ODHA
ODHA
Pendahuluan
Meskipun angka kematian akibat AIDS tiap tahunnya mengalami penurunan terkait
peningkatan perkembangan pencegahan infeksi baru HIV, namun orang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA) terus mengalami peningkatan.
Di Indonesia kasus AIDS pertama dilaporkan tahun 1987. Diperkirakan hingga
tahun 2010 jumlah kasus AIDS akan meningkat menjadi 93.968 130.000 penderita,
sedangkan kasus HIV akan meningkat menjadi 1 juta 5 juta penderita. Menurut "National
Trainer Care, Support and Treatment IMAI-HIV/AIDS", dr. Ronald Jonathan MSc, angka itu
diperoleh berdasarkan perkiraan pengaduan penderita terinfeksi HIV/AIDS ke sejumlah
rumah sakit, yang berjumlah tidak lebih dari sepersepuluh korban terinfeksi keseluruhan.
Prinsip fenomena gunung es yang berlaku mengatakan, jumlah penderita HIV/AIDS
yang tampak hanyalah 5-10% dari jumlah keseluruhan. Jumlah penderita HIV/AIDS di
seluruh Indonesia sejak 1980-an hingga September 2009 yang terdata oleh Departemen
Kesehatan mencapai 18.442 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan
perempuan sebesar tiga berbanding satu (Laki-laki:Perempuan=3:1). Hampir 50% dari
penyebaran virus HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual,dan melalui jarum suntik
(pada pengguna narkoba) mencapai 40,7% berdasarkan riset terhadap jumlah total penderita.
Sementara itu, penyebaran virus HIV/AIDS pada gay, waria dan transgender hanya mencapai
3-4% dari jumlah total penderita.
Rentan usia tertinggi penderita HIV/AIDS hingga saat ini masih tetap berada pada usia
produktif yaitu 20-39 tahun.
Sampai dengan Juli 2012 secara nasional Jawa Timur menduduki rangking kedua
setelah DKI Jakarta dengan kasus HIV/AIDS tertinggi. Sehingga penderita (ODHA) dapat
meninggal dimanapun dan -------
Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang adekuat untuk mematikan virus
HIV dalam tubuh manusia, sehingga penderita HIV/AIDS yang meninggal, virus HIV dalam
tubuh penderita dalam keadaan masih hidup dan dapat menular.
Secara teori virus HIV tidak dapat hidup dalam sel yang mati, sehingga virus yang
hidup pada jenazah akan pelan-pelan mati dan tidak akan bisa menular lagi. Tetapi ada jeda
waktu antara saat pasien menghembuskan nafas terakhir hingga terjadinya kematian sel tubuh
(cellular death) secara menyeluruh. Pada jeda waktu itulah di khawatirkan masih bisa terjadi
penularan.
Hal ini terkait erat dengan tuntutan masyarakat setempat bahwa jenazah harus
secepatnya dirawat setelah meninggal. Sehingga pada saat jenazah dengan HIV/AIDS
dirawat, dikhawatirkan masih ada virus HIV dari tubuh jenazah yang dapat menular pada
orang yang merawat jenazah dan bahkan lingkungan sekelilingnya.
Jenazah penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi inilah yang perlu mendapat
perhatian khusus, karena jumlahnya dipastikan melebihi jumlah yang dirawat di rumah sakit.
Karena sulitnya melacak jenazah dengan HIV/AIDS, maka sebaiknya jika kita,
khususnya petugas yang melakukan perawatan jenazah, dalam merawat jenazah yang
meninggal akibat kasus apapun, menerapkan kewaspadaan universal seperti merawat jenazah
dengan HIV/AIDS. Pendek kata, semua jenazah yang dirawat harus diperlakukan seakan-
akan merawat jenazah dengan HIV/AIDS.
HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yaitu secara vertical,
horizontal dan transeksual. Sehingga HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secaara langsung
dengan perantara benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara
tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak/utuh, misalnya pada kontak
seksual. Ketika mencapai sirkulasi sistemik, 4 11 hari setelah paparan pertama, HIV dapat
dideteksi dalam darah.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus akut, seperti panas tinggi mendfadak, nyeri kepala, sendi dan otot, mual-
muntah, sulit tidur, batuk-pilek dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom retroviral akut, dan
pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load.
