Anda di halaman 1dari 18

Debat Kelompok 3 dan 4

Penataan pedoman dan pengalaman dan penghayatan pancasila (Penatarn P4) untuk seluruh
elemen bangsa dan masyarakat.

Kelompok pro :
Nilai-nilai dan butir butir pancasila yang harus diamalkan kepada masyarakat Indonesia, alasan
penataran P4 karena pancasila sebagai dasar sebuah negara
sila 1-5
1. Tap MPR No.2 1978

1. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya
dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat- menghormati
dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut- penganut kepercayaan yang
berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama
dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya,
maka dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercyaannya dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.

2. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Dengan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia diakui dan diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan
sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap
tenggang rasa dan "tepa salira", serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan
keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat-
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa- bangsa lain.
3. SILA PERSATUAN INDONESIA
Dengan Sila Persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
Menempatkan kepentingan Negara dan Bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti bahwa
manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa apabila
diperlukan. Oleh karena sikap rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa itu
dilandasi oleh rasa cinta kepada Tanah Air dan Bangsanya, maka dikembangkanlah rasa
kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan
demi kesatuan dan persatuan Bangsa.

4. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAK- SANAAN


DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
Dengan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat
Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-
haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan Negara
dan kepentingan Masyarakat.
Karena mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak
boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil keputusan
yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan
diusahakan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat
kekeluargaan, yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.
Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan
musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan
melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Di sini kepentingan
bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Pembicaraan dalam
musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama.
5. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Dengan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, manusia Indonesia
menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Demikian pula perlu dipupuk sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang
memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap yang demikian ia tidak menggunakan hak
miliknya untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaan terhadap orang lain, juga tidak untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup
bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
Demikian juga dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
Demikianlah dengan ini ditetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
yang dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa.
Ekaprasetia, karena Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila ini bertolak dari
tekad yang tunggal, janji yang luhur, kepada diri sendiri bahwa sadar akan kodratnya sebagai
makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial, manusia Indonesia merasa harus mampu
mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga
negara dan warga masyarakat.
Kesadaran akan kodratnya dan kemampuan mengendalikan diri dan kepentingannya
itu merupakan modal serta mendorong tumbuhnya karsa pribadi untuk menghayati dan
mengamalkan kelima Sila dari Pancasila, yang karenanya dinamakan Pancakarsa.

Kontra :

1. Pada P4 Implementasi pemerintah masih kurang dan kurang evaluasi serta introspeksi
terhadap pelaksanaan terlaksananya P4 tersebut
2. Pendidikan yang dipaparkan untuk penerapan P4 masih belum cukup dalam upaya
penerapan P4
3. Tidak disertai keteladanan pemerintah fan juga tingkah laku yang ada
4. Pancasila hanya biasa dijadikan slogan saja
5. Pada masa reformasi P4 resmi dihapuskan dan terdapat banyak kekurangan
6. Banyak pihak pihak yang tidak mengamalkan P4 tersebut
7. Kurangnya pemahaman tentang hal-hal sederhana yang berkaitan dengan dasar negara,
apalagi terhadap P4 tersebut

Kelompok 5 dan 6
Pembubaran PKI TAP MPR NO. XXV /MPR/1966
Kelompok Pro :
1. Bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti
hakekatnya bertentangan dengan Pancasila.
2. Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham
atau ajaran Komunisme/Marxisme- Leninisme, khususnya Partai Komunis
Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata
terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik
Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan.
3. Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai
Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebarkan atau
mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme (TAP
MPRS No. XXV/MPRS/1966, 5 Juli 1966).

Kelompok kontra

1. Karena tercantum dalam Nasakom tentang nasionalis,sosialis, agamis dan


komunis
2. Jika Tap MPRS dihapus akan menghilangkan aturan kuat tentang organisasi
komunis dan terlarang

UAS PKN
PILKADA LANGSUNG
C. PEMILU SEBAGAI PERWUJUDAN DEMOKRASI
Salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi di Indonesia adalah dengan diadakannya
Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilihan Umum merupakan suatu ajang aspirasi rakyat sebagai
perwujudan dari kedaulatan rakyat. Masalah Pemilu diatur dalam UUD 1945 tentang
Pemilihan Umum Bab VII B Pasal 22E sebagai hasil dari amandemen UUD 1945 ke-3 Tahun
2001 yang berbunyi:
1. Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
3. Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik.
4. Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
adalah perseorangan.
5. Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan Undang-Undang.
Tujuan diselenggarakannya Pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah
serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan
rakyat dalam rangka mencapai tujuan nasional sesuai dengan UUD 1945.
Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. Komisi ini bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemilu dan dalam
pelaksanaannya menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.

