52
Kendaraan Bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan
kendaraan roda 3.
5. Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi :
sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong). Kendaraan tak bermotor tidak
dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan
samping.
Tabel 3.1 Dimensi Kendaraan Rencana
Sumber : TPGJAK 97
53
Gambar 3.3. Dimensi Kendaraan Besar (Sumber TPGJAK)
54
boleh terlalu besar dan tidak dalam jarak yang pendek. Untuk kondisi medan
yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa
penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
VR untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada tabel ini.
Tabel 3.2 Kecepatan Rencana (VR), sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan
jalan.
Sumber : TPGJAK 97
55
LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu
jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
(3.1)
LHRT dinyatakan dalam SMP/ hari/ 2 arah atau kendaraan/ hari/ 2 arah untuk
jalan 2 jalur 2 arah, SMP/ hari/ 1 arah untuk jalan berjalur banyak dengan
median. Untuk dapat menghitung LHRT harus tersedia jumlah kendaraan yang
terus-menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat biaya yang diperlukan serta tak
semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama 1 tahun,
maka dapat dipergunakan satuan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR).
LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama
pengamatan dengan lamanya pengamatan.
(3.2)
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari kendaraan berat,
sedang, ringan, dan kendaraan tidak bermotor, maka dalam hubungannya
dengan kapasitas jalan mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis
kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini
diperhitungkan dengan mengekuivalenkan terhadap kendaraan standar.
Faktor mobil penumpang (emp) yang digunakan untuk menilai setiap
kendaraan terhadap kendaraan standar didasarkan pada peraturan perancanaan
geometrik menurut Bina Marga dengan menggunakan kendaraan penumpang
sebagai kendaraan standar. Maka dengan demikian satuan LHR dinyatakan
dengan satuan mobil penumpang (smp).
56
Nilai emp didefinisikan : faktor konversi berbagai jenis kendaraan
dibandingkan dengan mobil penumpang (kendaraan ringan lainnya) sehubungan
dengan perilaku lalu-lintas.
Sumber : TPGJAK 97
2. Volume Jam Rencana (VJR)
LHR dan LHRT tidak dapat memberikan gambaran tentang fluktuasi arus
lalu lintas lebih dari 24 jam. LHR dan LHRT ini tidak dapat memberikan gambaran
perubahan-perubahan yang terjadi pada berbagai jam dalam hari, yang nilainya
bervariasi antara 0-100% LHR. Oleh karena itu LHR atau LHRT tidak dapat
langsung digunakan dalam perencanaan geometrik.
Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam dalam satu hari, maka sangatlah
cocok jika volume lalu lintas dalam 1 jam dipergunakan untuk perencanaan.
Volume dalam satu jam yang dipakai untuk perencanaan dinamakan Volume
Jam Rencana (VJR).
Volume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat pada distribusi arus lalu
lintas setiap jam untuk periode satu tahun.
Apabila terdapat volume arus lalu lintas per jam melebihi volume
perencanaan, maka kelebihan tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang
terlalu besar.
57
Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang sangat besar, sehingga
akan mengakibatkan jalan akan lengang dan biayanya pun mahal.
...(3.3)
dimana K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk,
dan F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
perseperempatjam dalam satu jam.
Sumber : TPGJAK 97
3.4. Kapasitas
Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati
suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus
lalu-lintas tertentu.
Perbedaan antara VJR dan kapasitas adalah VJR menunjukkan jumlah arus
lalu-lintas yang direncanakan akan melintasi suatu penampang jalan selama satu
jam, sedangkan kapasitas menunjukkan jumlah arus lalu lintas yang maksimum
dapat melewati penampang tersebut 1 jam sesuai dengan kondisi jalan (sesuai
dengan lebar lajur, kebebasan samping, kelandaian, dll).
58
3.5. Tingkat Pelayanan Jalan
Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan
baik walaupun VJR/ LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena tingkat
kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum
ditentukan. Lebar lajur yang akan diberikan akan lebih lebar jika pelayanan dari
jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan oleh
pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan samping yang
memadai, tetapi hal tersebut tentu saja menuntut daerah manfaat jalan yang
lebih lebar pula.
Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang ditunjukkan
dari hubungan antara V/C seperti ditunjukkan pada gambar 3.4.
Highway Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan atas 6
keadaan :
TingkatPelayanan A, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan
Volume dan kepadatan lalu lintas rendah
Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi
Tingkat Pelayanan B, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas stabil
Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas tetapi dapat dipilih
sesuai kehendak pengemudi
Tingkat Pelayanan C, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas masih stabil
Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh
besarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi
memiliki kecepatan yang diinginkan
Tingkat Pelayanan D, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil
Perubahan volume lau lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan
perjalanan
59
Tingkat Pelayanan E, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas sudah tidak stabil
Volume kira-kira sama dengan kapasitasnya
Sering terjadi kemacetan
Tingkat Pelayanan F, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah
Sering terjadi kemacetan
Arus lalu lintas rendah
Batasan nilai dari setiap tingkat pelayanan jalan dipengaruhi oleh fungsi
jalan dan dimana jalan tersebut berada. Jalan tol yang berada di luar kota tentu
saja dikehendaki dapat melayani kendaraan dengan kecepatan tinggi dan
memberikan ruang bebas bergerak selama umur rencana jalan tersebut. Jalan
kolektor sekunder yang berada di dalam kota dapat saja direncanakan untuk
tingkat pelayanan E pada akhir umur rencana dan dengan kecepatan yang lebih
rendah daripada jalan kota.
60
Pembangunan jalan juga membawa dampak yang tidak menguntungkan
bagi lingkungan, seperti emisi gas buang dari kendaraan. Emisi gas buangan dan
kebisingan berhubungan erat dengan volume lalu-lintas dan kecepatan. Pada
volume lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya
kecepatan sepanjang jalan tersebut tidak macet.
Saat volume lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan > 0,80),
kondisi arus tersendat berhenti dan berjalan yang disebabkan oleh kemacetan
menyebabkan bertambahnya emisi gas buangan dan juga kebisingan jika
dibandingkan dengan kriteria lalu-lintas yang stabil.
Alinemen yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam,
menambah emisi gas buangan dan kebisingan.
Perubahan tataguna lahan akibat adanya jalan, keberadaan jalan akan
mempengaruhi tata guna lahan di kawasan di sepanjang pinggir jalan tersebut.
Dengan adanya jalan maka kecenderungannya akan terjadi daerah-daerah
pengembangan baru, seperti daerah pemukiman, perdagangan dan lainnya.
Jalan yang melewati daerah lindung sebaiknya direncanakan dengan diiringi
perangkat perundangan yang mengatur tata guna lahan di sekitarnya.
61
Dengan membandingkan biaya-biaya yang dinyatakan sebagai biaya per
kilometer tersebut, rencana alternatif yang mempunyai biaya total terendah
adalah yang paling ekonomis.
62