oleh:
Lalu Priya Ajinugraha W
145020307111051
Jurusan Akuntansi
Universitas Brawijaya
Malang
2015
A. PENDAHULUAN
Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945, kemudian Pancasila disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila tidak lahir begitu saja tetapi pancasila lahir dari
bangsa Indonesia sendiri serta akulturasi dari Negara yang menjajah Indonesia.
B. PEMBAHASAN
Kedudukan dan fungsi pancasila bila dikaji secara ilmiah memiliki pengertian
yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup
bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu sistem
filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yaitu saling berhubungan,
saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada
hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Ontologis Pancasila
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki
satu kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri
sendiri-sendiri.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah
sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila
kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusya-waratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut mendasarkan bahwa pendukung pokok negara
adalah manusia. Karena negara adalah sebagai lembaga hidup bersama sebagai lembaga
kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk Tuhan yang maha esa. Sehingga sila
pertama mendasari, meliputi, dan menjiwai keempat sila lainnya.
Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila
ketuhanan yang maha esa serta mendasari dan menjiwai sila persatuan Indonesia, sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusya-
waratan/perwakilan serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Manusia
adalah sebagai subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari oleh dan untuk
manusia, dengan demikian pada hakikatnya yang bersatu membentuk negara adalah
manusia dan manusia yang bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sebagai unsure
pokok negara serta terwujudnya keadilan bersama adalah keadilan dalam hidup manusia
bersama sebagai makhluk individu dan sosial.
Sila ketiga persatuan indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang
maha esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan menjiwai sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusya-
waratan/perwakilan serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Persekutuan
hidup bersama manusia dalam rangka untuk mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu
keadilan dalam kehidupan bersama sehingga sila ketiga mendasari dan menjiwai sila
keempat dan sila kelima pancasila.
Sila keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusya-warata/perwakilan. Sila keempat didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang
maha esa, sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila persatuan Indonesia. Hal ini
mengandung arti bahwa negara adalah demi kesejahtraan warganya atau negara adalah
demi kesejahtraan rakyatnya. Maka tujuan dari negara adalah terwujudnya masyarakat
yang berkeadilan, terwujudnya keadilan dalam hidup bersama.
Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbeda dengan sila-
sila lainnya maka sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya yaitu:
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan. Sila keadilan sosial adalah
merupakan tujuan dari ke-empat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan sosial
juga ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua
yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan,
proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Epistemologi adalah ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut
Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi1, yaitu:
1. Tentang sumber pengetahuan manusia;
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. Tentang watak pengetahuan manusia.
1 Titus Harold, Marilyn S., Smith, and Richard T. Nolan. 1984. Living Issues Philosophy
, diterjemahkan oleh Rasyidi. Penerbit Bulan Bintang: Jakarta.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, dimana
sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya, sila kedua didasari
sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat
dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta
mendasari dan menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua,
ketiga dan keempat. Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang
menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1. Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang
merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan
dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis
dalam berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2. Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khusus
konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40)2
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila
mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham
epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan
pada hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3. Aksiologi Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila termasuk nilai kerokhanian yang
tertinggi adapun nilai-nilai tersebut berturut-turut nilai ketuhanan adalah bersifat
mutlak. Berikutnya sila kemanusiaan adalah sebagai pengkhususan nilai ketuhanan
karena manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ketuhanan dan nilai
kemanusiaan dilihat dari tingkatannya adalah lebih tinggi daripada nilai-nilai
kenegaraan yang terkandung dalam ketiga sila lainnya yaitu sila persatuan, sila
kerakyatan, dan sila keadilan.
Suatu hal yang perlu diperhatikan yaitu meskipun nilai-nilai yang terkandung
dalam sila-sila pancasila berbeda-beda dan memiliki tingkatan serta luas yang
berbeda-beda pula namun keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan dan
tidak saling bertentangan. Perlu diperhatikan dalam realisasinya baik dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, bangsa, dan negara terutama dalam
penjabarannya dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia tingkatan nilai-
nilai tersebut harus ditaati. Sebab bila tidak ditaati maka akan bertentangan dengan
hakikat landasan sila-sila pancasila.
C. KESIMPULAN
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan Dasar Filsafat
negara berdasarkan lima sila yang masing-masing merupakan suatu azas kehidupan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara
filosofis bersumber pada hakikat dasar antologis manusia sebagai pendukung dari
inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis yang memiliki
unsur-unsur, susunan kodrat jasmani dan rohani, sifat kodrat individu-makhluk
sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
D. DAFTAR PUSTAKA
Titus Harold, Marilyn S., Smith, and Richard T. Nolan. 1984.