Berdasarkan pendapat di atas tentang tujuan dari pelaksanaan Pilkada secara


langsung, dimana dikatakan bahwa rakyat dapat mengenal sendiri terhadap calon pemimpin
daerahnya, hal ini menunjukan bahwa sebenarnya Pilkada langsung adalah suatu mekanisme
yang sangat demokratis berbeda dengan sebelumnya. Pemilihan kepala daerah pada saat
berlakuanya UU No. 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 rakyat tidak
terlibat langsung dalam menentukan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga
terkadang yang menjadi kepala daerah hanya merupakan representasi dari partai politik, elit
politik lokal dan pemerintah pusa. Dengan sistem keterwakilan atau pemilahan kepala daerah
tidak langsung yang menjadi kepala daerah terkadang perilakunya tidak berpihak pada rakyat
dan lebih berpihak pada partai atau kualisi partai, elit yang mengusungnya. Dengan adanya
Pilkada secara langsung membuka peluang rakyat untuk menyeleksi sendiri terhadap calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dikehendaki rakyat. Dengan demikian karena
kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat, maka hubungan emosional itu akan dapat
berpihak pada rakyat yang telah mempercayakan amanah itu kepada calon yang dikehendakii
bersama melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Inilah yang membedakan sistem
pemilihan sebelumnya dengan sistem secara tidak langsung.
1). Dengan melihat tujuan daripada pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, di
mana pelaksanaan kepala daerah secara langsung merupakan sistem dalam melakukan
pengisian jabatan politik (rekrutmen Politik) secara langsung oleh rakyat, menunjukan sistem
ini tepat untuk dilaksanakan, sekalipun pada saat sekarang ini disetiap penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah secara langsung berakhir dengan golombang unjuk rasa dan konflik
internal, namun semua itu saya menganggap hanya merupakan awal dari pembelajaran
demokrasi di Indonesia.
2). Dengan melihat alasan pelaksanaan Pilkada secara langsung yang dikemukan di atas, di
mana sebelum pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung dengan sistem
keterwakilan yang diatur oleh Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 5 Tahun 1974
dan diganti oleh UU. No. 22 Tahun 1999, sistem ini tidak dapat mengikut sertakan rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Oleh karenanya alasan pemilihan kepala daerah
secara langsung merupakan koreksi dari kelemahan-kelemahan yang ada dalam
penyelenggaraan pemilihan secara tidak langsung oleh legislatif yang banyak disinyalir
dalam pelaksanaannya tidak menunjukan aspirasi rakyat. Dimana kita lihat dalam
kelemahan tersebut pemilihan dengan sistem keterwakilan money politcs berputar pada
anggota DPRD melalui partai atau kandidat, selain itu pula dalam pelaksanannya
pemilihan dengan sistem keterwakilan sebelum diadakan amandemen terhadap Undang- 19
Undang No.22 Tahun 1999 terkadang DPRD pun tidak memiliki power dalam menentukan
kepala daerah, karena pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden melalui menteri dalam
negeri menetapkan sesuai dengan keinginan Presiden dan tidak didasarkan pada suara
terbanyak hasil perolehan suara di DPRD. Dengan demikian berdasarkan alasan di atas,
sistem Pilkada secara langsung merupakan alternatif terbaik dalam rangka melakukan
penjaringan atau rekrutmen terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerahnya. Dan
yang memperkuat pelaksanaan Pilkada secara langsung itu adalah konstitusi setelah di
lakukan amandemen, yang memberikan payung hukum terhadap pelaksanaan pemilu
secara langsung.
3). Dari pembahasan di atas yang menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara
langsung dapat membawa masa depan demokrasi di Indonesia akan lebih baik, hal ini di
tunjukan oleh sistem ini memang benar-benar sesuai dengan prinsip demokrasi, dimana
esensi demokrasi adalah kedaulatan ada ditangan rakyat. Oleh karenanya saya sepakat
kalau sistem ini dilaksanakan di Indonesia demi untuk menjaring kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang benar-benar menjadi pilihan rakyat, dan juga dengan sistem ini
hubungan emosional kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipercayakan oleh
rakyat akan dapat berpihak pada rakyat yang telah memilihnya, dibandingkan dengan
sistem keterwakilan, kepala daerah cenderung mementingkan partai dan elit dari pada
kepentingan masyarakat.

WAJIB MILITER
PRO PENERAPAN WAJIB MILITER DI INDONESIA
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Hal ini dapat ditemukan dalam pernyataan dalam Alenia Kedua Pembukaan UUD NRI 1945
yang menyatakan bahwa Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia.. Dalam buku Santiaji Pancasila, J.W. Sulandra menyebutkan
bahwa dari pernyataan dalam Alenia Kedua Pembukaan UUD 1945 terkandung kewajiban
moral bagi warga negara sebagai pewaris bangsa untuk menerangkan berhasilnya perjuangan
bangsa Indonesia dalam menegakkan kemerdekaan negera Indonesia sebagai negara nasional.
Oleh karena kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan, maka ada kewajiban moral
bagi pewaris untuk menjaga terpeliharanya itu.[4] Berkaitan dengan hal tersebut, hukum harus
dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa tanggung jawab warga negara terhadap terjaga
dan terpeliharanya kemerdekaan Indonesia sebagaimana pendapat dari Satjipto Rahardjo yang
menyatakan bahwa hukum, sebagai sarana perekaya sosial, harus dapat menumbuhkan dan
mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota
masyarakat.[5] Oleh karena itu, upaya menumbuhkembangkan kewajiban moral bagi warga
negara untuk menjaga terpeliharanya kedaulatan tersebut hanya dapat diwujudkan secara
sempurna melalui penerapan wajib militer.

