STUDI KASUS 2
TERAPI ASMA UNTUK IBU MENYUSUI
OLEH:
KELOMPOK 3
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
0
STUDI KASUS 2
Seorang pasien asma didiagnosis mengalami asma persisten ringan menerima
terapi inhalasi kortikosteroid budesonide dengan dosis 2 x 200 mikrogram per
hari. Pasien menanyakan keamanan penggunaan obat ini karena pasien sedang
menyusui. Pasien pun menjadi ragu untuk tetap menyusui jika menggunakan obat
tersebut. Selaku apoteker, uraikan KIE yang dapat anda berikan!
PENYELESAIAN KASUS
1.1 Asma Persisten Ringan
Semua pasien dengan asma memiliki inflamasi spesifik pada saluran
pernapasan. Inflamasi dikarakterisasi dengan adanya degranulasi sel mast,
infiltrasi eosinofil, dan peningkatan jumlah sel T-helper 2 teraktivasi. Hal ini
dipercaya sebagai akibat inflamasi yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis
asma., termasuk bunyi mendesis pada saluran pernapasan (wheezing), batuk, dan
kesulitan bernapas (Barnes and Adcock, 2003).
Ada banyak macam mediator yang meningkat jumlahnya pada pasien asma,
yaitu mediator lipid, peptida, kemokin, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Pada
pasien asma, terdapat perubahan pada struktur sel disekitar saluran pernapasan,
yaitu: sel epitel, sel oto polos pada saluran pernapasan, sel endotelial, dan
fibroblas, yang mana sel-sel ini berperan dalam menghasilkan mediator inflamasi
pada asma. Sel epitel merupakan yang paling berperan penting dikarenakan sel ini
dapat dengan mudah teraktivasi akibat sinyal lingkungan (hipersensitif) dan
melepaskan bermacam-macam protein pemicu inflamasi, seperti: sitokin,
kemokin, mediator lipid, dan faktor pertumbuhan (Barnes and Adcock, 2003).
Terdapat 4 pengelompokan asma berdasarkan tingkat keparahannya seperti
pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Derajat Penyakit dan Gambaran Klinis
Gambaran Klinis
Derajat Penyakit Gejala APE atau Variabilitas
Gejala harian
malam VEP1 APE
Tahap 4 Terus
Sering 60% >30%
Persisten berat menerus
1
>1 malam
Tahap 3 <60%
Setiap hari dalam 1 >30%
Persisten sedang -<80%
minggu
>2 hari
dalam 1 >2 malam
Tahap 2
minggu dalam 1 80% 20%-30%
Persisten ringan
tetapi <setiap bulan
hari
2 hari 2 malam
Tahap 1
dalam 1 dalam 1 80% 20%
Intermitten
minggu bulan
Keterangan :
APE : Arus Puncak Ekspitusi
a. Tahap 1 : Asma Intermitten Bronkodilator kerja singkat, terutama 2 agonis
inhalasi direkomendasikan sebagai pengobatan pelega cepat untuk mengobati
gejala pada asma intermitten. Aksi utama 2 agonis adalah untuk
merelaksasikan otot polos jalan napas dengan menstimulus 2 reseptor,
sehingga meningkatkan siklik AMP dan menyebabkan bronkodilatasi.
Salbutamol adalah 2 agonis inhalasi yang memiliki profil keamanan baik.
Belum terdapat data yang membuktikan kejadian cidera janin pada penggunaan
2 agonis inhalasi kerja singkat maupun kontraindikasi selama menyusui
(NAEPP, 2005).
b. Tahap 2 : Asma Persisten Ringan
Terapi yang dianjurkan untuk pengobatan kontrol jangka lama pada asma
persisten ringan adalah kortikosteroid inhalasi dosis rendah. Kortikosteroid
merupakan terapi preventif dan bekerja luas pada proses inflamasi. Efek
klinisnya ialah mengurangi gejala beratnya serangan, perbaikan arus puncak
ekspirasi dan spirometri, mengurangi terjadinya hiperresponsif.
