TETANUS
Disusun Oleh:
ARIS
113116008
A. PENGERTIAN
Tetanus atau loek jalo merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh racun bakteri tetonospasmin yang dihasilkan oleh clostridrum
tetani (dr. T. H. Rampengan, DSAK: 35).
Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan
serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntika, pemotongan tali pusat. Dalam
tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh clostridium tetani yang
menghasilkan toksin sehingga terjadi kejang-kejang otot yang umum, opistotonus,
trimus, kejang glottis dan dapat menimbulkan kematian pada penderita (Dr. Soedarto,
DTMH, Ph. D: 157).
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang
menghasilkan exotoksin (Suriadi, Skp: 273).
B. ETIOLOGI
Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentuk batang yang
langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron, termasuk
gram-positif dan bersifat anaerob. Kuman tetanus ini berbentuk spora yang berbentuk
lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (stick drum). Sifat
spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik, dapat mati dalam
o
autoclaf bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 C. Bila tidak kena
cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Juga
dapat merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, domba, anjing, kucing, tikus,
ayam, dan manusia, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam keadaan
anaerob dan kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas
dan beberapa antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 37 C dalam media
kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula, karena
kuman tetanus tidak dapat mefregmentasikan glukosa.
Kuman tetanus tidak infasif, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin
yaitu: tetanospasmin, dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat
molekul 150000 dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan
enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut
juga nerotoksin. Karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan
saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas). Spasme otot dan
kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Trismus (kesukaran membuka mulut), karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot trunki).
3. Ketegangan pada otot dinding perut.
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornum
anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot-otot muka (alis tertarik keatas), sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, iritabel, mudah dan sesitif pada rangsangan eksternal,
nyeri kepala, nyeri kepala, nyeri anggota badan, sering merupakan gejala dini.
7. Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelek tasis dan
pnenmonia, deman biasanya tidak ada atau ada tapi ringan, bila ada demam
kemungkinan prognosis buruk.
8. Tenderness pada otot-otot leher dan rahang.
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit tetanus terjadi karena adanya kuman tetanus lostridium tetani dalam bentuk
spora masuk ke tubuh melalui luka seperti luka tertusuk, luka bakar, luka lecet, luka
tembak, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, luka yang kotor,
dan pada bayi dapat melalui tali pusat yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja
binatang, pupuk.
Kuman tetanus tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan toksin kuat dan
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi
system saraf pusat, sedang tetanolysin tampaknya tidak signitireance.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system saraf pusat dengan melewati
akson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada sel saraf atau
jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin
yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.
Cara absorbsi dan bekerjanya toksin:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah ke
kornum anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
3. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan, dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi
adalah 14 hari sedangkan untuk neonatus biasanya 5 hari sampai 14 hari.
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Selain kekakuan otot yang luas
biasanya. Diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan
rangsangan minimal (rabaan, sinar, bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan
adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot-otot
laring dan otot pernafasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia, dan
sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.
Kenaikan temperatur badan pada umumnya, tidak tinggi tetapi dapat disertai panas
yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas
dan mengganggu pusat pengatur suhu.
E. KASIFIKASI
Secara klinis tetanus ada 3 macam (dr. T.H. Rampengan, DSAK: 38) yaitu:
1. Tetanus umum
Merupakan gambaran tetanus yang paling sering di jumpai terjadinya berhubungan
dengan luas dan dalamnya luka, seperti luka bakar yang luas, luka busuk yang
dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus decubitus, dan suntikan hypodermis.
a. Tetanus ringan: trimus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun
dirangsang.
b. Tetanus sedang: trimus kurang dari 3 cm, dan disertai kejang umum bila
dirangsang.
c. Tetanus berat: trimus kurang dari 1 cm, dan disertai kejang umum yang
spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade I = ringan
Lokalisasi kekakuan, dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan
kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II = sedang
Kekakuan umum, terjadi dalam beberapa hari tetapi dispoe dan sianosis tidak ada.
2. Tetanus local
Tetanus berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka.
Tetanus local adalah tetanus ringan kadang-kadang dapat berkembang menjadi
tetanus umum.
3. Tetanus cephalie
Merupakan salah satu varian tetanus local. Terjadinya bila luka mengenai daerah
mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat
tosilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf cranial antara lain:
Nerves III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus
cephalie dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa
bentuk tetanus cephalie jelek.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut,
perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur luka (mungkin negative)
b. Test tetanus anti bodi
c. Liquor cerebri normal
d. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat
e. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
f. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Dirawat diruangan perawatan intensif, untuk menghindari rangsangan dan harus
dengan suasana tenang.
2. Perawatan luka dengan rivanol, betadin, dan H2O2.
3. Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka
dibersihkan dengan penghisap lendir.
4. Makanan dan minuman melalui sonde lambung (NGT), bahan makanan yang
mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori (diit TKTP).
5. Pemberian ATS 20000 U. secara IM didahului uji kulit dan mata.
6. Pemberian anti kejang dan fenobarbital bila kejang berat, diazepam, largaktil.
7. Pemberian anti biotic (PP 50000 U/KgBB/hari) misalnya: penisilin prokain,
tetrasiklin, dan eritromisin.
8. Bila perlu diberikan oksigen jika terjadi asfiksia dan sianosis.
9. Kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan
nafas apabila penderita tetanus terjadi:
- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi.
- Tidak ada kesanggupan batuk dan menelan.
- Obstruksi laring.
- Koma.
I. TERAPI FARMAKOLOGIS
1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah
dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
J. KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam
rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi
pnemonia aspirasi.
2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga
pengembangan paru tidak dapat maksimal.
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus
akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan
sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga
tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.
K. PATHWAY
Eksotoksin
-Hipotermi
Hilangnya keseimbangan
Kekakuan otot
O2 di otak
L. PENGKAJIAN
Pengkajian Umum
1. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
2. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
3. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
4. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu
atau beberapa saraf otak.
5. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)
6. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
7. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan
(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan
meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak
efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah
abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-
7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No Intervensi Rasional
Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan,
adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
No Intervensi Rasional
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
N
O Intervensi Rasional
Cairan-cairan membantu
Berikan hidrasi atau minum menyegarkan badan dan merupakan
3 ysng cukup adequat kompresi badan dari dalam
Kriteria :
BB optimal
Intake adekuat
No
. Intervensi Rasional
Dampak dari tetanus adalah adanya
kekakuan dari otot pengunyah
sehingga klien mengalami kesulitan
menelan dan kadang timbul refflek
Jelaskan faktor yang balik atau kesedak. Dengan tingkat
mempengaruhi kesulitan pengetahuan yang adequat diharapkan
dalam makan dan pentingnya klien dapat berpartsipatif dan
1 makanabagi tubuh kooperatif dalam program diit.
kriteria
Intervensi Rasional
Dx.6 .Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
No
. Intervensi Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing Suzanne C. Smeltzer RNC
EdD FAAN, Brenda G. Bare, Janice L. Hinkle PhD RN CNRN, Kerry H.
Cheever PhD RN Brunner and Suddarth's Textbook