Dalam doktrin pertahanan dan keamanan negara, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia menghendaki adanya bentuk integralistik dalam bidang Pertahanan dan Keamanan
negara yang dirumuskan dalam bentuk wawasan nasional yang berintikan kekompakan,
kesatuan, dan persatuan serta keterpaduan antara pemerintah, angkatan bersenjata, dan rakyat.
[6] Kekompakan, kesatuan, dan persatuan serta keterpaduan hanya akan terjadi ketika para
anggota kelompok, termasuk pemimpinya, mempunyai tata nilai yang sama.[7] Penanaman tata
nilai yang sama ini hanya dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan
dan pelatihan dalam upaya pertahanan dan keamanan negara yang paling relevan adalah
melalui penerapan wajib militer.

Berbeda dengan perumusan hak-hak konstitusional yang lain, hak warga negara untuk ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara selalu berdampingan dengan kewajiban
untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Rumusan Pasal 30 ayat (1)
UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara merupakan pasal yang berbentuk kumulatif. Hal
ini berarti bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara tidak hanya dipandang menganai hak
semata, tetapi juga kewajiban warga negara. Menurut Rowland B. F. Pasaribu, refleksi dari hak
warga negara untuk ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara merupakan wujud
kehormatan dan tanggung jawab warga negara untuk berkontribusi dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.[8] Hal ini berarti bahwa antara hak dan kewajiban warga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara bertalian erat sehingga hak dalam konteks tersebut
merupakan amanat yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara sebagai kekuatan
pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Carl Joachim Friedrich menyatakan bahwa konstitusi merupakan upaya untuk secara jelas
mewadahi semua kehendak politik rakyat selaku anggota masyarakat hukum.[9] Dalam
menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, bangsa Indonesia menyadari bahwa tidaklah
cukup jika hanya mengandalkan kekuatan sentral dari Tentara Nasional Indonesia saja tetapi
juga setiap warga negara harus ikut hadir didalamnya. Oleh karena itu, UUD NRI 1945
menyatakan secara tegas bahwa rakyat adalah kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara dalam Pasal 30 ayat (2). Dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta, usaha pertahanan dan keamanan negara ini tidak akan terwujud dengan baik apabila
rakyat tidak memiliki kemampuan pertahanan dan keamanan yang mumpuni. Usaha
pertahanan dan keamanan negara merupakan jelmaan dari pokok pikiran bahwa setiap warga
negara wajib ikut serta dalam mempertahankan negara demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang secara langsung melindungi segenap bangsa Indonesia. Hal ini merupakan aktualisasi dari
sila ketiga yang menjadi landasan salah satu aspek kehidupan nasional khusus di bidang
pertahanan keamanan. Hal ini berarti setiap warga negara memiliki kewajiban dalam menjaga
dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan suatu negara dengan cara mereka hadir
didalamnya dan ikut serta secara langsung. Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa
sesungguhnya kehendak rakyat Indonesia sendirilah yang menginginkan adanya pendidikan
dan pelatihan dalam upaya pertahanan dan keamanan negara bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
penerapan wajib militer adalah wadah untuk melaksanakan amanat Pasal 30 ayat (2) UUD NRI
1945.

Sejatinya, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan persiapan secara dini dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara disebutkan bahwa pertahanan negara diselenggarakan melalui
usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta
menanggulangi setiap ancaman yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara
dini dengan sistem pertahanan negara. Hal ini berarti bahwa sistem pertahanan negara
Indonesia dipersiapkan secara dini, termasuk persiapan secara dini bagi rakyat sebagai
kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Hal ini diperkuat dengan
adanya Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia, sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah,
berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melindungi keselamatan segenap
bangsa dari setiap ancaman. Oleh karena itu, pemerintah wajib untuk memberdayakan rakyat
sebagai kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara baik dalam kondisi
damai maupun kondisi perang. Bahkan, Pasal 9 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan secara tegas bahwa keikutsertaan warga
negara dalam upaya bela negara dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara diselenggarakan melalui pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib. Hal ini berarti bahwa penerapan wajib militer di Indonesia merupakan upaya yang wajib
dilaksanakan dalam rangka menciptakan pola sistem pertahanan dan keamanan negara yang
total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan. Mengingat pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib merupakan turunana dari hak konstitusional warga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara, negara, terutama pemerintah, wajib memberikan
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak tersebut yang sejatinya tanggung
jawab negara, terutama pemerintah sebagaimana yang tercermin dalam Pasal 28 I ayat (4)
UUD NRI 1945. Ketika negara tidak menerapkan wajib militer, negara telah melalaikan
kewajibannya untuk memenuhi hak konstitusional warga negaranya dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.