c. Tahap 3 : Asma Persisten Sedang
Terdapat dua pilihan terapi : kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan
2 agonis inhalasi kerja lama atau meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi
2
sampai dosis medium. Data yang menunjukkan keefektifan dan atau keamanan
penggunaan kombinasi terapi ini selama kehamilan sangat terbatas, tetapi
menurut data uji coba kontrol acak pada orang dewasa tidak hamil
menunjukkan bahwa penambahan 2 agonis inhalasi kerja lama pada
kortikosteroid inhalasi dosis rendah menghasilkan asma yang lebih terkontrol
daripada hanya meningkatkan dosis kortikosteroid (NAEPP, 2005).
d. Tahap 4 : Asma Persisten Berat
Jika pengobatan asma persisten sedang telah dicapai tetapi masih
membutuhkan tambahan terapi, maka dosis kortikosteroid inhalasi harus
dinaikkan sampai batas dosis tinggi, serta penambahan terapi budesonid. Jika
cara ini gagal dalam mengatasi gejala asma, maka dianjurkan untuk
penambahan kortikosteroid sistemik (NAEPP, 2005).
Penatalaksanaan Terapi
Tujuan dari manajemen asma adalah kontrol terhadap penyakitnya. Kontrol
terhadap asma didefinisikan sebagai berikut:
Tidak terdapat gejala harian
Tidak terbangun di malam hari karena asma
Tidak memerlukan pengobatan darurat
Tidak terjadi perburukan keadaan
Tidak terdapat batasan aktivitas kecuali olahraga
Fungsi paru normal
Kelompok kerja National Asthma Education and Prevention Program
(NAEPP) merekomendasikan prinsip serta pendekatan terapi farmakologi dalam
penatalaksanaan asma pada kehamilan dan laktasi. Prednison, teofilin, anti
histamin, kortikosteroid inhalasi, 2 agonis dan kromolin bukan merupakan
kontraindikasi pada penderita asma yang menyusui. Rekomendasi
penatalaksanaan asma selama laktasi sama dengan penatalaksanaan asma selama
kehamilan (NAEPP, 2005).
3
Terapi yang dapat diberikan sesuai dengan derajat penyakit pasien dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Pengobatan asma berdasarkan tingkat keparahan
Terapi alternatif :
4
Kromolin
5
pernapasan atas, sinusitis, faringitis, batuk, konjungtivitis, sakit kepala, rhinitis,
epistaksis, otitis media, infeksi telinga, infeksi virus, gejala flu, perubahan suara.
6
terapi untuk bayi. Kebanyakan di bawah 3% dari dosis terapi per kilogram berat
badan. Sehingga Agonis beta short-acting dapat digunakan pada dosis normal.
Dosis pemeliharaan budesonide inhalasi (200 mikrogram atau 400 mikrogram dua
kali sehari) menghasilkan paparan sistemik yang diabaikan untuk bayi. Setelah
diserap, budesonide inhalasi merupakan sistemik lemah dan dengan pemberian
pada konsentrasi sekecil itu tidak mungkin memberikan dampak klinis yang
relevan melalui air susu ke bayi. Demikian pula, hanya 30% dari fluticasone
diserap secara sistemik dan mayoritas dimetabolisme melalui first pass effect
metabolism (Lim, 2013).
7
mikrogram per hari dapat dikatakan sudah aman. Sehingga perlu diinformasikan
kepada pasien bahwa obat yang diberikan sudah aman walaupun pasien dalam
keadaan menyusui, sehingga pasien dapat tetap menyusui ketika sedang
menggunakan obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, P.J. and I.M. Adcock. 2003. A Review: How Do Corticosteroids Work in
Asthma?. Ann Intern Med. Vol. 139: 359 370.
8
John Rees et al. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Lim, A. 2013. Article Asthma Drugs in Pregnancy and Lactation. Vol. 36 (5):
150-153. Cited: June 8, 2014. Available at www.australianprescriber.com.
Matondang, M. A. 2009. Peran Komunikasi, Infromasi, dan Edukasi Pada Asma
Anak. Sari Pediatri. Vol 10 (5): 314-319.
National Asthma Education and Prevention Program. 2005. Managing Asthma
During Pregnancy Recommendations for Pharmacologic Treatment
update 2004. London: US Department of Health and Human Services.
National Institutes of Health National Heart, Lung and Blood Institute.
Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, Adnyana, A. P. Setiadi dan Kusnandar.
2009. ISO Farmakoterapi, Cetakan kedua. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
Hal. 448-459.