Anda di halaman 1dari 17

451

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


Edy Suyanto, Abdul Aziz, Warih Wilianto
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Pendahuluan
Meskipun angka kematian akibat AIDS tiap tahunnya mengalami penurunan terkait
peningkatan perkembangan pencegahan infeksi baru HIV, namun orang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA) terus mengalami peningkatan.
Di Indonesia kasus AIDS pertama dilaporkan tahun 1987. Diperkirakan hingga
tahun 2010 jumlah kasus AIDS akan meningkat menjadi 93.968 130.000 penderita,
sedangkan kasus HIV akan meningkat menjadi 1 juta 5 juta penderita. Menurut "National
Trainer Care, Support and Treatment IMAI-HIV/AIDS", dr. Ronald Jonathan MSc, angka itu
diperoleh berdasarkan perkiraan pengaduan penderita terinfeksi HIV/AIDS ke sejumlah
rumah sakit, yang berjumlah tidak lebih dari sepersepuluh korban terinfeksi keseluruhan.
Prinsip fenomena gunung es yang berlaku mengatakan, jumlah penderita HIV/AIDS
yang tampak hanyalah 5-10% dari jumlah keseluruhan. Jumlah penderita HIV/AIDS di
seluruh Indonesia sejak 1980-an hingga September 2009 yang terdata oleh Departemen
Kesehatan mencapai 18.442 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan
perempuan sebesar tiga berbanding satu (Laki-laki:Perempuan=3:1). Hampir 50% dari
penyebaran virus HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual,dan melalui jarum suntik
(pada pengguna narkoba) mencapai 40,7% berdasarkan riset terhadap jumlah total penderita.
Sementara itu, penyebaran virus HIV/AIDS pada gay, waria dan transgender hanya mencapai
3-4% dari jumlah total penderita.
Rentan usia tertinggi penderita HIV/AIDS hingga saat ini masih tetap berada pada usia
produktif yaitu 20-39 tahun.
Sampai dengan Juli 2012 secara nasional Jawa Timur menduduki rangking kedua
setelah DKI Jakarta dengan kasus HIV/AIDS tertinggi. Sehingga penderita (ODHA) dapat
meninggal dimanapun dan -------
Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang adekuat untuk mematikan virus
HIV dalam tubuh manusia, sehingga penderita HIV/AIDS yang meninggal, virus HIV dalam
tubuh penderita dalam keadaan masih hidup dan dapat menular.
Secara teori virus HIV tidak dapat hidup dalam sel yang mati, sehingga virus yang
hidup pada jenazah akan pelan-pelan mati dan tidak akan bisa menular lagi. Tetapi ada jeda
waktu antara saat pasien menghembuskan nafas terakhir hingga terjadinya kematian sel tubuh
(cellular death) secara menyeluruh. Pada jeda waktu itulah di khawatirkan masih bisa terjadi
penularan.
Hal ini terkait erat dengan tuntutan masyarakat setempat bahwa jenazah harus
secepatnya dirawat setelah meninggal. Sehingga pada saat jenazah dengan HIV/AIDS
dirawat, dikhawatirkan masih ada virus HIV dari tubuh jenazah yang dapat menular pada
orang yang merawat jenazah dan bahkan lingkungan sekelilingnya.
Jenazah penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi inilah yang perlu mendapat
perhatian khusus, karena jumlahnya dipastikan melebihi jumlah yang dirawat di rumah sakit.
Karena sulitnya melacak jenazah dengan HIV/AIDS, maka sebaiknya jika kita,
khususnya petugas yang melakukan perawatan jenazah, dalam merawat jenazah yang
meninggal akibat kasus apapun, menerapkan kewaspadaan universal seperti merawat jenazah
dengan HIV/AIDS. Pendek kata, semua jenazah yang dirawat harus diperlakukan seakan-
akan merawat jenazah dengan HIV/AIDS.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


452

Patofisiologi Infeksi HIV

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yaitu secara vertical,
horizontal dan transeksual. Sehingga HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secaara langsung
dengan perantara benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara
tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak/utuh, misalnya pada kontak
seksual. Ketika mencapai sirkulasi sistemik, 4 11 hari setelah paparan pertama, HIV dapat
dideteksi dalam darah.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus akut, seperti panas tinggi mendfadak, nyeri kepala, sendi dan otot, mual-
muntah, sulit tidur, batuk-pilek dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom retroviral akut, dan
pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load.
Dengan bertambahnya waktu viral load cenderung terus meningkat yang diikuti
dengan penurunan CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun. Dalam kurun waktu 1,5
2,5 tahun terjadi penurunan CD4 yang lebih cepat yang akhirnya jatuh pada stdium AIDS.
Fase selanjutnya HIV berusaha masuk ke dalam sel target, yaitu sel yang mampu
mengekspresikan reseptor CD4 yang terdapat pada permukaan limfosit T, monosit-makrofag,
Langerhans, sel dendrite, astrosit, dan mikroglia. Setelah masuk dalam sel target, HIV
melepaskan single strand RNA (ssRNA) yang akan dipakai oleh enzim reverse transcriptase
sebagai template/cetakan untuk mensintesis DNA. Kemudia RNA dipindahkan oleh enzim
ribonuclease dan reverse transcriptase untuk membentuk DNA lagi sehingga menjadi double
strand DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk dalam inti sel dan menyatu
dengan kromosom sel host/ tuan rumah dengan perantara enzim intergrase, penggabungan ini
menyebabkan tidak aktif (melakukan transkripsi dan translasi). Keadaan ini disebut fase
laten.Untuk mengaktifkan provirus dari keadaan laten diperlukan aktifasi dari sel host/ tuan
rumah.
Induktor nuclear factor kB (NFkB)yang dapat memicu percepatan replikasi HIV
adalah mikroorganisma. Mikroorganisma yang dapat memicu infeksi sekunder dan
mempengaruhi jalannya replikasi /memperbanyak diri adalah bakteri, virus, jamur maupun
protozoa, namun yang paling besar pengaruhnya dalam percepatan replikasi adalah virus,
terutama virus DNA.
Enzim polymerase akan mentranskripsi DNA menjadi RNA yang berfungsi sebagai
RNA genomic dan mRNA. RNA keluar dari inti sel, mRNA mengalami transkripsi
menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru.
Inti dan perangkap lengkap virus baru membentuk tonjolan pada permukaan sel host/ tuan
rumah, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan dan enzim
yang fungsional. Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel
host/ tuan rumah sehingga menjadi virus yang lengkap dan matang dan akan keluar dari sel
dan menginfeksi sel target berikutnya. Dalam waktu satu hari HIV mampu melakukan
replikasi/memperbanyak diri hingga 1 milyar -100 milyar virus baru.
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi replikasi/memperbanyak diri menjadi
berjuta-juta virus baru yang memicu munculnya sindroma infeksi akut. Diperkirakan 50%-
70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindroma infeksi akut setelah 3-6 minggu
terinfeksi, dengan gejala menyerupai flu (flu like syndrome). Fase ini disebut fase akut, pada
fase ini jumlah limfosit T masih > 500 sel/mm3 dan akan mengalami penurunan setelah 6
minggu terinfeksi HIV.
Fase selanjutnya adalah fase laten. pada fase ini sebagian virus terakumulasi dalam
kelenjar limfe/getah bening, sehingga jarang ditemukan virus dalam plasma yang akan
terlihat dari hasil pemeriksaan darah. Namun virus tetap melakukan replikasi/memperbanyak

