Anda di halaman 1dari 129

PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI

TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH

DI INDONESIA

Oleh

ISTIQOMAH

NIM: 106084003634

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Istiqomah

NIM : 106084003634

Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul PENGARUH

INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI

INDONESIA adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian,

pengolahan, dan analisis saya sendiri dan bukan merupakan rekapitulasi maupun

saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atas rekapitulasi maka

skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyususn

skripsi baru dan kelulusan serta gelar dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul

dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 14 Februari 2011

(Istiqomah)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Istiqomah
2. Tempat & Tgl Lahir : Jakarta, 19 November 1988
3. Alamat : Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah
Baru Ciputat
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Telepon : 0856 880 1434/ 021 74630013
6. Jenis Kelamin : Perempuan
7. Agama : Islam

II. PENDIDIKAN
Pendidikan Formal

Tempat Waktu

1. SD Negeri Sawah Baru II 1994 2001


2. SMP Negeri 03 Ciputat 2001 2003

3. SMA Almubarak Pondok Aren I 2003 2006


4. UIN SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan 2006 2011

i
Pendidkan Non Formal

Pelatihan/Seminar Waktu
1. Peserta Pendidikan dan Pelatihan
Komputer, Cendikia Indonesia Training April 2006
Center, Jakarta.
2. Seminar Ekonomi Islam " Ekonomi
Syariah sebagai Pondasi Pembangunan di Juni 2007
Indonesia".
3. Peserta Training Motivation Kuliah Mei 2008
Lancar Kerja Sukses.
4. Seminar Ekonomi Dampak Kenaikan Juni 2008
BBM dari sudut pandang APBN.
5. Kursus Bahasa Inggris, Practical Agustus 2008 April
Education Center (PEC). 2009
6. Pelatihan SPSS.17, UIN Syarif
Hidayatullah Desember 2009

Juli 2009 Agustus


7. KKN di Desa Situ Daun, Bogor 2009

III. LATAR BELAKANG KELUARGA


1. Ayah : Dwijo
2. Tempat & Tgl Lahir : Purworejo, 21 Februari 1959
3. Alamat : Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah
Baru - Ciputat
4. Telepon : 021 74630013
5. Ibu : Parmiyah
6. Tempat & Tgl Lahir : Purworejo, 20 Oktober 1960
7. Alamat : Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah
Baru - Ciputat
8. Telepon : 021 74630013

ii
Abstract

Exchange rate is defined as a currency that can be exchange per unit to another
currency, or the price of one currency to another currency.

The purpose of this research is to know the effect of Inflation and investment to
rupiah`s exchange rate in Indonesia. Variable which is used in this research is
rupiah`s Exchange Rate to US dollar`s (ER), Inflation, Domestic Direct
Investment (DDI), Foreign Direct Investment (FDI), and also Dummy crisis
variable (DM) of Indonesia. The data which is used in this research is time series
data in 1983-2009, the sources of the data are from Central Bank of Indonesia
and Indonesia Statistical Base. The writer used the OLS (Ordinary Least Square)
method for analysis in Eviews 5.1 program.

The results of this research is to indicate inflation, foreign direct investment and
dummy crisis that gave the positive influence to the rupiah`s exchange rate in
Indonesia significantly. Meanwhile, domestic direct investment has not positive
influence to the rupiahs exchange rate in Indonesia significantly.

Keywords : exchange rate, inflation, DDI, FDI, dummy crisis

iii
Abstraksi

Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang yang dapat ditukaran dengan satu unit
mata uang lain, atau merupakan harga dari suatu mata uang dengan mata uang
lain.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi dan investasi
terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. variabel yang digunakan adalah nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS (ER), Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), dan juga variabel dummy crisis (DM)
di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series yaitu periode 1983-
2009, yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Untuk
menganalisis penulis menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) pada
program Eviews 5.1.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan inflasi, penanaman modal asing, dan
dummy krisis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah
di Indonesia. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.

Kata kunci : nilai tukar, inflasi, PMDN, PMA dan dummy crisis

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdu Lillahi Robbil Alamin

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala kekuatan dan kesabaran yang

diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi dengan judul

Pengaruh Inflasi Dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia.

penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program

sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dwijo dan Ibu Parmiyah, sumber motivasi bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua doa dan dukungan yang

telah diberikan padaku sampai detik ini. Semoga suatu saat aku dapat

membalas kebaikan yang diberikan dan dapat menjadi kebanggan bagi Bapak

dan Ibu. Amin.

2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Lukman M.Si. selaku ketua jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif hidayatullah Jakarta.

v
4. Pheni Chalid Sf, MA, Ph.D. selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah

banyak memberikan saran dan pembelajaran kepada penulis.

5. M. Hartana I. Putra M.Si. selaku dosen pembimbing II skripsi yang juga telah

banyak memberikan saran kepada penulis.

6. Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat yang telah diberikan, esp

for: Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan

Studi Pembangunan yang telah memberi motivasi dan penguji seminar

proposal yang luar biasa dan Ibu Lili yang begitu baik dan murah hati untuk

memudahkan saya dalam urusan di akademik jurusan IESP.

7. Asri, Uwie, Fatmy dan V-bie, yang telah banyak memberikan semangat bagi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih karena kalian telah

menjadi sahabat terbaik yang menemani hari-hari ku selama lebih dari 4 tahun

ini.

8. Rekan-rekan IESP angkatan 2006 yang sama-sama berjuang untuk lulus

skripsi. Terimakasih karena kalian telah memberikan banyak kenangan manis

dalam catatan kehidupan penulis.

9. Teman-teman kkn green bean09, terima kasih untuk hari-hari yang indah

yang terlupakan posko Situ Daun-Bogor.

10. Kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

vi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam

mencapai kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan

bermanfaaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Terima Kasih

Jakarta, Februari 2011

ISTIQOMAH

penulis

vii
DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ i

ABSTRACT.............................................................................................. iii

ABSTRAKSI ........................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................. v

DAFTAR ISI ........................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................ 10
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 12
A. Nilai Tukar (Kurs) ................................................................................ 12
1. Pengertian Nilai Tukar....................................................................... 12
2. Perubahan Nilai Tukar ....................................................................... 14
3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang .......................................................... 17
4. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia .............. 20
5. Teori Nilai Tukar ............................................................................... 23
B. Inflasi .................................................................................................... 25
1. Pengertian Inflasi ............................................................................... 26
2. Penggolongan Inflasi ......................................................................... 27
3. Penyebab Inflasi................................................................................. 31
4. Indikator Inflasi ................................................................................. 30
C. Investasi ................................................................................................ 32

viii
1. Pengertian Investasi ........................................................................... 32
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ....................................... 33
3. Penanaman Modal Asing PMA ......................................................... 34
D. Krisis Ekonomi ..................................................................................... 37
E. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 38
F. Kerangka Berpikir ................................................................................. 45
G. Hipotesis ............................................................................................... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 50
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 50
B. Metode Pengumpulan Sampel .............................................................. 50
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 51
D. Metode Analisis ................................................................................... 52
1. Uji Asumsi Klasik ............................................................................ 54
a. Uji Normalitas.............................................................................. 54
b. Uji Autokorelasi .......................................................................... 55
c. Uji Heterokedastisitas .................................................................. 56
d. Uji Linieritas ................................................................................ 56
e. Uji Multikolinieritas .................................................................... 57
2. Uji Statistik ...................................................................................... 58
a. Uji Signifikansi Individual (uji t - Statistik) ................................ 58
b. Uji Fisher (uji F - Statistik).......................................................... 59
c. Uji Koefisien Determinasi ( R2)................................................... 60
E. Operasional Variabel ............................................................................ 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 63
A. Analisis Deskriptif ........................................................................... 63
1. Nilai Tukar ....................................................................................... 63
2. Inflasi................................................................................................ 66
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ..................................... 70
4. Penanaman Modal Asing (PMA) ..................................................... 72
5. Variabel Dummy (Krisis Ekonomi) ................................................. 74
B. Analisis Pembahasan dan Hasil Rgresi ................................................ 75

ix
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 75
a. Hasil Uji Normalitas ................................................................... 75
b. Hasil Uji Autokorelasi ................................................................ 76
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 77
d. Hasil Uji Linieritas ..................................................................... 78
e. Hasil Uji Multikolinearitas ......................................................... 78
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS ....................................................... 80
3. Uji Statistik ..................................................................................... 81
a. Uji Parsial (Uji-t) ........................................................................ 81
b. Uji F-statistik .............................................................................. 85
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)................................................... 86
4. Interprestasi Ekonomi ..................................................................... 87
a. Inflasi .......................................................................................... 87
b. Investasi ...................................................................................... 88
1). Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN). .......................... 88
2). Penanaman Modal Asing (PMA) ......................................... 89
c. Dummy Krisis ............................................................................. 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 92
A. Kesimpulan ....................................................................................... 92
B. Implikasi ............................................................................................ 94
C. Saran .................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 96
LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Nomor Keteangan Hal

1.1 Data Nilai Tukar, IHK dan Investasi........................................ 4

2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................ 39

3.1 Daerah Autokorelasi......................................................... 55

4.1 Hasil Uji Autokorelasi...................................................... 76

4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................... 77

4.3 Hasil Uji Linieritas................................................... 78

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ...................................................... 79

4.5 Hasil Olah Data Metode OLS .................................................. 80

4.6 Hasil Uji t-Statistik................................................... 81

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Ketrangan Hal

2.1 Demand Pull Inflation............................................................. 28

2.2 Cost-Push Inflation................................................................. 29

2.3 Kerangka Berpikir........................................... 48

4.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS periode


1983-2009.............................................................................. 64

4.2 Perkembangan IHK periode 1983-2009................................. 68

4.3 Perkembangan PMDN periode 1983-2009............................. 70

4.4 Perkembangan PMA periode 1983-2009............................... 72

4.5 Hasil Uji Normalitas................................ 75

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keteangan Hal

1 Data Penelitian................................................................ 100

2 Hasil Data Setelah Diestimasi................................................. 102

3 Hasil Regresi Log Linier ........................................ 104

4 Hasil Normalitas Menggunakan JB Test ................................ 105

5 Hasil Uji Autokorelasi ............................................................ 106

6 Hasil Uji Heteroskedastisitas.................................................. 107

7 Hasil Uji Linieritas.................................................. 108

8 Hasil Uji Multkolinieritas ...................................................... 109

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Uang merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan perekonomian

diseluruh dunia. Uang adalah seperangkat asset dalam perekonomian yang

digunakan oleh orang secara rutin untuk membeli barang-barang atau jasa dari

orang lain (Mankiw, 2006:169). Uang memiliki beberapa fungsi diantaranya

yaitu sebagai alat tukar, satuan hitung, dan penyimpan nilai atau daya beli.

Dalam fungsinya sebagai alat tukar, manusia menggunakan uang dalam

berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan perdagangan merupakan salah satu

kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Esensi dari perdagangan adalah proses pertukaran. Setiap proses pertukaran

tersebut memiliki adanya satu kesamaan yaitu penetapan nilai tukar, sehingga

dibutuhkan alat pertukaran atau mata uang yang dapat diterima oleh semua

pelaku ekonomi dengan mudah.

Kegiatan perdagangan tidak hanya dilakukan antara masyarakat disuatu

daerah atau wilayah tertentu, tetapi juga dilakukan antar suatu negara dengan

negara lain. Hal ini dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dari suatu

negara, kegiatan ini biasa disebut dengan perdagangan internasional. Dalam

melakukan kegiatan perdagangannya, setiap negara memiliki alat tukarnya

atau mata uang masing-masing, sehingga untuk memperlancar proses

1
perdagangan tersebut mengharuskan adanya perbandingan nilai mata uang

suatu negara (dalam negeri) dengan mata uang negara lain.

Setiap negara selalu menjaga agar nilai tukar mata uang domestik

negaranya dalam keadaan yang stabil terhadap nilai tukar mata uang asing.

Nilai tukar dapat diartikan sebagai harga dari suatu mata uang domestik

terhadap mata uang negara lain. Dengan keadaan nilai tukar yang stabil

diharapkan keadaan ekonomi suatu negara juga dalam keadaan yang baik.

Terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik menyebabkan kekacauan

pada berbagai bidang ekonomi.

Perekonomian Indonesia pada awal tahun 1983 mengalami pergerakan

yang pasang surut, ini disebabkan karena menurunnya harga minyak dunia.

Pada masa itu, perekonomian Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan

ekonomi yang menurun, dan defisit neraca pembayaran. Hal ini menyebabkan

nilai tukar rupiah over-valued dan menurunkan daya saing ekspor Indonesia di

luar negeri. dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor, kebijakan nilai

tukar yang dilakukan adalah mendevaluasi kembali nilai tukar rupiah pada 30

maret 1983 sebesar 38,1 persen yaitu dari Rp.702,50 menjadi Rp.970 per

dollar AS. Selanjutnya pada September 1986 pemerintah kembali

mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 45 persen dari Rp.1.134 menjadi

Rp.1.644 per dollar AS (Simorangkir,2005:44)

Dampak krisis nilai tukar pada tahun 1997/1998 telah memberikan

dampak negatif terhadap seluruh sektor ekononomi di Indonesia. Terdepresiasi

nilai tukar yang sangat tinggi telah mengakibatkan harga barang-barang impor

2
membumbung tinggi dan inflasi meroket hingga mencapai 77,6 persen pada

tahun 1998. Depresiasi nilai tukar mengakibatkan banyak industri dalam

negeri mengalami kesulitan teruatama industri yang bahan bakunya berasal

dari impor. Kondisi tersebut ikut diperparah dengan besarnya kewajiban

hutang luar negeri perusahaan dan perbankan di Indonesia serta kerusuhan

sosia. Kesemua faktor tersebut berakumulasi dan mengakibatkan kegiatan

ekonomi mengalami kontraksi yang dalam hingga mencapai -13,1% pada

tahun 1998 (Simorangkir, 2005:45).

Setelah krisis ekonomi, kondisi perekonomian Indonesia mulai kembali

pulih dari masa keterpurukannya, tetapi dalam perjalanan tetap mengalami

berbagai tantangan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, nilai tukar rupiah

tetap mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Tingkat nilai tukar mata uang

rupiah per dollar AS terus berfluktuatif dan pernah mengalami depresiasi yang

cukup tinggi pada tahun 2008. Hal ini disebabkan karena berbagai pengaruh

ekonomi dan non ekonomi baik dari dalam negeri maupun internasional.

Berdasarkan tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2005

kurs tedepresiasi menjadi Rp. 9.8f30 per dollar AS, jika dibandingkan dengan

tahun 2004 yaitu sebesar Rp.9.290 per dollar AS. Pada tahun 2006 nilai tukar

rupiah terapresias yaitu menjadi Rp.9.020 per dollar AS, tetapi di tahun 2007

nilai tukar rupiah per dollar AS kembali terdepresiasi terhadap dollar AS

menjadi Rp.9.419 dan kembali terdepresiasi cukup tajam pada tahun 2008

yaitu Rp.10.950 per dollar AS. Terdepresiasinya nilai tukar tersebut

merupakan dampak dari krisis keuangan global yang melanda Amerika, dan

3
ikut berdampak pada beberapa negara lain. Krisis keuangan global tersebut

memberi tekanan pada rupiah, krisis ini memicu ketatnya likuiditas global.

Kemudian pada tahun 2009 kurs kembali terapresiasi menjadi Rp.9.400 per

dollar AS.

Tabel 1.1
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS (Kurs),
Indek Harga Konsumen (IHK), Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
Periode 2005 2009

NILAI TUKAR IHK INVESTASI


TAHUN PMDN PMA
(RP/Dollar AS) (2007 :100) (Milyar Rupiah) (Milyar Rupiah)

2005 9.830 89,49 50.577.400.000 133.484,519.000

2006 9.020 95,47 162.767.200.000 140.928.480.000

2007 9.419 101,83 188.516.400.000 225.926.060.00

2008 10.950 113,86 20.359.900.000 162.841.830.000

2009 9.400 117,03 37.799.900.000 101.662.880.000


Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia(BI) dan Indikator Ekonomi (BPS)

Nilai tukar sangat berperan penting dalam perekonomian suatu negara

Saat ini, nilai tukar ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang

yang terjadi di pasar. Nilai tukar dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi

perekonomian suatu negara. Keadaan nilai mata uang yang stabil disuatu

negara, menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang

relatif baik. Pergerakan nilai tukar tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor

baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, diataranya arus modal atau

4
investasiperdagangan internasional dan keadaan sosial politik pada negara

tersebut. Indonesia sebagai negara yang berada pada ditengah perekonomian

global, juga melakukan kegiatan ekonomi internasional seperti impor, ekspor

dan lain-lain. Sehingga jika Indonesia tidak dapat menjaga kestabilan nilai

tukar mata uang dmestiknya, maka hal ini akan membawa dampak buruk bagi

pergerakan roda perekonomian.

