harapkan nyeri berkurang secara komperhensif
Kriteria Hasil: 2. Observasi reaksi non ferbal
Pain Level: dari ketidaknyamanan
3. Evaluasi pengalaman nyeri
Indikator IR ER
masa lampau.
Melaporkan 2 4
4. Kontrol lingkungan, ciptakan
adanya nyeri lingkungan yang nyaman.
Frekuansi nyeri 2 4 5. Gunakan tekhnik
Ekspresi nyeri 2 4 nonfarmakologi nafas dalam,
pada wajah masase (counter-pressure)
Keterangan 6. Berikan terapi analgetik
1. Keluhan Kuat kolaborasi dengan dokter.
2. Keluhan Berat 7. Perhatikan tirah baring bila
3. Keluhan Sedang diindikasikan
4. Keluhan Ringan
5. Tidak ada Keluhan

2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Elminasi Urine


12/09 keperawatan selama 1x 24 jam di 1. Dorong pasien untuk
/2016 harapkan gangguan eliminasi berkemih 2-4 jam dan
berkurang bila tiba-tiba dirasakan
Kriteria Hasil : 2. Observasi aliran urine,
Eliminasi urine perhatikan ukuran dan
Indikator IR ER kekuatan
Distensia kandung 2 4 3. Awasi dan catat waktu
kemih dan jumlah tiap berkemih
Waktu adekuat 2 4 4. Dorong masukan cairan
antara berkemih adekuat
dan pengeluaran 5. Awasi tanda-tanda vital
urine

Keterangan
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan Berat
3. Keluhan Sedang
4. Keluhan Ringan
5. Tidak ada Keluhan

40
3. Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction
12/09 keperawatan selama 1x 24 jam di 1. Gunakan pendekatan yang
/2016 harapkan klien tidak mengalami menenangkan
kecemasan 2. Jelaskan semua prosedur dan
Kriteria Hasil : apa yang dirasakan selama
Anxieti Control prosedur
Indikator IR ER 3. Dorong keluarga untuk
Monitor intensitas 4 2 menemani klien
kecemasan 4. Identifikasi tingkat
Mencari informasi 4 2 kecemasan
untuk 5. Berikan informasi faktula
menurunkan mengenai diagnosis, tindakan
cemas prognosis

Keterangan
1. Tindak menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan

V. CATATAN KEPERAWATAN

41
No Waktu Tindakan Respon Ttd
Dx
1 12/09/2016 Mempertahankan tirah DS:
09.00 WIB baring ketika merasa Klien
nyeri mengatakan
Mengajarkan teknik ketika tirah
non-farmakologi (nafas baring akan
dalam) terasa nyeri
berkurang
DO:
Klien terlihat
tiduran
ditempat tidur
dan pergi ke
kamar mandi
ketika ingin
BAK
2 12/09/2016 Menganjurkan klien DS:
09.15 WIB untuk berkemih 2-4 jam Klien
atau bila dirasakan agar mengatakan
mengurangi distensia berkemih setiap
urine ingin BAK
Menganjurkan klien DO:
untuk mengkonsumsi Klien terlihat
cairan secara adekuat paham instruksi
perawat
3 12/09/2016 Memberikan informasi DS:
09.30 WIB tentang prosedur dan - Klien
apa yang akan mengatakan
dilakukan terhadap paham dan
penyakit klien mengerti
tentang
prosedur yang
akan diberikan
DO:
- Klien terlihat
tidak gelisah
1 13/09/2016 Mengkaji nyeri klien DS:
13.00 WIB post op - Klien
Menganjurkan klien mengatakan
untuk tirah baring lemas setelah
operasi
DO:
- Klien terlihat
masih lemas
dan masih
dalam pengaruh
obat anestesi
setelah