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


453

diri, sehingga penurunan jumlah limfosit T tetap terjadi. Pada fase ini jumlah limfosit T turun
sekitar 500 -200 sel/mm3. Meskipun pada pemeriksaan darah menunjukkan hasil positif
(serokonversi positif), namun umumnya belum menunjukkan gejala klinis (asymptomatis).
Fase ini terjadi sekitar 8 10 tahun ( dapat 3 13 tahun) setelah terinfeksi HIV. Pada tahun
kedelapan setelah terinfeksi akan muncul gejala klinis yaitu demam, keringat banyak pada
malam hari, berat badan menurun <10%, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang, penyakit
infeksi kulit berulang. Gejala ini merupakan awal munculnya infeksi oportunistik/dapatan.
Fase terakhir yaitu fase kronis. Selama fase ini berlangsung, dalam kelenjar
limfe/getah bening virus tetap melakukan replikasi/memperbanyak diri, dan terjadi kematian
sel dendritik folikuler akibat banyaknya virus, sehingga fungsi kelenjar limfe/getah bening
sebagai perangkap virus menurun bahkan hilang dan virus dicurahkan ke dalam darah yang
berakibat jumlah virus dalam sirkulasi sistemik menjadi berlebihan. Akibat dari keadaan
tersebut respon imun tidak mampu meredam jumlah virus dan limfosit semakin tertekan
karena intervensi HIV semakin banyak. Terjadi penurunan jumlah limfosit T hingga < 200
sel/mm3. Penurunan jumlah limfosit T ini akan mengakibatkan sistim imun menurun dan
pasien semakin rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder. Perjalanan penyakit
semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS.
Selain 3 fase di atas, terdapat periode masa jendela, yaitu periode dimana
pemeriksaan ter antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, meskipun virus sudah ada
dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak, karena antibodi yang terbentuk belum cukup
terdeteksi melalui laboratorium (kadar belum memadai).Antibodi terhadap HIV umumnya
muncul 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Periode ini sangat penting
untuk diperhatikan, karena pasien sudah mampu dan potensial menularkan pada orang lain.

Penyakit-Penyakit Yang Perlu Perhatian Khusus


Dalam perawatan jenazah, ada beberapa penyakit yang perlu mendapatkan perhatian
serius terkait sifat penyakit tersebut yang infeksius (menular) pada orang lain.
Di bawah ini beberapa penyakit yang menjadi perhatian serius terkait dengan
dilaksanakannya kewaspadaan universal:
1. Human Imunodefisiensi Virus (HIV)
Adalah virus jenis retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan manusia, merusak
serta menurunkan fungsinya. Infeksi oleh virus ini mengakibatkan menurunnya sistem
kekebalan secara progresif hingga menuju ke defisiensi sistem kekebalan tubuh.
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV. Pemakaian
antiretroviral kombinasi dapat memperlambat kejadian kerusakan sistem kekebalan yang
ditimbulkan oleh virus, dan dapat memperlambat munculnya AIDS, tetapi tidak
menghilangkan virus sama sekali.

2. Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung
kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6
bulan disebut "hepatitis kronis".
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis,
yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti
mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab
hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obat

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


454

Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat
buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang
penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.
Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah. Penularan biasanya terjadi
diantara para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara
mitra seksual (baik heteroseksual maupun pria homoseksual). Ibu hamil yang terinfeksi
oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. Hepatitis B
bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus hepatitis B. Di daerah Timur Jauh
dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis
dan kanker hati.
Virus hepatitis C Menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah.
Virus hepatitis C ini paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan
jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual. Untuk alasan
yang masih belum jelas, penderita "penyakit hati alkoholik" seringkali menderita
hepatitis C.
Virus hepatitis D hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B. Virus
hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki
resiko tinggi terhadap virus ini adalah pecandu obat.
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya
terjadi di negara-negara terbelakang.
Virus hepatitis G adalah jenis baru dari virus hepatitis yang telah terdeteksi baru-baru
ini. Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis adalah Virus Mumps, Virus
Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes.

