Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR KRITIS

TETANUS

Disusun Oleh:
ARIS
113116008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

A. PENGERTIAN

Tetanus atau loek jalo merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh racun bakteri tetonospasmin yang dihasilkan oleh clostridrum
tetani (dr. T. H. Rampengan, DSAK: 35).
Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan
serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntika, pemotongan tali pusat. Dalam
tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh clostridium tetani yang
menghasilkan toksin sehingga terjadi kejang-kejang otot yang umum, opistotonus,
trimus, kejang glottis dan dapat menimbulkan kematian pada penderita (Dr. Soedarto,
DTMH, Ph. D: 157).

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang
menghasilkan exotoksin (Suriadi, Skp: 273).

B. ETIOLOGI
Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentuk batang yang
langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron, termasuk
gram-positif dan bersifat anaerob. Kuman tetanus ini berbentuk spora yang berbentuk
lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (stick drum). Sifat
spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik, dapat mati dalam
o
autoclaf bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 C. Bila tidak kena
cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Juga
dapat merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, domba, anjing, kucing, tikus,
ayam, dan manusia, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam keadaan
anaerob dan kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas
dan beberapa antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 37 C dalam media
kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula, karena
kuman tetanus tidak dapat mefregmentasikan glukosa.

Kuman tetanus tidak infasif, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin
yaitu: tetanospasmin, dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat
molekul 150000 dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan
enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut
juga nerotoksin. Karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan
saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas). Spasme otot dan
kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Trismus (kesukaran membuka mulut), karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot trunki).
3. Ketegangan pada otot dinding perut.
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornum
anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot-otot muka (alis tertarik keatas), sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, iritabel, mudah dan sesitif pada rangsangan eksternal,
nyeri kepala, nyeri kepala, nyeri anggota badan, sering merupakan gejala dini.
7. Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelek tasis dan
pnenmonia, deman biasanya tidak ada atau ada tapi ringan, bila ada demam
kemungkinan prognosis buruk.
8. Tenderness pada otot-otot leher dan rahang.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit tetanus terjadi karena adanya kuman tetanus lostridium tetani dalam bentuk
spora masuk ke tubuh melalui luka seperti luka tertusuk, luka bakar, luka lecet, luka
tembak, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, luka yang kotor,
dan pada bayi dapat melalui tali pusat yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja
binatang, pupuk.

Kuman tetanus tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan toksin kuat dan
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi
system saraf pusat, sedang tetanolysin tampaknya tidak signitireance.

Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system saraf pusat dengan melewati
akson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada sel saraf atau
jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin
yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.
Cara absorbsi dan bekerjanya toksin:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah ke
kornum anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
3. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang.

Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan, dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi
adalah 14 hari sedangkan untuk neonatus biasanya 5 hari sampai 14 hari.

Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Selain kekakuan otot yang luas
biasanya. Diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan
rangsangan minimal (rabaan, sinar, bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan
adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.

Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot-otot
laring dan otot pernafasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia, dan
sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.

Kenaikan temperatur badan pada umumnya, tidak tinggi tetapi dapat disertai panas
yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas
dan mengganggu pusat pengatur suhu.

E. KASIFIKASI
Secara klinis tetanus ada 3 macam (dr. T.H. Rampengan, DSAK: 38) yaitu:
1. Tetanus umum
Merupakan gambaran tetanus yang paling sering di jumpai terjadinya berhubungan
dengan luas dan dalamnya luka, seperti luka bakar yang luas, luka busuk yang
dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus decubitus, dan suntikan hypodermis.

Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:

a. Tetanus ringan: trimus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun
dirangsang.
b. Tetanus sedang: trimus kurang dari 3 cm, dan disertai kejang umum bila
dirangsang.
c. Tetanus berat: trimus kurang dari 1 cm, dan disertai kejang umum yang
spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade I = ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.


