DEFINISI
Diabetes mellitus adalah penyakit endokrin yang ditandai oleh naiknya kadar
glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa ini terjadi karena: defisiensi
insulin yang bersifat relatif ataupun absolut, atau akibat adanya peningkatan
resistensi sel terhadap kerja insulin (Cawson dan Odell, 2008; Wilkins, 2009).
Pada penderita DM, kadar gula darah darah sewaktu sama atau lebih dari 200
mg/dl, dan kadar gula darah puasa diatas atau sama dengan 126 mg/dl. Hal ini
dapat disebabkan oleh kurangnya pembentukan atau keaktifan insulin yang
dihasilkan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans di Pankreas atau adanya
kerusakan pada pulau Langerhans itu sendiri (Sjaifoellah, 1996). Diabetes
Mellitus dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu: Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) disebut Diabetes Mellitus tipe 1, Serta Non insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus tipe 2 (Sjaifoellah, 1996). Pada
penderita Diabetes tipe 1, kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi insulin,
sehingga jumlah insulin beredar dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan. Lain
halnya pada Diabetes tipe 2, Hormon Insulin tetap diproduksi namun tidak dapat
berfungsi dengan baik.
ETIOLOGI
DM Tipe 1
DM Tipe 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non
insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai
yang dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi
insulin. Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja
dijaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel . Akibatnya, pankreas
tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.
Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi
pada usia >40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh
reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita
tidak tergantung pada pemberian insulin.
Ketika produksi insulin terganggu ataupun tidak ada, maka glukosa tidak
dapat didistribusikan ke jaringan tergantung-insulin sehingga mengakibatkan
peningkatan glukosa yang bersirkulasi (hiperglikemia). Adanya keadaan
hiperglikemia akan mengakibatkan pnebalan pada dinding pembuluh darah.
Akibat penebalan pembuluh darah tersebut sehingga memperlambat aliran darah.
Saat aliran darah menurun, kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi juga akan
menurun. Sehingga menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi.
GEJALA KLINIS
Infeksi oleh bakteri dan jamur di rongga mulut juga telah dilaporkan pada
pasien diabetes melitus. Telah dilaporkan juga lesi pada mukosa rongga mulut
dalam bentuk stomatitis, geographic tongue, fissured tongue, traumatic ulser,
lichen planus, reaksi likenoid dan angular chelitis. Kondisi lainnya seperti
lambatnya penyembuhan luka pada mukosa, kelainan neuro sensori dari mukosa,
karies gigi, kehilangan gigi juga telah dilaporkan. Prevalensi dan kemungkinan
terjadinya perkembangan dari lesi pada mukosa rongga mulut ditemukan lebih
tinggi pada pasien diabetes dibanding pasien yang sehat.
Pemberian obat pada pasien diabetes melitus baik berhubungan atau tidak
dengan kondisi sistemik dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar saliva. Diabetes
melitus juga merupakan faktor risiko dalam prevalensi dan keparahan terjadinya
gingivitis dan periodontitis.
Xerostomia adalah perasaan subjektif dari rongga mulut yang kering. Hal ini
biasanya terlihat dengan adanya pengurangan aliran saliva normal. Pada penderita
diabetes melitus dengan kontrol glukosa darah yang tidak baik dapat
menyebabkan rendahnya stimulasi kelenjar parotid dibandingkan dengan pasien
diabetes melitus dengan kontrol glukosa darah yang baik. Prevalensi rongga
mulut yang kering jauh lebih besar pada wanita dibandingkan dengan laki-laki,
yaitu 5-12% dan meningkat seiring bertambahnya usia. Xerostomia dapat
mempengaruhi kesehatan individu, diet, gaya hidup dan kehidupan sosial.
Xerostomia pada pasien diabetes melitus merupakan kondisi permanen yang tidak
bisa ditanggulangi dengan meminum air. Kondisi rongga mulut yang kering atau
xerostomia pada penderita diabetes melitus dapat mengiritasi jaringan lunak
mulut yang menyebabkan inflamasi dan nyeri. Inflamasi yang terjadi pada pasien
diabetes melitus sangat mendukung terjadinya infeksi periodontal dan kerusakan
gigi.
Oral trush
Insiden dari infeksi fungal pada pasien diabetes melitus telah diakui selama
beberapa tahun. Infeksi Candida albicans dilaporkan menjadi prevalensi pada
pasien dengan diabetes melitus terutama pada mereka yang merokok,
menggunakan gigitiruan dan memiliki kontrol gula darah yang buruk dan
menggunakan steroid serta antibiotik yang broadspektrum. Pada kondisi ini
pengurangan fungsi saliva pada pasien diabetes juga menyebabkan tingginya
kontribusi dari fungi. Menurut Maskari dkk (2011), menyatakan bahwa kedua
faktor predisposisi lokal dan sistemik dapat menyebabkan peningkatan infeksi
candida pada pasien diabetes melitus.
Burning Mouth Syndrome ditandai dengan sensasi mulut terbakar dan terasa
sakit pada lidah, bibir, palatum ataupun seluruh rongga mulut. Burning mouth
syndrome biasanya dijumpai pada usia dewasa sampai lanjut usia yaitu sekitar
3878 tahun. Selain itu BMS lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan
pria dengan rasio 7:1. Pada pasien diabetes melitus, xerostomia dan kandidiasis
berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth syndrome.
Penyebab pasti burning mouth syndrome belum diketahui, tetapi telah dikaitkan
dengan xerostomia, menopause, infeksi kandida dan kerusakan saraf dineuropati
pada pasien diabetes melitus. Adanya kerusakan saraf akan mendukung terjadinya
rasa sakit atau terbakar yang disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-
saraf dalam rongga mulut.
Karies
Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat ,
bakteri dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah
air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang
melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan bakteri
yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat
mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.
PENATALAKSAAN DALAM KEDOKTERAN GIGI
Prinsip perawatan gigi dan mulut pada penderita diabetes mellitus (Cawson dan
Odell, 2008):
2. Kemudian rawat gigi dan gusi, serta ke dokter gigi untuk pemeriksaan rutin
setiap enam bulan. Untuk mengontrol sariawan dan infeksi jamur, serta hindari
merokok.
3. Kontrol gula darah yang baik juga dapat membantu mencegah atau
meringankan mulut kering yang disebabkan oleh diabetes.
4. Menggunakan dental floss paling tidak sekali sehari untuk mencegah plak
muncul di gigi.
6. Menggosok gigi, terutama setelah makan. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang
lembut.
Pemakaian alat-alat seperti gigi tiruan atau kawat orthodontik perlu mendapat
perhatian khusus. Pemakai gigi tiruan harus melepas gigi tiruan sebelum tidur dan
dibersihkan dengan seksama agar meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi
jamur karena kebersihan yang tidak terjaga.
Cawson, R.A. dan Odell, E.W. 2008. Cawsons Essentials of Oral Pathology and
Oral Medicine. Ed. ke-7. Curchill-Livingstone, Edinburgh. Hal. 358, 386.
Schuurs, HB. 1992. Patologi gigi-geligi, kelainan-kelainan jaringan keras gigi.
Yogyakarta; UGM; 135-152.
Lamey, P.J. dan Lewis, M.A.O. 1991. Oral Medicine in Practice. BDJ Publisher,
London. Hal. 53.