3. Flu burung
Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan
sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari
Family Orthomyxomiridae. Virus ini dapat menimbulkan gejala penyakit pernafasan
pada unggas, mulai dari yang ringan (Low Pathogenic) sampai pada yang bersifat fatal
(Highly Pathogenic).
Virus Influensa ada tiga tipe, yaitu tipe A (pada unggas); tipe B dan tipe C (pada
manusia). Influensa tipe A terdiri dari Strain, antara lain H1N1, H3N2 dan H5N1, dan
lain-lain. Influensa A (H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung yang sangat
mematikandi Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia dan Jepang. Di Indonesia Virus
Influensa tipe A subtipe H5N1 tersebut diatas menyerang ternak ayam sejak bulan
Oktober 2003 s/d Februari 2005, akibatnya 14,7 juta ayam mati.
Masa inkubasi (saat penularan sampai timbulnya penyakit) avian influensa adalah 3 hari
untuk unggas. Sedangkan untuk flok dapat mencapai 14-21 hari. Hal itu tergantung pada
jumlah virus, cara penularan, spesies yang terinfeksi dan kemampuan peternak untuk
mendeteksi gejala klinis (berdasarkan pengamatan klinik).
Pada akhir tahun 2003 di sejumlah negara telah tertular penyakit influensa pada unggas
dan bersifat mewabah (pandemi) seperti Korsel, Jepang, Vietnam, Thailand, Taiwan,
Kamboja, Hongkong, Laos, RRC dan Pakistan termasuk Indonesia Kabupaten/kota di 22
Propinsi telah tertular (dan menjadi daerah endemis) Avian Influenza, yaitu Jabar,
Banten, DKI Jakarta, Bali, NTB, NTT, Lampung, Sumsel, Bengkulu, Bangka Belitung,
Sumbar, Jambi, Sumut, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulsel dan Sultra.
Penyakit ini menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa
perternakan dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak.
Kemungkinan penularan kepada manusia dapat terjadi apabila virus avian influenza
bermutasi.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


455

Unggas (ayam, burung dan itik) merupakan sumber penularan virus influenza. Untuk
unggas air lebih kebal(resistensi) terhadapa virus avian influenza darpada unggas
peliharaan. Sedangkan burung kebanyakan dapat juga terinfeksi, termasuk burung liar
dan unggas air. Flu burung merupakan infeksi oleh virus influenza A subtipe H5N1 (H =
Hemagglutinin; N = Neuraminidase), sampai saat ini tidak ditemukan bukti ilmiah
adanya penularan antar manusia. Tetapi pada keadaan sekarang ini virus flu burung
belum mengalami mutasi pada manusia yang dapat mengakibatkan penyebaran dari
manusia ke manusia.
Kasus Flu Burung dalam perkembangan, bukan menyerang pada unggas saja, tetapi juga
menyerang manusia. Pada tahun 1997, 18 orang di Hongkong diserang flu burung, 6
orang meninggal dunia. Sementara data WHO yang telah dikonfirmasikan untuk tahun
2003 di Vietnam ditemukan 3 kasus pada manusia dan ketiganya meninggal dunia
(angka kematian 100%), tahun 2004 kasus di Vietnam bertambah 29 kasus (20
meninggal), ditahun yang sama negara Thailand ada kasus Flu Burung pada manusia
sebanyak 17 penderita (12 Penderita meninggal dunia). Tahun 2005: Vietnam 61
penderita (19 meninggal dunia), Indonesia 16 penderita (11 meninggal dunia), Thailand
5 penderita (2 meninggal dunia), China 7 penderita (3 meninggal dunia), Kamboja 4
penderita (4 meninggal dunia) dan Turki 2 penderita dn keduanya meninggal dunia.
Sementara penyebaran virus tersebut pada manusia di Indonesia sejak bulan Juli 2005
hingga 12 April 2006 telah ditemukan 479 kasus kumulatif yang dicurigai sebagai flu
burung pada manusia, dimana telah ditemukan 33 kasus konfirm flu burung, 24
diantaranya meninggal dunia. 115 kasus masih dalam penyelidikan (36 diantaranya
meninggal dunia), sementara yang telah dinyatakan bukan flu burung sebanyak 330
kasus.
Yang paling menyulitkan adalah jika penyakit penyakit tersebut di atas muncul
bersamaan atau dengan penyakit lain pada satu individu. HIV dengan tuberkulosis paru,
HIV dengan hepatitis adalah permasalahan yang memerlukan penatalaksanaan tersendiri.
HIV&AIDS serta flu burung adalah masalah nasional. Adanya Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional menunjukkan keseriusan pemerintah di bidang ini, disusul kemudian
dengan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan
Menghadapi Pandemi Influenza. Lembaga-lembaga non pemerintah pun bermunculan
untuk bersama sama menanggulangi masalah ini.
Hanya saja belum ada pedoman praktis kewaspadaan universal dalam hal pemulasaraan
jenazah yang terkait dengan penyakit-penyakit tersebut. Buku buku petunjuk
kewaspadaan universal yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan lebih fokus kepada
penatalaksanaan perawatan pasien hidup. Sehingga diharapkan

Gambaran Umum HIV / AIDS


HIV adalah singkatan dari human immunodeficiency virus. Adalah virus jenis
retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan manusia, merusak serta menurunkan
fungsinya. Infeksi oleh virus ini mengakibatkan menurunnya sistem kekebalan secara
progresif hingga menuju ke defisiensi sistem kekebalan tubuh.
Disebut sistem kekebalan menurun jika sistem kekebalan tersebut tidak cukup kuat
melawan infeksi penyakit.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


456

Seseorang yang sistem kekebalannya menurun sangat rentan terserang penyakit


yang biasanya jarang terjadi pada orang normal. Penyakit yang terjadi/menyerang
berhubungan dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh disebut sebagai infeksi
oportunistik karena mengambil kesempatan menyerang pada saat sistem kekebalan tubuh
lemah.
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome. Diartikan
sebagai kumpulan gejala dan infeksi sehubungan dengan menurunnya sistem kekebalan
tubuh. Infeksi oleh HIV lah yang menyebabkan AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh serta
munculnya infeksi tertentu digunakan sebagai indikator bahwa infeksi HIV telah berlanjut
menjadi AIDS.

