Anda di halaman 1dari 6

5.

Langkah-langkah Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas
dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala yang
secara rinci diterangkan pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK
Gejala Keterangan
Sesak yaitu: -Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
-Bertambah berat dengan aktivitas
-Persistent (menetap sepanjang hari)
-Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu
usaha untuk bernapas,"
-Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
Batuk kronik berdahak: Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK.
Riwayat terpajan faktor Asap rokok.
resiko, terutama Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator ini ada pada
individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostik pasti, tetapi keberadaan
beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan
untuk memastikan diagnosis PPOK.
Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut:
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan Fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup /mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed-lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed-lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO
yangterjadi pada gagal napas kronik.

Pemeriksaan rutin
1. Faal Paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75%
- VEP1% merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variability harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20%.

Tabel 2. Pemeriksaan spirometri


Persiapan
Spirometer perlu di kalibrasi secara teratur.
Spirometer harus menghasilkan hard copy /rekaman secara otomatis untuk mendeteksi
kesalahan teknis atau untuk mengidentifikasi apakah uji sudah memenuhi syarat.
Petugas yang melakukan uji spirometri perlu pelatihan untuk mendapatkan hasil yang efektif
Usaha maksimal dari pasien diperlukan dalam melaksanakan uji ini guna menghindari
kesalahan diagnosis maupun manajemen.
Kinerja
Spirometri harus dilakukan menggunakan teknik yang memenuhi standar
Volume ekspirasi dilakukan dengan benar
Rekaman harus dilakukan cukup waktu untuk mencatat suatu kurva volume/waktu yang
dicapai, mungkin memerlukan waktu lebih dari 15 detik pada penyakit berat.
Baik KVP maupun VEP1 harus merupakan nilai terbesar yang diperoleh dari salah satu 3
kurva dengan teknis yang benar, nilai KVP dan nilai VEP 1 dalam tiga kurva harus bervariasi
dengan perbedaan tidak lebih dari 5% atau 100 ml.
Rasio VEP1/KVP harus diambil dari kurva yang secara teknis dapat diterima dengan nilai
terbesar dari KVP maupun VEP1

Evaluasi
Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil pengukuran terhadap nilai
acuan yang tepat berdasarkan usia, tinggi badan, jenis kelamin dan ras
Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP 1/KVP <0,70 memastikan
ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel

Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan <200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
Tabel 3. Uji bronkodilator pada PPOK

Persiapan
Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi pernapasan.
Pasien sebaiknya tidak menggunakan bronkodilator inhalasi kerja cepat enam jam
sebelum uji, bronkodilator kerja lama 12 jam sebelum uji, atau teofilin lepas lambat 24
jam sebelum uji.
Spirometri
VEP 1 harus diukur sebelum diberikan bronkodilator
Bronkodilator harus diberikan dengan inhaler dosis terukur melalui perangkat spacer
atau nebulizer untuk meyakinkan telah dihirup
Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva tertinggi pada dosis
tertentu
Protokol dosis yang memungkinkan adalah 400 g 2-agonis, hingga 160 g
antikolinergik, atau gabungan keduanya. VEP harus diukur lagi 10-15 menit setelah
diberikan bronkodilator kerja singkat atau 30-45 menit setelah diberikan bronkodilator
kombinasi.
Kesimpulan:
Peningkatan VEP yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar dari 200 ml atau 12%
di atas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator. Hal ini sangat membantu untuk melihat
perubahan serta perbaikan klinis.
2. Laboratorium darah
Hb, Ht, Tr, Lekosit
Analisis Gas Darah
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema
terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :


Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus

Pemeriksaan penunjang lanjutan


1. Faal paru lengkap
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KRT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20%
2. Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitas bronkus derajat ringan
4. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5. Radiologi
CT-Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
6. Elektrokardiografi (EKG)
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan
7. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
8. Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas
berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia
9. Kadar -1 antitripsin
Kadar antitripsin -1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
antitripsin -1 jarang ditemukan di Indonesia.

Sumber : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Diagnosis & Penatalaksaaan-


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011; 24-30.

Anda mungkin juga menyukai