42
dilakukan
operasi
2 13/09/2016 Mengobservasi aliran DS:
14.00 WIB urine dan irigasi pasien - Klien
setelah operasi mengatakan
Memonitor TTV tidak ada rasa
bendungan
urine
DO:
- Klien terpasang
DC
- Aliran urine
dan irigasi
lancar
- TTV normal
(Tensi : 120/80
mmHg)
1 14/09/2016 Memberikan injeksi DS:
10.00 WIB Ketorolac 1 amp Klien
Memotivasi keluarga mengatakan
untuk membantu masih merasa
mempertahan kondisi nyeri
nyaman klien seperti DO:
lingkungan dan saat Klien terlihat
istirahat klien merintih sakit,
terapi injeksi +
Keluarga
terlihat bersedia
membantu klien
untuk menjaga
istirahat klien
1 15/09/2016 Mengobservasi kondisi DS:
11.00 WIB umum klien - Klien
Mengajarkan teknik mengatakan
relaksasi distraksi untuk nyeri mulai
mengurangi nyeri berkurang
DO:
- Klien nampak
mulai
tersenyum dan
mampu
melakukan
relaksasi
distraksi

43
VI. CATATAN PERKEMBANGAN

NO Waktu Respon Perkembangan (SOAP) TTD


DX
1 12/09/2016 S: Klien mengatakan masih merasa nyeri
14.00 WIB - P : Nyeri karena sulit BAK
- Q : perih
- R : Saluran BAK
- S : Skala 4
- T : Sering
O: Klien terlihat merintih menahan nyeri
A: Masalah Belum Teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan 3 4
adanya nyeri
Frekuansi nyeri 3 4
Ekspresi nyeri 3 4
pada wajah
P: Lanjutkan Intervensi

2. 12/09/2016 S: Klien mengatakan berkemih saat ingin


14.00 WIB dan setiap 1 sampai 2 jam berkemih
O: Klien tampak masih terlihat susah BAK
tetapi lebih ringan
A: Masalah Belum Teratasi
Indikator IR ER
Distensia kandung 3 4
kemih
Waktu adekuat 4 4
antara berkemih
dan pengeluaran
urine
P: Lanjutkan Intervensi

3 12/09/2016 S: Klien mengatakan paham tentang


14.00 WIB prosedur dan tindakan yang akan
diberikan
O: Klien terlihat tidak gelisah
A: Masalah Teratasi
Indikator IR ER
Monitor intensitas 3 3
kecemasan
Mencari informasi 3 3
untuk
menurunkan
cemas
P: Hentikan Intervensi
1 13/09/2016 S: Klien mengatakan masih merasa nyeri

44
14.00 WIB - P : Nyeri karena post op (agens
cedera fisik)
- Q : perih
- R : Saluran BAK
- S : Skala 4
- T : Sering
O:
- Klien telah dilakukan op TURP
- Op dilakukan dari pukul 10.00
12.00
- Klien terlihat masih dalam pengaruh
obat anestesi
A: Masalah Belum Teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan 3 4
adanya nyeri
Frekuansi nyeri 3 4
Ekspresi nyeri 3 4
pada wajah
P: Lanjutkan Intervensi
2. 13/09/2016 S:
14.00 WIB - Klien mengatakan bendungan di
kantong kencing sudah tidak ada
O:
- Klien terlihat terpasang DC dan
irigasi
- Aliran urine dan irigasi lancar
- Tidak ada keluhan susah BAK
A: Masalah Belum Teratasi
Indikator IR ER
Distensia kandung 4 4
kemih
Waktu adekuat 4 4
antara berkemih
dan pengeluaran
urine
P: Hentikan Intervensi

1 14/09/2016 S: Klien mengatakan masih merasa nyeri


14.00 WIB - P : Nyeri karena post op (agens
cedera fisik)
- Q : perih
- R : Saluran BAK
- S : Skala 3
- T : Sering

O:
- Klien terlihat masih menahan nyeri

45
di bagian Op
A: Masalah Belum Teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan 3 4
adanya nyeri
Frekuansi nyeri 3 4
Ekspresi nyeri 3 4
pada wajah
P: Lanjutkan Intervensi
1 15/09/2016 S: Klien mengatakan masih merasa nyeri
14.00 WIB - P : Nyeri karena post op (agens
cedera fisik)
- Q : perih
- R : Saluran BAK
- S : Skala 2
- T : Sering
O:
- Klien terlihat sudah tersenyum
karena nyeri mulai berkurang
A: Masalah Belum Teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan 3 4
adanya nyeri
Frekuansi nyeri 4 4
Ekspresi nyeri 4 4
pada wajah
P: Lanjutkan Intervensi