Gejala HIV
Hampir semua orang yang tertular HIV tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi,
karena tidak ada gejala yang timbul segera setelah orang tersebut terinfeksi. Pada beberapa
orang akan timbul gejala demam disertai ruam kemerahan pada kulit, nyeri sendi serta
pembengkaan kelenjar getah bening (glandular fever like illnes) yang biasanya terjadi 6
minggu hingga 3 bulan setelah infeksi terjadi.
Meskipun infeksi HIV tidak menimbulkan gejala yang berarti, tetapi seseorang yang
terinfeksi HIV dapat menjadi sangat infeksius dan dapat menularkan virus ke orang lain.
Waktu hingga terjadinya AIDS dihitung dari saat pertama terinfeksi HIV tiap orang
bervariasi lamanya. Pada orang yang bergaya hidup sehat, AIDS bisa terjadi dalam waktu 10
15 tahun kemudian, beberapa orang bahkan lebih lama lagi. Terapi antiretroviral dapat
memperlambat timbulnya AIDS dengan cara menurunkan jumlah virus di dalam tubuh yang
terinfeksi.
Jika kita merasa terinfeksi HIV, maka kita harus secepatnya melakukan konseling dan
testing HIV pada sarana kesehatan terdekat. Hingga kita yakin bahwa kita tidak atau
terinfeksi oleh HIV, kewaspadaan universal harus diterapkan agar kita tidak menularkan pada
orang lain.

Penularan HIV
Virus HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh manusia, seperti: darah, air mani,
cairan vagina dan air susu ibu. Penularan HIV terjadi karena penetrasi seksual baik vaginal,
anal, maupun oral. Penularan dapat pula terjadi karena tranfusi darah yang tertular HIV dan
pemakaian bersama jarum suntik. Penularan juga dapat terjadi dari ibu ke bayinya, baik saat
dalam kandungan, waktu melahirkan maupun pada saat menyusui.
Meskipun kecil kemungkinannya, HIV dapat pula menular melalui ciuman bibir yang
dalam (deep kissing), pemakaian bersama jarum tatto, dan pemakaian bersama pisau cukur.

Penyembuhan HIV
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV. Pemakaian
antiretroviral kombinasi dapat memperlambat kejadian kerusakan sistem kekebalan yang
ditimbulkan oleh virus, dan dapat memperlambat munculnya AIDS, tetapi tidak
menghilangkan virus sama sekali.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


457

Prosedur Perawatan Jenazah Secara Aman


Berikut adalah langkah langkah yang dilakukan dalam perawatan jenazah:
1. Siapkan tempat untuk memandikan jenazah.
a. Ruangan dengan pencahayaan yang cukup (terang) dengan sirkulasi udara yang baik.
Sebaiknya ruangan berlantai semen.
b. Air bersih dalam jumlah cukup yang dapat dialirkan dengan ke jenazah.
c. Dipan beserta alas kepala untuk meletakkan jenazah.
d. Sabun mandi dan handuk kering.
e. Sarana pembuangan air limbah (SPAL) yang jauh dari sumber air. Air limbah bisa
juga dialirkan langsug ke septic tank.
2. Siapkan larutan klorin 0,5%.
a. Siapkan 25 liter air dalam dalam bak besar (Gb. 1).

Gb. 1 Menakar air Gb. 2 Menakar kaporit

b. Siapkan 200 gram kaporit (kalsium hipolorit).


c. Letakkan kaporit di atas selembar kain berukuram 40 X 40 cm, bungkus dengan kain
tersebut dengan mengikat keempat ujung ujungnya (Gb. 2 dan3).

Gb. 3 Membungkus kaporit

d. Haluskan kaporit dengan pemukul.


e. Masukkan kaporit terbungkus kain tersebut dalam air, remas-remas untuk
melarutkannya hingga larut rata (Gb.4 dan 5).
f. Larutan klorin 0,5% juga bisa dibuat dengan cara mencampur 22,5 liter air dengan
2,5 liter bayclin.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


458

Gb. 4 Memasukkan kaporit Gb. 5 Melarutkan kaporit


Dalam air

3. Kenakan pakaian yang memenuhi standar Universal Precaution.


a. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki orang yang akan
memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok pada tangan atau kaki,
sebaiknya orang tersebut tidak ikut memandikan jenazah.
b. Kenakan sepatu boot dari karet.
c. Kenakan celemek plastik.
d. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung dari kain.
e. Kenakan tudung kepala.
f. Kenakan kacamata pelindung.
g. Kenakan sarung tangan karet.
4. Pindahkan jenazah ke dipan tempat memandikan jenazah. Jika jenazah dari rumah sakit,
sebaiknya langsung dibawa ke tempat pemandian jenazah.
5. Lepaskan semua baju yang dikenakan jenazah.
6. Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata ke seluruh tubuh,
mulai dari sela sela rambut, lobang telinga, lubang hidung, mulut, tubuh dan kaki. Lalu
tunggu hingga 10 menit.
7. Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir
8. Bilas jenazah dengan air bersih yang mengalir
9. Keringkan jenazah dengan handuk.
10. Jika dari lubang-lubang tubuh jenazah mengeluarkan cairan, sumbat dengan kapas.
11. Bungkus jenazah dengan plastik sebelum dikafani dengan kain.
12. Pindahkan jenazah langsung ke keranda sedemikian hingga tidak perlu mengangkat lagi
jika akan diberangkatkan ke pemakaman
13. Bersihkan tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5%.
a. Siram dipan dengan larutan klorin 0,5%. Biarkan 10 menit.
b. Siram lantai dengan larutan klorin 0,5%. Biarkan 10 menit.
c. Bilas dengan air bersih yang mengalir.
14. Lepaskan perlengkapan Universal Precaution.
Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet dalam larutan klorin 0,5%,
lalu bilas dengan sabun dan air mengalir.
a. Lepaskan tudung kepala, rendam dalam larutan klorin 0,5%.
b. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin 0,5%
c. Lepaskan masker pelindung, rendam dalam larutan klorin 0,5%
d. Lepaskan celemek plastic, rendam larutan klorin 0,5%.
e. Celupkan bagian luar sepatu pada larutan klorin 0,5%, bilas dengan air bersih lalu
lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.
f. Terakhir lepaskan sarung tangan karet.
g. Alat yang dipakai berulang (dipakai lagi), yang sebelumnya dilakukan dekontaminasi
sesuai prosedur.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