Dengan bertambahnya waktu viral load cenderung terus meningkat yang diikuti
dengan penurunan CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun. Dalam kurun waktu 1,5
2,5 tahun terjadi penurunan CD4 yang lebih cepat yang akhirnya jatuh pada stdium AIDS.
Fase selanjutnya HIV berusaha masuk ke dalam sel target, yaitu sel yang mampu
mengekspresikan reseptor CD4 yang terdapat pada permukaan limfosit T, monosit-makrofag,
Langerhans, sel dendrite, astrosit, dan mikroglia. Setelah masuk dalam sel target, HIV
melepaskan single strand RNA (ssRNA) yang akan dipakai oleh enzim reverse transcriptase
sebagai template/cetakan untuk mensintesis DNA. Kemudia RNA dipindahkan oleh enzim
ribonuclease dan reverse transcriptase untuk membentuk DNA lagi sehingga menjadi double
strand DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk dalam inti sel dan menyatu
dengan kromosom sel host/ tuan rumah dengan perantara enzim intergrase, penggabungan ini
menyebabkan tidak aktif (melakukan transkripsi dan translasi). Keadaan ini disebut fase
laten.Untuk mengaktifkan provirus dari keadaan laten diperlukan aktifasi dari sel host/ tuan
rumah.
Induktor nuclear factor kB (NFkB)yang dapat memicu percepatan replikasi HIV
adalah mikroorganisma. Mikroorganisma yang dapat memicu infeksi sekunder dan
mempengaruhi jalannya replikasi /memperbanyak diri adalah bakteri, virus, jamur maupun
protozoa, namun yang paling besar pengaruhnya dalam percepatan replikasi adalah virus,
terutama virus DNA.
Enzim polymerase akan mentranskripsi DNA menjadi RNA yang berfungsi sebagai
RNA genomic dan mRNA. RNA keluar dari inti sel, mRNA mengalami transkripsi
menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru.
Inti dan perangkap lengkap virus baru membentuk tonjolan pada permukaan sel host/ tuan
rumah, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan dan enzim
yang fungsional. Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel
host/ tuan rumah sehingga menjadi virus yang lengkap dan matang dan akan keluar dari sel
dan menginfeksi sel target berikutnya. Dalam waktu satu hari HIV mampu melakukan
replikasi/memperbanyak diri hingga 1 milyar -100 milyar virus baru.
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi replikasi/memperbanyak diri menjadi
berjuta-juta virus baru yang memicu munculnya sindroma infeksi akut. Diperkirakan 50%-
70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindroma infeksi akut setelah 3-6 minggu
terinfeksi, dengan gejala menyerupai flu (flu like syndrome). Fase ini disebut fase akut, pada
fase ini jumlah limfosit T masih > 500 sel/mm3 dan akan mengalami penurunan setelah 6
minggu terinfeksi HIV.
Fase selanjutnya adalah fase laten. pada fase ini sebagian virus terakumulasi dalam
kelenjar limfe/getah bening, sehingga jarang ditemukan virus dalam plasma yang akan
terlihat dari hasil pemeriksaan darah. Namun virus tetap melakukan replikasi/memperbanyak
diri, sehingga penurunan jumlah limfosit T tetap terjadi. Pada fase ini jumlah limfosit T turun
sekitar 500 -200 sel/mm3. Meskipun pada pemeriksaan darah menunjukkan hasil positif
(serokonversi positif), namun umumnya belum menunjukkan gejala klinis (asymptomatis).
Fase ini terjadi sekitar 8 10 tahun ( dapat 3 13 tahun) setelah terinfeksi HIV. Pada tahun
kedelapan setelah terinfeksi akan muncul gejala klinis yaitu demam, keringat banyak pada
malam hari, berat badan menurun <10%, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang, penyakit
infeksi kulit berulang. Gejala ini merupakan awal munculnya infeksi oportunistik/dapatan.