- Period of onset > 6 hari.
- Trimus positif tetapi tidak berat.
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.

Lokalisasi kekakuan, dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan
kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II = sedang

- Masa inkubasi 10 14 hari.


- Period of onset 3 hari atau kurang.
- Trimus ada dan disfagia ada.

Kekakuan umum, terjadi dalam beberapa hari tetapi dispoe dan sianosis tidak ada.

Grade III = berat

- Masa inkubasi < 10 hari.


- Period of onset 3 hari atau kurang.
- Trismus berat.
- Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernafasan astiksia, ketakutan, keringat banyak,
dan takikardia.

2. Tetanus local
Tetanus berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka.
Tetanus local adalah tetanus ringan kadang-kadang dapat berkembang menjadi
tetanus umum.

3. Tetanus cephalie
Merupakan salah satu varian tetanus local. Terjadinya bila luka mengenai daerah
mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat
tosilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf cranial antara lain:
Nerves III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus
cephalie dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa
bentuk tetanus cephalie jelek.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut,
perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur luka (mungkin negative)
b. Test tetanus anti bodi
c. Liquor cerebri normal
d. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat
e. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
f. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Dirawat diruangan perawatan intensif, untuk menghindari rangsangan dan harus
dengan suasana tenang.
2. Perawatan luka dengan rivanol, betadin, dan H2O2.
3. Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka
dibersihkan dengan penghisap lendir.
4. Makanan dan minuman melalui sonde lambung (NGT), bahan makanan yang
mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori (diit TKTP).
5. Pemberian ATS 20000 U. secara IM didahului uji kulit dan mata.
6. Pemberian anti kejang dan fenobarbital bila kejang berat, diazepam, largaktil.
7. Pemberian anti biotic (PP 50000 U/KgBB/hari) misalnya: penisilin prokain,
tetrasiklin, dan eritromisin.
8. Bila perlu diberikan oksigen jika terjadi asfiksia dan sianosis.
9. Kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan
nafas apabila penderita tetanus terjadi:
- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi.
- Tidak ada kesanggupan batuk dan menelan.
- Obstruksi laring.
- Koma.

I. TERAPI FARMAKOLOGIS

1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah
dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2. Anti kejang (antikonvulsan)

Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula


60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max. 200mg/hari).

Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg


BB.

Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

3. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V. Dapat


memusnahkan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.

J. KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam
rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi
pnemonia aspirasi.
2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga
pengembangan paru tidak dapat maksimal.
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus
akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan
sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga
tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.

K. PATHWAY

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum Tulang Belakang Otak Saraf


Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis
Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan

pada tetanus -Hipertermi

-Hipotermi

Hilangnya keseimbangan

tonus otot Nyeri akut hipoksia berat

Kekakuan otot
O2 di otak

Sistem pencernaa Sistem Pernafasan


kesadaran

Gangguan ketidak efektifan


eliminasi bersihan jalan Ketidak efektifan perpusi
nafas jaringan otak

L. PENGKAJIAN
Pengkajian Umum
1. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
2. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
3. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
4. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu
atau beberapa saraf otak.
5. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)
6. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
7. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan
(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan
meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia)
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
5. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
6. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang dan oliguria
7. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
8. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi
lemah dan sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

INTERVENSI
Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak
efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah
abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :

Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

Pernafasan 16-18 kali/menit

Tidak ada pernafasan cuping hidung

Tidak ada tambahan otot pernafasan

Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-
7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No Intervensi Rasional

Secara anatomi posisi kepala ekstensi


merupakan cara untuk meluruskan
rongga pernafasan sehingga proses
respiransi tetap berjalan lancar
Bebaskan jalan nafas dengan dengan menyingkirkan pembuntuan
1 mengatur posisi kepala ekstensi jalan nafas.