KONTRA PENERAPAN WAJIB MILITER DI INDONESIA


Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 bertalian erat bukan hanya terhadap kewajiban
warga negara dalam upaya pembelaan, pertahanan, dan keamanan negara, tetapi juga
menyangkut mengenai hak. Dworkin berpendapat bahwa hak bukan apa yang dirumuskan,
melainkan nilai yang mendasari perumusan tersebut. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
perumus UUD NRI 1945 sejatinya menginginkan warga negara untuk secara sukarela
membela, mempertahankan, mengamankan negara tanpa harus memberlakukan kewajiban
yang bersifat imperatif kepada warga negara. Hal ini diperkuat dengan adanya Penjelasan Pasal
9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menyatakan
bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Hal ini
berarti bahwa upaya bela negara merupakan bentuk rasa cinta tanah air sehingga tidak perlu
adanya paksaan dalam usaha menimbulkan rasa cinta tersebut.

Selain itu, Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa usaha pertahanan dan
keamanan negara bukan hanya merupakan sebuah kewajiban bagi warga negara, tetapi juga
hak. Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa bukan hak diciptakan oleh hukum, melainkan
hak yang memaksa adanya hukum.[10] Dengan demikian, Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945
diciptakan untuk menjamin adanya hak warga negara untuk dapat ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. Pada prinsipnya, Hak adalah wewenang yang diberikan
hukum obyektif (hukum yang berlaku umum) kepada subyek hukum. Seseorang dapat
mengunakan haknya seluas mungkin asalkan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang
berlaku.[11] Dengan demikian, batasan adanya pemenuhan hak didasarkan pada kaidah-kaidah
yang berlaku. Penerapan wajib militer di Indonesia sangat tidak tepat karena negara
mengharuskan penggunaan hak warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Selaras dengan klausul kewajiban, hal tersebut secara jelas akan
menimbulkan suatu sanksi bagi setiap warga yang tidak penerapan wajib militer tersebut.
Adanya sanksi ini menggambarkan bahwa negara terkesan otoriter dengan memaksakan
penggunaan hak seseorang untuk ikut serta dalam menerapkan wajib militer.

Wajib militer merupakan sebuah pemaksaan dari negara kepada warga negara. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan tidak diakomodirnya conscientious objection dalam konsep wajib militer.
Dalam konsep wajib militer, warga negara tidak bisa menolak mengikuti wajib militer dengan
alasan bahwa hati nurani dan keyakinannya melarang ia untuk terlibat dalam setiap bentuk
kekerasan dan penggunaan senjata serta pembunuhan. Ketika hal tersebut terjadi, maka wajib
militer sesunggungguhnya merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28 E ayat (2) UUD 1945
yang menjamin hak setiap orang untuk menyatakan sikap dan pikiran sesuai dengan hati
nuraninya.

Penerapan wajib militer sebagai satu-satunya cara bagi warga negara untuk ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara merupakan bentuk pereduksiaan makna dari konsep
pertahanan dan keamanan semesta. Dalam konsep Negara integralistik berlandaskan Pancasila,
setiap komponen negara memiliki tugasnya masing-masing dengan menciptakan suasana yang
baik, membina toleransi, sikap saling menghormati dan menghargai. Pemenuhan konsep
negara integralistik berkenaan dengan tanggung jawab rakyat terhadap negara dalam
pertahanan dan keamanan negara diwujudkan melalui partisipasi sosial, dukungan sosial, dan
pengawasan sosial.[12] Hal ini telah dituangkan dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menyatakan bahwa
Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara dalam upaya bela negara yang
diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara diselenggarakan melalui pengabdian
sesuai dengan profesi. Oleh karena itu, tanpa perlu harus melakukan penerapan wajib militer,
rakyat Indonesia tetap dapat membantu perjuangan Tentara Nasional Indonesia dalam sistem
pertahanan dan keamanan semesta.

TAX AMNESTY

Penerapan Tax Amnesty Sebagai Alternatif

Bagi banyak negara, pengampunan pajak (tax amnesty) seringkali dijadikan alat untuk
menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak (tax revenue) secara cepat dalam jangka
waktu yang relatif singkat. Program tax amnesty ini dilaksanakan karena semakin parahnya
upaya penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh manfaat perolehan dana, terutama
kembalinya dana yang disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai
kelemahan dalam jangka panjang dapat
PEMBAHASAN
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia
Tingkat kepatuhan WP (tax coverage) memegang peranan penting terhadap keberhasilan
pemerintah dalam menentukan besarnya penerimaan dari sektor pajak. Direktorat Jenderal
Pajak mencatat rasio kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan dapat dilihat pada Tabel 1, sebagai berikut :
Tabel 1. Tingkat Kepatuhan WP tahun 2008-2011