Fase terakhir yaitu fase kronis. Selama fase ini berlangsung, dalam kelenjar
limfe/getah bening virus tetap melakukan replikasi/memperbanyak diri, dan terjadi kematian
sel dendritik folikuler akibat banyaknya virus, sehingga fungsi kelenjar limfe/getah bening
sebagai perangkap virus menurun bahkan hilang dan virus dicurahkan ke dalam darah yang
berakibat jumlah virus dalam sirkulasi sistemik menjadi berlebihan. Akibat dari keadaan
tersebut respon imun tidak mampu meredam jumlah virus dan limfosit semakin tertekan
karena intervensi HIV semakin banyak. Terjadi penurunan jumlah limfosit T hingga < 200
sel/mm3. Penurunan jumlah limfosit T ini akan mengakibatkan sistim imun menurun dan
pasien semakin rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder. Perjalanan penyakit
semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS.
Selain 3 fase di atas, terdapat periode masa jendela, yaitu periode dimana
pemeriksaan ter antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, meskipun virus sudah ada
dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak, karena antibodi yang terbentuk belum cukup
terdeteksi melalui laboratorium (kadar belum memadai).Antibodi terhadap HIV umumnya
muncul 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Periode ini sangat penting
untuk diperhatikan, karena pasien sudah mampu dan potensial menularkan pada orang lain.
2. Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung
kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6
bulan disebut "hepatitis kronis".
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis,
yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti
mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab
hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obat
Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat
buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang
penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.
Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah. Penularan biasanya terjadi
diantara para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara
mitra seksual (baik heteroseksual maupun pria homoseksual). Ibu hamil yang terinfeksi
oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. Hepatitis B
bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus hepatitis B. Di daerah Timur Jauh
dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis
dan kanker hati.
Virus hepatitis C Menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah.
Virus hepatitis C ini paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan
jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual. Untuk alasan
yang masih belum jelas, penderita "penyakit hati alkoholik" seringkali menderita
hepatitis C.
Virus hepatitis D hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B. Virus
hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki
resiko tinggi terhadap virus ini adalah pecandu obat.
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya
terjadi di negara-negara terbelakang.
Virus hepatitis G adalah jenis baru dari virus hepatitis yang telah terdeteksi baru-baru
ini. Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis adalah Virus Mumps, Virus
Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes.
3. Flu burung
Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan
sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari
Family Orthomyxomiridae. Virus ini dapat menimbulkan gejala penyakit pernafasan
pada unggas, mulai dari yang ringan (Low Pathogenic) sampai pada yang bersifat fatal
(Highly Pathogenic).
Virus Influensa ada tiga tipe, yaitu tipe A (pada unggas); tipe B dan tipe C (pada
manusia). Influensa tipe A terdiri dari Strain, antara lain H1N1, H3N2 dan H5N1, dan
lain-lain. Influensa A (H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung yang sangat
mematikandi Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia dan Jepang. Di Indonesia Virus
Influensa tipe A subtipe H5N1 tersebut diatas menyerang ternak ayam sejak bulan
Oktober 2003 s/d Februari 2005, akibatnya 14,7 juta ayam mati.
Masa inkubasi (saat penularan sampai timbulnya penyakit) avian influensa adalah 3 hari
untuk unggas. Sedangkan untuk flok dapat mencapai 14-21 hari. Hal itu tergantung pada
jumlah virus, cara penularan, spesies yang terinfeksi dan kemampuan peternak untuk
mendeteksi gejala klinis (berdasarkan pengamatan klinik).
Pada akhir tahun 2003 di sejumlah negara telah tertular penyakit influensa pada unggas
dan bersifat mewabah (pandemi) seperti Korsel, Jepang, Vietnam, Thailand, Taiwan,
Kamboja, Hongkong, Laos, RRC dan Pakistan termasuk Indonesia Kabupaten/kota di 22
Propinsi telah tertular (dan menjadi daerah endemis) Avian Influenza, yaitu Jabar,
Banten, DKI Jakarta, Bali, NTB, NTT, Lampung, Sumsel, Bengkulu, Bangka Belitung,
Sumbar, Jambi, Sumut, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulsel dan Sultra.