Ronchi menunjukkan adanya


gangguan pernafasan akibat atas
Pemeriksaan fisik dengan cara cairan atau sekret yang menutupi
auskultasi mendengarkan suara sebagian dari saluran pernafasan
nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 sehingga perlu dikeluarkan untuk
2 jam sekali mengoptimalkan jalan nafas.

Bersihkan mulut dan saluran Suction merupakan tindakan bantuan


nafas dari sekret dan lendir untuk mengeluarkan sekret, sehingga
3 dengan melakukan suction mempermudah proses respirasi

Pemberian oksigen secara adequat


dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga
4 Oksigenasi mencegah terjadinya hipoksia.

Dyspneu, sianosis merupakan tanda


terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
Observasi tanda-tanda vital tiap timbul takikardia dan capilary refill
5 2 jam time yang memanjang/lama.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses


respirasi diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat
Observasi timbulnya gagal bantu pernafasan (mekanical
6 nafas. ventilation)

Obat mukolitik dapat mengencerkan


Kolaborasi dalam pemberian sekret yang kental sehingga
obat pengencer mempermudah pengeluaran dan
7 sekresi(mukolitik) memcegah kekentalan

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan,
adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen


Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit dan tidak sianosis.

No Intervensi Rasional

Indikasi adanya penyimpangan atau


kelaianan dari pernafasan dapat dilihat
dari frekuensi, jenis
Monitor irama pernafasan dan pernafasan,kemampuan dan irama
1 respirati rate nafas.

Jalan nafas yang longgar dan tidak ada


. Atur posisi luruskan jalan sumbatan proses respirasi dapat
2 nafas. berjalan dengan lancar.

Sianosis merupakan salah satu tanda


Observasi tanda dan gejala manifestasi ketidakadekuatan suply
3 sianosis O2 pada jaringan tubuh perifer

Pemberian oksigen secara adequat


dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah
4 . Oksigenasi terjadinya hipoksia

Dyspneu, sianosis merupakan tanda


terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
Observasi tanda-tanda vital timbul takikardia dan capilary refill
5 tiap 2 jam time yang memanjang/lama.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses


respirasi diperlukan intervensi yang
Observasi timbulnya gagal kritis dengan menggunakan alat bantu
6 nafas. pernafasan (mekanical ventilation).

Kompensasi tubuh terhadap gangguan


Kolaborasi dalam pemeriksaan proses difusi dan perfusi jaringan
7 analisa gas darah. dapat
Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari
10.000 /mm3
Tujuan Suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

N
O Intervensi Rasional

1 . Atur suhu lingkungan yang Iklim lingkungan dapat


nyaman. mempengaruhi kondisi dan suhu
tubuh individu sebagai suatu proses
adaptasi melalui proses evaporasi
dan konveksi.

Identifikasi perkembangan gejala-


2 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam gajala ke arah syok exhaution

Cairan-cairan membantu
Berikan hidrasi atau minum menyegarkan badan dan merupakan
3 ysng cukup adequat kompresi badan dari dalam

Lakukan tindakan teknik Perawatan lukan mengeleminasi


aseptik dan antiseptik pada kemungkinan toksin yang masih
4 perawatan luka.. berada disekitar luka.

Berikan kompres dingin bila Kompres dingin merupakan salah


tidak terjadi ekternal satu cara untuk menurunkan suhu
5 rangsangan kejang. tubuh dengan cara proses konduksi.

Obat-obat antibakterial dapat


mempunyai spektrum lluas untuk
mengobati bakteeerria gram positif
atau bakteria gram negatif.
Laksanakan program Antipieretik bekerja sebagai proses
pengobatan antibiotik dan termoregulasi untuk mengantisipasi
6 antipieretik panas.

