Anda di halaman 1dari 9

REKONSTRUKSI PERKULIAHAN

LINGKUNGAN PENGENDAPAN

DISUSUN OLEH:
NAMA : PUTRI WULANDARI
NIM : H221 14 014

PROGRAM STUDI GEOFISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
STRATIGRAFI 3

(LINGKUNGAN PENGENDAPAN)

3.1 Pengertian

Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi


fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu
(Gould, 1972). Interpretasi lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari struktur
sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut digunakan secara meluas dalam
memecahkan beberapa macam masalah geologi, karena struktur ini terbentuk pada tempat
dan waktu pengendapan, sehingga struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna
untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut
disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan
tertentu.
3.2 Jenis-jenis Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu, lingkungan darat


(terrestrial), transisi (marginal-marine), serta laut. Yang termasuk kedalam lingkungan
darat adalah endapan sungai (fluvial system), gurun, danau dan glacial system. Endapan
transisi merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta,
lingkungan pasang surut (tidal flat), estuary, dan lagoon. Sedangkan yang termasuk
endapan laut adalah laut dangkal / shelf(backshore, beach, breaker zone, shoreface, mid-
shelf dan outer shelf) dan lingkungan laut dalam (deep marine environment).
Gambar 3.1 Kesatuan sistem lingkungan pengendapan (Nichols, 2009)

1. Lingkungan Glasial
Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam macam bentuknya
penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat digunakan
menyelesaikan masalah tentang proses proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan
glasial merupakan dasar untuk mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya
investigasi karakteristik teknik geologi, pedoman hydrogeological, dan arus transportasi
dalam sistem pengendapan glasial. Sistem pengendapan glasial merupakan suatu
pendorong dalam penyelidikan tentang sistem pengendapan glasial ini juga merupakan
pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang letak dari pengendapan klastik dan
karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950 an. Selain itu diketahui pula
bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta endapan -endapan mineral
dan bermacam macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ; Eyles, 1990), dan sistem
pengendapan glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk endapan mineral yang
terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and Coker,
1989).

Gambar 3.2 Lingkungan Pengendapan Glasial

2. Kipas Alluvial
Alluvial fan atau yang biasa disebut kipas aluvial adalah kenampakan pada mulut
lembah yang berbentuk kipas yang merupakan hasil proses pengendapan atau merupakan
akhir dari sistem erosi-deposisi yang dibawa oleh sungai. Lingkungan ini umumnya
berkembang di kaki pegunungan, dimana air kehilangan energi untuk membawa sendimen
ketika melintasi dataran. Atau dapat diartikan pula bila suatu sungai dengan muatan
sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk ke dataran rendah,
maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi
pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu
onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di
depan suatu gawir. Biasanya material kasar diendapkan dekat kemiringan lereng,
sementara yang halus terendapkan lebih jauh pada pedataran, tetapi secara keseluruhan
lingkungan ini mengendapkan sendimen-sendimen yang berukuran besar seperti
bongkahan batuan.

Gambar 3.3 Kipas Alluvial

3. Sungai
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai
lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok
(meandering). Pertama Sungai lurus (Straight), Sungai lurus umumnya berada pada daerah
bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini
berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi
mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan
sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity).
Kedua Sungai kekelok (Meandering) , pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah
sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi
vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran
sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi
sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan
pengendapan pada kelokan tepi dalam. Ketiga Sungai teranyam, Biasanya tipe sungai
teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari
material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang
kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini
biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan
waduk (reservoir). Keempat Sungai anastomasing, energi alir sungai tipe ini rendah. Ada
perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai
teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih
dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah
beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali
pada induk sungai pada jarak tertentu.

4. Danau
Danau atau Lacustrin adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak
berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas
yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya
delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau
juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga.
Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini
dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat
terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai
pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine
damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik
sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.

5. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada
lacustrine atau marine coastline. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat
komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan
morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide),
gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah
delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif,
dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang
diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak
gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini
banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik
pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-mouth bars,
interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan
evavorites flats (Coleman, 1982). Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi
penurunan kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan
gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan
terbentuklah sebuah delta. Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan
umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak,
gas, batubara dan uranium.

6. Pantai, Pulau Barrier, dan Gumuk Pasir


Transport sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transport
sedimen ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang
dibawanya (Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transport sedimen sepanjang pantai
terdiri dari dua komponen utama yaitu transport sedimen dalam bentuk mata gergaji di
garis pantai dan transport sedimen sepanjang pantai di surf zone. Transport sedimen pantai
banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan seperti pendangkalan muara
sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya (Yuwono, 1994). Fenomena ini
biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah pelabuhan sehingga prediksinya
sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode penanggulangan.
Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain adalah
:Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga secara
berantai akan dapat diketahui transport sedimen yang terjadi, Menggunakan peta/ foto
udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi dasar perairan dalam suatu
periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang baik jika di daerah pengukuran
terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen seperti training jetty, groin, dan
sebagainya, Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada
daerah yang di tinjau. Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 0,1 mm.
Endapan bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran
baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral
berat dan fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah
tropis banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit
pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White Sand, New
Mexico. Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya
terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin
kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi
gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi pada
daerah curah hujan rendah.