Penyakit ini menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa
perternakan dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak.
Kemungkinan penularan kepada manusia dapat terjadi apabila virus avian influenza
bermutasi.
Unggas (ayam, burung dan itik) merupakan sumber penularan virus influenza. Untuk
unggas air lebih kebal(resistensi) terhadapa virus avian influenza darpada unggas
peliharaan. Sedangkan burung kebanyakan dapat juga terinfeksi, termasuk burung liar
dan unggas air. Flu burung merupakan infeksi oleh virus influenza A subtipe H5N1 (H =
Hemagglutinin; N = Neuraminidase), sampai saat ini tidak ditemukan bukti ilmiah
adanya penularan antar manusia. Tetapi pada keadaan sekarang ini virus flu burung
belum mengalami mutasi pada manusia yang dapat mengakibatkan penyebaran dari
manusia ke manusia.
Kasus Flu Burung dalam perkembangan, bukan menyerang pada unggas saja, tetapi juga
menyerang manusia. Pada tahun 1997, 18 orang di Hongkong diserang flu burung, 6
orang meninggal dunia. Sementara data WHO yang telah dikonfirmasikan untuk tahun
2003 di Vietnam ditemukan 3 kasus pada manusia dan ketiganya meninggal dunia
(angka kematian 100%), tahun 2004 kasus di Vietnam bertambah 29 kasus (20
meninggal), ditahun yang sama negara Thailand ada kasus Flu Burung pada manusia
sebanyak 17 penderita (12 Penderita meninggal dunia). Tahun 2005: Vietnam 61
penderita (19 meninggal dunia), Indonesia 16 penderita (11 meninggal dunia), Thailand
5 penderita (2 meninggal dunia), China 7 penderita (3 meninggal dunia), Kamboja 4
penderita (4 meninggal dunia) dan Turki 2 penderita dn keduanya meninggal dunia.
Sementara penyebaran virus tersebut pada manusia di Indonesia sejak bulan Juli 2005
hingga 12 April 2006 telah ditemukan 479 kasus kumulatif yang dicurigai sebagai flu
burung pada manusia, dimana telah ditemukan 33 kasus konfirm flu burung, 24
diantaranya meninggal dunia. 115 kasus masih dalam penyelidikan (36 diantaranya
meninggal dunia), sementara yang telah dinyatakan bukan flu burung sebanyak 330
kasus.
Yang paling menyulitkan adalah jika penyakit penyakit tersebut di atas muncul
bersamaan atau dengan penyakit lain pada satu individu. HIV dengan tuberkulosis paru,
HIV dengan hepatitis adalah permasalahan yang memerlukan penatalaksanaan tersendiri.
HIV&AIDS serta flu burung adalah masalah nasional. Adanya Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional menunjukkan keseriusan pemerintah di bidang ini, disusul kemudian
dengan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan
Menghadapi Pandemi Influenza. Lembaga-lembaga non pemerintah pun bermunculan
untuk bersama sama menanggulangi masalah ini.
Hanya saja belum ada pedoman praktis kewaspadaan universal dalam hal pemulasaraan
jenazah yang terkait dengan penyakit-penyakit tersebut. Buku buku petunjuk
kewaspadaan universal yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan lebih fokus kepada
penatalaksanaan perawatan pasien hidup. Sehingga diharapkan
Gejala HIV
Hampir semua orang yang tertular HIV tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi,
karena tidak ada gejala yang timbul segera setelah orang tersebut terinfeksi. Pada beberapa
orang akan timbul gejala demam disertai ruam kemerahan pada kulit, nyeri sendi serta
pembengkaan kelenjar getah bening (glandular fever like illnes) yang biasanya terjadi 6
minggu hingga 3 bulan setelah infeksi terjadi.
Meskipun infeksi HIV tidak menimbulkan gejala yang berarti, tetapi seseorang yang
terinfeksi HIV dapat menjadi sangat infeksius dan dapat menularkan virus ke orang lain.