Tahun Tingkat kepatuhan (%) Total WP Yang Menyampaikan SPT (orang) WP


Yang Wajib Menyampaikan SPT (orang) Total WP Terdaftar (orang)
2011 *) 62,50 9.033.233 18.116.000 19.410.174
2010 58,16 8.202.309 14.101.933 15.911.576
2009 54,15 5.413.144 10.289.590 15.911.576
Sumber : Ditjen Pajak, dan beberapa sumber, diolah

Kepatuhan wajib pajak di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya jumlah WP. Pertambahan jumlah WP tidak berbanding lurus dengan
peningkatan jumlah penerimaan pajak. Namun, peningkatan realisasi kepatuhan pajak
memberikan dampak positif terhadap target yang telah ditetapkan.
Dilain sisi, tingkat kepatuhan pembayaran pajak orang kaya sampai saat ini belum maksimal
atau masih rendah. Itu sebabnya, upaya-upaya untuk menarik wajib pajak orang kaya terus
dilakukan termasuk upaya Ditjen Pajak membuat kantor pelayanan khusus bagi WP kaya atau
High Net-Worth Individual (HNWI). Kantor Pelayanan Pajak (KPP) WP BOP adalah salah satu
kantor pelayanan yang berfungsi menjaring WP orang kaya terutama yang berada Jakarta. KPP
WP BOP akan melayani sekitar
1.200 orang kaya dengan kekayaan di atas Rp 100 miliar.
Salah satu target kepatuhan yang perlu dilakukan juga adalah menjaring pajak yang berasal
dari kekayaan yang berada di luar negeri. Salah satu upayanya adalah membangkitkan
kesadaran WP dan calon/mantan WP melalui pengampunan pajak (tax amnesty).

Rasio kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
rasio di negara-negara maju. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya rasio tersebut,
diantaranya : rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
penyetoran dan pelaporan pajak, minimnya jumlah fiskus atau pemeriksa pajak, dan
sebagainya.

Peluang dan Tantangan Implementasi Tax Amnesty di Indonesia

Ada beberapa langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia khususnya Direktorat Jenderal
Pajak guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan
program Sensus Pajak Nasional. Selain itu melakukan penyempurnaan peraturan untuk
menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan penggelapan pajak melalui
transfer pricing, dan pengenaan pajak final.
Langkah lainnya adalah pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan. Demikian juga
akan dilakukan kenaikan tarif cukai tembakau mulai tahun 2012 yang rata-rata sebesar 12,2
persen. Upaya berikutnya adalah akan dilakukan peningkatan akurasi penelitian nilai pabean
dan klasifikasi barang impor serta peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang. Termasuk
penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Windows (INSW) serta
pengembangan otomatisasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.11

Selain itu salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam sistem perpajakan yang berguna
meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun
persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja adalah
melalui program tax amnesty. Salah satu tujuan pengampunan pajak ini diharapkan dapat
mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang

11 Sumber : situs Dirjen Pajak, www.pajak.go.id

selalu dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu dihindari, berubah
menjadi hubungan yang lebih friendly. Pada dasarnya inovasi atau upaya ini dapat diterapkan
di Indonesia.

Keunggulan yang diharapkan bila kebijakan tax amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat
mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat digunakan
sebagai pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi
perekonomian nasional.

Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan pajak adalah tidak serta merta
menjamin peningkatan kinerja setoran pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi
terjadinya penyelewengan, manipulasi dan tindakan moral hazard lainnya. Para pengusaha
yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali
bila diberlakukan pengampunan pajak bersyarat. Contohnya pengampunan pajak bersyarat,
wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset dan penghasilan mereka. Hal ini guna
menghindari kekeliruan yang sama tahun 1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses
informasi terhadap masyarakat dan minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi
kebijakan ini.

Analisis SWOT Implementasi Tax Amnesty

Bila digunakan analisis SWOT, terutama dilihat dari sisi kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan implementasi penerapan Tax Amnesty, dapat dijelaskan sebagai berikut :

Strength (Kekautan)
1. Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah memadai yang
dapat mendukung diberlakukannya penerapan tax amnesty. Demikian juga infrastruktur
pendukung lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah sebesar 32.000 orang,
sehingga
bila wajib pajak saat ini berjumlah 20 juta orang berarti rationya adalah
1 : 625. Walaupun ke depan sangat perlu untuk ditambah lagi mengingat wajib pajak setiap
tahunnya mempunyai tren meningkat..
2. Bila kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan maka akan menciptakan
kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan kewajiban
perpajakannya seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset policy maupun
pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke luar negeri
dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Kondisi ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di
atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin pemberlakuan tax amnesty. Beberapa negara lain seperti
Afrika Selatan, Korea Selatan dan lain-lain, memberlakukan tax amnesty pada saat ekonomi
negara tersebut dalam kondisi stabil.
4. Dengan diadakannya sensus pajak tahun 2011 maka dapat diketahui gambaran mengenai
kondisi wajib pajak, potensi maupun karakteristik wajib pajak yang dapat meberikan masukan
bagi pengambil keputusan guna menentukan ya atau tidak implementasi tax amnesty
dilakukan.