Hasil pemeriksaan leukosit yang


meningkat lebih dari 10.000 /mm3
mengindikasikan adanya infeksi dan
Kolaboratif dalam pemeriksaan atau untuk mengikuti perkembangan
7 lab leukosit. pengobatan yang diprogramkan

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat
mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil
pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

BB optimal

Intake adekuat

Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No
. Intervensi Rasional
Dampak dari tetanus adalah adanya
kekakuan dari otot pengunyah
sehingga klien mengalami kesulitan
menelan dan kadang timbul refflek
Jelaskan faktor yang balik atau kesedak. Dengan tingkat
mempengaruhi kesulitan pengetahuan yang adequat diharapkan
dalam makan dan pentingnya klien dapat berpartsipatif dan
1 makanabagi tubuh kooperatif dalam program diit.

Diit yang diberikan sesuai dengan


keadaan klien dari tingkat membuka
mulut dan proses
mengunyah.Pemberian cairan
perinfus diberikan pada klien dengan
Kolaboratif :Pemberian diit ketidakmampuan mengunyak atau
TKTP cair, lunak atau bubur tidak bisa makan lewat mulut
kasar. sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Pemberian carian per IV line NGT dapat berfungsi sebagai
masuknya makanan juga untuk
Pemasangan NGT bila perlu memberikan obat
2

Dx.5 .Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang


Tujuan : Cedera tidak terjadi

kriteria

Klien tidak ada cedera

Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Intervensi Rasional

Identifikasi dan hindari faktor Menghindari kemungkinan terjadinya


1 pencetus cedera akibat dari stimulus kejang

Tempatkan pasien pada tempat


tidur pada pasien yang memakai Menurunkan kemungkinan adanya
2 pengaman trauma jika terjadi kejang

Antisipasi dini pertolongan kejang


Sediakan disamping tempat tidur akan mengurangi resiko yang dapat
3 tongue spatel memperberat kondisi klien

4 Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma


yang memungkinkan terjadinya
cedera fisik

Pendokumentasian yang akurat,


Catat penyebab mulai terjadinya memudah-kan pengontrolan dan
5 kejang identifikasi kejang

Dx.6 .Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:

Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

No
. Intervensi Rasional

Memberikan informasi tentang


Kaji intake dan out put setiap 24 status cairan /volume sirkulasi dan
1 jam kebutuhan penggantian

Kaji tanda-tanda dehidrasi,


membran mukosa, dan turgor Indikator keadekuatan sirkulasi
2 kulit setiap 24 jam perifer dan hidrasi seluler

Berikan dan pertahankan intake


oral dan parenteral sesuai
indikasi ( infus 12 tts/m, NGT
40 cc/4 jam) dan disesuaikan
dengan perkembangan kondisi Mempertahankan kebutuhan cairan
3 pasien tubuh

Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi


4 pengeluarannya untuk kebutuhan tubuh

Penurunan keluaran urine pekat dan


peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan
5 Pertahankan kepatenan NGT cairan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing Suzanne C. Smeltzer RNC
EdD FAAN, Brenda G. Bare, Janice L. Hinkle PhD RN CNRN, Kerry H.
Cheever PhD RN Brunner and Suddarth's Textbook

Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC


Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.

Maryln Doengoes, Nursing Care Plan, Edisi III, Philadelpia, 1993

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta : Binarupa


Aksara.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990

Thedore.R, Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1993

Anda mungkin juga menyukai

  • Presus Tetanus
    Presus Tetanus
    Dokumen56 halaman
    Presus Tetanus
    Bahtiar Pramadika
    Belum ada peringkat
  • LP Tetanus
    LP Tetanus
    Dokumen15 halaman
    LP Tetanus
    Bahtiar Pramadika
    Belum ada peringkat
  • MPKP Fix
    MPKP Fix
    Dokumen9 halaman
    MPKP Fix
    Bahtiar Pramadika
    Belum ada peringkat
  • LP Tetanus
    LP Tetanus
    Dokumen15 halaman
    LP Tetanus
    Bahtiar Pramadika
    Belum ada peringkat
  • Etika Batuk
    Etika Batuk
    Dokumen5 halaman
    Etika Batuk
    Bahtiar Pramadika
    Belum ada peringkat