Waktu hingga terjadinya AIDS dihitung dari saat pertama terinfeksi HIV tiap orang
bervariasi lamanya. Pada orang yang bergaya hidup sehat, AIDS bisa terjadi dalam waktu 10
15 tahun kemudian, beberapa orang bahkan lebih lama lagi. Terapi antiretroviral dapat
memperlambat timbulnya AIDS dengan cara menurunkan jumlah virus di dalam tubuh yang
terinfeksi.
Jika kita merasa terinfeksi HIV, maka kita harus secepatnya melakukan konseling dan
testing HIV pada sarana kesehatan terdekat. Hingga kita yakin bahwa kita tidak atau
terinfeksi oleh HIV, kewaspadaan universal harus diterapkan agar kita tidak menularkan pada
orang lain.
Penularan HIV
Virus HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh manusia, seperti: darah, air mani,
cairan vagina dan air susu ibu. Penularan HIV terjadi karena penetrasi seksual baik vaginal,
anal, maupun oral. Penularan dapat pula terjadi karena tranfusi darah yang tertular HIV dan
pemakaian bersama jarum suntik. Penularan juga dapat terjadi dari ibu ke bayinya, baik saat
dalam kandungan, waktu melahirkan maupun pada saat menyusui.
Meskipun kecil kemungkinannya, HIV dapat pula menular melalui ciuman bibir yang
dalam (deep kissing), pemakaian bersama jarum tatto, dan pemakaian bersama pisau cukur.
Penyembuhan HIV
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV. Pemakaian
antiretroviral kombinasi dapat memperlambat kejadian kerusakan sistem kekebalan yang
ditimbulkan oleh virus, dan dapat memperlambat munculnya AIDS, tetapi tidak
menghilangkan virus sama sekali.
Tabel 1. Prosedur Dekontaminasi alat alat yang dipakai untuk perawatan jenazah
Persiapan
Larutan Klorin 0,5% dalam wadah secukupnya disesuaikan dengan alat yang
akan didekontaminasi
Air mengalir (sarana cuci tangan)
Alat pelindung: Celemek plastik, sarung tangan, pelindung wajah, sepatu karet.
Prosedur
1. Kenakan alat pelindung
2. Rendam seluruh alat dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. (seluruh
permukaan alat harus terendam)
3. Segera bilas dengan air bersih untuk dilanjutkan dengan proses pencucian.
4. Apabila alat tidak langsung dicuci, rendam dalam ember berisi air bersih.
5. Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara menunggu
dekontaminasi dan proses selanjutnya
6. Cuci tangan
Jika ada bahan atau alat tersebut di atas yang dipakai hanya sekali (disposable), tidak perlu
direndam klorin, melainkan langsung dimasukkan dalam wadah tertutup kedap air (plastik,
kardus tebal) untuk selanjutnya dimusnahkan dengan dibakar atau ditanam dalam dalam di
tanah.
b. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara akan maksimal jika jenazah dimandikan di luar rumah, di
halaman rumah misalnya. Sirkulasi udara yang tidak baik akan membuat uadara
sekitar menjadi panas. Hal ini akan membuat petugas yang memandikan jenazah
merasa kurang nyaman karena gerah diakibatkan baju yang serba tertutup.
Jumlah petugas yang memandikan jenazah tidak perlu terlalu banyak. Tiga
orang petugas adalah jumlah yang optimal. Karena jumlah yang semakin banyak
hanya akan mengurangi sirkulasi udara dan menambah kemungkinan terjadinya
kontak dengan jenazah.
c. Lantai ubin
Tempat memandikan jenazah sebaiknya berlantai semen atau ubin yang
melandai ke satu sisi atau paling tidak datar agar air sisa limbah sisa memandikan
jenazah tidak tergenang.
Syarat ini sulit terpenuhi di daerah tertentu yang tidak mengenal budaya ubin,
misalnya pada daerah dengan kebiasaan lantai tanah atau rumah panggung.
Syarat ini sebenarnya untuk menjamin agar air limbah tidak tergenang dalam
waktu lama. Jadi syarat ini bisa ditinggalkan jika ada jaminan air tidak tergenang.
Misal dimandikan di atas tanah yang mudah menyerap air (berpasir). Atau air limbah
segera dialirkan ke saluran pembuangan limbah.
larutan klorin 0,5 % selama 10 menit, baru kemudian dapat dicuci sebagaimana biasa.