459

Tabel 1. Prosedur Dekontaminasi alat alat yang dipakai untuk perawatan jenazah
Persiapan
Larutan Klorin 0,5% dalam wadah secukupnya disesuaikan dengan alat yang
akan didekontaminasi
Air mengalir (sarana cuci tangan)
Alat pelindung: Celemek plastik, sarung tangan, pelindung wajah, sepatu karet.
Prosedur
1. Kenakan alat pelindung
2. Rendam seluruh alat dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. (seluruh
permukaan alat harus terendam)
3. Segera bilas dengan air bersih untuk dilanjutkan dengan proses pencucian.
4. Apabila alat tidak langsung dicuci, rendam dalam ember berisi air bersih.
5. Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara menunggu
dekontaminasi dan proses selanjutnya
6. Cuci tangan

Jika ada bahan atau alat tersebut di atas yang dipakai hanya sekali (disposable), tidak perlu
direndam klorin, melainkan langsung dimasukkan dalam wadah tertutup kedap air (plastik,
kardus tebal) untuk selanjutnya dimusnahkan dengan dibakar atau ditanam dalam dalam di
tanah.

Tempat memandikan Jenazah


a. Pencahayaan
Tempat memandikan jenazah harus memiliki pencahayaan yang cukup terang
agar kotoran dan cairan tubuh dapat terlihat jelas oleh petugas seingga dapat
dibersihkan dengan maksimal. Di tempat terang, bercak darah dan atau cairan tubuh
yang mungkin terdapat di lubang telinga dan hidung atau terselip di sela rambut akan
terlihat.
Syarat terangnya tempat akan mudah terpenuhi jika jenazah dimandikan di
luar rumah waktu siang hari, tentunya dengan tabir penyekat. Memandikan jenazah di
dalam rumah juga bisa dilakukan, tetapi harus dijamin pencahayaannya, kalau perlu
ditambahkan lampu.
Karena alasan tertentu, di beberapa daerah memandikan jenazah dilakukan
malam hari. Kebiasaan ini tidak perlu dipaksakan untuk dirubah, karena memang
kepercayaan tertentu menghendaki demikian, hanya saja persyaratan pencahayaan
perlu lebih diperhatikan lagi. Lampu tambahan diperlukan agar suasana malam
berubah menjadi seperti siang.

b. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara akan maksimal jika jenazah dimandikan di luar rumah, di
halaman rumah misalnya. Sirkulasi udara yang tidak baik akan membuat uadara
sekitar menjadi panas. Hal ini akan membuat petugas yang memandikan jenazah
merasa kurang nyaman karena gerah diakibatkan baju yang serba tertutup.
Jumlah petugas yang memandikan jenazah tidak perlu terlalu banyak. Tiga
orang petugas adalah jumlah yang optimal. Karena jumlah yang semakin banyak
hanya akan mengurangi sirkulasi udara dan menambah kemungkinan terjadinya
kontak dengan jenazah.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


460

c. Lantai ubin
Tempat memandikan jenazah sebaiknya berlantai semen atau ubin yang
melandai ke satu sisi atau paling tidak datar agar air sisa limbah sisa memandikan
jenazah tidak tergenang.
Syarat ini sulit terpenuhi di daerah tertentu yang tidak mengenal budaya ubin,
misalnya pada daerah dengan kebiasaan lantai tanah atau rumah panggung.
Syarat ini sebenarnya untuk menjamin agar air limbah tidak tergenang dalam
waktu lama. Jadi syarat ini bisa ditinggalkan jika ada jaminan air tidak tergenang.
Misal dimandikan di atas tanah yang mudah menyerap air (berpasir). Atau air limbah
segera dialirkan ke saluran pembuangan limbah.

d. Air yang mengalir


Air mengalir tidak berarti harus memakai air PDAM, semua jenis air bisa
digunakan, air sumur, air dari penampungan air hujan bisa digunakan, asal mengalir.
Secara praktis air sebaiknya dialirkan menggunakan selang. Memakai gayung untuk
mengalirkan air sebaiknya ditinggalkan karena rentan terjadinya pencemaran.
Disarankan pada kerukunan kematian/sinoman untuk menyiapkan alat khusus
yang menjamin tersedianya air yang mengalir.

e. Dipan dan alas kepala


Di beberapa daerah tertentu, jenazah dimandikan dengan dipangku oleh tiga
orang. Sebaiknya hal ini pelan pelan mulai ditinggalkan, karena memangku jenazah
berarti memperbesar kemungkinan kontak dengan kontaminan/jenazah.
Memandikan jenazah dengan meletakkannya di atas dipan dipastikan lebih
aman.
Sediakan dipan dari kayu atau bambu, ganjal di kedua ujung kakinya
sedemikian hingga satu sisi lebih tinggi dari sisi lannya kurang lebih 5 cm. Hal ini
berguna agar air limbah tidak tergenang di atas dipan. Sebaiknya kepala jenazah
diletakkan di sisi yang lebih tinggi, atau dipan yang dirancang sedemikian rupa
sehingga air tidak meluber ke luar dipan dan dapat mengalir ke lubang pembuangan
limbah.
Sediakan alas kepala yang tidak keras tapi stabil. Orang-orang jaman dahulu
telah memilihkan alas yang tepat untuk keperluan ini, yaitu: batang pohon pisang.
Batang pohon pisang adalah alas kepala yang tepat untuk jenazah, selain lunak dan
stabil, batang pohon pisang juga murah dan dapat dibuang sesudahnya (disposable).

