Anda di halaman 1dari 12

AKAD SALAM

1. Pengertian Akad Salam

Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkan uangnya dimuka. Para ahli fiqih menamainya al mahawiij (barang-barang
mendesak) karenaia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang
diperjualbelikan tidak ada di tempat, mendesakdilihat dari sisi pemebli karena ia sangat
membutuhkan barang tersebut di kemudian hari , sementara dari sisi penjual, ia sangat
membutuhkan uang tersebut.

Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli, dimana pembeli
membayar terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas
sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari. PSAK
103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan
pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan
oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat
berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiyar yaitu
memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.

Apabila pembeli menerima, sedangkan kualitasnya lebih rendah maka pembeli


akan mengakui adanya kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga, karena
harga sudah disepakati dalam akad tidak dapat diubah. Demikian juga jika kualitasnya
lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh
mengakui adanya keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat
dipersamakan ada unsur riba (kelebihan yang tidak ada iwad/faktor pengimbang yang
dibolehkan syariah).

Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga
dilakukan oleh tiga pihak secara paralel: Pembeli-Penjual-Pemasok yang disebut sebagai
salam paralel. Resiko yang muncul dari khasus ini adalah apabila pemasok tidak bisa
mengirim barang maka ia tidak dapat memenuhi permintaan pembeli, resiko lain barang
yang dikirim oleh pemasok tidak sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli sehingga
perusahaan memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari pembeli lain yang
berminat. Sedangkan ia tetap memiliki kewajiban pada pembeli dan pemasok.

Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang
dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang
disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk
melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sabagian kebutuhan hidupnya.[1]

2. Jenis Akad Salam


a. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada
ketika transaksi dilakukan, pembeli melakaukan pembayaran di muka sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
b. Salam pararel artinya melaksanakan dua transaksi bai as-salam antara pemesan
pembeli dan penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya. Hal ini
terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain
untuk menyediakan barang pesana tersebut.
Salam pararel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada
akad pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad
antara pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak
diperbolehkan. Selain itu, akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad antara
pembeli dan penjual.
Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam pararel,
terutama jika pedagang dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus menerus,
karena dapat menjerumus kepada riba.
3. Dasar Syariah

Sumber Hukum Akad Syariah

a. Al- Quran

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar. (Qs:2:282)

Hai orang-orang beriman penuhilah akad-akad itu... (Qs:5:1)

b. Al-Hadis
Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas
dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui. (HR. Bukhari
Muslim)
Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan jual beli secara tangguh mudharabah,
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.
(HR.Ibnu Majah)

Rukun dan Ketentuan Akad Salam

Rukun salam ada tiga,yaitu sebagai berikut:

1. Pelaku, terdiri penjual (muslam alaih) dan pembeli (muslam).


2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam alaih) dan modal salam
(rasu maalis salam).
3. Ijab kabul/serah terima.

Ketentuan syariah, antara lain sebagai berikut:

1. Pelaku adalah cakap hukum dan baligh.


2. Objek akad.
a) Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam yaitu:
- Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
- Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah
bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama
mnganggapnya boleh.
- Modal salam diserahkan ketika akd berlangsung, tidak boleh utang atau
merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba
melalui mekanisme salam.
b) Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
- Barang tersebut harus dapat dibedakan/didefenisikan mempunyai spesifikasi
dan kharakteristik yang jelas kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya
sehingga tidak ada gharar.
- Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang.
- Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga
dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen
disesuaikan dengan kemungkinan yang tersedianya barang yang dipesan. Hal
tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada
waktu yang ditentukan.
- Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang
ditentukan.
- Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad
menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai
dengan barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual
harus mengembalikan dana yang telah diterima.
- Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati
dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk
menerima atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka si penjual memiliki
utang yang dapat diselesaikan dengan pengembalian dana atau menyerahkan
produk yang sesuai dengan akad.
- Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual
tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai
pelayanan kepuasan pelanggan.
- Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih
menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak
boleh meminta pengurangan harga.
- Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak
dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan
tidak boleh menuntut penambahan harga.
- Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan
secara syariah.
- Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun
sebaiknya dijeaskan dalam akad, apabia tidak disebutkan maka harus dikirim
ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.
3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.

Berakhirnya Akad Salam

Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah sebagai berikut:

1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.


2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad.
3. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah,dan pembeli memilih menolak untuk
membatalkan akad
4. Barang yang dikirim kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli menerimanya.
5. Barang diterima

4. Perlakuan Akuntansi (PSAK 103)


Akuntansi Untuk Pembeli
Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara akuntansi :
1. Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal usaha salam
dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam disajikan sebagai
piutang salam.
2. Pengukuran modal usaha salam
Modal salam dalam bentuk kas di ukur sebesar jumlah yang dibayarkan
Jurnal :
Dr. Piutang Salam Rp xxx

Cr. Kas Rp xxx

Modal salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara nilai
wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang diserahkan diakui sebagai
keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.

a. Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat


Jurnal :
Dr. Piutang Salam Rp xxx
Dr. Kerugian pada saat penyerahan Rp xxx
Cr. Aset non kas Rp xxx
b. Pencatatan apabila nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Jurnal :
Dr. Piutang Salam Rp xxx
Cr. Aset non kas Rp xxx
Keuntungan Rp xxx
3. Penerimaan barang pesanan
a. Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang
disepakati.
Jurnal :
Dr. Aset salam Rp xxx
Cr. Piutang salam Rp xxx
b. Jika barang pesanan berbeda kualitasnya
1) Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya lebih tinggi dari nilai
barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang
diterima diukur sesuai nilai akad.
Jurnal :
Dr. Persediaan Salam Rp xxx
Cr. Piutang salam Rp xxx
2) Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nlai barang
pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima
diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui
sebagai kerugian.
Jurnal :
Dr. Persediaan Salam Rp xxx
Dr. Kerugian Salam Rp xxx
Cr. Piutang Salam Rp xxx

c. Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal
jatuh tempo pengiriman, maka:
1) Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam
sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam
akad, dan jurnal atas bagian barang pesanann yang diterima:
Jurnal :
Dr. Aset Salam (sebesar jumlah yang diterima) Rp xxx
Cr. Piutang Salam Rp xxx
2) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam
berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang
tidak dapat dipenuhi.
Jurnal :
Dr. Aset lain-lain-Piutang Rp xxx
Cr. Piutang Salam Rp xxx
3) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil
dari nilai piutang salam ,maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan
hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal :
Dr. Kas Rp xxx
Dr. Aset lainnya-Piutang pada penjual Rp xxx
Cr. Piutang Salam Rp xxx
4) Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang
salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal :
Dr. Kas Rp xxx
Cr. Utang Penjual Rp xxx
Cr. Piutang Salam Rp xxx
4. Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
Jurnal :
Dr. Kas Rp xxx
Cr. Dana Kebajikan Rp xxx

Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan


kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya lalai. Hal ini tidak berlaku bagi
penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena Force majeur.

5. Penyajian[7]
a. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat mememenuhi
kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c. Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang
dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai
kerugian.
6. Pengungkapan
a. Besarnya modal usaha salam,baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai
secara bersama-sama dengan pihak lain.
b. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
c. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No.101 tentang penyajian laporan
keuangan syariah.
Akuntansi Untuk Penjual
1. Pengakuan kewajiban salam, kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima
modal usaha salam. Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban
salam.
2. Pengukuran kewajiban salam.
Jika modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
Jurnal:
Dr. Kas Rp xxx
Cr. Utang Salam Rp xxx
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal :
Dr. Aset non Kas (nilai wajar) Rp xxx

Cr. Utang Salam Rp xxx

3. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan


barang kepada pembeli[8].
Jurnal :
Dr. Utang Salam Rp xxx
Cr. Penjualan Rp xxx
4. Jika Penjual melakukan transaksi salam paralel,selisih antara jumlah yang dibayar oleh
pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
Dr. Aset Salam Rp xxx
Cr. Kas Rp xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli
akhir lebih kecil dari biaya perolehan barang pesanan.
Jurnal:
Dr. Utang Salam Rp xxx
Dr. Kerugian Salam Rp xxx
Cr. Aset Salam Rp xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan,jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir
lebih besar dari biaya perolehan barang pesanan.
Jurnal :
Dr. Utang Salam Rp xxx
Cr. Aset Salam Rp xxx
Cr. Keuntungan Salam Rp xxx
5. Pada akhir periode pelaporan keuangan,persediaan yang diperoleh melalui transaksi
salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi.Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan,maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

AKAD ISTISHNA
1. Pengertian Akad Istishna
Akad Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan ( pembeli
/ mustashni ) dan penjual ( pembuat / shani) . Shani akan menyiapkan barang yang
dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan
sendiri atau melalui pihak lain (istishna parallel) [1]

Dalam PSAK 104 Par 8 dijelaskan barang pesanan harus memenuhi kriteria :

a) Memerlukan Proses pembuatan setelah akad yang disepakati


b) Sesuai dengan spesifikasi (Customized), bukan produk massal
c) Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis , spesifikasi
teknis ,kualitas ,dan kuantitasnya.[3]

Dalam istishna parallel , penjual membuat akad istishna kedua dengan subkontraktor
untuk membantunya memenuhi kewajiban akad istishna pertaman (antara penjual dan
pemesan ). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak
dapat dialihkan pada subkontraktor karena akan terjadi antara penjual dan pemesan bukan
pemesan dengan subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja
subkontraktor.[4]
Begitu akad disepakati maka akan mengikat para pihak yang bersepat dan pada
dasarnya tidak dapat dibatalkan , kecuali :
a) Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya
b) Akad batal demi hokum karena timbul kondisi hokum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad ( PSAK 104 Par 12 )