Praktis diperlukan 25 liter larutan klorin 0,5 % perawatan jenazah dewasa, 10 liter
untuk keperluan memandikan jenazah dan 15 liter untuk dekontaminasi/pensucihamaan alat
alat yang selesai dipakai untuk merawat jenazah sehingga dapat dipakai berulang.
Untuk mendapat 25 liter larutan klorin 0,5 % diperlukan 25 liter air dan bubuk kaporit
sebanyak:
25 X 7 g = 175 g kaporit 70 %
25 X 8 g = 200 g kaporit 60 %
Tentunya rumit sekali untuk menghapal banyak rumus. Untuk praktisnya kita pakai
saja rumus yang ke dua, karena angka 200 dan 25 relatif lebih mudah untuk diingat.
Lebih mudah lagi jika ternyata diketahui bahwa 20g kaporit sama dengan 1 sendok
makan (sdm) munjung kaporit (ambil kaporit dengan menyendoknya menggunakan sendok
makan, sedemikian hingga diusahakan mendapat sebanyak mungkin kaporit)
Dengan demikian maka untuk mendapat larutan klorin 0,5% secara praktis
dibutuhkan:
25 L air bersih + 10 sdm munjung kaporit
Agar kaporit benar benar larut sebaiknya tidak mencampur begitu saja kaporit dengan
air secara langsung. Karena kaporit tidak akan larut semua dan ada yang mengendap.
Bungkuslah kaporit yang sudah ditakar dengan sehelai kain dengan mengikat keempat
ujung kain tersebut. Lalu rendam dan remas bungkusan berisi kaporit tersebut. Dalam waktu
2 menit semua kaporit akan larut.
Cara praktis lain meskipun relatif mahal untuk mendapatkan 25 larutan klorin 0,5%
adalah dengan melarutkan pemutih baju (merk dagang = bayclin / sanclin). Bayclin adalah
larutan klorin 5%. Jadi untuk merubahnya menjadi 0,5% harus diencerkan dengan
perbandingan 1 : 9.
Jadi untuk mendapatkan 25 larutan klorin 0,5% diperlukan:
22,5 L air bersih + 2,5 L Bayclin
PEMULASARAAN JENAZAH ODHA
462
Larutan klorin 0,5% bersifat korosif, sebaiknya tidak merendam alat lebih dari 20
menit, segera cuci dan bilas dengan sabun dan air mengalir.
Universal Precaution
Universal precaution adalah prosedur untuk mencegah terjadinya infeksi, disusun
untuk melindungi pekerja kesehatan dan pasiennya dari terpapar penyakit melalui darah dan
cairan tubuh lainnya.
Universal precaution meliputi:
- Penanganan secara hati hati dan pembuangan benda-benda tajam (benda benda yang
dapat memotong atau menusuk.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesudah dan sebelum melakukan
tindakan.
- Menggunakan alat pelindung seperti: sarung tangan karet, celemek, sepatu boot karet,
masker dan kacamata pelindung saat melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh
lainnya.
- Pembuangan yang aman terhadap sampah yang terkontaminasi oleh darah dan cairan
tubuh lainnya.
- Dekontaminasi, dan desinfeksi yang tepat pada alat-alat yang dipakai berulang.
- Pencucian baju kotor dengan prosedur yang tepat.
- Direkomendasikan agar semua petugas melindungi diri dari terluka oleh benda tajam dan
menganggap semua darah dan cairan tubuh dari siapa pun orangnya, dianggap sebagai
darah dan cairan tubuh yang tercemar oleh HIV.
Sarung tangan steril tidak diperlukan pada perawatan jenazah. Yang dipakai adalah
sarung tangan bersih karena prosedur steril tidak diperlukan, yang diperlukan
hanyalah prosedur bersih.
Sarung tangan rumah tangga kadang dipakai juga. Prinsipnya semua sarung tangan
bisa dipakai pada perawatan jenazah yang penting bersih dan tidak bocor. Ketebalan
sarung tangan perlu diperhatikan, sarung tangan yang terlalu tipis sebaiknya tidak
digunakan karena rawan robek.