f. Sabun dan handuk kering


Sabun mandi jenis apa saja dapat digunakan, yang penting dapat
membersihkan kotoran di kulit. Sabun cair jika ada dirasakan lebih praktis. Shampo
untuk kepala akan lebih baik untuk membersihkan kotoran di rambut jenazah. Jika
sebelum meninggal, pasien dirawat lama di rumah sakit, biasanya kebersihan rambut
sering terlewatkan.
Tidak dianjurkan menggosok terlalu keras pada kulit jenazah, karena akan
menyebabkan terjadinya lecet-lecet kecil di kulit yang tidak dapat dilihat namun dapat
menjadi jalan keluarnya cairan tubuh.
Pengharum lain serta bunga bunga sebaiknya diberikan setelah jenazah
dikafani.
Handuk digunakan untuk mengeringkan tubuh jenazah, agar jenazah dikafani
dalam keadaan kering. Setelah selesai dugunakan, handuk hendaknya direndam di

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


461

larutan klorin 0,5 % selama 10 menit, baru kemudian dapat dicuci sebagaimana biasa.

g. Saluran Pembuangan Limbah


Air bekas memandikan jenazah adalah kontaminan. Harus ada penanganan
khusus untuk limbah ini agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekitar.
Upaya yang paling praktis adalah membuat saluran khusus langsung ke septic-
tank. Limbah dapat pula dialirkan ke lubang di tanah yang khusus dibuat untuk itu.
Setelah perawatan jenazah selesai, lubang ditimbun dengan tanah.

Pembuatan Larutan Klorin 0,5%


Larutan klorin 0,5% adalah desinfektan pilihan yang paling tepat dalam perawatan
jenazah. Selain dapat membunuh virus, bakteri dan sporanya, larutan klorin 0,5% mudah
dibuat dan relatif terjangkau harganya.
Yang dibutuhkan hanyalah air bersih dan bubuk kaporit. Larutan klorin 0,5% = 5 g /
1000 cc = 5 g / L. Karena dipasaran sulit ditemui kaporit yang 100%, (biasanya yang ada
60% atau 70%) maka diperlukan rumus tersendiri untuk mendapatkan larutan klorin 0,5%.
Di pasaran tersedia bubuk kaporit 60% dan 70%. Larutan dapat dibuat dengan
perhitungan:
7 g / L untuk kaporit 70% ( 7 g X 70% = 0,49 g = 0,5 g )
8 g / L untuk kaporit 80% ( 8 g X 60% = 0,48 g = 0,5 g )

Praktis diperlukan 25 liter larutan klorin 0,5 % perawatan jenazah dewasa, 10 liter
untuk keperluan memandikan jenazah dan 15 liter untuk dekontaminasi/pensucihamaan alat
alat yang selesai dipakai untuk merawat jenazah sehingga dapat dipakai berulang.
Untuk mendapat 25 liter larutan klorin 0,5 % diperlukan 25 liter air dan bubuk kaporit
sebanyak:
25 X 7 g = 175 g kaporit 70 %
25 X 8 g = 200 g kaporit 60 %

Tentunya rumit sekali untuk menghapal banyak rumus. Untuk praktisnya kita pakai
saja rumus yang ke dua, karena angka 200 dan 25 relatif lebih mudah untuk diingat.
Lebih mudah lagi jika ternyata diketahui bahwa 20g kaporit sama dengan 1 sendok
makan (sdm) munjung kaporit (ambil kaporit dengan menyendoknya menggunakan sendok
makan, sedemikian hingga diusahakan mendapat sebanyak mungkin kaporit)
Dengan demikian maka untuk mendapat larutan klorin 0,5% secara praktis
dibutuhkan:
25 L air bersih + 10 sdm munjung kaporit

Agar kaporit benar benar larut sebaiknya tidak mencampur begitu saja kaporit dengan
air secara langsung. Karena kaporit tidak akan larut semua dan ada yang mengendap.
Bungkuslah kaporit yang sudah ditakar dengan sehelai kain dengan mengikat keempat
ujung kain tersebut. Lalu rendam dan remas bungkusan berisi kaporit tersebut. Dalam waktu
2 menit semua kaporit akan larut.
Cara praktis lain meskipun relatif mahal untuk mendapatkan 25 larutan klorin 0,5%
adalah dengan melarutkan pemutih baju (merk dagang = bayclin / sanclin). Bayclin adalah
larutan klorin 5%. Jadi untuk merubahnya menjadi 0,5% harus diencerkan dengan
perbandingan 1 : 9.
Jadi untuk mendapatkan 25 larutan klorin 0,5% diperlukan:
22,5 L air bersih + 2,5 L Bayclin
PEMULASARAAN JENAZAH ODHA
462

Larutan klorin 0,5% bersifat korosif, sebaiknya tidak merendam alat lebih dari 20
menit, segera cuci dan bilas dengan sabun dan air mengalir.

Universal Precaution
Universal precaution adalah prosedur untuk mencegah terjadinya infeksi, disusun
untuk melindungi pekerja kesehatan dan pasiennya dari terpapar penyakit melalui darah dan
cairan tubuh lainnya.
Universal precaution meliputi:
- Penanganan secara hati hati dan pembuangan benda-benda tajam (benda benda yang
dapat memotong atau menusuk.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesudah dan sebelum melakukan
tindakan.
- Menggunakan alat pelindung seperti: sarung tangan karet, celemek, sepatu boot karet,
masker dan kacamata pelindung saat melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh
lainnya.
- Pembuangan yang aman terhadap sampah yang terkontaminasi oleh darah dan cairan
tubuh lainnya.
- Dekontaminasi, dan desinfeksi yang tepat pada alat-alat yang dipakai berulang.
- Pencucian baju kotor dengan prosedur yang tepat.
- Direkomendasikan agar semua petugas melindungi diri dari terluka oleh benda tajam dan
menganggap semua darah dan cairan tubuh dari siapa pun orangnya, dianggap sebagai
darah dan cairan tubuh yang tercemar oleh HIV.

