Peran Pemerintah Daerah Dalam Pembanguna
Peran Pemerintah Daerah Dalam Pembanguna
1. PENDAHULUAN
1.3 Hipotesis
2. TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
masalah lingkungan. Hal ini ditandai dengan paradigma pembangunan ekonomi konvensional
dan sumber daya alam (SDA). Karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang
Deklarasi Stockholm 1972 menuju Rio de Janeiro 1992, sampai dengan Rio + 10 di
Johanesburg 2002, menekankan perlunya koordinasi dan integrasi SDA, SDM, dan sumber
pembangunan, dan lingkungan sampai dengan integrasi aspek sosial, ekonomi, dan
Sugandhy dan Hakim, 2007: 22). Dalam pembangunan berkelanjutan, SDA tidak hanya
sekedar dieksploitasi untuk mengejar nilai ekonomis saja, melainkan harus memperhatikan
(sustainable development) yang berwawasan lingkungan, memerlukan upaya yang sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya proses pembangunan
untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan
pengendalian lingkungan hidup (Budiyanto, 2013). Oleh karena itu, dalam pembangunan
berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, yakni (1) pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana; (2) pembangunan
Perhatian yang lebih besar terhadap lingkungan hidup sebenarnya adalah bagian dari
perjalanan ke arah pembangunan yang berkualitas; suatu pembangunan yang tidak hanya
mengejar jumlah tetapi menuju mutu. Yang penting bukan hanya seberapa besar kemakmuran
material bisa dicapai tetapi bagaimana mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Hanya dalam
mampu menjelma dalam kemauan politik yang kuat dan didukung oleh semua kalangan (UI
Press. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan, 2008)
yang sesuai dengan tuntutan rakyat, telah memunculkan arus perubahan yang bernama
integritas dan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan pada kelestarian ekologi, ekonomi,
mempengaruhi keberlangsungan hidup suatu ekosistem. Oleh karena itu sering dikatakan
bahwa manusia (penduduk) memiliki fungsi ganda. Di satu sisi, sebagai pendukung /
pendorong pembangunan (dalam artian insan lingkungan) yang bertindak memperhatikan
lingkungan dan keberlangsungan hidupnya, dan di lain sisi, manusia ialah beban dari
pembangunan itu sendiri. Artinya, jumlah penduduk yang besar semakin membebani
pada masyarakat di suatu daerah secara sistematis dan terencana dengan baik dalam rangka
daya tanggap masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial terhadap lingkungan mereka;
dan memberikan kontribusi saran dan pendapat juga informasi lingkungan yang bermanfaat
berperanserta dan ambil bagian dalam pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana tercermin
kembali dengan semangat baru yang lebih bersifat partisan pembangunan masyarakat.
Pendekatan pembangunan seperti ini merupakan suatu elemen dasar dari suatu strategi
pembangunan yang lebih luas, bertujuan untuk mencapai suatu transformasi berdasarkan
nilai-nilai yang berpusat pada manusia dan potensi-potensi yang ditawarkan oleh teknologi
manusia sebagai warga masyarakat, sebagai fokus utama maupun sumber utama
Paradigma ini memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek tetapi sebagai
subyek yang menentukan tujuan yang hendak dicapai, menguasai sumber sumber,
mengarahkan proses yang menentukan hidup dan perilaku mereka (Tjokrowinoto, 1996:45).
Paradigma ini adalah suatu perspektif atau pandangan environment development dalam
konteks pemberdayaan masyarakat yang memberikan ruang gerak yang sangat penting
sebagai kekuatan di luar Negara, dalam hal ini masyarakat dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) untuk proaktif dalam proses pembangunan lingkungan hidup. Peran
masyarakat baik secara individu maupun kelompok perlu diberdayakan. Adapun organisasi
masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah organisasi yang berpotensi sebagai
wadah informasi dan program pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu kelompok
tani, LSM yang ada, satuan satuan masyarakat adat, dan kelompok masyarakat konservasi.
Hal ini dikarenakan organisasi tersebut selain membantu pemerintah, dapat pula berfungsi
Dalam usaha pemberian peran secara nyata oleh pemerintah terhadap masyarakat dan
mempunyai kepedulian dan rasa memiliki atas setiap program pembangunan terutama yang
berorientasi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat dan lingkungan. Maksud yang lain
adalah agar ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam yang tidak dapat
Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam
perpanjangan tangan pemerintah sebagai agen pembaharu, yang pada akhirnya melalui
kelompok inilah dimulai perubahan budaya dan perilaku masyarakat dari yang acuh tak acuh
adalah merupakan keharusan bagi pemerintah ataupun masyarakat. Dalam penelitian ini,
Timur Kota Kotamobagu. Pentingnya peran pemerintah daerah tersebut sejalan dengan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat di desa Tumobui, yang sebagian besar memanfaatkan
dan menggantungkan pada SDA yang tersedia. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan
potensi SDA sebagai sumber pertumbuhan ekonomi bagi pemerintah daerah, sekaligus
bersama untuk menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan agar sesuai dengan
daerah yang diberikan mandat oleh rakyatnya, menjadi kunci dalam menginisiasi dan
mempromosikan kepada masyarakat tentang pengelolaan lingkungan dan SDA yang tersedia.
lingkungan, akan sulit tercapai jika tidak melibatkan masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana Peran
lingkungan?