Mengingat besarnya dampak dari fluktuasi kurs terhadap perekonomian,

maka diperlukan suatu manajemen kurs yang baik, yang menjadikan kurs

stabil, sehingga fluktuasi kurs dapat diprediksi dan perekonomian dapat

berjalan dengan stabil. Apabila terjadi kegagalan pada manajemen kurs, maka

hal tersebut mengakibatkan gangguan terhadap kestabilan perekonomian.

Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar

rupiah per dollar AS sangat penting dilakukan, tujuannya ialah untuk

mengetahui bagaimana hubungan dan seberapa besar pengaruh inflasi dan

investasi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar

AS. Pada akhirnya dapat diketahui kebijakan kebijakan yang dapat diambil

untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang berkaitan dengan variabel

inflasi dan investasi.

Pergerakan nilai tukar berhubungan dengan inflasi, hal ini karena inflasi

merupakan cerminan dari perubahan tingkat harga barang yang terjadi di

pasar, dan akan berujung pada tingkat permintaan dan penawaran uang. Pada

tabel 1.1 menunjukkan bahwa indeks harga konsumen pada tahun 2005 berada

pada nilai 89,49 dan terus meningkat menjadi 95,47 tahun 2006. Peningkatan

5
terus terjadi pada tahun berikutnya yaitu menjadi 101,83 dan 113,86 pada

tahun 2007 dan 2008. Kemudian pada tahun 2009 sebesar 117,03. Walaupun

IHK terus meningkat dari tahun ketahun tetapi memilki tingkat selisih yang

berbeda antara tahun yang satu dengan tahun yang lain.

Nilai tukar di Indonesia juga berkaitan dengan tingkat investasi yang

terjadi pada negara tersebut, tingkat investasi yang tinggi akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa suatu negara. Sehingga dengan

perekonomian yang baik diharapkan menjaga nilai tukar rupiah dalam keadaan

srabil. Selain itu masuknya investasi asing ke dalam negeri juga

mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang. Investasi asing yang

meningkatkan akan meningkatkan permintaan uang dalam negeri, sehingga

mata uang dalam negeri akan terapresiasi terhadap mata uang asing. Pada

tabel 1.1 menunjukkan investasi yang ada di Indonesia dari tahun 2005 sampai

dengan 2009. Pada tabel diatas diatas menunjukkan bahwa tingkat investasi

realisasi penanaman modal yang disetujui, baik PMDN maupun PMA

memiliki pergerakan yang fluktuatif.

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka penulis tertarik untuk lebih

meneliti mengenai pergerakan nilai tukar yang terjadi di Indonesia, oleh

karena itu, dalam skripsi ini penulis mengambil judul PENGARUH

INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI

INDONESIA.

6
B. Rumusan Masalah

Indonesia, seperti negara-negara lainnya berusaha menjaga kestabilan nilai

tukar mata uangnya. Dalam menjaga kestabilan nilai tukar mata uang tersebut

Indonesia membuat berbagai kebijakan, dengan tujuan membuat nilai tukar

mata uang rupiah dalam keadaan stabil. Hal ini dilakukan agar Indonesia terus

berada pada perekonomian yang baik. Naik turunnya nilai tukar mata uang

suatu negara di tentukan oleh berbagai faktor baik yang bersifat ekonomi

maupun non ekonomi.

Penggunaan variabel inflasi dan investasi dalam rangka menjaga

kestabilan nilai tukar rupiah, merupakan suatu hal menarik untuk di teliti.

Karena keduanya merupakan aspek yang ikut menunjukkan keadaan

maroekonomi suatu negara, selain itu juga untuk melihat bagaimana pengaruh

variabel tersebut terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Oleh sebab itu,

perlu diadakan penelitian untuk mengetahui hubungan inflasi dan investasi

terhadap nilai tukar.

Inflasi mengambarkan tingkat kenaikan harga barang yang terdapat di

masyarakat. Tingkat harga mempengaruhi jumlah penawaran dan penawaran

uang. Meningkatnya harga barang-barang mendorong terjadinya inflasi. Inflasi

tersebut menyebabkan daya beli masyarakat terhadap suatu barang akan

menurun masyarakat, karena jumlah uang sama pada tahun lalu tidak dapat

untuk membeli barang yang sama tahun ini. Hal ini menyebabkan mata uang

rupiah terus terdepresiasi.

7
Selanjunya, investasi di suatu negara juga ikut mempengaruhi nilai tukar.

Saat investasi meningkat maka nilai tukar akan mengalami apresiasi. Hal ini

disebabkan karena tingginya investasi akan mendorong tingkat pertumbuhan

ekonomi dan cadangan devisa suatu negara, sehingga dengan keadaan

ekonomi yang baik maka diharapakan keadaan nilai tukar juga dalam keadaan

stabil. Investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat

penanaman modal yang disetujui pemerintah, baik yang berasal dari dalam

negeri (PMDN), maupun luar negeri (PMA). Variabel tersebut digunakan,

karena keduanya menunjukkan nilai investasi yang secara nyata dan telah

disetujui oleh pemerintah Indonesia untuk diinvestasikan di Indonesia. PMDN

merupakan bentuk penanaman modal yang bersumber dari dalam negeri.

Meningkatnya penanaman modal tersebut akan mendorong meningkatnya

pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan pertumbuhan ekonomi yang

positif, maka akan mendorong nilai tukar mata uang dalam negeri (rupiah)

dalam keadaan yang stabil. Sedangkan PMA merupakan bentuk penanaman

modal dari pihak asing (luar negeri) yang masuk kedalam negeri. Masuknya

PMA kesuatu negara akan mendorong peningkatan perekonomian negara

tujuan, oleh karena itu negara-negara berkembang termasuk Indonesia, yang

masih membutuhkan modal besar dalam proses pembangunan ekonomi, selalu

berusaha meningkatkan nilai investasinya. Selain itu nilai Investasi yang

meningkat akan menguatkan nilai mata uang domestik. Hal ini karena

permintaan mata uang domestik akan meningkat, akibat banyak investor yang

membutuhkan mata uang domestik untuk berinvestasi di negara tujuan.

8
Sehingga dampak yang ditimbulkan ialah mata uang domestik akan

terapresiasi.

Sementara itu, krisis ekonomi hebat yang telah melanda Indonesia

beberapa tahun lalu, juga ikut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah

terhadap dollar AS. Krisis ekonomi 1997/1998 mengakibatkan perekonomian

Indonesia memburuk disegala sektor, terutama posisi nilai tukar yang

terdepresiasi secara tajam pada saat itu. Depresiasi yang tinggi pada saat krisis

ekonomi disebabkan oleh ketidakstabilan sosial politik di Indonesia, hal

tersebut telah menurunkan tingkat kepercayaan pada perekonomian nasional.

Selain itu kegiatan spekulan yang meningkat tajam telah mengakibatkan nilai

tukar rupiah terus terdepresiasi secara tajam.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pengaruh variabel inflasi dan

investasi terhadap perkembangan nilai tukar rupiah per dollar AS dalam

perekonomian di indonesia perlu diteliti, untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh setiap variabel tersebut terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Oleh

karena itu penelitian ini akan meneliti bagaimana pengaruh dari inflasi,

PMDN dan PMA terhadap nilai tukar di Indonesia pada periode 1983 2009.

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan diatas,

maka permasalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah?

2. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap

Nilai Tukar Rupiah?

9
3. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Nilai

Tukar Rupiah?

4. Bagaimana pengaruh Dummy Crisis (DM) terhadap Nilai Tukar Rupiah?

5. Bagaimana pengaruh Inflasi, PMDN, PMA dan dummy crisis secara

bersama-sama terhadap Nilai Tukar Rupiah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh inflasi terhadap nilai tukar

rupiah.

b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) terhadap nilai tukar rupiah.

c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing

(PMA) terhadap nilai tukar rupiah.

d. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Dummy Crisis (DM)

terhadap nilai tukar rupiah.

e. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Inflasi, PMDN, PMA dan

Dummy Crisis secara bersama-sama terhadap nilai tukar rupiah

10
2. Manfaat Penulisan

a. Bagi penulis, penilitian ini merupakan tambahan wawasan bidang

ekonomi, sehingga penulis dapat mengembangkan ilmu yang di

peroleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi jurusan

Ilmu Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

b. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai hubungan inflasi

dan investasi terhadap nilai tukar rupiah dan upaya menerapkan teori

dan mencari jalan keluar mengenai permasalahan nilai tukar rupiah.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan data, serta

masukan bagi perumus kebijakan dalam penetapan kebijakan

mengenai inflasi, investasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

11
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nilai Tukar (Kurs)

1. Pengertian Nilai Tukar

Nilai tukar menjadi sangat penting, apabila suatu negara harus

melakukan transaksi ekonomi dengan negara lain. Hal ini karena pada

proses tersebut digunakan dua mata uang berbeda misalnya, antara negara

Indonesia dan Amerika Serikat. Amerika harus membeli rupiah untuk

membeli barang atau melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, dan juga

sebaliknya. Secara sederhana nilai tukar dapat diartikan sebagai harga dari

suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.

Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau

nilai tukar (exhange rate). Kurs merupakan salah satu hal yang terpenting

dalam perekonomian terbuka, karena memiliki pengaruh yang sangat besar

bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makroekonomi

lainnya. Kurs menggambarkan harga dari suatu mata uang terhadap mata

uang negara lainnya, juga merupakan harga dari suatu aktiva atau harga

aset (asset price) (Krugman, 2005:40).

Dalam ilmu ekonomi nilai tukar mata uang suatu negara dapat

dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal

(Mankiw, 2006:242). Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan

seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara

12
lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata uang rupiah

yang di tukarkan ke dalam mata uang negara lain. Contohnya nilai tukar

rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, nilai tukar

rupiah terhadap Euro dan lain-lain. Sedangkan nilai tukar riil ialah nilai

yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa suatu negara

dengan barang dan jasa negara lain, nilai tukar riil menyatakan tingkat

dimana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang barang dari

suatu negara dengan barang barang dari negara lain.

Dalam pembayaran internasional diperlukan pertukaran mata uang,

pertukaran dari satu mata uang dengan mata uang lainnya merupakan

bagian dari proses valuta asing. Istilah valuta asing (valas) mengacu pada

mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank.

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing

yaitu jumlah mata uang suatu negara asing yang harus dibayarkan untuk

mendapatkan satu unit mata uang domestik. Karena nilai tukar

menyatakan nilai suatu mata uang terhadap mata uang lainya, bila satu

mata uang mengalami apresiasi, maka mata uang lain pasti mengalami

depresiasi. (Richard, 1997:88).

Terdepresiasinya nilai tukar rupiah berarti nilai rupiah yang harus

ditukarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing (dollar AS) akan

menjadi lebih banyak, misal dari Rp.8000/dollar AS menjadi

Rp.9000/dollar AS). Sedangkan apresiasi adalah nilai rupiah yang harus

ditukarkan untuk mendapat satu unit mata uang asing akan menjadi lebih

13
sedikit, misalnya Rp.9000/dollar AS menjadi Rp.8000/dollar AS

(Richard,1997:189).

Nilai tukar mata uang erat kaitannya dengan dengan konsep

konvertibilitas (convertible currency). Mata uang konvertibel (convertible

currency) adalah mata uang yang bisa digunakan secara bebas dalam

berbagai transaksi internasional oleh penduduk dan negara dimana pun

(Krugman, 2005:292). Konsep ini menekankan pada pentingnya

penggunaan mata uang yang dapat dengan mudah ditukarkan dengan mata

uang negara lain. Tidak adanya konvertibel mata uang akan sangat

menyulitkan bagi transaksi atau perdagangan internasional.

2. Perubahan Nilai Tukar

Perubahan nilai tukar di pengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi secara

sederhana hal yang paling fundamental mempengaruhi perubahan nilai

tukar ialah permintaan dan penawaran di pasar valuta asing

(Richard,1997:205). Kenaikan permintaan rupiah atau penurunan

penawaran rupiah akan menyebabkan terapresiasinya rupiah, sedangkan

penurunan permintaan rupiah dan kenaikan penawaran rupiah

menyebabkan rupiah terdepresiasi. Pergeseran permintaan dan penawaran

pada nilai ttukar tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor, baik yang

bersifat sementara maupun yang bersifat persisten. Faktor tersebut antara

lain (Richard,1997:205) :

14
a. Kenaikan Harga Domestik Produk Ekspor

Kenaikan harga tersebut akan mendorong kenaikan atau

penurunan nilai tukar, karena keduanya bergantung pada elastisitas

permintaan produk dalam negeri. Apabila bersifat elastis, yang

disebabkan keseragaman produk dari negara lain, keniakan harga

domestik menyebabkan permintaan akan produk tersebut menurun.

Hal ini menyebabkan permintaan mata uang dalam negeri akan

menurun sehingga mendorong nilai tukar rupiah terdepresiasi dengan

mata uang negara lain.

Sedangkan jika permintaan bersifat inelastis yang disebabkan

keunikan produk dalam negeri dibandingkan produk negara lain

menyebabkan permintaan akan mata uang domestik (rupiah) akan

meningkat sehingga kurs rupiah akan mengalami apresiasi.

b. Kenaikan Harga Luar Negeri Produk Impor

Sama hal nya dengan kenaikan harga produk ekspor dalam

negeri, kenaikan harga luar negeri juga bergantung pada elastisitas

permintaan produk impor. Jika permintaan akan barang impor bersifat

elastis karena kemudahan substitusi produk dengan produk negara lain

atau produk dalam negeri sendiri. Hal ini menyebabkan permintaan

mata uang dalam negeri akan meningkat, sehingga akan mengalami

apresiasi.

Sedangkan jika permintaan akan produk impor bersifat inelastis,

hal ini menyebabkan permintaan akan mata uang dalam negeri

15
menurun, sehingga akan menyebabkan mata uang dalam negeri

terdepresiasi.

c. Perubahan Tingkat Harga Keseluruhan

Perubahan harga terjadi tidak hanya dari produk ekspor atau

impor tetapi dari seluruh harga barang pada suatu negara, hal ini

menyebabkan inflasi. Jika terjadi perubahan tingkat harga pada suatu

negara, maka inflasi akan mendorong harga barang-barang di negara

tersebut menjadi lebih mahal di bandingkan harga barang di negara

lain. Hal ini menyebabkan harga akan barang-barang dalam negeri

akan melonjak naik, sedangkan harga barang-barang luar negeri yang

masuk ke pasar domestik akan lebih murah dan menjadi pilihan

menarik bagi para konsumen. Hal ini menyebabkan tingkat penurunan

permintaan mata uang domestik dan kenaikan permintaan akan mata

uang asing sehingga nilai tukar mata uang domestik akan melemah

atau terdepresiasi.

d. Arus Modal

Peningkatan arus modal dapat dapat mempengaruhi nilai tukar,

karena arus dana investasi mengakibatkan apresiasi nilai mata uang

negara pengimpor modal dan mengakibatkan depresiasi nilai mata

uang negara pengekspor modal.

Hal diatas berlaku baik dalam modal jangka pendek maupun

jangka panjang, dan didorong oleh motif investor itu sendiri. Pada arus

modal jangka pendek motif investor biasanya di pengaruhi oleh tingkat

16
suku bunga dan spekulasi tentang nilai tukar mata uang suatu negara.

Sedangkan untuk arus modal jangka panjang motif investor lebih

dipengaruhi oleh harapan jangka panjang mengenai peluang

keuntungan disuatu negara serta nilai jangka panjang mata uangnya.

e. Perubahan Perubahan Struktural

Perubahan struktural sendiri merupakan perubahan pada struktur

biaya, penemuan produk baru, atau hal lain yang dapat mempengaruhi

keunggulan komparatif dari suatu negara.

3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang

Sistem nilai tukar dapat diartikan sebagai suatu kebijakan, institusi,

praktek, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkatan nilai suatu

mata uang saat ditukar dengan negara lain.

Terdapat beberapa sistem nilai tukar mata uang yang berlaku di

perekonomian internasional, yaitu (Kuncoro,1996:23):

a. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate).

Sistem ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa

adanya upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Didalam sistem nilai

tukar ini terdapat dua macam sistem nilai tukar mengambang, yaitu :

1) Mengambang bebas (murni)

Yaitu nilai tukar mata uang ditentukan sepenuhnya oleh

mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini

sering disebut (clean floating exchange rate), pada sistem ini

17
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak

berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi nilai tukar.

Penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas dalam suatu

negara memiliki beberapa kelebihan diantarannya yaitu:

a) Terjadi koreksi otomatis terhadap ketimpangan neraca

pembayaran nasional sehingga seringkali disebut stabilisator

otomatis (automatic stabilizer).

b) Cadangan valuta asing disuatu negara relatif utuh, karena tidak

digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing

demi stabilitas kurs.

c) Relatif lebih memiliki daya lindung terhadap fluktuasi

perekonomian dunia. Negara yang menerapkan sistem ini

tidak akan terikat secara langsung terhadap suatu

kemungkinan munculnya gejolak inflasi dunia yang tinggi.

d) Pemerintah memiliki kebebasan yang besar dalam

menentukan kebijaksanaan ekonomi di dalam negerinya.

e) Kondisi asimetri dan ketidakadilan ala Bretton Wood dapat

dihilangkan.

2) Mengambang terkendali

Sistem ini disebut juga managed or dirty floating exchange

rate,yaitu saat otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan

nilai tukar pada tingkat tertentu. Maka cadangan devisa biasanya

18
dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual

valas untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar.

b. Sistem nilai tukar tertambat (pegged exchange rate).

Pada sistem ini, suatu negara mengkaitkan sistem mata uang negaranya

dengan suatu mata uang negara lain, atau sekelompok mata uang, yang

bisanya merupakan mata uang negara mitra dagang yang utama.

Manambatkan ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut

mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi pada kenyataan

yang sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami

fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain yaitu

mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

c. Sistem nilai tukar tertambat merangkak (crawling pegs).

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam

nilai mata uangnya secara periodik, dengan tujuan untuk bergerak

menuju nilai tertentu pada rentan waktu tertentu. Keuntungan utama

sistem ini adalah, suatu negara dapat mengatur penyesuaian nilai

tukarnya dalam periode yang lebih lama dibandingkan sistem nilai

tukar tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-

kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang

tiba-tiba dan tajam.

d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai

matau uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang

19
yang dimasukkan dalam keranjang umunya ditentukan oleh

perananya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang

yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya

terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara

dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang

berbeda.

e. Sistem nilai tukar tetap (fixed echange rate).

Pada sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu nilai tukar mata

uang tertentu atas nama uangnya. Kemudian menjaga nilai tukar ini

dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah

tidak terbatas pada nilai tukar tersebut. Nilai tukar biasanya tetap atau

diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

4. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah perekonomian indonesia telah beberapa

kali melakukan perubahan pada sistem kebijakan nilai tukar. Sebelum

diberlakukan Undang-Undang No.23 tahun 1999 dan diperbaharui dengan

Undang-Undang No.3 tahun 2000. Tujuan kebijakan nilai tukar hanya

ditekan pada keseimbangan neraca pembayaran, sedangkan sejak

diberlakukanya undang-undang tersebut, tujuan kebijakan nilai tukar lebih

ditekankan efektifitas kebijakan moneter. Dengan tercapainya tujuan akhir

kebijakan moneter maka akan mendukung keseimbangan neraca

pembayaran dan perekonomian nasional.

20
Beberapa sistem kebijakan nilai tukar yang pernah diambil indonesia

diantara lain ialah:

a. Sistem Nilai Kurs Tetap (Agustus 1971 - November 1978).

Sistem ini terjadi pada tahun 1971 sampai 15 November 1978, Sistem

ini dalam jangka pendek dapat menunjang stabilitas nilai tukar dan

sejalan dengan strategi inward looking yang mewarnai kebijaksanaan

ekonomi pada periode tersebut. sistem nilai tukar tersebut telah

menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami over-valued yang menjadi

salah satu sebab menurunnya daya saing produk dalam negeri. Untuk

menjaga keseimbangan nilai tukar dan mendorong ekspor nonmigas,

pada November 1978 dilakukan devaluasi rupiah terhadap dolar

Amerika Serikat sebesar 30,9 persen, dimana nilai rupiah terhadap

dollar adalah tetap yaitu Rp 415 per dollar AS (Deliarnov, 2006:186).

b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (November 1978

Juli 1997).

Laju Inflasi yang cendrung lebih besar dibandingkan negara-

negara mitra dagang utama pada tahun 1970-an mengakibatkan nilai

tukar rupiah over-valued. Nilai tukar yang over-valued dapat

mengganggu ekspor karena harga barang-barang ekspor relatif lebih

mahal dibandingkan negara pesaing. Untuk mengatasi permasalahan

tersebut, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 33,6%

dari Rp.415 per dollar AS menjadi Rp.625 per dollar AS pada

21
November 1978. Sejalan dengan kebijakan devaluasi tersebut, sistem

nilai tukar juga diubah menjadi sistem nilai tukar mengambang

terkendali. Dalam sisitem ini, nilai tukar rupiah diambangkan dengan

sekeranjangmata uang mitra dagang utama. Secara harian ditetapkan

ditetapkan kurs indikasi dan di biarkan bergerak pada kisaran kurs

tertentu. Pemerintah akan melakukan intervensi apabila nilai tukar

bergerak melebihi batas atas atau batas bawah yang di tetapkan

(Simorangkir, 2004:43).

c. Sistem Nilai Tukar Mengambang bebas (14 Agustus 1997

sekarang).

Krisis ekonomi yang dialami oleh Thailand pada pertengahan

tahun 1997, telah menyebar secara cepet ke negara-negara Asia

lainnya. Untuk mencegah terjadinya penularan dari krisis nilai tukar

negara tetangga tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai

kebijakan untuk dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Kebijakan

tersebut antara lain kebijakan pelebaran rentan intervensi (spread) dan

intervensi pasar valuta asing. Selain itu, Bank Indonesia juga

melakukan kebijakan moneter yang ketat dan intervensi di pasar valuta

asing untuk meredam melemahnya nilai tukar rupiah. Tetapi berbagai

kebiajakan tersebut ternyata tidak mampu meredam depresiasi nilai

tukar rupiah. Sehingga pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah

mengambil kebijakan mengambangkan nilai tukar rupiah dengan

22
menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (Simorangkir,

2004:45).

5. Teori Nilai Tukar

a. Paritas Daya Beli (Purchasing-Power Parity)

Teori ini lahir dari tulisan tulisan para ekonom inggris pada

abad ke-19, antara lain ialah David Ricardo (penemu teori

keuntungan komparatif) dan Gustav Cassel, seorang ekonom asal

Swedia yang aktif diawal abad ke-20, dan aktif dalam

mempopulerkan PPP dengan menjadikannya sebagai intisari dari

suatu teori ekonomi.

Pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pergerakan nilai

tukar antara mata uang dua negara yang bersumber dari tingkat harga

setiap negara. (Krugman, 2005 :117)

Dalam teori ini dijelaskan bahwa nilai rata-rata jangka panjang

nilai tukar antara dua mata uang bergantung pada daya beli relatif

mereka. Jadi suatu mata uang akan memiliki nilai daya beli yang

sama bila ia dibelanjakan dinegerinya sendiri dan saat dibelanjakan di

negara lain setelah mata uang tersebut di konversi.

Jika suatu mata uang memiliki nilai daya beli yang lebih tinggi di

negerinya sendiri, disebut undervalued sehingga ada dorongan untuk

menjual mata uang asing dan membeli mata uang domestik ini

dilakukan untuk mendapatkan daya beli yang lebih tnggi di pasar

23
domestik. Hal ini mendorong menguatnya nilai mata uang domestik

atau mata uang domestik terapresiasi. Tetapi jika mata uang memiliki

nilai daya beli yang lebih rendah di negerinya sendiri, ini disebut

overvalued. Ini menimbulkan keinginan untuk menjual mata uang

domestik dan membeli mata uang asing, jika hal ini terjadi maka mata

uang domesti akan terdepresiasi (Richard, 1997: 209).

b. Teori Pendekatan Aset Terhadap Kurs

Dalam teori ini kurs adalah harga relatif dari dua aset yaitu harga

uang domestik dan luar negeri. Kurs memungkinkan seseorang

membandingkan harga uang domestik dan luar negeri dengan cara

memperhitungkan keduanya dalam satuan (mata uang) yang sama.

Nilai sekarang dari suatu aset tergantung pada apakah aset tersebut

lebih bernilai dimasa depan atau tidak.

Seseorang memiliki banyak pilihan dalam menyimpan berbagai

kekayaannya dalam berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menimbun

kekayaan atau menabung dalam artian mengalihkan daya beli

sekarang ke masa mendatang.

Ini berarti kurs saat ini bergantung dengan kurs dimasa depan

yang diharapkan. Sebaliknya kurs dimasa depan bergantung pada apa

yang diharapkan terjadi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan terhadap aset lain. Nilai suatu aset di masa depan

selanjutnya di pengaruhi lagi beberapa faktor, diantaranya yaitu suku

24
bunga yang ditawarkan dan peluang perubahan selisih kurs mata uang

(depresiasi atau apresiasi) yang diminati terhadap mata uang negara

lain (Krugman, 2005:41).

B. Inflasi

1. Pengertian Inflasi

Inflasi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi disetiap negara.

Inflasi berperan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada

dalam suatu negara. Hal ini terjadi saat kenaikan harga atau inflasi tetapi

tidak diiringi kenaikan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan riil

mereka menurun. Setiap negara selalu berupaya dengan berbagai

kebijakan yang dikeluarkannya, agar inflasi yang terjadi di negara berada

pada batas normal yang telah ditetapkan. Inflasi yang selalu berfluktuasi

menyebabkan ketidakpastian bagi kesejahteraan masyarakat dan

menurunkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa (Mankiw,

2006:216). Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan atas

seluruh tingkat harga barang dan jasa.

Menurut Pratama Rahardja (2008:359) inflasi adalah kenaikan harga

barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Maka dapat

disimpulkan ada tiga komponen yang harus di penuhi agar dapat dikatakan

telah terjadi inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan berlangsung

terus menerus.

25
2. Penggolongan Inflasi

a. Berdasarkan asalnya

Berdasarkan asalnya inflasi dapat digolongkan menjadi dua

(Boediono,1989:158), yaitu

1) Inflasi berasal dari dalam negeri

Inflasi ini disebabkan karena terjadinya defisit anggaran yang

hadapai oleh pemerintah, cara yang dilakukan untuk mengatasi

defisit anggaran ini ialah dengan mencetak uang baru. Hal ini

menyebabkan harga barang-barang dipasar menjadi mahal karena

uang yang ada di masyarakat semakin banyak.

2) Inflasi berasal dari luar negeri

Inflasi ini terjadi sebagai akibat naiknya harga barang-barang impor.

Hal ini dapat terjadi jika biaya produksi barang di luar negeri

mengalami kenaikan atau terdapat kenaikan tarif impor barang.

b. Berdasarkan Keparahannya

Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dapat digolongkan

menjadi beberapa golongan (Boediono, 1989:158), diantaranya yaitu :

1) Inflasi ringan (kurang dari 10%/tahun)

2) Inflasi sedang (antara 10% sampai 30%/tahun)

3) Inflasi berat (anatar 30% samapi 100%/tahun)

4) Hiperinflasi (lebih dari 100%/tahun)

26
c. Inflasi Berdasarkan Cakupan Harga

Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh inflasi terhadap harga,

maka inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Inflasi tertutup (closed inflation)

Jika inflasi atau kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan

satu arah atau dua arah tertentu saja.

2) Inflasi terbuka (Open Inflation)

Jika kenaikan harga terjadi pada seluruh barang secara umum.

3) Inflasi yang tidak terkendali (hiperinflasi)

Jika kenaikan harga yang terjadi sangat tinggi karena kenaikan harga

terus berubah dan meningkat setiap saat sehingga orang tidak dapat

menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang yang terus merosot.

3. Penyebab Inflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu inflasi tarikan permintaan

dan desakan biaya produksi :

a. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation)

Inflasi ini terjadi karena tingkat permintaan agregat yang terlalu

berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga.

Bertambahnya permintaan pada barang dan jasa mengakibatkan

bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi.

Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian

menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Pada gambar diatas

27
menunjukkan tekanan permintaan digambarkan dengan AD0 dan AD1

tekanan permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah,

tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya harga umum. Dalam

inflasi tidak berarti penawaran (AS) tidak bertambah. Karena

walaupun terjadi peningkatan dalam penawaran, jumlanya lebih kecil

dibandingkan permintaan (Raharja,2008:265).

Gambar 2.1
Demand Pull Inflation

28
b. Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Gambar 2.2
Cost-Push Inflation

Inflasi ini terjadi karena kenaikan biaya produksi sehingga harga

produk-produk yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya

produksi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kenaikan harga bahan

baku dan kenaikan upah / gaji sehingga menyebabkan kenaikan

produksi barang-barang ouput sektor industri menjadi lebih mahal,

sehingga mengurangi tingkat penwaran. Jika yang berkurang adalah

penawaran agregat, inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga

jumlah output (PDB) menjadi lebih kecil (Y2<Y1) (Raharja,2008:265).

29
4. Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk

mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Raharja, 2008:367),

diantaranya adalah :

a. Indeks Harga Konsumen (Consumer price indeks).

Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang

menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli

konsumen dalam satu periode tertentu. Nilai IHK diperoleh dengan

menghitung harga berbagai komoditas yang dikonsumsi masyarakat

dalam satu periode tertentu.

Di Indonesia, perhitungan IHK dilakukan dengan

mempertimbangan beberapa ratus komoditas bahan pokok. Untuk

lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka perhitungan IHK

dilakukan dengan melihat perkembangan regional, yaitu dengan

mempertimbangkan tingkat inflasi di kota-kota besar, terutama ibukota

propinsi-propinsi di Indonesia.

Rumus perhitungan inflasi IHK ialah

IHK t IHK t1
Inflasi = X 100%
IHK 1

30
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

IHPB melihat inflasi dari sisi yang berbeda jika dibandingkan

dengan IHK, yaitu dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering

disebut indeks harga produsen (producer price indeks).

Rumus IHPB dalam menhitung inflasi ialah

IHBP IHPBt1
Inflasi = X 100%
IHPB1

c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

GDP adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang

diproduksi dalam perekonomian dalam kurun waktu tertentu (Mankiw,

2003:16). Sedangkan GDP deflator adalah rasio GDP nominal atas

GDP riil, yaitu ukuran dari keseluruahn tingkat harga yang akan

menunjukkan biaya sekumpulan barang yang baru diproduksi relatif

terhadap biaya kumpulan barang itu pada tahun dasar.

Rumus GDP deflator ialah

GDP Nominal
GDP defaltor =
GDP Riil

Sedangkan rumus untuk menghitung inflasi dengan menggunakan

GDP deflator ialah

IHIt IHIt1
Inflasi = X 100%
IHI1

31
C. Investasi

1. Pengertian investasi

Kata Investasi diambil dari bahasa latin investire, berarti membajui,

yang merupakan bayangan yang sesuai mengenai bagaimana investasi

bisnis berlangsung. Investasi memungkinkan suatu perusahaan, suatu

perekonomian nasional atau suatu wilayah, untuk memperoleh aset (nyata)

yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa (Curry,2001:58).

Investasi sering juga disebut sebagai penanaman modal atau

pembentukan modal dan merupakan komponen kedua yang menentukan

tingkat pengeluaran agregat. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran

penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal

dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam

perekonomian (Sadono, 2003:121).

Investasi adalah pembelian (dan berarti produksi) dari kapital modal

barang barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi

yang akan datang (barang produksi). Investasi juga merupakan suatu

komponen dari PDB (http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi).

Investasi juga dapat di katakan sebagai suatu bentuk pembiayaan

pembangunan yang merupakan langkah awal dalam kegiatan produksi.

Kegiatan produksi yang produktif tersebut dapat memacu pertumbuhan

ekonomi dan dengan posisi semacam ini maka hakikatnya investasi juga

merupakan langkah awal dari kegiatan pembangunan ekonomi.

32
Investasi ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya (Sadono,

2003,:122) ialah

a. Tingkat keuntungan yang diramalkan dan di peroleh.

b. Suku bunga dan tingkat pengembalian modal atau prospek keuntungan.

c. Ramalan keadaan ekonomi di masa depan.

d. Kemajuan teknologi.

e. Tingkat pendapatan nasional, dan

f. Keuntungan perusahaan.

2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat

Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimilki oleh

Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di

Indonesia, yang disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang

modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No.1

Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengatur

mengenai pengertian Modal Asing.

Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Pengunaan kekayaan seperti

diatas, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan

usaha menurut atau berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal.

Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri, dapat secara perorangan

atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang

berlaku di Indonesia. Untuk membedakan antara perusahaan asing dengan

33
perusahaan nasional, maka hal tersebut dapat dilihat dar kepemilikan

modalnya. Perusahaan Nasional adalah perusahaan yang sekurang-

kurangnya 51 persen dari modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya

dimiliki oleh negara atau swasta nasional. Jika dalam bentuk Perseroan

Terbatas (PT), maka sekurang-kuranggnya persentase 51 persen dari

jumlah saham harus saham atas nama. Berdasarkan ketentuan yang

berlaku, persentase itu harus selalu ditingkatkan menjadi sebesar 75

persen. Sedangkan perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan adalah

termasuk perusahaan asing.

Pengembangan investasi-investasi daerah dalam memacu

pertumbuhan PMDN, sangat penting untuk di tingkatkan. Sebab PMDN

merupakan bentuk arus modal yang berasal dari dalam negeri sehingga

dengan meningkatnya PMDN di harapkan investor-investor dalam negeri

dapat bersaing dengan investor asing.

3. Penanaman Modal Asing (PMA)

Investasi asing merupakan suatu kegiatan untuk merubah sumber

daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya potensial

tersebuat ialah sumber daya yang di miliki oleh suatu negara untuk di

manfaatkan guna mengingkatkan kesejahteraan masyarakat. Penanaman

modal asing ialah aliran modal yang berasal dari luar negeri yang mengalir

ke sektor swasta baik yang melalui investasi langsung (Direct Investment)

maupun investasi tidak langsung (Portofolio) (Suryatno, 2003:72).

34
Investasi langsung ialah investasi yang melibatkan pihak investor secara

langsung dalam menjalankan usahanya, sehingga pihak investor asing ikut

ambil bagian dalam usaha menetapkan tujuan dan kebijakan perusahaan.

Sedangkan investasi tidak langsung ialah investasi keuangan yang

dilakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan

harapan mendapat manfaat dari investasi tersebut. Contoh dari bentuk

investasi ini adalah pembelian obligasi.

Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing secara

langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1

tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia,

dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari

penanam modal tersebut (Widjaya, 2000:25).

Pengertian modal asing sendiri dapat diartikan menjadi beberapa,

diantaranya yaitu :

a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari

kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah

digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

b. Alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik

orang asing, dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar ke dalam

wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak di biayai dari

kekayaan devisa Indonesia.

35
c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang No.1

Tahun 1967 diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk

membiayai perusahaan di Indonesia.

Investasi asing langsung sangat penting peranannya bagi

perekonomian Indonesia. Selain sebagai salah satu sumber untuk

peningkatan devisa negara, investasi asing langsung juga berfungsi sebagai

transfer teknologi, keterampilan manajemen dan lapangan kerja baru.

Investasi asing langsung juga memberikan beberapa kelebihan, antara lain

ialah investasi asing lebih memberikan rasa aman bagi negera yang

menjadi tuan rumah dari resiko-resiko yang terjadi akibat perkembangan

perekonomian kotemporer yang seringkali dramatis, terutama akibat

perubahan apresiasi mata uang.

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat membutuhkan

peranan penting dari arus modal asing, baik yang berbentuk pinjaman,

bantuan, dan investasi. Hal ini disebabkan karena sumber dana yang

tersedia dalam negeri sangat terbatas, sehingga peranan asing diperlukan.

Selain untuk meningkatan sumber dana, kegiatan investasi asing juga akan

membawa pengaruh positif di berbagai sektor. Pada sektor moneter

dengan meningkatnya invetasi maka akan mendorong peningkatan

cadangan devisa negara, dengan cadangan devisa yang cukup maka nilai

kurs rupiah akan dapat dijaga pada posisi yang stabil. Sedangkan pada

sektor makroekonomi kegiatan investasi akan mendorong kegiatan ekspor,

36
menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan akan

mendorong pada peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

D. Krisis Ekonomi

Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang cukup hebat sekitar

tahun 1997-1998. Krisis finansial yang pertama terjadi di thailand pada bulan

juli tahun 1997, yang menyebabkan nilai mata uang, harga saham dan asset

beberapa negara merosot tajam. Terdepresiasi mata uang bath Tahiland,

sebagi awal dari krisis asia yang menyebabkan kepanikan regional.

Krisis ekonomi yang semula hanya melanda negara Thailand kemudian

menyebar ke negara-negara lain di Asia, seperti Filipina, Malaysia dan juga

Indonesia. Saat krisis ekonomi melanda indonesia tingkat inflasi meningkat

tajam. Tingkat inflasi yang tinggi disebabkan karena ketidakstabilan harga,

berpengaruh pada berkurangnya daya beli masyarakat. Sehingga saat inflasi

tinggi jumlah uang yang beredar akan meningkat, hal ini berdampak pada

terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah yang

berfluktuasi dari tahun-ketahun, pada masa sebelum krisis ekonomi pada

tahun 1988-1996 nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp.1.685 Rp.2.383

per dollar AS. Tetapi ketika krisis ekonomi nilai tukar rupiah mengalami

depresiasi yang sangat tajam hingga pada akhir tahun 1997 mencapai

Rp.4.4650 per dollar AS. Bahkan pada bulan juni 1998 nilai tukar rupiah

terhadap dollar pernah mencapai Rp. 14.900 per dollar AS.

37
Krisis ekonomi tersebut juga berdampak luas pada seluruh sektor

ekonomi di Indonesia, diantaranya ialah penurunan permintaan terhadap

tenaga kerja khususnya pada sektor konstruksi dan manufaktur. Pemutusan

hubungan kerja oleh banyak perusahaan, sehingga meningkatkan tingkat

pengangguran. Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk mengatasi tekanan

spekulasi atas mata uang rupiah dengan memperlebar ambang batas intervensi

(band intervention) dari 7 persen menjadi 13 persen pada juli 1997. Dan

akhirnya, pemerintah Indonesia mengumumkan penggunaan sistem nilai tukar

mengambang bebas pada agustus 1997. Kebijakan tersebut ditunjang dengan

berbagai kebijakan lain. pengetatan uang beredar, dan menurunkan tarif

impor, tetapi kebijakan tersebut dianggap masih belum untuk mengendalikan

krisis ekonomi yang melanda indonesia. Untuk menanggulangi hal ini

pemerintah indonesia bekerja sama dengan IMF, dan berupaya mengeluarkan

berbagai solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda indonesia ini.

E. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu akan di uraikan secara ringkas, meskipun

terdapat kemiripan dalam ruang lingkup penelitian tetapi terdapat perbedaan

dengan penelitian ini, baik dalam obyek atau periode waktu yang digunakan.

Sehingga penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk

saling melengkapi. Pada tabel 2.1 di bawah ini memaparkan beberapa

penelitian terdahulu tersebut :

38
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya

No Peneliti, Judul Penelitian Variabel Alat Hasil


Tahun Analisis
1. Triyono, Analisis Kurs Niali tukar, Error Jangka Pendek :
2008 Rupiah terhadap Inflasi Corection - JUB dan SBI
Dollar Amerika JUB,Suku Model sinifikan
bunga, impor (ECM). positif.
- Inflasi dan
Impor tidak
signifikan.
Jangka Pnajang:
Seluruh variabel
berpengaruh
positif terhadap
nilai tukar,
kecuali JUB
berpengaruh
negatif.

2. TriWibo Faktor Faktor Selisih PDB, Analisis Variabel penelitian


wo dan Yang selih inflasi, residual ini belum
Hidayat Mempengaruhi selisih dengan menunjukkan
Amir, Nilai Tukar tingkat bunga metode pengaruh yang
2005. Rupiah. antara Root Mean signifikan terhadap
(Januari 2000- Indonesia Square nilai tukar
Juni2005). dan Amerika Error rupiah/dollar.
dan nilai (RMSE).
tukar

39
upiah/dollar
1 bulan
sebelumnya.
3. Latif Hubungan Kurs, SBI, Model Berpengaruh
Kharie, Kausal Dinamis JUB, Output vector Signifikan dan
2006 Antara Variabel- Riil, IHK Error Positif
Variabel Corection terhadap Kurs
Moneter Utama (VEC). adalah JUB
dan Output : dan IHK
Kasus Indonesia
Di Bawah Sistem Berpengaruh
Nilai Tukar Signifikan dan
Mengam dan Negatif adalah
Mengambang SBI.
dan
Mengambang
Terkendali.
(Oktober 2004-
Desember 2006)
4. Indra Pengaruh Faktor Perbedaan Error Jangka Pendek :
Suhendra, Fundamental, tingkat Corection Hanya variabel
2003. Faktor resiko dan bunga, Model tingkat harga
Ekspektasi Nilai Tingkat (ECM). yang
Tukar terhadap Harga, GDP berpengaruh
Nilai Tukar riil, positif.
Rupiah penawaran Jangka Panjang:
(Terhadap uang, tingkat harga,
Dollar) Pasca cadangan GDP riil,
Penerapan Kurs devisa, penawaran
Mengambang investasi uang, cadangan

40
Bebas Pada asing devisa, investasi
Tanggal 14 langsung, asing langsung,
Agustus 1997. investasi pertumbuhahn
(September asing tidak utang luar
2007-Desember langsung, negeri,
2001) utang luar pembayaran
negeri, uatang swasta,
uatang ekspor dan
swasta, impor
ekspor, berpengaruh
impor, indeks positif terhadap
resiko nilai tukar
negara, nilai rupiah.
tukar dimassa
depan.

5. Noer Hubungan antara Nilai tukar, Data Panel Pengaruh antara


Azam Inflasi da nilai inflasi, ouput inflasi terhadap
Achsani, tukar, study gap, Dummy perubahan nilai
Arie kasus crisis. tukar lebih kuat
Jayanthy, membandingkan terdapat di Asia
dan Piter antara Asean +3, dibandingkan EU
Abdullah, EU dan Amerika dan Amerika
2010 Utara (1991- Utara.
2005)
6. Hafeez- Pengaruh Arus Index Normalized Produksi, FDI dan
ur- Masuk produksi cointegrati pekerja
Rehman, Penanaman industrial, ng equation berpengaruh
Atif Ali Modal Asing export, aliran positif terhadap
Jaffri dan Terhadap masuk FDI, nilai tukar,

41
Imtiaz Keseimbangan pekerja, nilai sedangkan export
Ahmed, Nilai Tukar Di tukar. berpengaruh
2010 Pakistan. negatif
(Juli 2007-Maret
2009)
7. Cristoper Inflsi dan nilai GDP, Inflasi, Panel Terdapat hubungan
P.Ball, tukar pada jumlah uang Vector antara inflasi dan
Martha perekonomian beredar, nilai Autoregresi jumlah uang
Cruz- terbuka kecil. tukar. ve beredar terhadap
Zuniga, (Amerika Latin). approach nilai tukar.
Claude
Lopez,
Javier
Reyes,
2010

Triyono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Kurs

Rupiah terhadap Dollar Amerika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana pengaruh variabel inflasi, jumlah uang beredar, tingkat

suku bunga, dan nilai impor terhadap kurs rupiah/dollar AS. Penelitian ini

menggunakan metode Error Corection Model (ECM). Hasil dari penelitian ini

adalah variabel yang berpengaruh dengan analisis jangka pendek adalah JUB

dan SBI sedangkan inflasi dan impor tidak berpengaruh. Dalam analisis

jangka panjang seluruh variabel independen berpengaruh secara positif

terhadap kurs, kecuali untuk variabel JUB yang secara signifikan berpengaruh

negatif

42
Tri & Hidayat (2005), dengan penelitiannya yang berjudul Faktor

Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah, kurun waktu yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Januari 2000 sampai dengan Juni 2005,

sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar

Rp/US$, Wholesale Price Index (WPI) Indonesia dan USA, jumlah uang

beredar, PDB riil, tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan. Penelitian ini

berfokus pada identifikasi variabel-variabel penentu nilai tukar rupiah dan

pemilihan model terbaik untuk untuk perkiraan nilai tukar rupiah di masa yang

akan datang. Hasil dari penelitian ini adalah variabel yang berpengaruh

terhadap nilai tukar Rp/dollar adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan

Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga

Indonesia dan Amerika dan nilai tukar rupiah terhadap dollar satu bulan

sebelumnya (lag-1). Sedangkan selisih jumlah uang beredar Indonesia dan

Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar.

Latif Kharie (2006), dengan penelitiaanya yang berjudul Hubungan

Kausal Dinamis Antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output : Kasus

Indonesia Di Bawah Sistem Nilai Tukar Mengam dan Mengambang dan

Mengambang Terkendali. kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dari Oktober 2004 sampai dengan Desember 2006. Sedangkan variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kurs, SBI, JUB, Output Riil, IHK.

Hasil dari penelitian ini adalah variabel JUB dan IHK berpengaruh positif

dan sifgnifikan terhadap Kurs, sedangkan variabel SBI berpengaruh negatif

terhadap Kurs.

43
Indra Suhendra (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh

Faktor Fundamental, Faktor resiko dan Ekspektasi Nilai Tukar terhadap Nilai

Tukar Rupiah (Terhadap Dolar) Pasca Penerapan Kurs Mengambang Bebas

Pada Tanggal 14 Agustus 1997. Penelitian ini dilakukan pada periode

seprtember 1997 sampai dengan Desember 2001), dengan variabel penelitian

yaitu nilai tukar sebagai variabel independen dan variabel dependen terbagi

dua yaitu variabel dependen sebagai faktor fundamental ialah perbedaan

tingkat bunga kedua negara, Tingkat harga relatif, GDP riil, penawaran uang,

cadangan devisa, Investasi asing langsung, investasi asing tidak langsung,

pertumbuhan utang luar negeri, pembayaran uatng swasta, total nilai ekspor

dan total nili impor. Sedangkan vriabel depdende sebagai faktor resiko dan

ekspektasi ialah indeks resiko negara dan Nilai tukar rupiah terhadap dolar

dimasa depan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah

dengan menggunakan metode error corection model (ECM). Hasil penelitian

ini adalah tingkat harga, GDP riil, penawaran uang, cadangan devisa, investasi

asing langsung, pertumbuhahn utang luar negeri, pembayaran uatang swasta,

ekspor dan impor berpengaruh positif terhadap nilai tukar dalam jangka

panjang, sedangkan untuk variabel yang berpengaruh positif dalam jangka

pendek adalah tingkat harga.

Noer dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara

inflasi dan nilai tukar : study antara ASEAN + 3 negara, eropa dan Amerika

Utara. Metode analisis yang digunakan adalah Grange-causality test. Hasil

penelitian ini menunjukkan hubungan yang kuat antara inflasi dan nilai tukar

44
di di beberapa negara. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nilai tukar, pengeluaran pemerintah, inflasi luar negeri, perubahan mata uang

domestik, dan inflasi domestik.

Hafeez dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Arus

Masuk Penanaman Modal Asing Terhadap Keseimbangan Nilai Tukar Di

Pakistan. Periode penelitiannya adalah dari Juli 1993 sampai dengan Maret

2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kurs dengan

Index produksi industrial, export, aliran masuk FDI, pekerja, nilai tukar. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan Produksi, FDI dan pekerja berpengaruh

positif terhadap nilai tukar, sedangkan export berpengaruh negatif.

Chriztoper dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Inflsi dan

nilai tukar pada perekonomian terbuka kecil di Amerika Latin. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independen

berpengaruh terhadap nilai tukar.

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang

tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran

dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari

serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid, 2009:26).

Penelitian ini menganalisis pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap

nilai tukar rupiah di Indonesia. Variabel bebas yang terdiri dari Inflasi,

45
kemudian investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri dan

Penanaman Modal Asing. berpengaruh terhadap Nilai Tukar Rupiah sebagai

variabel terikatnya. Kenaikan harga barang merupakan penyebab terjadinya

inflasi. Menurut teori kuantitas paritas daya beli, naiknya harga barang

menyebabkan kurs terdepresiasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya barang

dan jasa yang dapat dibeli dan menyebabkan berkurangnya mata uang lain

yang dapat diperoleh.

Di sisi lain, investasi juga berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar.

Meningkatnya investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar

negeri akan mendorong terapresiasinya nilai tukar. Hal ini karena kenaikan

investasi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara

sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, diharapkan pergerakan

nilai tukar rupiah juga dalam keadaan yang stabil. Selain itu masuk nya modal

asing juga akan berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran nilai tukar

domestik dengan nilai tukar asing. Masuknya investasi asing menyebabkan

permintaan terhadap mata uang dalam negeri meningkat sehingga nilai tukar

mata uang domestik akan terapresiasi.

Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

46
Pengaruh Inflasi dan Investasi Terhadap

Nilai Tukar Rupiah di Indonesia

Latar Belakan

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lain. Kurs menjadi
perhatian penting dalam perekonomian suatu negara, karena melemah dan
menguatnya kurs akan berdampak pada variabel makro ekonomi lainnya.

Perumusan Masalah Tujuan

1.Menentukan seberapa besar pengaruh 1. Mengetahui bagaimana pengaruh


Inflasi terhadap kurs. inflasi dan investasi secara individu
2.Menentukan seberapa besar pengaruh terhadap nilai tukar rupiah.
Investasi (PMDN dan PMA) terhadap 2. Mengetahui bagaimana pengaruh
kurs. inflasi dan investasi secara bersama-
3.Menentukan seberapa besar pengaruh sama terhadap nilai tukar rupiah.
Dummy Crisis terhadap kurs.

Variabel Independn : Variabel Dependen :

Inflasi Metode Analisis : Nilai Tukar Rupiah


Penanaman Modal Model Regresi Berganda (Kurs) terhadap
Dalam Negeri Dollar AS
(PMDN)
Hasil
Penanaman Modal
Asing (PMA)
Dummy Crisis Kesimpulan dan
(DM) Implikasi

Gambar 2.3
Kerangka Berpikir

47
G. Hipotesis

Beradasarkan uraian perumusan masalah diatas, maka penulis

mengajukan hipotesis untuk dilakukan pengujian ada tidaknya pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen. Dan hasil hipotesis

sementara dari penelitian ini ialah :

1. Inflasi diduga berpengaruh signifikan dan positf terhadap nilai tukar

rupiah. Kenaikan inflasi akan menyebabkan nilai tukar rupiah

terdepresiasi terhadap dollar di Indonesia.

H1:1 0 Artinya, Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

tukar rupiah.

H0:1 = 0 Artinya, Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai

tukar

2. PMDN diduga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar

rupiah. Kenaikan PMDN akan menyebabkan nilai tukar rupiah

terapresiasi terhadap dollar di Indonesia.

H1:2 0 Artinya, PMDN berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

tukar rupiah.

H0:2 = 0 Artinya, PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai

tukar

3. PMA diduga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar

rupiah. Kenaikan PMA akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi

terhadap dollar di Indonesia.

48
H1:3 0 Artinya, PMA berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

tukar rupiah.

H0:3 = 0 Artinya, PMA tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai

tukar

4. Krisis ekonomi diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai

tukar rupiah. Kenaikan krisis ekonomi akan menyebabkan nilai tukar

rupiah terapresiasi terhadap dollar AS di Indonesia.

H1:4 0 Artinya, krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan

terhadap nilai tukar rupiah.

H0:4 = 0 Artinya, krisis ekonomi tidak berpengaruh signifikan

terhadap nilai tukar

5. Inflasi, PMDN, PMA dan Krisis ekonomi diduga secara bersama-sama

berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah.

H1:4 0 Artinya, inflasi, PMDN, PMA. dan krisis ekonomi

berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah.

H0:4 = 0 Artinya, Inflasi, PMDN, PMA, dan krisis ekonomi tidak

berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar

49
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan data kuantitatif. Dimana

data kuantitatif adalah data yang bersifat numerik atau angka

(Lukman,2007:4). Penelitian ini menggunakan studi literature tentang

pengaruh inflasi, PMDN, PMA serta krisis ekonomi 1998 (dummy variabel)

terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS di Indonesia. Penelitian ini

menggunakan studi time series dari tahun 1983-2009. Serta pengolahan data

dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dan dan alat

pengolahan data menggunakan eviews 5.

B. Metode Pengumpulan Sampel

Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi

(Kuncoro,2003:104). Sedangkan sampling,adalah proses memilih sejumlah

elemen dari sebuah populasi yang mencukupi untuk mempelajari sampel dan

memahami karakteristik elemen populasi.

Sampel yang baik pada umumnya memiliki beberapa karakteristik.

Karakteristik tersebut ialah (Kuncoro, 2003:105) :

1. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan

yang berhubungan dengan besaran sampel untuk memperoleh jawaban

yang dikendaki.

50
2. Sampel yang baik menidentifikasikan setiap probabilitas dari setiap unit

analisis untuk menjadi sampel.

3. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung akurasi dan

pengaruh dalam pemilihan sampel dari pada harus melakukan sensus.

4. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung derajat

kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari

sampel statistika.

Proses pemilihan sampel merupakan suatu rangkaian kegiatan yang

berurutan. Adapun tahapan dalam penentuan sampel adalag sebagai berikut

(Kuncoro, 2003:108) :

1. Penentuan Populasi

2. Penentuan Unit Pemilihan Sampel

3. Penentuan Kerangka Pemilihan Sampel

4. Penentuan Desain sampel

5. Penentuan Jumlah Sampel

6. Pemilihan Sampel

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang

bersumber dari data-data statistik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI)

dan Badan Pusat Statistik (BPS).

51
D. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan metode OLS

(Ordinary Least Square), dengan rumussan model penelitian sebagai berikut :

ER = + 1IHK + 2PMDN + 3PMA + 4DM + i

Untuk menstandarkan data, model diatas kemudian di transformasikan

kedalam bentuk persamaan logaritma natural, persamaannya adalah sebagai

berikut :

LogER = + 1LogIHK + 2LogPMDN + 3LogPMA + 4DM + i

Keterangan :

ER : Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS

IHK : Indek Harga Konsumen

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

PMA : Penanaman Modal Asing

DM : Dummy Crisis

DM = 0 (Sebelum Krisis Ekonomi)

DM = 1 (Setelah Krisis Ekonomi)

: Intercept / Konstan

i : Observasi ke i

: Kesalahan yang disebabkan oleh faktor acak

1, 2, 3, 4, : Parameter Elastisitas

52
Metode pangkat kuadrat terkecil (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh

seorang ahli matematika dari jerman, yaitu Carl Fredich Gaus. Metode OLS

adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan

meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis

tersebut (Kuncoro, 2003:216).

Menurut Widarjono, 2007:23-25, metode OLS adalah metode mencari

nilai residual sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode

kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak

bias, linier dan mempunyai varian yang minimum atau BLUE, yaitu

a. Best adalah yang terbaik

b. Linier Adalah kombinasi linier dari data sampel. Jika ukuran sampel

ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter yang

populasi sebenarnya.

c. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan

nilai yang sebenarnya.

d. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara

pemerkira lain yang tidak jelas.

Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model

penelitian yang akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian

terhadap data penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah

model tersebut dapat dianggap relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan

melalui uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi,

heterokedastisitas, linieritas dan multikolinearitas, juga uji statistik yang

53
meiliputi uji signifikansi parameter individu (uji statistik t), uji sinifikan

simultan (uji statistik F), dan uji koefisien determinasi (R2).

1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah model yang diteliti

mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pengadaan

terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut harus dilakukan,

penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas akan menyebabkan

uji statistik uji t dan uji F yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara

statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh, Uji Asumsi Klasik

yang dilakukan meliputi :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual

variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak.

Pengujian normalitas ini menggunakan normality histogram

(Insukindro, 2003:61).

Uji Jarque-Bera atau JB test adalah uji menggunakan hasil

estimasi residual dan chisquare probability distributsi. Jika nilai J B

hitung < nilai X2 tabel, maka hipotesis tersebut menyatakan residual

residual berdistribusi normal. Atau dengan nilai statistik JB didasarkan

pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai

probabilitas statistik JB lebih besar dari = 5 persen maka tidak terjadi

permasalahan normalitas (Widarjono, 2007:54).

54
b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi

dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul

pada data yang bersifat runtut waktu. Karena berdasarkan sifatnya,

data masa sekarang dipengaruhi data masa sebelumnya. Jika data yang

di analisis mengandung autokorelasi maka menyebabkan estimator

bersifat LUE, tidak lagi BLUE.

Pengujian terhadap gejala auotokorelasi dapat dilakukan dengan

uji Durbin Watson (DW) dan uji Breusch-Godfrey. Uji Durbin Watson

(DW) dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai d (yang

menggambarkan koefisien DW). Nilai d akan berada pada kisaran 0

hingga 4, seperti pada tabel 3.1 di bawah ini :

Tabel 3.1

Daerah Autokorelasi

Kriteria Pengambilan Keputusan :

Tolak Ho, Tidak Tidak menolak Tidak Tolak Ho,


berarti ada dapat Ho, berarti dapat di berarti ada
autokorelasi diputuskan tidak ada putuskan autokorelas
positif autokorelasi i negatif
positif
0 dL du 2 4-du 4-dL
1,10 1,54 2,46 2,9

Atau dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu menggunakan Uji

Breusch-Godfrey, yang biasa disebut dengan uji LM (Langrange

Multiplier). Adapun langkah pengujiannya dengan membandingkan

Obs*R2 dengan X2 pada derajat kebebasan dan derajat keyakinan

55
tertentu. Jika Obs*R2 < X2 tabel maka Ho di tolak (ada autokorelasi)

atau jika nilai probability > 0,05 atau =5 persen, maka tidak ada

autokorelasi (Winarno, 2007:5.25).

c. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas adalah keadaan dimana faktor penggangu

tidak memilki varian yang sama (Winarno, 2007:5.8). Dalam

penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengetahui masalah

heterokedastisitas adalah dengan uji white. Asumsi yang digunakan

ialah jika nilai 2 hitung (Obs*R-Squared) < 2 tabel atau variabel

penggangu dan persamaan regresi mempunyai varian yang sama maka

uji white test tidak memiliki masalah heterokedastisitas. Atau dapat

diketahui dengan melihat nilai probablity, jika nilai probability Obs*R-

Sqauared > 0,05 atau 5%, maka tidak terdapat masalah

heterokedastisitas.

d. Uji Linieritas

Uji yang sangat popular untuk menguji masalah linieritas adalah

uji yang dikembangkan oleh J.B. Ramsey tahun 1969 yang lebih

dikenal dengan nama RESET Test. Uji linieritas didesain untuk

menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan

dalam suatu model estimasi (Insukindro, 2003:64).

56
Asumsi yang digunakan ialah jika probalitas F Statistik > = 5

pernsen (0,05), maka maka model adalah linier, dan sebaliknya jika

probalitas F Statistik > = 5 persen (0,05), maka mengandung masalah

ketidak linieran.

e. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linear antara

variabel independen. Kondisi terjadinya multikolinearitas dapat

ditunjukkan dengan berbagai informasi berikut, yaitu :

1) Nilai R2 tinggi, tapi variabel independen banyak yang tidak

signifikan.

2) Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen.

Apabila koefisiennya rendah maka tidak terdapat multikolinearitas.

3) Dengan melakukan regresi auxiliary. Regresi ini dapat digunakan

untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel, sebagai

variabel dependen dan variabel independen lain tetap diperlakukan

sebagai variabel independen.

Pengujian Multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan metode

deteksi Klien, yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi

auxiliary dengan koefisien determinasi model regresi aslinya. Jika

koefisien determinasi auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi

model regresi aslinya, maka terjadi permasalahan multikolinieritas

57
antara variabel independen yang digunakan dalam model penelitian

(Widarjono, 2007:117).

2. Uji Statistik

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen

secara individu dan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen. Uji statistik ini meliputi Uji t, Uji F dan Koefisien

Determinasi (R2).

a. Uji Siginifikansi Individual (Uji t-Statistik)

Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh

variabel independen secara individu terhadap variabel dependen

dengan variabel yang lain konstan. Untuk menguji pengaruh setiap

variabel independen tersebut, maka nilai t hitung harus di bandingkan

dengan nilai t tabel.

Untuk nilai t tabel dapat diperoleh dengan melihat tabel distribusi

untuk = 0,05 dan derajat n k. Maka dalam pengujian ini dilakukan

hipotesis sebagai berikut :

Ho : i = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen)

Ha : i 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel

dependen)

Selain dengan menngunakan cara diatas, uji-t juga dapat

dilakukan dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan

58
derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat

nilai t-tabel dengan t-hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau =5

persen dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang berarti

menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel independen secara individual mempengaruhi variabel

dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Stastik)

Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh

variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen

(Widarjono,2007:73). Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis

sebagai berikut :

1) Jika F-hitung < F tabel, maka Ho diterima yang berarti secara

bersama-sama variabel independen secara signifikan tidak

dipengaruhi variabel dependen.

2) Jika F-hitung > F tabel, maka Ha ditolak yang berarti secara

bersama-sama variabel independen secara signifikan

mempengaruhi variabel dependen.

Selain dengan cara diatas, uji-F juga dapat dilakukan dengan cara

Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan

yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan F-

hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau =5 persen yang berarti

menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan

59
bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi

variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).

c. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi adalah kemampuan model dalam

menjelaskan hubungan antar variabel (Winarno, 2007:4.5). Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, semakin angka

mendekati satu maka semakin baik garis regresi karena mampu

menjelaskan data aktualnya, sebaliknya semakin angka mendekati nol

maka kita mempunyai garis regresi yang kurang baik. Koefisisen

determinasi merupakan konsep statistik, sehingga sebuah garis regresi

baik jika nilai R2 tinggi (Widarjono, 2007:29).

E. Operasioanal Variabel Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel

penelitian yang digunakan, berikut operasional dan cara pengukurannya.

Penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

1. Variabel Dependen

Variabel independen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi

perilaku dari variabel terikat (Lukman, 2007 : 5).

60
a. Nilai Tukar (Kurs)

Data nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai

tukar (kurs) tengah rupiah terhadap dollar AS. Dalam kurun waktu

tahunan dari 1983 sampai dengan 2009 yang diperoleh dari Statistik

Ekonomi Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia.

2. Variabel Independen

Variabel dependen ialah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh

variabel bebas (Lukman, 2007 : 5).

a. Inflasi

Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks

Harga Konsumen (IHK) dengan periode tahunan. Data IHK dipilih

sebagai variabel penunjuk inflasi, karena IHK merupakan salah satu

indikator yang digunakan sebagai ukuran dalam menentukan besaran

inflasi. Perubahan IHK menunjukan inflasi yang terjadi pada suatu

negara. IHK yang digunakan adalah IHK tahun dasar 2007 ,dengan

periode penelitian 1983 sampai dengan 2009. Data diperoleh dari

Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia.

b. PMDN

Data PMDN yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Realisasi

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah

menurut sektor ekonomi dengan periode tahunan yaitu dari 1983 sampai

dengan 2009. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan

61
Indonesia berbagai edisi terbitan Bank Indonesia dan Indikator Ekonomi

berbagai edisi terbitan BPS, dalam bentuk miliar rupiah.

c. PMA

Data PMA adalah data relisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang

disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi, dengan periode tahunan

selama kurun waktu 1983 sampai dengan 2009. Data tersebut diperoleh

dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia berbagai edisi terbitan Bank

Indonesia, dan Indikator Ekonomi berbagai edisi terbitan BPS, dalam

bentuk miliar rupiah.

d. Dummy crisis

Variabel ini digunakan sebagai variabel yang menjelaskan hubungan

antara krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 dengan

nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

62
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif

1. Nilai Tukar

Nilai tukar ialah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing,

yaitu jumlah mata uang suatu asing yang harus dibayarkan untuk

mendapatkan satu unit mata uang domestik (Richard, 1997:189). Kurs

tengah antara rupiah terhadap dollar AS adalah kurs yang berada di antara

kurs jual dan beli antara mata uang rupiah terhadap dollar AS.

Sampai saat ini dollar AS dianggap sebagai mata uang internasional

yang banyak digunakan oleh berbagai negara. Hal ini bermula dari

perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Pada saat itu keadaan

ekonomi negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat hancur akibat

perang. Sehingga menyebabkan banyak negara tersebut bergantung pada

pinjaman dari Amerika. Pinjaman yang diberikan Amerika adalah dalam

bentuk dollar yang pada akhirnya mereka harus membayar pinjaman

tersebut dengan dollar. Walaupun nilai dollar AS mengalami fluktuasi

dalam perjalanannya, terutama saat Amerika mengalami krisis ekonomi di

tahun 2008, tetapi dollar masih menjadi cadangan utama bagi negara-negara

di dunia.

63
Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS
Nilai Tukar
12000

10000

8000

6000

4000

2000

0
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia

Gambar 4.1
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS
Periode 1983-2009

Berdasarkan gambar 4.1 memperlihatkan bahwa nilai tukar rupiah

terhadap dollar AS terus terdepresiasi dari tahun 1983 1996. Pada tahun

1983 nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapat 1 unit dollar AS adalah

Rp.1.020 per dollar AS. Nilai tersebut terus terdepresiasi menjadi Rp.2.383

per dollar AS pada tahun 1996.