BAB IV
TELAAH JURNAL

46
Jurnal penelitian yang diambil kelompok yang berhubungan dengan kasus asuhan
keperawatan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdul Madjid, Dewi Irawaty, Tuti
Nuraini. Dengan judul PENURUNAN KELUHAN DRIBBLING PASIEN PASCA
TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE MELALUI KEGELS
EXCERCISE
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengaruh Kegels exercise
terhadap keluhan dribbling pasien pasca transurethral resection of the prostate (TURP).
Sampel penelitian adalah responden yang dirawat di RS X dan RS Y yang memenuhi
kriteria inklusi. Jumlah sampel pada kelompok intervensi sejumlah 10 responden,
sedangkan kelompok kontrol 10 responden. Hasil penelitian menunjukan keluhan
dribbling pada kelompok intervensi berhenti mulai hari ke-13, sedangkan pada
kelompok kontrol berhenti mulai hari ke-24, sehingga membuktikan ada perbedaan
yang signifikan rata-rata lama keluhan dribbling antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p= 0,007; = 0,05). Penurunan lama keluhan dribbling pada
responden yang patuh melakukan Kegels exercise berhenti mulai hari ke-13, sedangkan
pada responden yang tidak patuh berhenti mulai hari ke-20, sehingga membuktikan ada
perbedaan yang bermakna rerata lama keluhan dribbling responden yang patuh
melakukan Kegels exercise dengan responden yang tidak patuh (p= 0,004; = 0,05).
Simpulan dari penelitian ini adalah Kegels exercise terbukti dapat menurunkan keluhan
dribbling pasien pasca TURP. Disarankan agar tiap rumah sakit dapat menerapkan
Kegels excercise terhadap pasien dengan keluhan dribbling pasca-TURP.
Pembahasan
Usia termuda 54 tahun dan usia tua 75 tahun dengan rata-rata usia responden 64,50
tahun diperoleh pada kelompok intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol
diperoleh usia termuda 48 tahun dan usia tua 79 tahun dengan rata-rata usia responden
65,00 tahun. Keterangan tersebut menjelaskan bahwah 100% usia pada kelompok
intervensi > 50 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol 20% < 50 tahun, yaitu 1
responden (10%) yang berusia 48 tahun dan 1 responden (10%) berusia 50 tahun.
Purnomo (2005) menjelaskan bahwa hiperplasia prostat muncul pada lebih dari 50%
laki-laki berusia 50 tahun keatas. Pasien yang berusia 50 tahun, diantaranya 30% pria
berusia 70 80 tahun dan 75% pada usia lanjut berusia lebih dari 80 tahun. Sedangkan,
Rahardjo (1999) menjelaskan pula beberapa pria usia lanjut dapat mengalami
pembesaran prostat. Keadaan ini dialami 50% lakilaki berusia 60 tahun dan kurang
lebih 80% lakilaki berusia 80 tahun. Literatur menjelaskan hiperplasia prostat/BPH
ialah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat akibat dari
perubahan keseimbangan testosterone-esterogen. Darmojo (2009) menyatakan usia 25
30 tahun timbul nodul mikroskopik kelenjar prostat sudah dapat terlihat. Sjamsuhidajat
dan Jong (2005) menjelaskan pula berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik
prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 40 tahun sehingga seiring bertambah
usia, perubahan mikroskopik prostat akan berkembang kearah patologik. Sehingga hasil
penelitian yang dilakukan peneliti menemukan sebesar 10% dari total jumlah responden
pada kelompok kontrol memiliki usia <50 tahun yaitu 48 tahun. Berdasar studi literatur
tersebut menjelaskan responden pada usia 48 tahun memungkinkan dapat menunjukkan