Beberapa jenis sarung tangan dapat dicuci dan didisinfeksi atau disterilkan sebelum
digunakan kembali, namun sarung tangan yang diproses kembali dengan DTT atau
disterilkan sebaiknya tidak dipakai ulang sampai lebih dari 3 kali. Pemrosesan
berulang akan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya lubang pada sarung
tangan. Oleh karena itu setiap kali pencucian dilakukan pemilahan terhadap sarung
tangan yang bocor untuk dibuang karena tidak layak pakai.
Cuci tangan tidak wajib dilakukan sebelum mengenakan sarung tangan, cukuplah kita
yakin bahwa tangan kita bersih. Hal ini memang berbeda dengan di ruang bedah atau
ruang kandungan yang mewajibkan cuci tangan dulu sebelum mengenakan sarung
tangan.
Yang perlu diperiksa sebelum mengenakan sarung tangan adalah ada tidaknya luka
terbuka di telapak tangan atau jari jari. Luka terbuka memperbesar kemungkinan
kontak meskipun petugas mengenakan sarung tangan.
Untuk memandikan jenazah, sarung tangan tidak perlu steril. Sarung tangan rangkap
dianjurkan untuk menjaga kemungkinan bocor.
Tidak ada urutan apakah sarung tangan dipakai dulu atau alat pelindung lain yang
dipakai dulu. Yang pasti sarung tangan dilepas paling akhir ketika seluruh alat
pelindung tubuh sudah dilepas. Melepas sarung tangan harus mengkuti prosedur yang
tertera pada tabel 2.
Setelah dipakai, sarung tangan sebaiknya dibuang ke tempat aman atau dibakar.
c. Sepatu pelindung
Digunakan agar kaki terlindung dari tumpahan/percikan cairan tubuh jenazah atau
menjaga kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan.
Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki (Gb. 7). Dianjurkan tidak
menggunakan sandal atau sepatu terbuka. Sepatu pelindung ini sebaiknya terbuat dari
bahan kedap air yang tahan tusukan serta mudah dicuci. Dianjurkan bahan sepatu dari
karet atau plastik dengan alas yang tebal.
d. Celemek pelindung
Berfungsi sebagai pelindung tubuh dan baju agar tidak terkena percikan darah atau
cairan tubuh lainnya, celemek plastik relatif murah dan mudah membuatnya.
Dianjurkan untuk sekali pakai saja lalu dimusnahkan.
e. Masker pelindung
Masker pelindung dapat dibeli bebas di toko obat, toko alat kesehatan atau apotik.
Digunakan untuk melindungi mulut dan hidung dari percikan darah atau cairan tubuh
lainnya.
Masker seperti diatas dianjurkan untuk sekali pakai saja lalu dimusnahkan.
f. Kacamata pelindung
Digunakan untuk melindungi mata dari percikan darah atau cairan tubuh lainnya.
Virus dan bakteri tertentu dapat menular melalui mukosa mata.
Kacamata pelindung dapat dipakai ulang setelah direndam pada larutan klorin 0,5%
selama 10 menit lalu dicuci seperti biasa.
g. Tudung /penutup kepala
Tudung /penutup kepala dikenakan agar rambut/kulit kepala bagian atas terlindung
dari percikan yang mungkin terjadi pada saat petugas melakukan
tindakan/penatalaksanaan terhadap jenazah.
Kulit kepala yang mungkin tidak intak, misalnya pada tinea kapitis yang digaruk
hingga lecet, bisa menjadi tempat masuk bagi mikroorganisme tertentu dari cairan
tubuh jenazah yang secara tidak terpercik. Bahkan kadang kadang secara tidak
sengaja (di luar kesadaran), petugas menggaruk kepala yang gatal padahal tangannya
dalam keadaan tercemar oleh cairan tubuh jenazah.
Peutung/penutup kepala dapat dari kain (Gb. 10) atau plastik. Penutup kepala dari
plastik memang lebih aman karena kedap air, tetapi pemakaian penutup kepala dari
plastik dalam waktu lama akan akan menyebabkan kepala berkeringat sehingga
mengganggu kenyamanan petugas.