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
lingkungan
program.
berwawasan lingkungan
1.3 Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Ide dasar konsep pembangunan berkelanjutan bermula dari pertemuan The Club Of
Rome tahun 1972, yakni sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu
teknik dan ilmuan se-Eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen yang penting mengenai
keprihatinan terhadap lingkungan yang disebutnya sebagai batas pertumbuhan (the limit of
growth) (Friedman, 1992). Pesan penting dari dokumen tersebut adalah bahwa sumber daya
alam telah berada pada suatu tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam rangka
Dalam dekade ini juga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah melancarkan apa
yang disebut Dekade Pembangunan PBB I yang ternyata tidak berhasil karena kemiskinan
Lingkungan hidup menjadi persoalan yang serius baik bagi individu maupun
kolektifitas masyarakat. Akan tetapi nyatanya kesadaran akan penting dan mendesaknya
perhatian yang cukup semenjak PBB mengadakan konferensi lingkungan hidup sedunia pada
Pada bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia sejumlah 113 Utusan Negara dan badan
dunia (PBB) hadir pada pertemuan Unconverencion Human Environment yang kemudian
kesadaran akan konsekuensi trans nasional dari suatu pembangunan yang berkelebihan. Maka
perhatian kepada kelestarian hutan hutan tropis di Negara miskin mulai menjadi agenda
generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa mendatang (World Comission,
1987). Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya harus
dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi masa mendatang.
membahas bagaimana kebijakan industry di Negara dunia pertama dan dunia ke tiga tidak
merusak lingkungan, dan yang paling baru pada KTT APEC Oktober 2013 di Bali
membahas tentang pengembangan renewable energy yang digagas oleh Kementrian ESDM
Indonesia.
adalah dengan memantau kebijakan kebijakan lokal yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah. Dalam mencermati perubahan dan perkembangan tatanan kehidupan bangsa sesuai
dengan tuntutan masyarakat, telah terjadi arus perubahan yang dikenal dengan reformasi.
lingkungan maka usaha peningkatan pembangunan ekonomi harus dikaitkan langsung dengan
pengelolaan lngkungan hidup. Akan tetapi isu lingkungan sering dipandang sebagai
integrasi aspek lingkungan, ekonomi dan pemerataan sosial merupakan tiga komponen utama
kebijakan dan strategi baru dengan sasaran peningkatan produktivitas dan kinerja kegiatan
pembangunan, sekaligus upaya perlindungan dalam suatu tatanan yang sistematis dan
terpadu. Oleh karena itu diperlukan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan yang terpadu
terencana yang memadukan kepentingan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, ke
dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi yang akan datang (Pasal 1 Undang undang Nomor 23
Tahun 1997).
Ada tiga faktor lingkungan yang mengalami dampak dari pembangunan sekaligus
esensial, tersedianya sumber daya alam yang cukup, dan lingkungan sosial-budaya dan
ekonomi yang sesuai. Ketiga faktor lingkungan tersebut diperlukan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Ketersediaan sumber daya alam merupakan faktor yang paling
penggunaan sumber daya yang terperbaharui dan yang tidak terperbaharui menjadi penting
dengan makin langkanya persediaan sumber daya relatif terhadap kebutuhan. Proses daur
ulang (recycle) saat ini dianggap sebagai cara yang paling tepat untuk meningkatkan output
per unit sumber alam yang terpakai. Maka dengan melakukan recycle, sebenarnya kita telah
mempertahankan kelestarian sumber daya alam dimana hal tersebut merupakan faktor
bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat.Konferensi Tingkat Tinggi
Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini
pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegang pada teori-teori pembangunan model
lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangandan tuntutan-
tuntutan keadilan. Mereka yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi
dalam pembangunan tidak akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih
lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu
dalam Kartasasmita, 1996). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses
pemiskinan lebih lanjut (safetynet), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan
sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu.
Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara
lain oleh Friedmann (1992) disebut alternative development, yang menghendaki inclusive
democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity.
karena seperti dikatakan oleh Donald Brown (1995), keduanya tidak harus diasumsikan
sebagai incompatible or antithetical. Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap
zero-sum game dan trade off. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan
tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan
yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995), the
pattern of growth is just as important as the rate of growth; yang dicari adalah seperti
dikatakan Ranis, the right kind of growth, yakni bukan yang vertikal menghasilkan trickle
down, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows),
yakni broadly based, employment intensive, and not compartmentalized (Ranis, 1995).