47
perubahan makroskopik prostat yang berkembang kearah patologik sehingga responden
tersebut menjalani reseksi prostat/TURP. Pada kelompok intervensi ada seorang
responden (10%) tidak mengalami keluhan dribbling pada minggu ke-2 dan empat
responden (40%) tidak mengalami keluhan dribbling di minggu ke-3. Sedangkan,
kelompok kontrol tidak ada responden yang tidak mengalami keluhan dribbling di
minggu ke-2 dan 7 responden (70%) tidak mengalami keluhan dribbling di minggu ke-
3. Darmojo (2009) menjelaskan bahwa dribbling merupakan obstrukti urethra akibat
pembesaran prostat, striktur urethra, dan kanker prostat yang dapat menyebabkan
inkontinensia pada pria lanjut usia. Hal ini ditandai dengan adanya urin yang menetes
setelah berkemih. Dribbling yang terjadi karena pembesaran kelenjar prostat/BPH
menyebabkan obstruksi pada urethra sehingga urin akan tertahan di sekitar urethra
akibat instabilitas relaksasi sfingter urethra oleh karena pembesaran lumen di sekitar
prostat, leher bulibuli hingga ke urethra ekternal maupun internal, ditandai ada
divertikuli membran sekitar. Dribbling akibat pasca TURP disebabkan lumen sekitar
leher buli-buli lesi sehingga impuls saraf yang akan diteruskan menuju urethra
terganggu. Hal ini mengakibatkan fase pengosongan urin terganggu akibat relaksasi
sfingter urethra kurang maksimal. Kelemahan otot dasar pelvis akibat BPH ataupun
pasca operasi prostat dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya dribbling
(Sjamsuhidajat &Jong, 2005).
Latihan otot dasar pelvis atau Kegels exercise yang dilakukan dengan benar dapat
menguatkan otot dengan meningkatkan resistensi uretra melalui penyokongan pada otot
dasar pelvis yang dilakukan secara berulang-ulang. Penggunaan otot secara sadar oleh
pasien untuk mencegah dribbling pasca TURP dapat membantu terbentuk reseptor saraf
pasca reseksi prostat sehingga sensitifitas urethra terhadap sensorik somatik kembali
peka. Selain itu, sifat sel saraf yang reversibel dapat membantu pemulihan urodinamik
pasca TURP, khususnya terhadap keluhan dribbling. Hal ini dibuktikan dengan
perkembangan penurunan keluhan setiap minggu (Baum, 2003). Paterson, Pinnock, dan
Marshall (1997); Chang,et al. (1998) menambahkan pemberian latihan otot dasar pelvis
dapat memperbaiki urodinamik pad kasus inkontinen urin khususnya dalam mengatasi
dribbling. Selain itu, Porru, et al. (2001) terhadap penelitian di Italia mengenai dampak
latihan dini kegels exercise setelah pasien menjalani operasi TURP. Hasil yang
diperoleh penurunan keluhan dribbling setelah menjalani kegels exercise pada minggu
pertama menunjukkan penurunan keluhan dribbling. Berdasarkan hal tersebut bahwa
dampak latihan otot dasar pelvis/ kegels exercise dapat memperbaiki fungsi urodinamik
pasca TURP khususnya pada keluhan dribbling.

48
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar


prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria.

Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Tn.R dengan diagnose BPH
selama 3 hari perawatan di Ruang Kenanga RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto dapat di ambil kesimpulan :

Diagnosa pada pasien tersebut yaitu:

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis


2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomi
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

49
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby:


Philadelphia
Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis, Jakarta
McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia
Nanda (2000), Nursing Diagnosis: Prinsip-Prinsip dan Clasification, 2001-2002,
Philadelphia, USA.
Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Vol 2,
EGC, Jakarta
Anonim. 2012. Diakses 5 Mei 2012 pada http://www.scribd.com/doc/54979478/ASKEP-BPH
Anonym. 2010. http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-
benigna-prostat.html

50

Anda mungkin juga menyukai