Sebenarnya prosedur universal precaution untuk memandikan jenazah relatif lebih


longgar, karena hanya ditujukan untuk kepentingan petugas yang merawat jenazah dan
lingkungan sekitar, bukan untuk kepentingan jenazah. Misalnya gaun dan sarung tangan tidak
perlu steril, asal bersih sudah cukup.
a. Kaki, tangan dan wajah petugas bebas luka terbuka
Luka terbuka adalah tempat masuknya kuman dan virus. Perlindungan berupa sarung
tangan atau sepatu karet tidak menjamin keamanan 100%, karena sarung tangan bisa
saja bocor, atau air limbah bisa saja tumpah ke rongga sepatu.
Karena itu sebaiknya petugas dengan luka terbuka seperti tersebut di atas tidak
diperkenankan ikut merawat jenazah
b. Sarung tangan karet
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah, sekret, ekskreta dan semua jenis cairan tubuh yang berasal dari jenazah. Sarung
tangan harus selalu dipakai oleh petugas sebelum melakukan tindakan kontak dengan
darah, sekret, ekskreta dan semua jenis cairan tubuh yang berasal dari jenazah.
Dikenal ada tiga jenis sarung tangan: sarung tangan steril, sarung tangan bersih, dan
sarung tangan rumah tangga.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


463

Gb. 6 Semua jenis sarung tangan dapat digunakan di kamar jenazah

Sarung tangan steril tidak diperlukan pada perawatan jenazah. Yang dipakai adalah
sarung tangan bersih karena prosedur steril tidak diperlukan, yang diperlukan
hanyalah prosedur bersih.
Sarung tangan rumah tangga kadang dipakai juga. Prinsipnya semua sarung tangan
bisa dipakai pada perawatan jenazah yang penting bersih dan tidak bocor. Ketebalan
sarung tangan perlu diperhatikan, sarung tangan yang terlalu tipis sebaiknya tidak
digunakan karena rawan robek.
Beberapa jenis sarung tangan dapat dicuci dan didisinfeksi atau disterilkan sebelum
digunakan kembali, namun sarung tangan yang diproses kembali dengan DTT atau
disterilkan sebaiknya tidak dipakai ulang sampai lebih dari 3 kali. Pemrosesan
berulang akan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya lubang pada sarung
tangan. Oleh karena itu setiap kali pencucian dilakukan pemilahan terhadap sarung
tangan yang bocor untuk dibuang karena tidak layak pakai.
Cuci tangan tidak wajib dilakukan sebelum mengenakan sarung tangan, cukuplah kita
yakin bahwa tangan kita bersih. Hal ini memang berbeda dengan di ruang bedah atau
ruang kandungan yang mewajibkan cuci tangan dulu sebelum mengenakan sarung
tangan.
Yang perlu diperiksa sebelum mengenakan sarung tangan adalah ada tidaknya luka
terbuka di telapak tangan atau jari jari. Luka terbuka memperbesar kemungkinan
kontak meskipun petugas mengenakan sarung tangan.
Untuk memandikan jenazah, sarung tangan tidak perlu steril. Sarung tangan rangkap
dianjurkan untuk menjaga kemungkinan bocor.
Tidak ada urutan apakah sarung tangan dipakai dulu atau alat pelindung lain yang
dipakai dulu. Yang pasti sarung tangan dilepas paling akhir ketika seluruh alat
pelindung tubuh sudah dilepas. Melepas sarung tangan harus mengkuti prosedur yang
tertera pada tabel 2.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


464

Tabel 2. Prosedur Melepas Sarung Tangan


Persiapan
Larutan klorin 0,5% dalam wadah yang cukup besar
Sarana cuci tangan (air mengalir)
Kantung/tempat sampah medis
Prosedur
1. Masukkan tangan yang masih mengenakan sarung tangan ke dalam larutan klorin,
gosokkan satu dengan yang lainnya untuk mengangkat bercak darah atau cairan tubuh
lain yang menempel.
2. Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung jari-jari tangan
sehingga bagian dalam dari sarung tangan pertama menjadi sisi luar.
3. Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih berada pada tangan
sebelum melepas sarung tangan yang ke dua. Hal ini untuk mencegah terpajannya kulit
tangan yang terbuka dengan permukaan sebelah luar sarung tangan.
4. Biarkan sarung tangan yang pertama sampai sekitar jari jari, lalu pegang sarung tangan
yang ke-dua pada lipatannya lalu tarik ke arah ujung jari higga bagian dalam sarung
tangan menjadi sisi luar.
5. Pada akhir setelah hampir di ujung jari, maka secara bersamaan dan dengan sangat hati
hati sarung tangan tadi dilepas. Buang ke tempat sampah medis.
6. Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyentuh bagian dalam
sarung tangan.
7. Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, karena ada kemungkinan sarung tangan
berlubang namun sangat kecil dan tidak terlihat. Tindakan mencuci tangan setelah
melepas sarung tangan ini akan memperkecil resiko terpajan

Setelah dipakai, sarung tangan sebaiknya dibuang ke tempat aman atau dibakar.
c. Sepatu pelindung
Digunakan agar kaki terlindung dari tumpahan/percikan cairan tubuh jenazah atau
menjaga kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan.
Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki (Gb. 7). Dianjurkan tidak
menggunakan sandal atau sepatu terbuka. Sepatu pelindung ini sebaiknya terbuat dari
bahan kedap air yang tahan tusukan serta mudah dicuci. Dianjurkan bahan sepatu dari
karet atau plastik dengan alas yang tebal.
d. Celemek pelindung
Berfungsi sebagai pelindung tubuh dan baju agar tidak terkena percikan darah atau
cairan tubuh lainnya, celemek plastik relatif murah dan mudah membuatnya.
Dianjurkan untuk sekali pakai saja lalu dimusnahkan.
e. Masker pelindung
Masker pelindung dapat dibeli bebas di toko obat, toko alat kesehatan atau apotik.
Digunakan untuk melindungi mulut dan hidung dari percikan darah atau cairan tubuh
lainnya.

