Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CA CERVIKS

A. Konsep Teori
1. Definisi
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas
epitel yang melapisi portio dan endoserviks kanalis servikalis yang disebut
squamo-columnar junction (SCJ) (Winkjosastro, 2005). Kanker servik atau kanker
leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks
(bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina) sebagai akibat
dari adanya pertumbuhan yang tidak terkontrol (Mitayani, 2009).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks/kanker leher rahim adalah
tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina (Price, 2014). Kanker serviks adalah
kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks, kanker serviks dapat berasal dari sel-sel
dileher Rahim tetapi dapat pula tumbuh dari sel-sel mulut Rahim atau keduanya
(Nurwijaya H., 2010).

2. Etiologi
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Biasanya tergantung dari
faktor-faktor ekstrinsik(Prawiroharjo, 2009), yaitu:
a) Status perkawinan: insiden terjadi lebih tinggi pada wanita yang
menikah, terutama gadis yang coitus pertama (coitarche) pada usia < 16 tahun.
Insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jarak persalinan
terlampau dekat.
b) Golongan sosial ekonomi rendah: higiene seksual yang jelek.
c) Sering berganti-ganti pasangan (Promiskuitas) : meningkatnya resiko
terpapar HPV tipe 16 atau 18.
d) Insiden meningkat pada pasangan dengan laki-laki yang tidak bersunat
e) Kebiasaan merokok ataupun terpapar karsinogen.
Faktor resiko (Rasjidi, 2010) :
a) Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus yang menyebabkan kutil genetalis
yang ditularkan melalui hubungan seksual .
b) Merokok
c) Hubungan seksual dilakukan <18 tahun.
d) Berganti-ganti pasangan seksual
e) Suami atau pasangan melakukan hubungan seksual <18 tahun dan berganti-
ganti pasangan dan pernah berhubungan dengan wanita yang terkena kanker
serviks.
f) Infeksi herpes genitalia
g) Keadaan ekonomi lemah.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kanker serviks menurut Diananda (2009), antara lain :
a) Keputihan yang semakin lama semakin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
b) Perdarahan yang dialami segera setelah senggama.
c) Perdarahan spontan segera setelah defekasi.
d) Perdarahan diantara haid.
e) Rasa berat di bawah dan rasa kering divagina
f) Anemia akibat perdarahan berulang.
g) Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf

Klasifikasi kanker serviks menurut FIGO (Federation Internationale de


Gynecologic et Obstetrigue), 1988:
Tingkat Kriteria
Karsinoma Pra invasif
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel.

Karsinoma Invasif

I Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri tidak


dinilai).
Ia Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnostik secara
mikroskopis, lesi tidak lebih dari 3 mm atau secara mikroskopik
kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basal dan memanjang tidak
lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5, dibagi atas lesi < 4 Cm dan > 4 Cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviuks dan menjalar ke 2/3
bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai
dinding panggul.
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
II b Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi belum
sampai dinding pangguL
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai
dinding panggul.
III a Penyebaran sampai 1/3 distal vagina namun tidak sampai ke
dinding panggul.
III b Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses
pada tingkat I atau II tetapi sudah ada gangguan faal
ginjal/hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara
histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ketempat
yang jauh.
IV a Telah bermetastasis ke organ sekitar.
IV b Telah bermetastasis jauh.

4. Patofisiologi
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis
umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor
gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang
berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya
transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan menghambat
perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel.
Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua
perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi
secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3 20 tahun (TIM FKUI, 1992). Proses
perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila
ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik
atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan
atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel
basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan
gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo,
1998; Debbie, 1998).
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker
sehinggamenimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel
yangmengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila
selkarsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalahkeperawatan
nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggukerja sistem urinaria
menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yangmenimbulkan masalah keperawatan
resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berlebihan dan berbau busuk biasanya
menjadi keluhan juga, karenamengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil
masalah keperawatangangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium
lanjut diantaranyaanemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan
sehinggatimbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(Mintayani, 2009).
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa
efeksamping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaanterjadi
diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan (biasa
terdapat pada terapi eksternal radiasi). Efek samping tersebutmenimbulkan masalah
keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhantubuh. Sedangkan efek dari radiasi
bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merahdan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggikerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuhyang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan
tubuhberkurang dan resiko injury pun akan muncul.Tidak sedikit pula pasien dengan
diagnosa positif kanker leher rahimini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bisadikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, ancaman statuskesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat
diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Price, syivia Anderson, 2005).