Tudung /penutup kepala lain yang dapat dipakai misalnya kopyah, kerpus atau topi.
Memandikan Jenazah
Dengan pakaian mengikuti prosedur Universal Precacaution, petugas mengangkat
jenazah ke tempat memandikan jenazah. Jika jenazah meninggal di rumah sakit dan dibawa
pulang dengan ambulance dan belum dimandikan, maka sebaiknya jenazah diangkat dari
ambulan langsung ke tempat memandikan jenazah tanpa masuk ke rumah dahulu.
Selanjutnya lepaskan seluruh pakaian jenazah.
Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata ke seluruh
tubuh, mulai dari sela sela rambut, lobang telinga, lubang hidung, mulut, tubuh dan kaki. Lalu
tunggu hingga 10 menit. Sepuluh Menit adalah waktu yang efektif untuk membunuh kuman.
Bilas dengan air mengalir lalu lanjutkan memandikan jenazah sebagaimana mestinya.
Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir. Bilas jenazah dengan air bersih
yang mengalir. Keringkan jenazah dengan handuk.
Jika dari lubang-lubang tubuh jenazah mengeluarkan cairan, sumbat dengan kapas.Letakkan
lembaran kapas tebal pada mata, mulut, alat kelamin dan dubur.
Bungkus jenazah dengan plastik sebelum dikafani dengan kain. Lembaran plastik
diperlukan untuk jenazah yang memiliki luka basah atau mengeluarkan cairan dari lubang
tubuhnya yang sulit untuk dikeringkan secara tuntas. Untuk lebih amannya memang semua
jenazah sebaiknya dibungkus dahulu dengan plastik dan selanjutnya dikafani seperti
biasanya.
Pindahkan jenazah langsung ke keranda sedemikian hingga tidak perlu mengangkat
lagi jika akan diberangkatkan ke pemakaman.
Pemakaman Jenazah
Jenazah yang beragama Islam biasanya dimakamkan tanpa peti. Petugas yang
menurunkan jenazah ke liang lahat sebaiknya memakai sarung tangan karet. Gunakan sarung
tangan jika membuka kain kafan, setelah selesai, lepas sarung tangan dan biarkan terkubur
bersama jenazah.
Kesimpulan
Meningkatnya angka kejadian penyakit menular khususnya HIV&AIDS membawa
pengaruh luas khususnya pada tata cara memandikan jenazah.
Merawat jenazah memerlukan prosedur terrtentu agar tidak membahayakan petugas
dan lingkungan sekitar.
Merawat jenazah dapat dilakukan oleh semua orang asalkan mengerti tata cara
perawatan jenazah yang aman.
Kebiasaan kebiasaan terkait dengan agama dan kepercayaan berkenaan dengan
perawatan jenazah yang sudah biasa dilakukan tidak perlu dirubah, hanya beberapa
disesuaikan demi kemaslahatan bersama.
Daftar Pustaka
Anonim,AIDS Epidemic Update dec. 2009. United Nations for AIDS / World Health
Organization, 2009.
Anonim, Penderita HIV/AIDS tahun 2010. http://m.antaranews.com, diakses Nopember 2010
Chin, James. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Terj. Nyoman Kandun, Jakarta,
2000.
Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Pusat data dan Informasi Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2005.
Green, CW. Hepatitis Virus dan HIV. Yayasan Spiritia. Jakarta, 2005.
National AIDS Programmes A Guide to Monitoring and Evaluating HIV/AIDS Care and
Support. World Health Organization, 2004.
National Strategy Prevention and Control HIV/AIDS and Drug Abuse Indonesian Correction
and Detention 2005 2009. Ministry of Law and Human Right of Republic
Indonesia Directorate General Correction. Jakarta, 2005.
Nasronudin, HIV & AIDS, Pendekatan Biomolekuler, Klinis dan Sosial, cetakan Pertama,
Airlangga University Press, 2007
Pedoman Bersama ILO/WHO Tentang Pelayanan Kesehatan dan HIV/AIDS. Direktorat
Pengawasan Kesehatan Kerja Direktoret Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta,
September 2005.