Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN PAJAK

Perencanaan atas Biaya dalam Mengoptimalkan PPh Badan

Oleh:

I WAYAN WISTA ADYATMA

(1415644059)

D4 - 6D

Program Studi D4 Akuntansi Manajerial

Jurusan Akuntansi

Politeknik Negeri Bali

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Karya tulis ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pajak mengenai
perencanaan atas biaya dalam mengoptimalkan PPh Badan.

Makalah ini memuat uraian tentang perencanaan biaya yang dapat


dibebankan dalam mengoptimalkan PPh Badan suatu perusahaan. Semoga karya
tulis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa
banyak terdapat kekurangan - kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan karya tulis ini.

Jimbaran, 30 Maret 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Perencanaan atas Biaya dalam Mengoptimalkan PPh Badan.....................3
2.1.1 Biaya Entertainment..........................................................................3
2.1.2 Biaya Konsumsi.................................................................................4
2.1.3 Biaya Telepon....................................................................................5
2.1.4 Biaya Kesehatan................................................................................6
2.1.5 Biaya Perjalanan Dinas......................................................................7
2.2 Perbandingan PPh Terutang Badan Sebelum dan Sesudah adanya
Perencanaan atas Biaya..............................................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
3.1 Simpulan...................................................................................................12
3.2 Saran.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai tujuan
untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari
masyarakat. Dari hal tersebut, diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban
pajaknya karena pajak yang di kumpul digunakan untuk kepentingan dan membiayai
pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Sumber penerimaan
negara dari sektor pajak ada banyak macamnya dan salah satunya adalah pajak penghasilan
badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan
dan laba usahanya baik dalam negeri maupun pendapatan diluar negeri.
Bagi perusahaan atau badan usaha, pajak merupakan salah satu beban utama yang
mengurangi laba bersih. Keputusan bisnis sebagian besar dipengaruhi oleh pajak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Keputusan bisnis yang baik jika berhubungan dengan pajak
bisa menjadi keputusan bisnis yang kurang baik, begitu juga sebaliknya. Minimalisasi beban
pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu mulai dari penghindaran pajak (tax
avoidance) bahkan sampai pada penggelapan pajak (tax evation).
Penggelapan pajak merupakan cara meminimalisasi atau menghapus sama sekali
utang pajak yang tidak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, seperti meninggikan harga pembelian, merendahkan penghasilan yang diperoleh,
meninggikan beban usaha atau melakukan pembayaran dividen secara diam-diam. Upaya
meminimalisasi dengan cara ini, selain tidak sejalan dengan prinsip manajemen dan etika
bisnis, juga mengandung resiko pelanggaran hukum. Sedangkan menghindari pajak,
walaupun masih punya konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun satu hal yang
jelas berbeda disini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam
ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Perencanaan pajak sama sekali tidak bertujuan untuk melaksanakan kewajiban
perpajakan dengan tidak benar, tetapi berusaha untuk memanfaatkan peluang berkaitan
dengan peraturan perpajakan yang menguntungkan perusahaan dan tidak merugikan
pemerintah dengan cara yang legal.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen perpajakan.
Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan

1
dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya dalam perencanaan
pajak adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak
(tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan perpajakan.Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan
penghematan pajak yang dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah
untuk meminimalkan kewajiban pajak. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
menjalankan perencanaan pajak dalam meminimalkan jumlah pajak penghasilan terutang
badan yaitu dengan memaksimalkan biaya yang dapat mengurangi pendapatan bruto.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat dari judul makalah diatas yaitu Bagaimana
Perencanaan Pajak atas Biaya dalam Mengoptimalkan Pajak Penghasilan Badan pada PT
Astrindo Gemilang yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku ?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
perencanaan atas biaya dalam mengoptimalkan pajak penghasilan badan pada PT
Astrindo Gemilang yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Dosen
Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk memperluas wawasan maupun
sebagai acuan bagi penelitian-penelitian yang akan dilakukan khususnya yang
berkaitan dengan penelitian sejenis yaitu tax planning atas pajak penghasilan badan.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang perencanaan atas biaya dalam
pajak penghasilan badan pada perusahaan yang telah dipelajari melalui teori dimasa
perkuliahan dan mencoba memberikan masukan bagi perusahaan untuk mengambil
keputusan dalam pelaksanaan kegiatan operasi dalam mencapai laba maksimum
melalui perencanaan pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perencanaan atas Biaya dalam Mengoptimalkan PPh Badan