5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan apakah seseorang menderita kanker serviks, selain melakukan
pemeriksaan fisik, akan dilakukan pemeriksaan penunjang (Widjaya, 2013) :
a. Sitologi / Papsmear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat,
Kelemahan tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
b. Schillentest Epitel
karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedangkan yang terkena karsinoma tidak berwarna.

c. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks
denganlampu dan dibesarkan 10-40 kali.Keuntungan ; dapat melihat jelas
daerah yang bersangkutan sehinggamudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja
yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan
intraservikal tidak terlihat.
d. Kolpomikoskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200kali
e. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
f. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sistologi meragukan
dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan.
Pada kasus yang mencurigakan dokter akan melakukan pemeriksaan
tambahan :
a) Roto (rontgen foto) paru, CT Scan, MRI dan PET untuk mengetahui
penyebaran sel kanker.
b) Pemeriksaan laboratorik, misalnya CEA (Carcinogenic Embrionic Antigen),
mungkin juga terjadi anemia, penurunan atau terjadi peningkatan trombo.

6. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker berdasarkan stadium kanker dan kondisi kesehatan
penderita, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah (Widjaya, 2013) :
1. Operasi,
a) Histerektomi, yaitu pengangkatan rahim yang dilakukan pada kanker
serviks stadium I.
b) Histerektomi radikal, yaitu mengangkat seluruh rahim, bagian atas vagina
dan kelenjar getah bening disekitarnya dilakukan pada stadium 2.
2. Radioterapi, pengobatan dengan menggunakan sinar radioaktif.
3. Kemoterapi, dengan obat-obatan untuk membunuh sel kanker.
Adapun obat-obat yang dipakai sebagai kemoterapi diberikan 5 seri selang 3-4
minggu.
Premedikasi :
a) Antalgin injeksi.
b) Dipenhydramine injeksi.
c) Dexamethason injeksi.
d) Metochlorpropamide injeksi.
e) Furosemide injeksi.
Sitostatika :
a) Ciplatinum (50 mg/m2 luas permukaan tubuh per infus hari I).
b) Vincristin (0,5 mg/m2 luas permukaan tubuh intraevenous hari
I).Bleomisin (30 mg) per infus hari II.
c) Mitomicin (40 mg dosis tunggal, dianjurkan dengan radioterapi).
4. Kombinasi dua atau tiga cara diatas.
Tingkat Penatalaksanaan
0 Biopsy kerucut, histerektomi transvaginal.
Ia Biopsy kerucut, histerektomi transvaginal.
IIa, IIb Histerektomi radikal dengan limfadenopati panggul dan evaluasi, kelenjar
limfe para-aorta (bila terdapat metastase dilakukan radioterapi pasca
pembedahan.
III, IIIb, IV Histerektomi transvaginal.
IV, IVb Radioterapi, kemoterapi, palliative.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identitas
1) Umur
2) Lingkungan : sosial konomi dan personal higiene
3) Kebiasaan : kebiasaan berganti-ganti pasangan atau tidak
b) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada keluarga yang menderita
kenker
2) Riwayat penyakit sekarang : apakah pasien mengalami nyeri dan
keputihan yang berlebihan
3) Riwayat penyakit dahulu : wanita dengan kehamilan dini dan
pemberian estrogen atau steroid lainnya yang dapat menimbulkan
berkembangnya masalah fungsional genital pada keturunannya.
c) Pola fungsional
1) Pola persepsi : personal hygine yang kurang pada daerah genetalia
2) Pola nutrisi dan metabolik : anoreksia, BB menurun
3) Pola eliminasi : BAB dan BAK tidak disadari
4) Pola aktivitas dan Latihan : klien mengalami keletihan