2. Jenis Akad Istishna


a. Istishna yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan criteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan
shani.
b. Istishna pararel adalah suatu bentuk akadistisna antara penjual dan pemesan, dimana
untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna
dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.
Syarat akad istishnapararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung
pada istishna kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan
dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak
boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.
3. Dasar Syariah
Sumber Hukum Akad Istishna
Amir bin Auf berkata:
Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslim kecuali perdamaian yang
mengharumkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram. (HR.Tirmidzi).[7]
Abu Said al Khudri berkata :Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang
lain (HR Ibnu Majah, Daruquthni, dan yang lain)
Rukun dan Ketentuan Akad Istishna
Adapun rukun-rukun istishna ada tiga, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (penjual /shani).
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang berbentuk
harga.
3. Ijab dan qobul/ serah terima.[9]
Ketentuan Syariah
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad:
a. Ketentuan tentang pembayaran
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang,
atau mamfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
2. Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi
apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad
maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab
pembeli.
3. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
4. Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.
b. Ketentuan tentang barang
1. Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, motu) sehingga tidak
ada lagi jahalah dan perselisian dapat dihindari.
2. Barang pesanan diserahkan kemudian.
3. Waktu dan penyerahan pesanan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
4. Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
5. Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan
kesepakatan.
6. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
mebatalkan akad.
7. Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya
mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia
telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.

3.Ijab Kabul

Adalah pernyataan dan espresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komonikasi modern.
Berakhinya Akad Istishna
Kontrak istishna bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Tidak terpenuhinya kewajiban secara formal oleh kedua belah pihak.
2. Persetujuan kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak.
3. Pembatalan hukum kontrak. Ini jika muncul sebab ia masuk untuk mencegah
dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak dapat
membatalkannya.

4. Perlakuan Akuntansi (PSAK 106)


Akuntansi untuk Penjual
Pengakuan untuk setiap asset tergantung dari akadnya. Jika proposal dan negoisasi dan
biaya serta pendapatan asset dapat diidentifikasikan terpisah , maka akan dianggap akad
terpisah,jika tidak , maka akan dianggap satu akad, jika ada pesanan tambahan dan
nilainya signifikan atau dinegoisasi terpisah maka dianggap akad terpisah.
a. Biaya Perolehan Istishna terdiri atas :
1. Biaya Langsung
2. Biaya Tidak Langsung
3. Khusus Untuk Istishna Paralel
Biaya perolehan/pengeluaran selama pembangunan atau tagihan yang diterima dari
produsen/kontraktor diakui sebagai aset istishna dalam penyelesaian, jurnal melakukan
pengeluaran untuk akad istishna
Dr. Aset istishna dalam penyelesaian xxx
Kr. Persediaan, kas, utang, dll xxx
Untuk akun yang dikredit akan tergantung apa yang digunakan oleh perusahaan untuk
memenuhi kewajiban akad tersebut.
Beban pra akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya
istishna jika akad disepakati. Jika akad tidak disepakati maka biaya tersebut
dibebankan pada periode berjalan.
Saat dikeluarkan biaya pra akad, dicatat:
Dr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan xxx
Kr. Kas xxx
Jika Akad disepakati, maka dicatat:
Dr. Beban Istishna xxx
Kr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan xxx
Jika Akad tidak disepakati, maka dicatat:
Dr. Beban xxx
Kr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan xxx
b. Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual
memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan
istishna.
c. Pengakuan Pendapatan dapat diakui dengan 2 metode:
1. Metode persentase penyelesaian.
2. Metode akad selesai
d. Untuk metode persentase penyelesaian, pengakuan pendapatan dilakukan sejumlah
bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan tersebut
diakui sebagai pendapatan istishna pada periode yang bersangkutan.
1. Pendapatan diakui: berdasarkan persentase akad yang telah diselesaikan biasanya
menggunakan dasar persentase pengeluaran biaya yang dilakukan dibandingkan
dengan total biaya, kemudian persentase tersebut dikalikan dengan nilai akad.
2. Margin Keuntungan juga diakui berdasarkan cara yang sama dengan pendapatan.
e. Bagian margin keuntungan istishna yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna dalam penyelesaian. Jurnal untuk pengakuan pendapatan dan
margin keuntungan adalah:
Dr aset istishna dlm penyelesaian (margin keuntungan) xxx
Dr. Beban istishna( biaya yang telah dikeluarkan) xxx
Cr. Pendapatan Istishna xxx
f. Untuk metode persentase penyelesaian, pada akhir periode harga pokok istishna diakui
sebesar biaya istishna yang telah dikeluarkan sampai periode tersebut.
g. Untuk metode akad selesai tidak ada pengakuan pendapatan, harga pokok dan
keuntungan sampai dengan pekerjaan telah dilakukan. Sehingga pendapatan diakui
pada periode dimana pekerjaan telah selesai dilakukan.
h. Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna akan melebihi
pendapatan istishna maka taksiran kerugian harus segera diakui.
i. Pada saat penagihan (metode persentase penyelesaian& akad selesai):
Dr. Piutang Istishna(sebesar nilai tunai) xxx
Cr. Termin Istishna xxx
Termin istishna tersebut akan disajikan sebagai akun pengurang dari akun Aset
Istishna dalam penyelesaian.

Anda mungkin juga menyukai