Perencanaan pajak dapat dilakukan dengan mengatur biaya dalam
mengoptimalkan PPh badan dimana biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan ada
yang dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto dan ada juga yang tidak
dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto. Hal ini juga dapat disiasati
dengan mengubah biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan
memanfaatkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga
diharapkan dapat mengefisiensikan pajak yang akan dibayarkan perusahaan. Berikut ini
adalah biaya-biaya yang dapat disiasati untuk mengoptimalkan pajak berdasarkan
koreksi fiskal pada PT Astrindo Gemilang tahun 2016 yaitu :

2.1.1 Biaya Entertainment


Beban entertainment dikoreksi fiskal positif karena PT Astrindo Gemilang tidak
membuat daftar nominatif terkait beban ini. Sesuai dengan yang ditegaskan dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak No. S-334/PJ.312/2003 tentang Penegasan atas
Perlakuan Biaya Representasi, Biaya Entertainment, Jamuan Tamu, dan Sejenisnya.
Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika
dibuatkan daftar nominatifnya. Daftar nominatif tersebut harus dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Ertertainment dan jamuan ada yang formal maupun tidak formal. Jamuan yang
formal yaitu jamuan dengan relasi bisnin yang diwakili oleh pihak manajer ke atas
(middle dan top management). Jamuan tersebut sebaiknya tidak perlu dibuatkan daftar
nominatif, karena terkait dengan hubungan baik antar perusahaan. Disisi lain, biaya
entertainment yang dikeluarkan oleh PT Astrindo Gemilang untuk membeli parcel bagi
relasi bisnis bersifat tidak formal, sehingga biaya tersebut dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto.
PT Astrindo Gemilang harus dapat membuktikan bahwa biaya entertainment
tersebut telah benar-benar dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan
perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan.

3
Maka dari itu, PT Astrindo Gemilang harus membuat daftar nominatif yang berisi hal-
hal berikut:
a. Nomor urut;
b. Tanggal entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan;
c. Nama tempat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan;
d. Alamat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan;
e. Jenis entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan;
f. Jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan;
g. Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut
diatas berisi nama, posisi, nama perusahaan, dan jenis usaha.
Dengan menyimpan bukti pengeluaran terkait entertainment yang diberikan
serta membuat daftar nominatif untuk kemudian dilampirkan di SPT Tahunan PPh, PT
Astrindo Gemilang dapat menjadikan beban entertainment sebagai pengurang
penghasilan bruto, dan beban tersebut tidak perlu dikoreksi fiskal.

2.1.2 Biaya Konsumsi


Pemberian dalam bentuk natura berupa konsumsi kepada karyawan merupakan
bukan objek pajak. Hal ini diatur dalam UU PPh No. 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 3 huruf
d menjelaskan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak
atau pemerintah dikecualikan dalam objek pajak. Biaya ini merupakan biaya yang dapat
digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto di laporan laba/rugi komersial, namun
menurut UU PPh No. 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf e bahwa biaya ini merupakan
bentuk kenikmatan bagi karyawan sehingga tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto kecuali penyediaan makanan dan minuman tersebut diberikan kepada seluruh
pegawai.
Penjelasan yang terdapat dalam UU No. 36 tahun 2008 mengenai penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh karyawan diatur lebih lanjut dalam PMK No.
83/PKM-03/2009 dijelaskan bahwa pemberian atau penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan penghasilan dari yang
menerimannya. Pegawai yang dimaksud dalam PMK ini adalah seluruh pegawai
termasuk dewan direksi dan komisaris, namun kenyataannya hanya manajer dan