Namun di tahun 1997 nilai tukar rupiah terdepresiasi secara tajam,

nilai tukar tersebut meningkat dua kali lipat di banding tahun sebelumnya.

Pada tahun 1997 nilai tukar mencapai Rp.4.065 per dollar AS. Hal ini

disebabkan karena Indonesia mengalami krisis ekonomi, krisis ekonomi ini

terus berlanjut pada tahun berikutnya. Pada tahun 1998 nilai tukar terus

64
terdepresiasi menjadi Rp.8.025, bahkan pada bulan juni 1998 nilai tukar

rupiah per dollar AS terdepresiasi sangat tajam, nilai tukar rupiah mencapai

Rp.14.900 per dollar AS. Hal ini disebabkan karena kondisi fundamental

perekonomian yang semakin melemah, perkembangan sosial politik yang

memburuk, dan masalah utang luar negeri swasta. Disamping hal tersebut

perkembangan kondisi moneter internasional yang kurang menguntungkan,

seperti melemahnya nilai tukar yen, juga ikut berpengaruh negatif terhadap

nilai tukar rupiah.

Pada tahun 1999 yaitu kurs rupiah terapresiasi yaitu menjadi Rp.7.100

per dollar AS. Hal ini disebakan karena sentiment pasar yang positif

terhadap perkembangan ekonomi dan kebijakan yang diambil pemerintah.

Namun pada tahun 2000, kurs kembali terdepresiasi yaitu Rp.9.675 per

dollar AS, penyebab terdepresiasinya nilai rupiah ialah karena kesenjangan

antara penawaran dan permintaan valuta asing, akses likuiditas rupiah

dipasar uang, sentiment negatif terhadap ketidakstabilan sosial politik dan

keamamanan, terdepresiasi rupiah per dollar AS terus terjadi hingga tahun

2001.

Nilai tukar rupiah akhirnya kembali terapresiasi di tahun 2002 yaitu

Rp.8.940 per dollar AS, dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp.10.400.

hal ini sebagai akibat tekanan permintaan di pasar valas. Terapresiasinya

nilai kurs rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor secara fundamental hal ini

disebabkan karena membaiknya kinerja sektor eksternal yang tercermin dari

surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), sedangkan secara sentimen

65
menguatnya kurs turut didukung oleh menguatnya mata uang asia

(regional), keberhasilan melakukan negosiasi dengan negara donor, dan

kemajuan pada proses privatisasi sejumlah bank dan BUMN. Fluktuasi nilai

tukar rupiah terus terjadi di tahun-tahun berikutnya, hal tersebut disebabkan

karena keadaan ekonomi Indonesia yang dianggap masih tidak stabil.

Pada tahun 2008 kurs rupiah per dollar AS terdepresiasi menjadi

Rp.10.950 hal ini sebagai akibat krisis keuangan global. Krisis keuangan

global tersebut memberi tekanan terhadap rupiah, krisis ini memicu ketatnya

likuiditas global. Sedangkan pada tahun 2009 kurs mengalami apresiasi

pada posisi Rp 9400 per dollar AS akibat pulihnya kepercayaan pasar.

2. Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan

terus menerus, sehingga menyebabkan merosotnya nilai mata uang terhadap

barang. Maka dapat disimpulkan ada tiga komponen yang harus di penuhi

agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat

umum, dan berlangsung terus menerus (Rahardja, 2008:359).

Indek harga konsumen (IHK) adalah angka yang mencerminkan harga

rata-rata barang pada tingkat konsumen pada suatu periode dengan periode

sebelumnya yang sudah ditentukan, dimana ikut diperhitungkan juga

peranan dari setipa barang dari paket komoditas sesuai dengan pola

konsumsi masyarakat. Harga konsumen didalam IHK ini mencakup harga

semua barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat secara umum, meliputi

66
kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, kelompok sandang,

kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta

kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.

Perubahan IHK merupakan merupakan indikator ekonomi makro yang

cukup penting untuk memberikan gambaran mengenai inflasi disuatu negara

dan pola konsumsi masyarakat. IHK menjadi salah satu indikator yang

sering digunakan untuk mengukur inflasi, karena IHK mencerminkan

peningkatan harga yang dialami konsumen terhadap barang dan jasa yang

dikonsumsi. Sehingga IHK menunjukkan inflasi yang dialami oleh

masyarakat atau konsumen disuatu negara.

Pada gambar 4.2, diperlihatkan bahwa IHK terus mengalami

peningkatan dari tahun 1983-2009. Maka dapat disimpulkan bahwa dari

tahun ke tahun terjadi inflasi di Indonesia, walaupun nilai inflasi tersebut

perbedaan dari tahun ketahun. Inflasi tetap diperlukan dalam perekonomian

suatu negara, karena inflasi yang ringan akan mendorong peningkatan

pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung

dan juga berinvestasi. Sebaliknya inflasi yang parah (tinggi) berdampak

negatif pada perekonomian. Sehingga yang perlu diperhatikan ialah inflasi

tersebut harus berada pada tingkat yang stabil atau ringan.

67
IHK IHK
140
120
S
100
u 80
60
m
40
b 20
0
e
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

Sumber : Laporan Perekonomian Bank Indonesia

Gambar 4.2
Perkembangan Indek Harga Konsumen (IHK) 2007=100
Periode 1983-2009

Dari gambar diatas terlihat nilai IHK yang terus meningkat, tetapi

pada tahun 1998 IHK mencapai nilai 49,17 yang menunjukkan terjadi

inflasi mencapai 77,06 persen. Hal ini disebakan karena krisis ekonomi yang

melanda Indonesia, krisis tersebut bermula dari krisis nilai tukar di Thailand

yang kemudian menyebar kenegara-negera lain di ASIA, termasuk

Indonesia. Pada tahun selanjutnya nilai IHK sebebsar 50,06, yang

mengindikasikan terjadinya inflasi menjadi 2,01 persen. Hal ini di sebabkan

adanya perbaikan ekonomi setelah krisis.

68
Setelah terjadinya krisis ekonomi tersebut IHK tetap mengalami

peningkatan pada setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut masih dalam

keadaan yang baik, sehingga inflasi tidak meningkat secara tajam. Tetapi

pada tahun 2008 IHK berada pada posis 113.86 nilai ini meningkat di

banding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi inflasi sebesar 11,06

persen. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut ialah tingginya lonjakan

harga komoditas global terutama harga komoditas minyak dan pangan.

Kemudian pada tahun selanjutnya 2009 IHK tetap mengalami peningkatan

dan berada pada posisi 117,03.

3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah Pengunaan kekayaan

modal dalam negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

menjalankan usaha menurut atau berdasarkan Undang-Undang Penanaman

Modal. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri, dapat secara

perorangan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan

hukum yang berlaku di Indonesia (Widjaya, 2000:25).

PMDN ialah pengeluaran atau pembelanjaan modal atau perusahaan

untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan

memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang

berasal dari investasi dalam negeri (Eni dan Siti, 2007: 63).

Perkemabangan PMDN di Indonesia selama periode 1983-2009 dapat

dilihat pada grafik 4.3. Realisai PMDN di Indonesia pada tahun 1983-1997

69
cendrung memiliki tingkat pertumbuhan yang positif, ini sebagai akibat

membaiknya perekonomian pada saat itu. Perkembangan tersebut tidak

terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang ikut mendorong

peningkatan realisasi investasi di Indonesia.

PMDN
PMDN
200000
180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

Sumber: Indikator Ekonomi (BPS)

Gambar 4.3
Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri
(dalam Miliar Rupiah)
Periode 1983-2009

Pada grafik 4.3 terlihat bahwa nilai PMDN terus mengalami pergerakan

yang meningkat dari tahun 1983 1997, hal ini didudukung oleh keadaan

ekonomi yang membaik saat itu. Perkembangan investasi yang positif pada

masa orde baru tersebut juga tidak dapat dilepas dari peranan pemerintah

yang terus mendukung perkembangan investasi di Indonesia. Kebijakan

tersebut diantaranya deregulasi sektor perbankan yang mempermudah

70
pendirian bank dan deregulasi pasar modal. Kebijakan tersebut ikut

mendorong meningkatnya investasi di Indonesia.

Tetapi setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998, PMDN mengalami

pergerakan yang fluktuatif, bahkan cendrung negatif. Pada tahun 1998 dan

1999 nilai PMDN sebesar Rp.60.744.500.000 yang menurun menjadi

Rp.55.600.300.000. Penurunan PMDN yang terjadi pada tahun tersebut,

merupakan akibat dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Penurunan

investasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pertama,

dunia usaha dihadapkan pada beban yang cukup berat untuk mengatasi

kenaikan harga bahan baku yang tinggi karena tingginya tingkat inflasi,

kedua tingginya suku bunga kredit yang menghambat penyaluran kredit

perbankan sehngga para investor kesulitan untuk memperoleh sumber

pendanaan, dan ketiga situasi soail politik dan keamanan yang tidak stabil

telah meningkatkan resiko dalam melakukan investasi. Pada tahun

selanjutnya setelah krisis ekonomi tersebut, PMDN terus mengalami

pergerakan yang fluktuatif. Tetapi di tahun 2007 PMDN mengalami

penurunan yang cukup tajam, nilai PMDN turun dari Rp.188.516.400.000

menjadi Rp.20.359.900.000 miliar di tahun 2008. Hal ini di akibatkan

karena krisis ekonomi yang melanda Amerika yang ikut berakibat pada

lesunya minat investor-investor dalam negeri. Pada tahun 2009 kembali

meningkat menjadi Rp. 37.799.900.000 miliar.

71
4. Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing secara

langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1

tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia,

dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanam

modal tersebut (Widjaya, 2000:25).

PMA PMA
250000

200000

150000

100000

50000

0
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

Sumber: Indikator Ekonomi (BPS)

Gambar 4.4
Perkembangan Penanaman Modal Asing
Periode 1983-2009

Penanaman modal asing meiliki peranan penting dalam perekonomian

Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembangan membutuhkan

banyak tambahan modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

72
negaranya. Selain itu investasi juga dapat mendorong terapreasinya nilai

tukar rupiah, karena permintaa rupiah yang meningkat.

Pada gambar 4.4 terlihat bahwa, terus terjadi peningkatan positif dari

tahun 1983 sampai dengan tahun 1997. Keadaan ini menunjukkan bahwa

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih diminati oleh asing. Hal

tersebut disebabkan oleh kondisi stabilitas ekonomi, politik dan keamanan

Indonesia.

Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1998, PMA mengalami penurunan

yaitu menjadi Rp.108.790.913.000. Hal ini sebagai dampak dari krisis

ekonomi yang melanda Indonesia. Hal ini juga membuat keluarnya beberapa

perusahaan asing seperti nike dan sony yang memindahkan penaman

modalnya ke negara lain. PMA menunjukkan pergerakan yang kurang baik,

jika dibandingkan dengan pergerakan PMA sebelum krisis. Pergerakan

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 1998. Pada tahun 1999

PMA terus mengalami kembali mengalami penurunan yaitu

Rp.77.328.940.000. Pada tahun dua tahun berikutnya nilai realisasi PMA

kembali meningkat, bahkan mencapai Rp.156.456.560.000. Hal ini di

sebabkan sudah mulai pulihnya kepercayaan pada perekonmian Indonesia.

meningkatnya investasi ini juga ditandai dengan meningkatnya impor bahan

baku dan barang modal pada tahun tersebut.

Tetapi pada tahun 2002 nilai PMA kembali menurun menjadi

Rp.87.284.796.000, hal ini disebabkan kondisi perekonomian Indonesia

yang dianggap masih tidak stabil. Selain itu ada indikasi beralihnya minat

73
investor asing dari sektor industri ke bidang perdagangan. Pada tahun

selanjutnya nilai PMA terus mengalami pergerakan yang fluktuatif yang

cendrung positif dan mengalami peningkatan yang cukup positif di tahun

2007 yaitu mencapai Rp.225.926.060.000. Hal ini didorong oleh permintaan

minat yang investor untuk berinvestasi di Indonesia. Tetapi pada dua tahun

berikunya yaitu tahun 2008 dan 2009, PMA kembali mengalami penurunan

hal ini disebabkan sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Amerika

dan beberapa negara eropa lainnya.

5. Variabel Dummy (Krisis Ekonomi)

Variabel dummy krisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi

perbedaan garis regresi baik dilihat dari perbedaan slope maupun intersep

sebelum dan selama krisis ekonomi berlangsung. Krisis ekonomi yang

melanda Indonesia merupakan efek yang melanda negara tetangga Indonesia

yaitu Thailand. Krisis ekonomi tersebut akhirnya berdampak pada

perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi terjadi pertengahan tahun 1997

dan mencapai puncak krisis ekonomi pada tahun 1998, telah berdampak

buruk pada perekonomian Indonesia. Dampak krisis ekonomi dirasakan

hampir di seluruh sektor ekonomi di Indonesia,terutama terhadap nilai tukar

rupiah per dollar AS. Krisis ekonomi tersebut menyebabkan nilai tukar

rupiah per dollar AS jatuh. Pada tahun 1998 kurs rupiah berada pada posisi

Rp.8.025 per dollar AS, dari posisi sebelumnya yaitu Rp.4.650 per dollar

74
AS. Hal ini disebabkan krisis ekonomi berdampak pada kelesuan seluruh

bidang ekonomi di suatu negara.

B. Analisis dan Pembahasan

1. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Hasil Uji Normalitas

7
Series: Residuals
6 Sample 1983 2009
Observations 27
5
Mean 4.44e-16
4 Median -0.003437
Maximum 0.408759
Minimum -0.246500
3
Std. Dev. 0.142677
Skewness 0.960226
2
Kurtosis 4.091037
1 Jarque-Bera 5.488311
Probability 0.064303
0
-0.2 -0.0 0.2 0.4

Sumber: Data sekunder yang diolah

Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau

keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik

75
adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Hal ini dapat

dilihat dari nilai probability yang nilainya lebih besar dari 5 persen.

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai

statistiknya sebesar 5,48311 yang lebih kecil dari nilai X2 tabel 0,05

df=(n-k) 27-5=22 sebesar 33,92444. Selain itu nilai probabilitas lebih

besar dari =5 persen yaitu: 0,064303 atau 6,4 persen. Oleh karena

itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan normlitas.

b. Hasil Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam

sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model

penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias.

Identifikasi ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan

menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel

4.1.

Tabel 4.1
Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.721166 Probability 0.405339

Obs*R-squared 0.896429 Probability 0.343741

Sumber: Data sekunder yang diolah

76
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared

adalah 0,343741. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan ()=5

persen atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat permasalahan autokorelasi.

c. Hasil Uji Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan

tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala

heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test,

Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2.743063 Probability 0.040111

Obs*R-squared 19.78666 Probability 0.100659

Sumber: Data sekunder yang diolah

Tabel 4.2 menujukkan bahwa, nilai Obs*R-squared adalah

19,78666 nilai ini lebih kecil dari 2 tabel yaitu 33,92444. Selain itu

nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,100659. Nilai ini lebih

77
besar dari derajat kesalahan () = 5 persen (0,05), maka dapat

dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat

permasalahan heteroskedastisitas.

d. Hasil Uji Linieritas

Tabel 4.3
Hasil Uji Linieritas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 1.963620 Probability 0.175076

Log likelihood ratio 2.308348 Probability 0.128681

Sumber: Data sekunder yang diolah

Tabel 4.3 menujukkan bahwa , nilai probability untuk F-statistik

adalah 0,175076, nilai tersebut lebih besar dari () = 5 persen (0,05),

maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak

terdapat permasalahan linieritas.

e. Hasil Uji Multikolinieritas

Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam

sebuah model terdapat hubungan linier antara variabel independen

dalam suatu model regresi. Suatu model regresi dikatakan terkena

multikolinieritas bila terjadi hubungan linier yang sempurna atau pasti

78
diantara beberapa atau seluruh variabel bebas dari suatu model

regresi. Akibat yang ditimbulkan ialah terdapat kesulitan untuk

melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinieritas dengan Regresi Auxiliary

Variabel Koefisien R2

LIHK=f(LPMDN,LPMA,DM) 0,940293

LPMDN=f(LIHK,LPMA,DM) 0,723869

LPMA=f(LIHK,LPMDN,DM) 0,882534

DM=f(LIHK,LPMDN,LPMA) 0,889010

Sumber: Data sekunder yang diolah

Dari tabel 4.4, uji multikolinieritas dengan regresi auxiliary dapat

menunjukkan koefisian determinasi regresi auxiliary masing-masing

variabel. Hasil uji dengan regresi auxiliary menunjukkan bahwa R2LIHK =

0,8940293, R2LPMDN = 0,723869, R2LPMA = 0,882534 dan R2DM =

0,889010. Semua nilai koefisien determinasi tersebut harus lebih kecil

dari koefisien determinasi untuk regresi aslinya (R2 = 0,973121). Dari

hasil tersebut diketahui bahwa R-squared yang dihasilkan dari regresi

auxiliary lebih kecil dari regresi model utama. Oleh karena itu dapat

79
disimpulkan bahwa pada model ini tidak terdapat permasalahan

multikolinearitas.