Gb. 7 Sepatu pelindung.


Gb. 8 Macam-macam masker.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


465

Masker seperti diatas dianjurkan untuk sekali pakai saja lalu dimusnahkan.

f. Kacamata pelindung
Digunakan untuk melindungi mata dari percikan darah atau cairan tubuh lainnya.
Virus dan bakteri tertentu dapat menular melalui mukosa mata.

Gb. 9. Tudung/penutup kepala Gb. 10 Kacamata pelindung (google)

Kacamata pelindung dapat dipakai ulang setelah direndam pada larutan klorin 0,5%
selama 10 menit lalu dicuci seperti biasa.
g. Tudung /penutup kepala
Tudung /penutup kepala dikenakan agar rambut/kulit kepala bagian atas terlindung
dari percikan yang mungkin terjadi pada saat petugas melakukan
tindakan/penatalaksanaan terhadap jenazah.
Kulit kepala yang mungkin tidak intak, misalnya pada tinea kapitis yang digaruk
hingga lecet, bisa menjadi tempat masuk bagi mikroorganisme tertentu dari cairan
tubuh jenazah yang secara tidak terpercik. Bahkan kadang kadang secara tidak
sengaja (di luar kesadaran), petugas menggaruk kepala yang gatal padahal tangannya
dalam keadaan tercemar oleh cairan tubuh jenazah.
Peutung/penutup kepala dapat dari kain (Gb. 10) atau plastik. Penutup kepala dari
plastik memang lebih aman karena kedap air, tetapi pemakaian penutup kepala dari
plastik dalam waktu lama akan akan menyebabkan kepala berkeringat sehingga
mengganggu kenyamanan petugas.
Tudung /penutup kepala lain yang dapat dipakai misalnya kopyah, kerpus atau topi.

Memandikan Jenazah
Dengan pakaian mengikuti prosedur Universal Precacaution, petugas mengangkat
jenazah ke tempat memandikan jenazah. Jika jenazah meninggal di rumah sakit dan dibawa
pulang dengan ambulance dan belum dimandikan, maka sebaiknya jenazah diangkat dari
ambulan langsung ke tempat memandikan jenazah tanpa masuk ke rumah dahulu.
Selanjutnya lepaskan seluruh pakaian jenazah.
Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata ke seluruh
tubuh, mulai dari sela sela rambut, lobang telinga, lubang hidung, mulut, tubuh dan kaki. Lalu
tunggu hingga 10 menit. Sepuluh Menit adalah waktu yang efektif untuk membunuh kuman.
Bilas dengan air mengalir lalu lanjutkan memandikan jenazah sebagaimana mestinya.
Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir. Bilas jenazah dengan air bersih
yang mengalir. Keringkan jenazah dengan handuk.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


466

Jika dari lubang-lubang tubuh jenazah mengeluarkan cairan, sumbat dengan kapas.Letakkan
lembaran kapas tebal pada mata, mulut, alat kelamin dan dubur.
Bungkus jenazah dengan plastik sebelum dikafani dengan kain. Lembaran plastik
diperlukan untuk jenazah yang memiliki luka basah atau mengeluarkan cairan dari lubang
tubuhnya yang sulit untuk dikeringkan secara tuntas. Untuk lebih amannya memang semua
jenazah sebaiknya dibungkus dahulu dengan plastik dan selanjutnya dikafani seperti
biasanya.
Pindahkan jenazah langsung ke keranda sedemikian hingga tidak perlu mengangkat
lagi jika akan diberangkatkan ke pemakaman.

Pemakaman Jenazah
Jenazah yang beragama Islam biasanya dimakamkan tanpa peti. Petugas yang
menurunkan jenazah ke liang lahat sebaiknya memakai sarung tangan karet. Gunakan sarung
tangan jika membuka kain kafan, setelah selesai, lepas sarung tangan dan biarkan terkubur
bersama jenazah.

Kesimpulan
Meningkatnya angka kejadian penyakit menular khususnya HIV&AIDS membawa
pengaruh luas khususnya pada tata cara memandikan jenazah.
Merawat jenazah memerlukan prosedur terrtentu agar tidak membahayakan petugas
dan lingkungan sekitar.
Merawat jenazah dapat dilakukan oleh semua orang asalkan mengerti tata cara
perawatan jenazah yang aman.
Kebiasaan kebiasaan terkait dengan agama dan kepercayaan berkenaan dengan
perawatan jenazah yang sudah biasa dilakukan tidak perlu dirubah, hanya beberapa
disesuaikan demi kemaslahatan bersama.

Daftar Pustaka

Anonim,AIDS Epidemic Update dec. 2009. United Nations for AIDS / World Health
Organization, 2009.
Anonim, Penderita HIV/AIDS tahun 2010. http://m.antaranews.com, diakses Nopember 2010
Chin, James. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Terj. Nyoman Kandun, Jakarta,
2000.
Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Pusat data dan Informasi Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2005.
Green, CW. Hepatitis Virus dan HIV. Yayasan Spiritia. Jakarta, 2005.
National AIDS Programmes A Guide to Monitoring and Evaluating HIV/AIDS Care and
Support. World Health Organization, 2004.
National Strategy Prevention and Control HIV/AIDS and Drug Abuse Indonesian Correction
and Detention 2005 2009. Ministry of Law and Human Right of Republic
Indonesia Directorate General Correction. Jakarta, 2005.
Nasronudin, HIV & AIDS, Pendekatan Biomolekuler, Klinis dan Sosial, cetakan Pertama,
Airlangga University Press, 2007
Pedoman Bersama ILO/WHO Tentang Pelayanan Kesehatan dan HIV/AIDS. Direktorat
Pengawasan Kesehatan Kerja Direktoret Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta,
September 2005.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA


467

Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan. Ed. II. Jakarta 2005.

Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007. Kementerian Koordinator Bidang


Kesejahteraan Rakyat Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Jakarta, 2003.

PEMULASARAAN JENAZAH ODHA

Anda mungkin juga menyukai