4
karyawan yang menikmati konsumsi tersebut sedangkan pimpinan perusahaan tidak
menikmatinya karena berbagai kebijakan dari perusahaan. Hal ini tentunya akan
menyebabkan biaya konsumsi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena
tidak seluruh pegawai menikmati penyediaan konsumsi tersebut.
Apabila perusahaan sebaiknya memberikan penyediaan konsumsi kepada
seluruh pegawai termasuk kepada pimpinan perusahaan yaitu dewan direksi dan
komisaris sehingga biaya konsumsi tersebut dapat dibiayakan. Melalui penyediaan
makanan dan minuman tersebut, maka PT Astrindo Gemilang dapat mengakui beban
konsumsi sehingga tidak perlu dikoreksi fiskal positif. Penyediaan makanan dan
minuman tersebut juga bukan merupaka penghasilan bagi karyawan sehingga tidak
perlu dikenakan PPh Pasal 21.
Namun, jika perusahaan tidak bisa menyediakan konsumsi untuk seluruh
pegawai maka hal lain yang dapat dilakukan agar biaya konsumsi dapat dibiayakan
yaitu dengan memberikan penggantian biaya konsumsi dalam bentuk tunjangan makan
tunai sehingga dapat dibiayakan karena berdasarkan Undang Undang pajak penghasilan
No.36 tahun 2008 pasal 6 ayat 1 menjelaskan bahwa biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto adalah biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain biaya berkenan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dalam
perusahaan.
Apabila perusahaan membuat kebijakan dengan melakukan perencanaan pajak
terhadap biaya konsumsi dengan mengubah pemberian dalam bentuk natura
(nontaxable-nondeductible) menjadi pemberian tunjangan makan berupa uang tunai
(taxable-deductible) yang dimasukkan ke dalam perhitungan gaji karyawan maka
perusahaan akan dapat menghemat pajak penghasilan badannya.

2.1.3 Biaya Telepon


Sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan dan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP 220/PJ/2002 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan
Perusahaan, biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa telepon seluler dapat
dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen). Terkait hal

5
ini, PT Astrindo Gemilang dapat beralih dari penggunaan sistem prabayar ke sistem
pascabayar sehingga pembayaran dapat dilakukan di akhir bulan sesuai dengan jumlah
pemakaian pulsa karyawan. Dengan menggunakan sistem pascabayar untuk pengisian
ulang pulsa telepon selular, PT Astrindo Gemilang dapat meminta data mengenai pihak-
pihak yang telah dihubungi karyawannya terkait pekerjaan pada penyedia layanan
telepon selular.
Penggunaan pascabayar juga dapat membuktikan bahwa pemakaian pulsa
telepon selular oleh karyawan sepenuhnya terkait dengan kepentingan bisnis, sehingga
bias dikategorikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan perusahaan. Pada akhirnya, beban tersebut diperbolehkan sebagai
komponen pengrang penghasilan bruto dan bisa dibebankan sepenuhnya atau sebesar
100% (seratus persen).
Namun, penggunaan sistem pascabayar juga memiliki kelemahan yaitu
perusahaan perlu mengecek pihak-pihak yang telah dihubungi oleh karyawan untuk
memastikan penggunaan pusa sepenuhnya terkait dengan kepentingan usaha. Hal ini
berarti perusahaan harus mengeluarkan waktu, tenaga, dan biaya tambahan untuk
melakukan pengecekan tersebut. Jika biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
pengecekan tersebut ternyata lebih besar daripada beban isi uang pulsa telepon selular,
maka sebaiknya perusahaan tidak menggunakan sistem pascabayar.

2.1.4 Biaya Kesehatan


Selama tahun 2016, PT Astrindo Gemilang telah mengeluarkan biaya kesehatan
untuk kecelakaan kerja yang dialami karyawan di perusahaan. Hal ini termasuk dalam
penggantian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Berdasarkan Undang-
Undang No.36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf e dimana biaya tersebut harus dikoreksi
positif. Agar dapat dibiayakan biaya ini sebenarnya dapat diatasi dengan memberikan
kesempatan karyawan berobat ke rumah sakit atau dokter atas nama karyawan sendiri,
bukan atas nama perusahaan. Karyawan membayar terlebih dahulu kemudian oleh
perusahaan akan diberikan penggantian atau reimbursement sesuai dengan bukti asli
atas nama karyawan perusahaan yang bersangkutan. Perlakuan seperti ini merupakan
bagian dari penghasilan karyawan yang bersangkutan karena diterima secara tunai dari
perusahaan, sehingga cara seperti ini dapat dibiayakan namun harus ditambahkan
sebagai tunjangan atau penambah penghasilan ke dalam gaji karyawan.

6
Apabila perusahaan mengubah kebijakan dengan memberikan penggantian atas
biaya kesehatan menjadi tunjangan kesehatan dalam bentuk uang tunai maka biaya
tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal lain yang dapat dilakukan oleh
perusahaan agar tetap dapat mensejahterakan karyawannya yaitu dengan mendaftarkan
perusahaan untuk ikut dalam program BPJS dimana BPJS dapat dibiayakan dengan
menambahkan sebagai tunjangan ke dalam daftar gaji karyawan.