3. Hasil Uji Regresi Metode OLS

Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan

metode OLS untuk model persamaan LogER = + 1LogIHK +

2LogPMDN + 3LogPMA + 4DM + i adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5
Hasil Olah Data Dengan Metode OLS

Dependent Variable: LER


Method: Least Squares
Date: 03/16/11 Time: 23:36
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LIHK 0.366086 0.139393 2.626292 0.0154


LPMDN 0.010565 0.044710 0.236292 0.8154
LPMA 0.100658 0.047463 2.120770 0.0455
DM 0.751467 0.180189 4.170446 0.0004
C 3.953790 0.674818 5.859048 0.0000

R-squared 0.973119 Mean dependent var 8.221575


Adjusted R-squared 0.968231 S.D. dependent var 0.870248
S.E. of regression 0.155111 Akaike info criterion -0.723781
Sum squared resid 0.529304 Schwarz criterion -0.483811
Log likelihood 14.77104 F-statistic 199.1052
Durbin-Watson stat 1.555914 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Data sekunder yang diolah

80
4. Hasil Uji Statistik

a. Uji Parsial (Uji-t)

Uji t statistik dapat dilakukan dengan uji satu sisi (one tail test),

dengan = 5%. Jika t-tabel < t-hitung berarti Ho ditolak atau variabel

independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, tetapi

jika t-tabel > t-hitung berarti Ho diterima, maka variabel independen

tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Tabel 4.6
Hasil Uji t-Statistik

Variabel Prbabilitas t-hitung t-tabel Keterangan

LIHK 0,0154 2.626619 1.717 Signifikan

LPMDN 0,8163 0.235152 1.717 Tidak signifikan

LPMA 0,0457 2.117947 1.717 Singifikan

DM 0,0004 4.165069 1.717 Signifikan

Sumber : data diolah dengan Eviews 5.0

1) Uji t-statistik terhadap variabel Inflasi / IHK

Hipotesis pengaruh variabel Inflasi variabel nilai tukar rupiah per

dollar AS adalah :

Ho : X1 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen.

81
Ha : X1 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel

dependen.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X1 = 2,626619

sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), = 0,05], sehingga

dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh ialah

(2,626619 > 1,717).

Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t tabel , sehingga

Ho diterima maka dapat disimpulkan variabel X1 berpengaruh positif

dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.

Nilai Prob. t-statistik Inflasi adalah 0,0154. Nilai ini lebih kecil dari

=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima HA. Hal

ini menunjukkan bahwa variabel Inflasi secara individual berpengaruh

secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.

Nilai koefisien variabel inflasi adalah 0,366829 sehingga dapat

diartikan jika inflasi mengalami kenaikan sebesar satu persen maka

nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,366829 persen.

2) Uji t-statistk terhadap variabel Investasi (PMDN)

Hipotesis pengaruh variabel Invetasi (PMDN) terhadap variabel

nilai tukar rupiah per dollar AS adalah :

Ho : X2 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen.

82
Ha : X2 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel

dependen.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X2 = 0,235152

sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), = 0,05], sehingga

dapat disimpulkan bahwa t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh

0.235152 < 1.717.

Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug < t tabel , maka Ho

ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel X2 negatif dan tidak

signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.

Nilai Prob. t-statistik PMDN adalah 0,8163. Nilai ini lebih besar

dari =5 persen atau 0,05 yang berarti menolak HAdan menerima Ho.

Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMDN secara individual tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah.

3) Uji t-statistk terhadap variabel Investasi (PMA)

Hipotesis pengaruh variabel Invetasi (PMA) terhadap variabel

nilai tukar rupiah per dollar AS adalah :

Ho : X3 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen.

Ha : X3 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel

dependen.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X3 = 2,117947

sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), = 0,05], sehingga

83
dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh

2,117947 > 1,717.

Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t-tabel , maka

Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel X3 positif dan

signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.

Selain itu, nilai Prob. t-statistik PMA adalah 0,0457. Nilai ini lebih

kecil dari =5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan

menerima HA. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMA secara

individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar

rupiah.

Nilai koefisien variabel PMA adalah 0,100562 sehingga dapat

diartikan jika PMA mengalami kenaikan sebesar satu persen maka

nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,100562 persen.

4) Uji t-statistk terhadap variabel Dummy Krisis

Hipotesis pengaruh variabel Inflasi variabel nilai tukar rupiah per

dollar AS adalah :

Ho : X4 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen.

Ha : X4 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel

dependen.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X4 = 4,165069

sedangkan t-tabel = = 1,717 [df = n-k (27-5=22), = 0,05], sehingga

84
dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh

4,165069 > 1,717.

Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t tabel, sehingga

Ho diterima maka dapat disimpulkan variabel X4 berpengaruh positif

dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.

Nilai Prob. t-statistik DM adalah 0,0004. Nilai ini lebih kecil dari

=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal

ini menunjukkan bahwa variabel dummy crisis secara individual

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah.

Nilai koefisien variabel DM adalah 0,751027 sehingga dapat

diartikan jika terjadi krisis ekonomi maka nilai tukar rupiah akan

terdepresiasi sebesar 0,7510 persen.

b. Uji F-statistik

Uji statistik F digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabel

independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel

dependen, atau melihat pengaruh variabel independen secara bersama-

sama. Dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel.

F tabel = ( : k-1, n-k), = 0,05 (5-1= 4; 27-5 = 22).

Hasil Perhitungan yang didapat adalah F hitung = 199,1173,

sedangkan F tabel = 2,816708 ( = 0,05 ; 4 ; 22), Dari hasil

perbandingan antara F hitung dan F tabel, menunjukkan nilai F hitung

> F tabel maka Ho di tolak dan HA diterima. Dengan kata lain variabel

85
IHK, PMDN, PMA dan DM secara bersama-sama berpengaruh terhadap

variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tingkat kepercayaan

97 persen.

Selain itu, nilai Prob. F-statistik adalah 0,000000. Nilai ini lebih kecil

dari tingkat kesalahan (=5 persen atau 0,05) yang berarti menolak Ho

dan menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen

(inflasi, PMDN, PMA, dan DM) bersamasama berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen (nilai tukar rupiah).

Nilai koefisien konstanta (C) adalah 3,955078 (1, 2, 3, 4=

3,955078) berarti bila semua variabel independen (inflasi, PMDN, PMA,

dan DM) naik sebesar satu persen secara rata-rata maka nilai tukar rupiah

akan terdepresiasi sebesar 3,955078 persen.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau

prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan

oleh model regresi R2 dalam regresi sebesar 0.973121. Hal ini

menunjukkan bahwa model regresi tersebut dapat menjelaskan sebesar

97,3121 persen terhadap permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

Sedangkan sisanya sebesar 2,6879 persen dipengaruhi oleh variabael

diluar model ini.

86
5. Interprestasi Ekonomi

a. Inflasi

Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien tingkat harga

memiliki pengaruh yang posistif. Dapat diartikan jika Indek harga

konsumen (IHK) mengalami kenaikan sebesar satu persen atau terjadi

inflasi sebesar satu persen, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS

akan terdepresiasi sebesar 0,366829 persen.

Pengaruh positif Inflasi sesuai dengan teori paritas daya beli.

Naiknya harga barang mendorong terjadinya inflasi. Inflasi

menyebabkan uang akan kehilangan nilainya, dalam artiaan

berkurangnya barang dan jasa yang dapat dibeli dan berkurangnya

jumlah mata uang lain yang dapat diperoleh. Sehingga hal ini

mendorong rupiah terus terdepresiasi karena adanya inflasi.

Jika tingkat harga (IHK) naik atau terjadi inflasi maka nilai rupiah

yang dibutuhkan untuk mendapatkan dollar AS akan terdepresiasi. Hal

ini dapat memperburuk kestabilan nilai tukar rupiah, sehingga otoritas

moneter perlu menjaga kestabilan tingkat harga. Oleh karena itu,

kebijakan moneter dengan pengendalian inflasi harus menjadi salah satu

perhatian utama negara Indonesia. Hasil penelitian ini juga diperkuat

oleh dua hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Triyono (2008:164) yang berjudul Analisis Perubahan Kurs

Rupiah Terhadap Dollar Amerika. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa dalam jangka panjang Inflasi berpengaruh pada kurs rupiah

87
terhadap dollar Amerika. Dan penelitian Indra Suhendra (2003:49) yang

berjudul Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan Ekspektasi

Nilai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap Dollar) Pasca

Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agustus

1997. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perubahan tingkat

harga yang merupakan cerminan dari inflasi berpengaruh terhadap nilai

tukar rupiah baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, pada

periode 1997.9 -2001.12.

b. Investasi

1). Penanaman Modal Dalam Ngeri (PMDN)

Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien PMDN

(Penanaman Modal Dalam Negeri) tidak berpengaruh dengan nilai

tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dipengaruhi oleh

permintaan dan penawaran rupiah terhadap dollar AS. PMDN

merupakan bentuk penanaman modal yang berasal dari dalam negeri.

Pada saat investor melakukan investasi, pengaruh yang timbul

terhadap permintaan dan penawaran rupiah terhadap dollar AS sangat

kecil atau tidak terpengaruh. Hal ini karena investasi dilakukan

dengan mata uang rupiah, sedangkan mata uang asing dalam keadaan

tetap atau tidak terpengaruh.

88
2). Penanaman Modal Asing (PMA)

Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien PMA

(Penanaman Modal Asing) memiliki pengaruh yang posistif dengan

nilai tukar rupiah. Dapat diartikan jika PMA mengalami kenaikan

sebesar satu persen, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan

terdepresiasi atau naik sebesar 0,100562 persen. Hal ini menujukkan

bahwa saat nilai PMA meningkat maka nilai mata uang rupiah akan

terdepresiasi.

Terjadinya hubungan positif antara PMA dengan nilai tukar

rupiah terhadap dollar AS. Hal ini disebabkan oleh, PMA yang masih

menggunakan input barang setengah jadi dan teknologi impor dalam

proses produksinya. Hal tersebut menyebabakan adanya impor besar-

besaran terhadap barang setengah jadi dan teknologi oleh para investor

PMA. Kegiatan tersebut menyebabkan kurs rupiah terdepresiasi,

karena permintaan mata uang dollar AS akan meningkat,

meningkatnya permintaan tersebut menyebabkan rupiah terdepresiasi

terhadap dollar AS.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Suhendra (2003:51)

yang berjudul Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan

Ekspektasi Nilai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap

Dollar) Pasca Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas Pada

Tanggal 14 Agustus 1997, yaitu investasi asing langsung berpengaruh

positif pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

89
c. Dummy Krisis

Pada hasil regresi ini diperoleh bahwa krisis ekonomi (DM)

berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Hal ini

sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu krsis

ekonomi dan nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang positif. Jadi

adanya krisis ekonomi akan melemahkan nilai rupiah yang harus di

tukarkan untuk mendapat mata uang negara lain (dollar AS) atau rupiah

terdepresiasi terhadap dollar AS. Berdasarkan hasil regresi, koefisien

variabel krisis ekonomi bernilai 0,751027, sehingga pada saat krisis

ekonomi terjadi maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar

0,751027 persen.

Pada saat krisis ekonomi, berbagai perubahan terjadi pada kondisi

perekonomian Indonesia. Nilai rupiah yang dibutuhkan untuk

mendapatakan mata uang negara lain (dollar AS) terdepresiasi secara

tajam. Hal ini disebabkan karena krisis ekonomi mendorong, gojalak

negatif pada perekonomian. Selain itu tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap mata uang dalam negeri akan menurun, sehingga tingkat

permintaan mata uang domestik pun ikut menurun. Disisi lain masyarakat

lebih percaya terhadap mata uang asing, sehingga permintaan mata uang

asing meningkat. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah sebagai mata

uang domestik akan terdepresiasi terhadap dollar AS.

Krisis ekonomi yang mulai terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan

mencapai puncak pada tahun 1998. Krisis ekonomi ini bermula dari krisis

90
ekonomi Thailand, terdepresiasinya nilai tukar mata uang bath

menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi

tersebut kemudian menyebar ke beberapa negara tetangga, seperti

Malaysia, Filipina, Korea dan termasuk Indonesia. Para spekulan pasar

valuta asing dianggap menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya

krisis ekonomi. Tetapi selain faktor tersebut rapuhnya makro ekonomi

Indonesia juga mendorong terjadinya krisis ekonomi.

Krisis ekonomi tersebut, telah memberikan dampak buruk bagi

perekonomian. Salah satu dari dampak buruk perekonomian tersebut ialah

terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Adanya krisis ekonomi tersebut

menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mata

uang dalam negeri, sehingga mata uang rupiah akan terdepresiasi terhadap

mata uang asing (dollar AS). Adanya krisis ekonomi juga menciptakan

kelesuan usaha, kondisi stabilitas politik dan keamanan yang tidak stabil.

91
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh inflasi dan investasi terhadap

nilai tukar rupiah di Indonesia selama periode 1983-2009. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Hasil pengujian secara individu terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

nilai tukar rupiah per dollar AS dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Hasil pengujian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap nilai

tukar rupiah per dollar AS. Jadi adanya kenaikan inflasi akan akan

menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. Jadi

nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapat satu dolla AS akan

meningkat. Inflasi merupakan faktor penting dalam perekonomian

disuatu negara. Meningkatnya harga barang-barang menyebabkan

terjadinya inflasi. Sehingga daya beli masyarakat terhadap suatu barang

akan menurun masyarakat, karena jumlah uang sama tahun lalu tidak

dapat untuk membeli barang yang sama tahun ini. Hal ini menyebabkan

mata uang rupiah terus terdepresiasi karena inflasi.

b. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa Penanaman Molda Dalam

Negeri (PMDN) tidak berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Hal

tersebut disebabkan PMDN tidak berpengaruh terhadap pergerakan

92
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Investor dalam negeri

menggunakan mata uang domestik dalam melakukan investasinya,

sehingga permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing tidak

terpengaruh.

c. Hasil Pengujian ini menunjukkan bahwa Penanaman Modal Asing

(PMA) berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.

Jadi saat nilai PMA maka akan menyebabakan rupiah terdepresiasi

terhadap dollar. Hal ini karena PMA masih menggunakan input bahan

setengah jadi dan teknologi impor. Sehingga menyebabkan permintaan

mata uang asing meningkat, hal ini mendorong nilai tukar rupiah

terdepresiasi terhadap dollar AS.

d. Hasil pengujian menunjukkan bahwa krisis ekonomi (DM) mempunyai

pengaruh posistif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Sehingga

saat krisis ekonomi terjadi nilai tukar mata uang rupiah akan

terdepresiasi terhadap dollar. Adanya krisis ekonomi tersebut

menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

mata uang dalam negeri, sehingga mata uang rupiah akan terdepresiasi

terhadap mata uang asing (dollar AS).

2. Variabel inflasi, investasi (PMDN dan PMA), serta dummy crisis secara

bersamasama mampu menjelaskan pengaruh pada nilai tukar rupiah

terhadap dollar AS dengan probability F-statistk ER = 0,000000 atau lebih

kecil dari = 5 persen. Nilai koefisien konstanta adalah 3,955078, berarti

bila semua variabel independen naik satu persen secara rata-rata maka nilai

93
tukar rupiah terhadap dollar AS akan mengalami kenaikan sebesar 3,955078

persen.

3. Besarnya R-squared pada hasil estimasi model nilai tukar rupiah adalah

sebesar 0,973121. Hal ini berarti 97,3121 persen perubahan nilai tukar

rupiah secara bersama-sama dapat dijelaskan oleh variabel independen yang

digunakan dalam model yaitu Inflasi, PMDN, PMA dan Dummy Krisis.

Sedangkan sisanya sebesar 2,6879 persen dapat dijelaskan oleh variabel

lain yang tidak termasuk dalam model yang digunakan.