5) Pola istirahat dan tidur : ada gangguan tidur akibat nyeri ataupun
stress.
6) Pola istirahat dan tidur : ada gangguan tidur
7) Persepsi diri dan kosep diri : HDR
8) Pola reproduksi dan Seksual : nyeri dan perdarahan saat koitus
d) Pemeriksaan Fisik
1) B1: Pada pasien yang memiliki kebiasaan merokok akan mengalami
sesak, atau pasien yang mengalami pemajanan abses juga akan
mengalami sesak nafas, perubahan frekuensi RR.
2) B2: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja, perubahan pada TD,
anemis akibat adanya perdarahan.
3) B3: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi, pusing, sinkope.
4) B4: vagina mengalami keputihan, berbau, warna merah, perdarahan,
dan kental , serviks ada nodul Perubahan pada pola eliminasi urine.
5) B5: Kebiasaan diet buruk, perubahan pola defekasi, anoreksia, mual
muntah, Intoleransi makanan, Perubahan pada berat badan,
berkurangnya massa otot.
6) B6: Kelemahan dan atau keletihan, keterbatasan berpartisipasi dalam
hobi, latihan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
(kompresi/destruksi jaringan saraf, infiltrasi saraf, atau suplai vaskulernya,
obstruksi jaras saraf, inflamasi).
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual
atau muntah.
3) Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan trombositopeni
4) Antisipasi berduka berhubuhngan dengan kehilangan yang diantisipasi
dari kesejahteraan fisiologis ( mis.: kehilangan bagian tubuh, perubahan
fungsi tubuh ); perubahan gaya hidup.
5) Ansietas beruhubungan dengan krisis situasi (kanker)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Gangguan rasa nyaman nyeri
1. Pain level. Pain Management
2. Pain control.
Definisi : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
3. Comfort Level.
Pengalaman sensori dan emosional komprehensif (lokasi, karakteristik,
yang tidak menyenangkan yang muncul Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas, faktor presipitasi).
2. Observasi reaksi nonverbal dari
akibat kerusakan jaringan yang actual / 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
ketidaknyamanan.
potensial, awitan yang tiba tiba / penyebab nyeri, mampu menggunakan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
lambat, dari intensitas ringan hingga teknik nonfarmako untuk mengurangi
untuk mengetahui pengalaman nyeri.
berat dengan akhir yang dapat nyeri, mencari bantuan). 4. Evaluasi Pengalaman nyeri masa
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
diantisipasi dan berlangsung < 6 bulan. lampau.
dengan menggunakan manajemen nyeri. 5. Evaluasi ketidakefektifan control nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala nyeri,
masa lampau.
Batasan Karakteristik :
intensitas nyeri, frekuensi nyeri, dan 6. Kontrol lingkungan yang dapat
1. Perubahan tekanan darah.
tanda tanda nyeri). mempengaruhi nyeri (suhu ruangan,
2. Perubahan Frekuensi jantung.
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
3. Perubahan frekuensi pernafasan. pencahayaan, kebisingan).
4. Laporan isyarat. berkurang. 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
5. Perilaku distraksi (aktivitas 8. Kaji tipe dan sumber nyeri.
9. Ajarkan teknik non farmakologi.
berulang/mencari orang lain).
6. Mengekspresikan perilaku (gelisah, 10. Berikan analgesik untuk mengurangi
merengek, menangis, menyeringai). nyeri.
7. Sikap melindungi area yang nyeri. 11. Tingkatkan istirahat.
8. Melaporkan nyeri secara verbal. 12. Monitor penerimaan manajemen nyeri.
9. Gangguan tidur.
10. Perubahan Posisi untuk
Analgesik Administration :
menghindari nyeri.