7. Rawa

Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang
merupakan tanah lumpur dengan kadar air relative tinggi. Wilayah rawa yang luas terdapat
di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Irian Jaya). Daerah berawa-rawa terjadi
mengikuti perluasan daratan karena meditasi akuatis. Oleh karena itu, rawa dapat dijumpai
pada tempat-tempat yang syarat-syarat sedimentasi akuatisnya memungkinkan, misalnya
daerah-daerah pantai Papua (Irian Jaya), pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera dan
pantai Kalimantan. Bila sungai dipasok lebih banyak sedimen dari pada kemampuan
sungai untuk membawa sedimen tersebut, maka akan diendapkan material berlebih pada
dasar kanal sebagai sand and gravel bars. Pengendapan ini mendorong sungai untuk
memecah kanal menjadi dua atau lebih kanal sehingga terbentuklah pola sungai teranyam
(braided river).

8. Lagoon

Lagun atau Lagoon adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan
dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar
dengan pantai (Gambar VII.15). Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal
dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di
Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce
W. Sellwood, 1990). Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun
dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet).
Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat laut
(Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin
(hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim
dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki
salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini
dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu. Berdasarkan batasan-batasan
tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi.
Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun
akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak. Transportasi material
sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang dengan sendirinya
dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun.

9. Laut Dangkal (Shelf Environment)

Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah
laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi
lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental
epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati
daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam.
Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan
material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut
dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena
keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga sering
menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal pembentukan
cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini
(Einsele, 1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada
daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini
biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga seringkali
terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini
tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal. Skema
penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995) Ada enam faktor yang
mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu : 1.
kecepatan dan tipe suplai sedimen 2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf 3.
fluktuasi muka air laut 4. iklim 5. interaksi binatang sedimen 6. faktor kimia Pasir shelf
modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang
daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut
sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading,
1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya sangat didominasi oleh
lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada
beberapa daerah.

10. Reefs

Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian
lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya
dijumpai pada bagian pinggir platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus
sepanjang arah pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu berkembang seperti
massa yang menyusur sepanjang garis pantai diatas, juga dapat berkembang sebagai
patch yang terisolir dalam paparan bagian dalam atau inner-shelf . Istilah lain untuk
terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan carbonate buildup atau bioherm. Tetapi
para pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk
carbonat-buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau carbonat
buildup lainnya yang tidak memiliki inti kerangka yang kaku. Wilson (1975)
menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang secara lokal, terbatas secara
lateral, merupakan hasil proses relief tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan
pembentuk internalnya.

11. Laut Dalam

Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak
samudra tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam merupakan daerah yang pada bagian
atanya dibatasi oleh lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan
kemiringan yang curam (lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari
fisiografinya, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental
slope, continental rise dan cekungan laut dalam . Prinsip elemen dari Kontinental margin
(Drake, C.L dan Burk, 1974 dalam Boggs, 1995) Lereng benua (continental slope) dan
continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman lereng benua
bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai dengan 1500-4000 m.
Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada variasi pada lingkungan delta
(20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan pada
continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena
lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering
merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada
pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada
lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang
yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai
lereng benua dan continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan
jumlah sedimen yang ada. Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar
80% dari total dasar laut.

3.3 Parameter Lingkungan Pengendapan

Parameter fisik meliputi elemen static dan dinamik dari lingkungan pengendapan.

1. Elemen fisik terbagi atas Elemen fisik statis meliputi geometri cekungan (basin);
material yang diendapkan seperti kerakal silisiklastik, pasir, dan lumpur; kedalaman
air; suhu; dan kelembapan. Elemen fisik dinamik adalah faktor seperti energi dan arah
aliran dari angin, air dan es; air hujan; dan hujan salju.

2. Parameter kimia termasuk salinitas, pH, karbon dioksida dan oksigen yang merupakan
bagian dari air yang terdapat pada lingkungan pengendapan.

3. Parameter biologi dari lingkungan pengendapan dapat dipertimbangkan untuk meliputi


kedua-duanya dari aktifitas organisme, seperti pertumbuhan tanaman,
penggalian,pengeboran, sedimen hasil pencernaan, dan pengambilan dari silica dan
kalsium karbonat yang berbentuk material rangka. Dan kehadiran dari sisa organism
disebut sebagai material pengendapan.

Anda mungkin juga menyukai