Hasil pengkajian berbagai proyek yang dilakukan oleh International Fund for
yang lebih besar dibandingkan dengan investasi yang sama pada sektor-sektor yang skalanya
lebih besar. Pertumbuhan itu dihasilkan bukan hanya dengan biaya lebih kecil, tetapi dengan
devisa yang lebih kecil pula (Brown, 1995). Hal terakhir ini besar artinya bagi Negara-negara
berkembang yang mengalami kelangkaan devisa dan lemah posisi neraca pembayarannya.
Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap model pembangunan yang kurang
memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut :
(1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi;
(2) pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan
(3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik,
sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan
(4) pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara
sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan
Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia
yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan
pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerless).
harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain
pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah subyek dari dirinya
kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut
dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat
kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak
berkembang.
2. Upaya memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan
langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan,serta menyediakan sarana dan
prasarana baik fisik maupun sosial yang dapat diakses masyarakat lapisan paling bawah,
masyarakat lemah.
Seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kartasasmita, Elliot (1997) juga
mengatakan bahwa ada pendekatan yang dapat dilaksanakan sebagai strategi pemberdayaan
perlu dilakukan secara terus menerus. Hal ini bukan saja karena pemerintah benar benar
telah meneguhkan tekad untuk bersungguh sungguh dalam memajukan daerah melalui
otonomi, akan tetapi karena dewasa ini masyarakat telah menunjukkan diri mereka memiliki
kehendak sangat kuat untuk memperbaiki segi segi kehidupan ekonomi, sosial dan aspek
lainnya.
terpenting adalah memberikan arahan agar pendayagunaan sumber daya alam dilakukan
secara terencana, rasional, bertanggung jawab dan sesuai dengan daya dukung yang
lingkungan dapat dilaksanakan dengan baik maka perlu didukung oleh berbagai stakeholder
yang ada. Hal ini seyogyanya dimulai dengan mengimplementasikan ketentuan- ketentuan
yang sudah ada dalam Undang undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997.
Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, maka pemerintah
berkewajiban untuk :
masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya
5. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preventif dan proaktif dalam
upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Selama ini secara nasional sudah ada beberapa produk undang undang yang dibuat
khusus mengatur mengenai lingkungan hidup dan sumber daya alam (Subagyo, 1999), yaitu :
5. Undang undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang
Hukum Laut
6. Undang undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan
Ekosistem
Hidup
11. Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pokok pokok Kehutanan.
akan sangat bergantung pada ekosistemnya. Oleh karena itu, masyarakat secara terus menerus
harus didorong untuk mencintai, memelihara dan bertanggung jawab terhadap kerusakan
lingkungan. Sebab untuk menjaga semuanya itu tidak ada lagi yang bisa dimintai
pertanggung jawaban kecuali manusia sebagai pemakai / pengguna itu sendiri, dan demikian
Sesuai dengan topik penelitian, maka lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, alat utama
adalah peneliti sendiri. Dalam menjamin kebenaran penlitian kualitatif diperlukan bahan
a. Data mentah, berupa catatan lapangan sewaktu mengadakan observasi dan wawancara,
dokumen dan lain lain yang diolah dalam bentuk laporan lapangan.
b. Hasil analisis data yang berupa rangkuman, konsep konsep, dan sebagainya.
c. Hasil sintesis data seperti tafsiran, kesimpulan definisi, interelasi data, tema dan pola
3.3 Metoda
menggunakan teori yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Komponen komponen
analisis tersebut oleh Miles dan Huberman (1992:20) disebut sebagai model analisis data
interaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 1994. Desentralisasi Otonomi Daerah dan Pembangunan Nasional. Pelopor
Nomor 3. Unisma. Malang.
Awang Afri, San. 1994. Kemampuan dan Peranan KSM dalam Proses Keswadayaan Masyarakat
Desa Tertinggal.
Chamber, Roberts. 1995. Poverty and Livelyhoods: Whose Reality Count? Dalam Uner Kirdar &
Leonard Silk (Ed). People from Improverishment. New York University Press, New
York.
Friedmann. 1992. Empowerment The Politics of Alternative Development. Blackwell Offord. USA.
Maelong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosda Karsa. Bandung.
Miles dan Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. UI Press. Jakarta. p.20.
Subagyo, P. Joko, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Sumarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan (Edisi kesepuluh).
Jakarta
Sugandhy, Aca dan Hakim, Rustam. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. p. 22
World Comission on Environment and Development (WCED). 1987. Our Common Future. Oxford
University Press. Oxford.