Weakness (Kelemahan )
1. Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi landasan hukum implementasi tax
amnesty yang dapat memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi wajib
pajak dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi tax amnesty akan diterapkan maka
berarti harus di buat terlebih dahulu peraturan perpajakan (undang-undang) yang mengatur
tentang hal itu. Hal in tentu saja akan memakan waktu yang lebih lama karena tentu saja harus
mendapat persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan Rakyat).
2. Pernah dilaksanakan implementasinya. Pertama, pengampunan pajak sudah dilaksanakan
pada tahun 1964 melalui Penetapan Presiden RI

No. 5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak yang kemudian secara berturut-turut
diikuti Keppres No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak jo. Keputusan Menteri
Keuangan No. 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak jo. Keputusan
Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor Penyessuaian Untuk Penghitungan
Pajak Penghasilan.12 Namun efektifitas pelaksanaan tax amnesty tersebut masih rendah,
efektifitas ini terukur dari rendahnya partisipasi peserta tax amnesty tersebut.
3. Reformasi dan penataan sistem perpajakan sedang dilakukan baik perbaikan potensi,
intensifikasi dan ekstensifikasi, pengembangan teknologi informasi, perbaikan sumber daya
manusia serta pengawasan. Oleh karena itu bila tax amnesty dilakukan maka hasilnya tidak
optimal. Idealnya tax amnesty dilakukan hanya sekali.

Opportunity (Peluang)
1. Program ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang cukup
banyak di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir di luar
negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila pemerintah secepatnya menerapkan
pengampunan pajak. Potensi dana yang mengalir diperkirakan berkisar US$ 20-40 miliar atau
setara Rp 360 triliun. (data Kadin, 2009) Dana tersebut disimpan di sejumlah bank di
Singapura dan Australia.
2. Sejumlah negara telah sukses memberlakukan tax amnesty, salah satu diantaranya adalah
Afrika Selatan, Korea Selatan dan India.
3. Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih tinggi merupakan salah satu peluang untuk
mewujudkan tujuan akhir guna mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak

12 Sumber: Forum Diskusi Ilmiah Perpajakan berjudul Amnesti Pajak Perlu Prasarat Tax
Reform (http://groups.yahoo.com/group/forum-pajak/message/10744)

4. Kondisi ekonomi Indonesia selama ini yang selalu membaik memberikan kesempatan
untuk dapat diterapkannnya kebijakan tax amnesty.
5. Tax amnesty dapat berpengaruh positif bagi pasar uang pada Bursa Efek Indonesia. Bila
kebijakan ini diterapkan maka mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena
perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas permasalahan pajak yang telah lewat. Karena
masalah perpajakan merupakan salah satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon
emiten untuk mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka.13

6. Bila program tax amnesty berhasil diimplementasikan maka pemerintah mempunyai


beberapa keuntungan antara lain pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan
pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan diimplementasikan tax amnesty
maka asset recoverynya lebih mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil asset koruptor. Asset recovery adalah
perbandingan antara jumlah kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau
pengembalian asset korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih relatif kecil.
Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax amnesty.14

Treat (Tantangan )
1. Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak adalah antara lain terus
dikembangkan hubungan kerja sama internasional baik dengan institusi negara-negara lain
maupun lembaga keuangan internasional untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi
perpajakan.

13 Bisnis Indonesia 30 Nopember 2004


14Tax amnesty dan Korupsi, Raden Agus Suparman,
http://pajaktaxes.blogspot.com/2009/11/tax-amnesty- dan-korupsi.html

2. Beberapa peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti Kasus Gayus berakibat pada
penggiringan opini wajib pajak untuk memboikot pembayaran pajak dengan melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance).
3. Banyaknya permasalahan yang timbul terkait pengampunan pajak sehingga aturannyapun
menjadi semakin kompleks oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda serta berbagai kepentingan.
4. Saat ini Indonesia masih memiliki permasalahan lain terkait peningkatan tax ratio
penerimaan pajak terhadap PDB. Tax ratio Indonesia sampai saat ini masih rendah berkisar 13
persen bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, sehingga kebijakan tax amnesty
adalah salah satu upaya alternatif guna meningkatkan minat pembayaran pajak di kalangan
masyarakat. Bila dilihat perkembangan Tax Ratio dari tahun 2005 sampai dengan 2010 adalah
sebagai beriku :

Tabel 2. Tax Ratio Indonesia 2005 - 2010

No Uraian Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Pajak Pusat (Triliun Rp) a.Pajak Dalam Negeri b.Pajak Perdagangan Intl 347,03 409,20
490,99 658,70 641,38 744,06
331,79 395,97 470,05 622,36 622,71 715,21
15,24 13,23 20,94 36,34 18,67 28,85
2 PDB atas dasar Harga Berlaku (Triliun Rupiah) 2.784,30 3.365,90 3.950,
90 4.951,40 5.613,40 6.422,91
3 Tax ratio , % (1:2) 12,46 12,16 12,43 13,30 11,43 11,57
Sumber : BKF, DJP, BPS, diolah, *) Tax Ratio =( Pajak : PDB ) x 100%