Faktor yang berhubungan : 1. Tentukan lokasi, karakteristik nyeri,


Agen cedera (biologis, zat kimia, fisik, kualitas nyeri, dan derajat nyeri
dan psikologis) sebelum pemberian obat.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgesik berdasarkan tipe
dan berat nyeri.
4. Pilih pemberian secara IV/ IM.
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik.
6. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri berat.
7. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Nutritional status. Nutrion Management :
Definisi : 2. Nutritional status : Food and Fluid 1. Kaji adanya alergi makanan.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Asupan nutrisi tidak cukup untuk intake.
3. Nutritional Status : Nutrient intake. menentukan jumlah kalori dan nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolic.
4. Weight control.
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan Karakteristik :
intake Fe.
1. Kram abdomen. 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Kriteria Hasil :
2. Nyeri abdomen.
protein dan vitamin C.
3. Menghindari makanan. 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai
5. Berikan subsansi gula.
4. Berat badan 20% atau lebih
dengan tujuan. 6. Yakinkan diit yang dimakan
dibawah berat badan ideal. 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
mengandung tinggi serat untuk
5. Kerapuhan kapiler.
badan.
6. Diare. mencegah konstipasi.
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan
7. Kehilangan rambut berlebihan. 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
8. Bising usus hiperaktif. nutrisi.
dikonsultasikan dengan ahli gizi).
9. Kurang makanan. 4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi.
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
10. Kurang informasi. 5. Menunjukkan Peningkatan fungsi
11. Kurang minat pada makanan. catatan makanan harian.
Pengecapan dari menelan.
12. Penurunan berat badan dengan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan
asupan makanan adekuat. kalori.
yang berarti.
13. Kesalahan konsepsi. 10. Berikan informasi tentang kebutuhan
14. Kesalahan informasi.
nutrisi.
15. Membran mukosa pucat.
11. Kaji kemampuan pasien untuk
16. Ketidakmampuan memakan
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
makanan.
17. Tonus otot menurun.
18. Mengeluh gangguan sensari rasa.
Nutrition Monitoring :
19. Mengeluh asupan makanan
1. BB pasien dalam batas normal.
kurang dari RDA (recommended
2. Monitoring adanya penurunan berat
daily allowance).
badan.
20. Cepat makan setelah makan.
3. Monitoring tipe dan jumlah aktivitas
21. Sariawan rongga mulut.
22. Steatorea. yang biasa dilakukan.
23. Kelemahan otot pengunyah. 4. Monitor interaksi anak atau orangtua
24. Kelemahan otot untuk menelan.
selama makan.
5. Monitor lingkungan selama makan.
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
Faktor yang berhubungan :
tidak selama jam makan.
1. Faktor biologis.
7. Monitor turgor kulit.
2. Faktor ekonomi.
8. Monitor kekeringan, rambut kusam,
3. Ketidakmampuan untuk
dan mudah patah.
mengabsorbsi nurien.
9. Monitor mual dan muntah.
4. Ketidakmampuan untuk mencerna
10. Monitor kadar Hb, Ht, albumin, total
makanan.
protein.
5. Ketidakmampuan menelan
makanan.
6. Faktor psikologis.
Ansietas
1. Anxiety self control. Anxiety Reduction (Penurunan kecemasan) :
2. Anxiety level.
Definisi : 3. Coping. 1. Gunakan pendekatan yang
Perasaan tidak nyaman atau menenangkan.
2. Nyatakan dengan jelas harapan
kekhawatiran yang samar disertai Kriteria Hasil :
terhadap pelaku pasien.
respon autonom (sumber sering tidak 1. Klien mampu mengidentifikasi dan
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
spesifik atau tidak diketahui individu, mengungkapkan gejala cemas.
dirasakan selama prosedur.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan
perasaan takut yang disebabkan oleh 4. Pahami perspektif pasien terhadap
menunjukkan teknik untuk mengontrol
antisipasi terhadap bahaya). situasi stress.
cemas. 5. Temani pasien untuk memberikan
3. Vital Sign dalam batas normal.
keamanan dan mengurangi takut.
Batasan Karakteristik : 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
6. Dorong keluarga untuk menemani.
1. Gelisah. tubuh dan tingkat aktivitas 7. Lakukan beck/ neck rub.
2. Kontak mata yang buruk. 8. Dengarkan dengan penuh perhatian.
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
3. Agitasi. 9. Identifikasi tingkat kecemasan.
4. Kesedihan yang mendalam. 10. Bantu pasien mengenal situasi yang
5. Ketakutan.
menimbulkan kecemasan.
6. Kekhawatiran.
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
7. Peningkatan keringat.
8. Peningkatan ketegangan. perasaan, ketakutan, persepsi.
9. Peningkatan denyut nadi. 12. Instruksikan pasien menggunakan
10. Latih, gangguan tidur.
teknik relaksasi.
11. Lemah.
13. Berikan obat untuk mengurangi
12. Kesulitan berkonsentrasi.
13. Lupa, gangguan perhatian. kecemasan.
14. Wajah tegang.
15. Perasaan tidak adekuat.
Faktor yang berhubungan :
1. Perubahan dalam (status ekonomi,
lingkungan, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, status
peran).
2. Terkait keluarga.
3. Herediter.
4. Stress ancaman kematian.
5. Kebutuhan yang tidak terpenuhi.
6. Penularan penyakit interpersonal.
7. Penyalahgunaan zat.
8. Ancaman pada (status kesehatan,
pola interksi, fungsi peran).
9. Konflik yang tidak disadari.
10. Krisi situasional.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari respon keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012). Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan inervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien (Potter&perry, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan
telah berhasil meningkatkan kondisi pasien (Potter&perry, 2009). Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan atau tidak (Alimul, 2012).

Anda mungkin juga menyukai