2.1.5 Biaya Perjalanan Dinas


Dalam rangka pekerjaan, seorang karyawan adakalanya ditugaskan oleh
perusahaan tempatnya bekerja untuk melakukan perjalanan dinas. Perjalanan dinas
adalah perjalanan yang dilakukan oleh karyawan yang berkaitan dengan tugas suatu
perusahaan sehubungan dengan tugas pekerjaan kedinasan. Perjalanan dinas tentu
membutuhkan biaya. Karena itulah perusahaan mengakomodasinya dengan
memberikan uang perjalanan dinas kepada karyawan yang melakukan perjalanan.
Mekanisme perusahaan dalam memberikan uang perjalanan dinas bisa dengan cara di
awal sebelum pegawai melakukan perjalanan dinas (lumpsum), penggantian biaya
(reimbursement), atau dengan memberi uang muka.
Berdasarkan PMK 113/PMK.05/2012, secara umum pada perusahaan swasta
biaya perjalanan dinas dapat dibagi atas tiga komponen :
1. Biaya Transportasi (misalnya tiket pesawat);
2. Biaya Akomodasi (hotel, sewa kendaraan);
3. Uang Saku (uang makan harian, transport lokal, biaya pulsa telepon seluler).
Setiap perusahaan wajib menghitung standar biaya bagi komponen biaya di atas.
Standar biaya tersebut dihitung dengan menerapkan prinsip kewajaran. Ruang lingkup
mengenai penghasilan yang merupakan obyek pajak antara lain diatur di Undang-
Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008. UU PPh menganut prinsip
pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan
atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah
kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Ruang lingkup biaya fiskal (deductible expense) dijelaskan pada Pasal 6 UU
PPh. Pasal 6 ayat 1 menyatakan Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara

7
lain biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang serta biaya
perjalanan.
Jika dilihat sekilas, pembayaran biaya perjalanan dinas dapat dikategorikan
sebagai obyek pajak jika memenuhi unsur adanya tambahan kemampuan ekonomis bagi
Wajib Pajak. Akan tetapi jika perusahaan dapat membuktikan bahwa tidak ada
kelebihan uang yang membuatnya menjadi kemampuan ekonomis bagi pegawai, maka
tidak ada obyek PPh 21. Maka dari itu, bukti-bukti pengeluaran sangat penting untuk
setiap komponen biaya perjalanan dinas.
Tata cara pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas secara detail diatur dalam
Pasal 34, 35, dan 36 PMK 113/PMK.05/2012 sebagaimana terlampir dimana
perusahaan dapat menerapkan beberapa cara untuk mempertanggungjawabkan biaya
perjalanan dinas:
1. Pengembalian uang sisa
Jika pembayaran biaya perjalanan dinas dengan cara lumpsum, setiap pegawai yang
pulang dari perjalanan dinas dapat membuatkan perincian biaya yang telah
dikeluarkan secara wajar dan mengembalikan uang sisanya. Tentu saja didukung
oleh bukti-bukti pembayaran yang valid.
2. Penggantian biaya/reimbursement
Jika pemberian uang perjalanan dinas dengan cara penggantian
biaya/reimbursement atau dengan cara pemberian uang muka, maka setiap pegawai
yang pulang dari perjalanan dinas dapat membuatkan perincian biaya yang telah
dikeluarkannya secara wajar dan perusahaan memberikan penggantian biaya.
Berdasarkan cara pembayaran diatas dapat diperkirakan bahwa setiap pegawai
yang melakukan perjalanan dinas tidak akan berkelebihan uang yang membuatnya
mempunyai kemampuan ekonomis seperti yang dinyatakan pada definisi objek pajak
penghasilan (Pasal 4 UU PPh). Sehingga seharusnya terhadap biaya perjalanan dinas
bukanlah merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi karyawan yang
menerimanya. Terhadap biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat
dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto (pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Pajak
Penghasilan).
2.2 Perbandingan PPh Terutang Badan Sebelum dan Sesudah adanya Perencanaan atas
Biaya
Dari perencanaan biaya yang telah dipaparkan diatas dapat kita sajikan laporan laba
rugi komersial dan fiskal sebelum dan sesudah adanya perencanaan biaya pada PT
Astrindo Gemilang yaitu sebagai berikut:

8
Sebelum :
PT Astrindo Gemilang
Perhitungan Rekonsiliasi Fiskal
Per 31 Desember 2016
Laporan Keuangan Koreksi Fiskal Laporan
Nama Rekening
Komersial Positif Negatif Keuangan Fiskal
Penjualan 5,428,500,000 5,428,500,000
Harga Pokok Penjualan (3,895,000,000) (3,895,000,000)
Laba Kotor 1,533,500,000 1,533,500,000
Beban Gaji (395,000,000) (395,000,000)
Beban Konsumsi (107,500,000) 107,500,000 -
Beban Perjalanan Dinas (17,825,000) 17,825,000 -
Beban Listrik dan Air (18,376,500) (18,376,500)
Beban Telepon (10,329,000) 5,164,500 (5,164,500)
Beban Kesehatan (32,943,800) 32,943,800 -
Beban Entertainment (31,758,000) 31,758,000 -
Beban Pemasaran (63,945,200) (63,945,200)
Beban Administrasi (46,220,000) (46,220,000)
Beban Asuransi (15,500,000) (15,500,000)
Beban Reparasi (73,072,800) (73,072,800)
Beban Lain-lain (26,598,000) (26,598,000)
Total Beban Usaha (839,068,500) (643,877,000)
Laba Sebelum Pajak 694,431,500 889,623,000

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa beban yang dikoreksi positif yaitu beban
konsumsi, beban perjalanan dinas, beban telepon, beban kesehatan, dan beban entertainment.
Beban diatas tidak dapat mengurangi penghasilan bruto dan dikoreksi positif karena
bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku, maka dari itu perusahaan harus
menyikapi hal tersebut dan membuat suatu perencanaan atas biaya untuk mengurangi beban
pajak penghasilan terutang badan pada tahun yang bersangkutan.
Pajak Penghasilan Badan yang terutang dapat dihitung dari Laba Sebelum Pajak,
karena penghasilan bruto PT Astrindo Gemilang lebih besar dari Rp 4,8 M pada tahun 2015
maka tarif pajak yang berlaku yaitu pasal 17 dan pasal 31E Undang-Undang No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan. Berikut ini adalah perhitungan pajak penghasilan PT
Astrindo Gemilang:
Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
Rumus : (Rp 4.800.000.000 / Penghasilan Bruto) x Penghasilan Kena Pajak
(Rp 4.800.000.000 / Rp 5.428.500.000) x Rp 889.623.000 = Rp 786.624.371
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
Penghasilan Kena Pajak PKP yang mendapat fasilitas

9
Rp 889.623.000 Rp 786.624.371 = Rp 102.998.629
Pajak Penghasilan Badan Terutang :
Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25% x 50% x Rp 786.624.371 = Rp 98.328.046
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25% x Rp 102.998.629 = Rp 25.749.657
Total Pajak Penghasilan Badan Terutang :
Rp 98.328.046 + Rp 25.749.657 = Rp 124.077.703

Sesudah:
PT Astrindo Gemilang
Perhitungan Rekonsiliasi Fiskal
Per 31 Desember 2016
Laporan Keuangan Koreksi Fiskal Laporan Keuangan
Nama Rekening
Komersial Positif Negatif Fiskal
Penjualan 5,428,500,000 5,428,500,000
Harga Pokok Penjualan (3,895,000,000) (3,895,000,000)
Laba Kotor 1,533,500,000 1,533,500,000
Beban Gaji (395,000,000) (395,000,000)
Beban Konsumsi (107,500,000) (107,500,000)
Beban Perjalanan Dinas (17,825,000) (17,825,000)
Beban Listrik dan Air (18,376,500) (18,376,500)
Beban Telepon (10,329,000) (10,329,000)
Beban Kesehatan (32,943,800) (32,943,800)
Beban Entertainment (31,758,000) (31,758,000)
Beban Pemasaran (63,945,200) (63,945,200)
Beban Administrasi (46,220,000) (46,220,000)
Beban Asuransi (15,500,000) (15,500,000)
Beban Reparasi (73,072,800) (73,072,800)
Beban Lain-lain (26,598,000) (26,598,000)
Total Beban Usaha (839,068,500) (839,068,500)
Laba Sebelum Pajak 694,431,500 694,431,500

Setelah dilakukannya perencanaan atas biaya dalam mengoptimalkan pajak


penghasilan badan maka tidak diperlukan lagi koreksi positif terhadap beban-beban yang
sebelumnya mendapat koreksi dari fiskus. Maka laporan keuangan komersial akan sama
dengan laporan keuangan fiskal yang dapat dilihat pada tabel diatas dimana perhitungan
pajak penghasilan badan yang terutang akan berbeda dari sebelum adanya perencanaan atas
biaya tersebut. Perhitungan pajak penghasilan badan terutangnya menjadi sebagai berikut:

10
Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
Rumus : (Rp 4.800.000.000 / Penghasilan Bruto) x Penghasilan Kena Pajak
(Rp 4.800.000.000 / Rp 5.428.500.000) x Rp 694.431.500 = Rp 614.031.721
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
Penghasilan Kena Pajak PKP yang mendapat fasilitas
Rp 694.431.500 Rp 614.031.721 = Rp 80.399.779
Pajak Penghasilan Badan Terutang :
Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25% x 50% x Rp 614.031.721 = Rp 76.753.965
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25% x Rp 80.399.779= Rp 20.099.945
Total Pajak Penghasilan Badan Terutang :
Rp 76.753.965+ Rp 20.099.945= Rp 96.853.910

Dapat diketahui bahwa setelah perencanaan atas biaya dalam mengoptimalkan pajak
penghasilan badan terutang dimana sebelumnya PPh Badan terutang sebesar Rp
124.077.703,- dan setelah adanya perencanaan atas biaya berubah menjadi Rp 96.853.910,-
yang artinya perusahaan dengan kebijakan atau strategi yang diterapkan telah mampu
melakukan penghematan pajak penghasilan badan sebesar Rp 27.223.793,-
Penghematan pajak yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal mengoptimalkan pajak
penghasilan badan yang terutang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku di Indonesia dimana kebijakan dan keputusan yang diambil
perusahaan guna mensiasati adanya penghematan dalah hal pajak yang kemudian dana
tersebut dapat digunakan untuk menunjang operasional perusahaan yang lainnya.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun beberapa simpulan yang dapat ditarik dari makalah tentang perencanaan
atas biaya dalam mengoptimalkan PPh Badan diatas yaitu sebagai berikut :
1. Dalam perencanaan biaya-biaya yang tidak dapat diperlakukan sebagai pengurang
penghasilan bruto dapat disiasati dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan tidak keluar dari jalur perpajakan yang ada antara lain biaya
entertainment dengan cara membuat daftar nominatif, biaya konsumsi dengan cara
melakukan penyediaan makanan dan minuman untuk seluruh karyawan, biaya
telepon dengan beralih dari prabayar ke pascabayar, biaya kesehatan dengan
tunjangan kesehatan, dan biaya perjalanan dinas dengan membuat perincian biaya
secara wajar dan mengembalikan uang sisa dari perjalanan dinas.

2. Perencanaan atas biaya dalam mengoptimalkan pajak penghasilan badan terutang


dimana sebelumnya PPh Badan terutang sebesar Rp 124.077.703,- dan setelah
adanya perencanaan atas biaya berubah menjadi Rp 96.853.910,- yang artinya
perusahaan dengan kebijakan atau strategi yang diterapkan telah mampu melakukan
penghematan pajak penghasilan badan sebesar Rp 27.223.793,-

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis terkait mengenai perencanaan atas biaya dalam
mengoptimalkan PPh Badan adalah perusahaan dalam memilih dan memutuskan untuk
memakai suatu kebijakan yang ada harus memperhatikan dengan seksama peraturan
perundang-undangan terkait pajak penghasilan badan dimana kebijakan itu sangat
berpengaruh terhadap dapat atau tidaknya suatu biaya diperlakukan untuk mengurangi
penghasilan bruto karena kebijakan yang salah akan menimbulkan pemborosan pajak
yang lumayan signifikan maka dari itu pemilihan kebijakan sangat penting dalam
merencanakan penghematan pajak dalam perusahaan guna mencapai tujuan yang
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

12
Consulting, Y2. Biaya Entertainment dapat Mengurangi Penghasilan Bruto. 24 Maret 2017.
https://y2taxconsulting.wordpress.com/2014/06/16/biaya-entertainment-dapat-mengurangi-
penghasilan-bruto/

Bedford SBR, Russell. Tax Planning atas Perjalanan Dinas. 24 Maret 2017.
http://manajemenpraktis.com/showdetail.php?mod=art&id=Tax%20Planning%20Atas
%20Biaya%20Perjalanan%20Dinas

Patricia, Jesi. Penerapan Tax Planning dalam Meminimalkan Pajak Penghasilan Badan. 24
Maret 2017.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=175616&val=5455&title=PENERAPAN
%20TAX%20PLANNING%20UNTUK%20MEMINIMALKAN%20PEMBAYARAN
%20PAJAK%20PENGHASILAN%20PADA%20PT.%20A%20DI%20MAKASSAR

Anda mungkin juga menyukai