Dari tabel tersebut terlihat hanya pada tahun 2008 tax ratio Indonesia lebih tinggi dari 13
persen. Target 2011 tax ratio tercapai 12,2 persen dan tahun 2012 tercapai 12,6 persen. Dengan
rendahnya tax ratio tersebut maka diperlukan upaya-upaya pemerintah guna peningkatan tax
ratio tersebut yang antara lain berupa pemberian pengampunan
pajak dalam jangka pendek yang diharapkan dalam jangka panjang terjadi peningkatan wajib
pajak maupun penerimaan pajak.

Best Practise Implementasi Tax Amnesty di Beberapa Negara

Indonesia pernah menerapkan pengampunan pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya belum
efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem
administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh. Demikian juga minimnya keterbukaan
dan peningkatan akses informasi ke masyarakat termasuk sistem kontrol dari Ditjen Pajak
sendiri. Pemberian tax amnesty tidak sekedar menghapus hak tagih atas wajib pajak namun
yang lebih penting lagi sebenarnya adalah memperbaiki sikap dan perilaku WP, sehingga
diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang.
Pada dasarnya pemerintah dapat mencari format terbaik yang bisa diimplementasikan bila Tax
Amnesty diterapkan. Pemerintah juga dapat mengkaji dan belajar dari negara yang telah
mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak seperti Afrika Selatan, Italia, India,
Korea Selatan dan lain-lain.
Pemerintah Afrika Selatan menerapkan strategi melalui Pull and Push Strategy. Mekanisme
strategi Pull adalah dengan menarik atau memberikan insentif kepada wajib pajak agar wajib
pajak tertarik untuk ikut serta dalam program ini. Salah satu caranya adalah dengan
penghapusan denda dan atau bunga pajak terutang atau pembayaran tebusan dengan tarif yang
rendah.
Push, dimaksudkan memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman seandainya WP tidak mau
berpartisipasi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas audit tax,
strategi pemilihan target penyidikan yang tepat dan transparan hasil penyidikan serta sanksi
pidana pajak sementara sebelum program amnesti diumumkan.

Pada dasarnya banyak warga negara Afrika Selatan sebelumnya banyak yang menyimpan dana
atau hartanya di luar negeri dengan berbagai alasan. Bukan saja untuk menghindari ketentuan
regulasi terhadap pengawasan nilai tukar (exchange control regulations), namun juga kesulitan
mengungkapkan sumber-sumber yang diperoleh di dalam dan luar negeri.
Tingkat pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri di masa lalu di Afrika
Selatan cukup tinggi. Misalnya bunga yang diperoleh dari bank dan rekening kepemilikan atas
properti di luar negeri yang harus dikenai pajak.
Sejak tahun 1997 di Afrika Selatan terdapat tambahan formulir bagi foreign passive income
yang dikenai pajak bagi penduduk Afrika Selatan. Salah satu contohnya adalah penghasilan
atas bunga dan royalti. Hal ini kemudian diberlakukan bagi seluruh penduduk Afrika Selatan
sejak tanggal 1 Januari 2001.
Tujuan utama amnesti pajak di Afrika Selatan antara lain, adalah :
1. Mewajibkan penduduk Afrika Selatan patuh terhadap ketentuan
exchange control dan masalah-masalah perpajakan pada umumnya.
2. Memberi kewenangan bagi South African Revenue Services (SARS) dan Exchange
Control Department of the South African Reserve Bank (SARB) mengawasi assets milik warga
Afrika Selatan yang berada di luar negeri.
3. Memfasilitasi pengembalian aset yang berada di luar negeri.
4. Meningkatkan penerimaan pajak di masa yang akan datang.
Dalam sejarahnya, Afrika Selatan telah melaksanakan amnesti pajak tiga kali, yaitu pada 1995,
1996 dan 2003. Selain itu, pada 2003 diberlakukan special amnesty, dimana ruang lingkupnya
dibatasi hanya pada pengakuan aset rakyat atau wajib pajak yang ada di luar negeri, juga
transaksi yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas devisa. Secara labih spesifik, amnesti
pajak ini dibatasi hanya kepada mereka yang memiliki aset di luar negeri namun belum
membayar pajak di masa lalu.

Dalam pengampunan pajak ini, jenis pajak yang diampuni hanya terbatas pada PPh
Orang Pribadi (Personal Income Tax), termasuk juga pajak atas warisan (estate duty).
Sedangkan PPN dan withholding taxes tidak tidak termasuk dalam program ini.
Banyak hal yang dapat menjadi masukan dengan merujuk keberhasilan Afrika Selatan dalam
melakukan amnesti pajak. Adanya program amnesti ini sebagai bagian dari program
pengelolaan perpajakan secara baik yang merupakan tulang punggung penerimaan negara
dalam APBN. Saat ini penerimaan negara dari sektor perpajakan telah mencapai 70-80%
dalam APBN sehingga hal tersebut sudah merupakan masalah nasional, sebagaimana yang
dikatakan tax amnesty 2003 memberikan penghapusan tuntutan tindakan pidana yang terbatas
hanya yang menyangkut pidana perpajakan dan peraturan lalu lintas devisa. Dengan demikian
kepemilikan aset di luar negeri yang berasal dari aktivitas illegal atau kriminal lainnya, seperti
hasil korupsi, hasil kejahatan, hasil transaksi narkoba, ataupun hasil pencucian uang (money
laundering), tidak berhak untuk mendapatkan pengampunan pajak.
Khusus bagi aset yang disimpan di dalam negeri dan berasal dari penghasilan dalam negeri
namun belum dilaporkan dan dipenuhi kewajiban perpajakannya, tidak akan mendapatkan
fasilitas pengampunan ini, SARS tetap akan memberikan fasilitas dalam bentuk penghapusan
atas sanksi denda sebesar 200% dan juga pemberian kelonggaran dalam mencicil
kewajibannya. Disini SARS tidak memberikan fasilitas penghapusan maupun pengurangan
hutang pokok pajak dan bunganya.
Dalam kasus tax amnesty negara Afrika Selatan, antusias masyarakat Afrika Selatan dengan
adanya fasilitas amnesti ini sangat besar, terlihat dari tren pendaftaran secara eksponal dimana
proporsi jumlah wajib pajak dan masyarakat yang mendaftar saat menjelang deadline
melonjak secara drastis. Dan bagi WP yang diterima

permohonannya harus membayar uang tebusan dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak
tanggal persetujuan aplikasi amnestinya.
Ada beberapa kondisi amnesti pajak sebagaimana yang dijalankan pemerintah Afrika Selatan
dapat diterapkan di Indonesia, setidaknya dijadikan bahan pertimbangan dan masukan
informasi pengampunan pajak. Perlu diperhatikan ada beberapa persyaratan mendasar yang
harus dipenuhi si pemohon sebelum menjalankan program tax amnesty di Afrika Selatan.
Beberapa hal penting yang menjadi acuan atau langkah langkah implementasi program tax
amnesty, antara lain :
1. Penelitian dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan program pengampunan pajak
sangat diperlukan.
2. Optimalisasi strategi pull and push
3. Mendefinisikan dan mengkomunikasikan, maksud dan tujuan dari program secara tepat
dengan baik.
4. Mendapatkan persetujuan dan komitmen yang kuat dari seluruh jajaran organisasi.
5. Mendapatkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari parlemen.
6. Tidak melakukan perubahan persyaratan administrasi di tengah jalan, misalnya
perubahan bentuk dan isi formulir, setelah program diumumkan.
7. Pastikan bahwa program amnesti memberi manfaat sekaligus kenyamaanan bagi yang
berpartisipasi, sebaliknya menimbulkan rasa was-was yang tinggi bila tidak berpartisipasi.
8. Meminimalisasi persyaratan yang sifatnya kurang jelas.
9. Melibatkan kalangan profesional sebanyak mungkin seperti akuntan, pengacara,
konsultan pajak, dunia perbankan, kalangan akademisi, pengamat, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan lain-lain.
10. Segera umumkan ke masyarakat luas jika pemerintah dan parlemen telah memutuskan
untuk melaksanakan program amnesti ini.

11. Lakukan program sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat luas dengan strategi yang
tepat dan terarah.
12. Seharusnya konsep amnesti pajak perlu dipikirkan secara mendalam karena didalamnya
tidak termasuk kewajiban membayar denda atau sanksi. Yang dipersoalkan hanya harta
kekayaan (assets) yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) WP baik
yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun catatan
mengenai besarnya pajak yang belum dibayarkan atau masih kurang bayar tetap harus di bayar
oleh WP.
13. Rencana pemberian pengampunan pajak juga memiliki konsekuensi akan hilangnya
hukuman sandera badan (gijzeling) bagi penunggak pajak, sehingga perlu kajian mendalam
aspek yuridis berkaitan dengan wajib pajak bermasalah khususnya penunggak pajak besar.
14. Kelemahan lain dari pengampunan pajak ini bisa menjadi motivator bagi wajib pajak
untuk tidak membayar pajak (menunda melunasi utang pajaknya). Karena yang bersangkutan
berpandangan akan mendapat pengampunan pajak lagi.
15. Penerapan pengampunan pajak ini harus menjadi bagian dari reformasi perpajakan dan
bukan terpisah (komprehensif), yang dapat berdampak pada kontraproduktif.
16. Diwaspadai dalam penerapan pengampunan pajak ini, adanya kepentingan tertentu dari
segelintir pengusaha besar (yang bermasalah dengan tax voluntary rendah). Idealnya tax
amnesty ini dapat berlaku untuk semua orang tanpa diskriminasi, bukan hanya untuk segelintir
pengusaha saja.15

Anda mungkin juga menyukai