B. Implikasi

Implikasi kebijakan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian

tentang pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS

adalah pemerintah harus menjaga nilai tukar rupiah dengan kebijakan

kebijakan yang dimilikinya.

C. Saran

Dasri hasil penelitian yang diperoleh makan dapat diajukan beberapa

saran yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengambilan kebijakan,

saran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dengan ditemukannya bahwa bila Inflasi meningkat maka nilai tukar rupiah

juga akan terdepresiasi, maka kebijakan yang dapat diambil adalah dengan

menjaga kestabilan inflasi yang terjadi di masyarakat, sehingga harga

barang-barang tidak meningkat terlalu tinggi. Maka nilai tukar rupiah

94
terhadap dollar akan berada dalam keadaan stabil dan inflasi pun pun juga

demikian.

2. Hasil penelitian menemukan bahwa peningkatan PMA akan menimbulkan

depresiasi nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan karena PMA masih banyak

menngunakan input bahan baku impor dalam proses produksinya. Untuk itu

pemerintah perlu mendorong PMA yang lebih menguntungkan bagi

perekonomian.

3. Pemerintah Indonesia harus menjaga perekonomiannya agar permasalahan

krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia tidak terulang lagi. Sehingga

pemerintah secara insentif harus menjaga kestabilan seluruh sektor ekonomi

agar perekonomian yang sehat dapat terus terjaga.

4. Dalamb penelitian selanjutnya, perlu adanya penambahan variabel

makroekonomi lain yang kemungkinan mempengaruhi nilai tukar rupiah

agar model estimasi dapat lebih dipercaya mampu menjelaskan nilai tukar

rupiah.

95
DAFTAR PUSTAKA

Achsani, Ahmad. dkk. 2010. The relationship between Inflation and real
excange rate:comparative study between Asean + 3, EU and Nort
America. European Journal of Economics, Finance and Administrative
Sciences.

Atmaja, Adwin Surja. 2002. Analisa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap
dollar amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar
mengambang bebas di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4,
No. 1.

Ball, Christoper P.dkk, 2010. Remittances, inflation, and exchange rate regimes
in small open Economies. Journal of Economics and Finance.

Badan Pusat Statistik. Indikator Ekonomi, Berbagai edisi, Jakarta.

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Berbagai edisi, Jakarta.

Curry, Jeffrey Edmun, 2001, Memahami Ekonomi Internasional. Jakarta: PPM.

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.

Hamid, Abdul. 2009. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta: UIN.

Hamja, Yahya. 2008. Modul Ekonometrik I. Jakarta: UIN.

Herlambang, Sugiarto dan Baskara Said Kelana. 2001. Ekonorni Makro: Teori
Analisis dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Husman, Jardine A. 2007. Dampak Fluktuasi Nilai Tukar Terhadap Output Dan
Harga: Perbandingan Dua Rezim Nilai Tukar. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan.

Insukindro. 2003. Modul Pelatihan Ekonometrika. Yogyakarta: UGM.

Karunia, Nurul Y. 2005. Faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap yen
tahun 1970-2002 : Error Corection Model (ECM). Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol. 6, No. 2.

Kharie, Latif. 2006. Hubungan Kausal Dinamis Antara Variabel-Variabel


Moneter Utama dan Output : Kasus Indonesia Di Bawah Sistem Nilai Tukar
Mengambang Dan Mengambang Terkendali. Buletin Ekonoomi Moneter.

96
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta:
Erlangga.

Krugman, Paul R. 2005. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan, edisi ke


dua. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajat. 2001. Ekonomi Pembangunan : Teori Masalah dan


Kebijakan. Yogyakrta : UPP AMP YKPN.

Kuncoro, Mudrajat. 1996. Manajemen Keuanagn Internasional. Yogyakrta :


UPP AMP YKPN.

Lukman. 2007. Modul I Praktikum Statistik Lab. Alat Analisis Kuantitatif.


Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008. Jakarta : UIN.

Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonom. Jakarta : Erlangga.

Raharja, Pratama. 2008. Pengantar Ekonomi (mikroekonomi dan


makroekonmi).Edisi ke tiga. Jakarta : LPFEUI.

Rehman, Hafez ur. dkk. 2010. Impact Foreign Direct Investmen (FDI) Inflow
On Equilibrium Real Exchange Rate Of Pakistan. Research Journal of
South Asian Studies. Vol. 25 No. 1, January-June 2010.

Setyowati, Eni dan Siti Fatimah. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang


mempengaruhi investasi dalam negeri di Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi,
Vol. 8.

Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2005. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar.
Jakarta : PBSK BI.

Suhendra, Indra. 2003. Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan


Ekspektasi NIlai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (terhadap Dollar)
Pasca Penerapan Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agusutus
1997 (Periode September 1997 S.D. Desember 2001). Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan.

Sukirno, Sadono. 2003 Pengantar Teori Eonomi Makro. Jakarta : Grafindo


Persada,

Suryatno. 2003. Hutang Luar Negeri, Penanaman Modal Asing (PMA), Ekspor
dan Peranan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1975-2000. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 4, No.1.

Triyono.2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika.


Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember.

97
Widjaya, I.G. Rai. 2000. Penanaman Modal Pedoman Prosedur Mendirikan Dan
Menjalankan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN. Pradyan
Paramita, Jakarta.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Yogyakarta : Ekonisia FE UII.

Winarno, Wing Wahyu. 2007.Analisis Ekonometrik dan Statistika dengan


Eviews. UPP STIM YKPM, Yogyakarta.

98
99
Lampiran 1 : Data Penelitian (Data Mentah)

OBS ER IHK PMDN PMA DM

1983 1020 8.56 7,428,200,000 2,939,844,000 0

1984 1103 9.33 2,099,900,000 1,221,131,300 0

1985 1114 9.74 3,749,700,000 956,926,000 0

1986 1282 10.63 4,416,700,000 1,059,060,200 0

1987 1643.8 11.62 1,026,500,000 2,394,852,200 0

1988 1685.7 12.27 14,915,900,000 7,475,236,700 0

1989 1795 13.02 19,593,900,000 847,024,600 0

1990 1901 14.44 56,510,500,000 16,635,841,000 0

1991 1992 15.98 41,077,900,000 17,485,776,000 0

1992 2062 16.9 29,450,400,000 21,286,438,000 0

1993 2110 18.77 39,450,400,000 17,179,198,000 0

1994 2200 21.25 53,289,100,000 52,193,460,000 0

1995 2308 23.28 69,853,000,000 92,123,128,000 0

1996 2383 24.94 100,715,200,000 71,326,526,000 0

1997 4650 27.98 119,755,500,000 154,038,225,000 0

1998 8025 49.17 60,748,500,000 108,790,913,000 1

1999 7100 50.06 55,600,300,000 77,328,940,000 1

2000 9595 54.19 88,294,400,000 146,638,466,000 1

2001 10400 61.1 58,636,000,000 156,456,560,000 1

2002 8940 68.12 25,262,400,000 87,284,796,000 1

2003 8465 71.71 48,484,800,000 111,798,948,000 1

2004 9290 76.36 36,747,600,000 95,476,117,000 1

100
2005 9830 89.49 50,577,400,000 133,484,519,000 1

2006 9020 95.47 162,767,200,000 140,928,480,000 1

2007 9419 101.83 188,516,400,000 225,926,060,000 1

2008 10950 113.86 20,359,900,000 162,841,830,000 1

2009 9400 117.03 37,799,900,000 101,662,880,000 1

Keterangan :

ER : Nilai Tukar (Rp/Dollar AS)

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri (Rp)

PMA : Penanaman Modal Asing (Rp)

DM : Dummy Crisis

DM = 0 (Sebelum Krisis Ekonomi)

DM = 1 (Setelah Krisis Ekonomi)

101
Lampiran 2 : Hasil Data Setelah Diestimasi

OBS LER LIHK LPMDN LPMA DM

1983 6.927558 2.147100 22.72855 21.80162 0.000000

1984 7.005789 2.233235 21.46516 20.92304 0.000000

1985 7.015712 2.276241 22.04494 20.67924 0.000000

1986 7.156177 2.363680 22.20866 20.78065 0.000000

1987 7.404766 2.452728 20.74942 21.59659 0.000000

1988 7.429936 2.512035 23.42569 22.73486 0.000000

1989 7.492760 2.566487 23.69848 20.55724 0.000000

1990 7.550135 2.670002 24.75769 23.53483 0.000000

1991 7.596894 2.771338 24.43874 23.58465 0.000000

1992 7.631432 2.827314 24.10597 23.78134 0.000000

1993 7.654443 2.932260 24.39831 23.56697 0.000000

1994 7.696213 3.056357 24.69900 24.67822 0.000000

1995 7.744137 3.147595 24.96966 25.24639 0.000000

1996 7.776115 3.216473 25.33556 24.99053 0.000000

1997 8.444622 3.331490 25.50872 25.76047 0.000000

1998 8.990317 3.895284 24.83001 25.41269 1.000000

1999 8.867850 3.913222 24.74145 25.07133 1.000000

2000 9.168997 3.992496 25.20394 25.71123 1.000000

2001 9.249561 4.112512 24.79461 25.77605 1.000000

2002 9.098291 4.221271 23.95258 25.19244 1.000000

2003 9.043695 4.272630 24.60452 25.43997 1.000000

2004 9.136694 4.335459 24.32734 25.28214 1.000000

102
2005 9.193194 4.482890 24.64677 25.61725 1.000000

2006 9.107200 4.558812 25.81559 25.67151 1.000000

2007 9.150484 4.623305 25.96245 26.14347 1.000000

2008 9.301095 4.734970 23.73683 25.81605 1.000000

2009 9.148465 4.762430 24.35557 25.34493 1.000000

103
Lampiran 3 : Hasil Uji Regresi Log Linier

Dependent Variable: LER


Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:15
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LIHK 0.366829 0.139658 2.626619 0.0154


LPMDN 0.010513 0.044709 0.235152 0.8163
LPMA 0.100562 0.047481 2.117947 0.0457
DM 0.751027 0.180316 4.165069 0.0004
C 3.955078 0.674983 5.859526 0.0000

R-squared 0.973121 Mean dependent var 8.221575


Adjusted R-squared 0.968233 S.D. dependent var 0.870248
S.E. of regression 0.155106 Akaike info criterion -0.723840
Sum squared resid 0.529273 Schwarz criterion -0.483870
Log likelihood 14.77184 F-statistic 199.1173
Durbin-Watson stat 1.559316 Prob(F-statistic) 0.000000

104
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas JB Test

7
Series: Residuals
6 Sample 1983 2009
Observations 27
5
Mean 4.44e-16
4 Median -0.003437
Maximum 0.408759
Minimum -0.246500
3
Std. Dev. 0.142677
Skewness 0.960226
2
Kurtosis 4.091037
1 Jarque-Bera 5.488311
Probability 0.064303
0
-0.2 -0.0 0.2 0.4

105
Lampiran 5 : Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.721166 Probability 0.405339


Obs*R-squared 0.896429 Probability 0.343741

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:16
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LIHK 0.062685 0.158756 0.394850 0.6969


LPMDN -0.008173 0.046013 -0.177618 0.8607
LPMA -0.005347 0.048198 -0.110948 0.9127
DM -0.094345 0.212776 -0.443401 0.6620
C 0.152579 0.702660 0.217144 0.8302
RESID(-1) 0.218963 0.257842 0.849215 0.4053

R-squared 0.033201 Mean dependent var 4.44E-16


Adjusted R-squared -0.196989 S.D. dependent var 0.142677
S.E. of regression 0.156098 Akaike info criterion -0.683531
Sum squared resid 0.511701 Schwarz criterion -0.395567
Log likelihood 15.22767 F-statistic 0.144233
Durbin-Watson stat 1.793888 Prob(F-statistic) 0.979620

106
Lampiran 6 : Hasil Uji Hetrokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2.743063 Probability 0.040111


Obs*R-squared 19.78666 Probability 0.100659

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:16
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4.799488 5.156751 0.930719 0.3690


LIHK -1.257478 1.335329 -0.941699 0.3635
LIHK^2 0.154353 0.116468 1.325279 0.2079
LIHK*LPMDN 0.106195 0.068595 1.548144 0.1456
LIHK*LPMA -0.096376 0.100834 -0.955789 0.3566
LIHK*DM -0.268756 0.305870 -0.878661 0.3955
LPMDN -0.008191 0.315289 -0.025980 0.9797
LPMDN^2 0.013597 0.008836 1.538797 0.1478
LPMDN*LPMA -0.039923 0.016679 -2.393564 0.0325
LPMDN*DM -0.120332 0.120783 -0.996261 0.3373
LPMA -0.287276 0.421142 -0.682135 0.5071
LPMA^2 0.033195 0.012606 2.633206 0.0207
LPMA*DM 0.030901 0.132477 0.233258 0.8192
DM 3.171069 1.524492 2.080081 0.0579

R-squared 0.732839 Mean dependent var 0.019603


Adjusted R-squared 0.465678 S.D. dependent var 0.035121
S.E. of regression 0.025672 Akaike info criterion -4.180659
Sum squared resid 0.008568 Schwarz criterion -3.508743
Log likelihood 70.43889 F-statistic 2.743063
Durbin-Watson stat 2.229526 Prob(F-statistic) 0.040111

107
Lampiran 7 : Hasil Uji Linieritas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 1.963620 Probability 0.175076


Log likelihood ratio 2.308348 Probability 0.128681

Test Equation:
Dependent Variable: LIHK
Method: Least Squares
Date: 03/05/11 Time: 10:16
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPMDN -0.027252 0.070260 -0.387875 0.7018


LPMA -0.248557 0.319802 -0.777221 0.4453
DM -2.543567 2.615466 -0.972510 0.3414
C 5.873084 5.636138 1.042041 0.3087
FITTED^2 0.428499 0.305788 1.401292 0.1751

R-squared 0.945186 Mean dependent var 3.422578


Adjusted R-squared 0.935219 S.D. dependent var 0.891380
S.E. of regression 0.226874 Akaike info criterion 0.036735
Sum squared resid 1.132383 Schwarz criterion 0.276705
Log likelihood 4.504075 F-statistic 94.83872
Durbin-Watson stat 0.903063 Prob(F-statistic) 0.000000

108
Lampiran 8 : Hasil Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LIHK


Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:17
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPMDN 0.008832 0.066727 0.132355 0.8959


LPMA 0.192335 0.058455 3.290289 0.0032
DM 1.116769 0.135103 8.266073 0.0000
C -1.922114 0.924646 -2.078756 0.0490

R-squared 0.940293 Mean dependent var 3.422578


Adjusted R-squared 0.932505 S.D. dependent var 0.891380
S.E. of regression 0.231578 Akaike info criterion 0.048155
Sum squared resid 1.233455 Schwarz criterion 0.240131
Log likelihood 3.349901 F-statistic 120.7386
Durbin-Watson stat 0.808642 Prob(F-statistic) 0.000000

109
Dependent Variable: LPMA
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:18
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LIHK 1.664021 0.505737 3.290289 0.0032


LPMDN 0.615482 0.148595 4.142012 0.0004
DM -0.796556 0.774253 -1.028806 0.3143
C 3.907129 2.850077 1.370886 0.1836

R-squared 0.882534 Mean dependent var 24.09984


Adjusted R-squared 0.867212 S.D. dependent var 1.869255
S.E. of regression 0.681158 Akaike info criterion 2.205909
Sum squared resid 10.67146 Schwarz criterion 2.397885
Log likelihood -25.77977 F-statistic 57.60031
Durbin-Watson stat 1.692009 Prob(F-statistic) 0.000000

110
Dependent Variable: LPMDN
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:18
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LIHK 0.086175 0.651089 0.132355 0.8959


LPMA 0.694151 0.167588 4.142012 0.0004
DM -0.827387 0.823067 -1.005250 0.3252
C 7.473712 2.735181 2.732438 0.0119

R-squared 0.723869 Mean dependent var 24.12986


Adjusted R-squared 0.687852 S.D. dependent var 1.294754
S.E. of regression 0.723381 Akaike info criterion 2.326193
Sum squared resid 12.03545 Schwarz criterion 2.518169
Log likelihood -27.40361 F-statistic 20.09797
Durbin-Watson stat 1.755488 Prob(F-statistic) 0.000001

111
Dependent Variable: DM
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:19
Sample: 1983 2009
Included observations: 27

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LIHK 0.669933 0.081046 8.266073 0.0000


LPMDN -0.050867 0.050601 -1.005250 0.3252
LPMA -0.055231 0.053685 -1.028806 0.3143
C 0.710024 0.766371 0.926475 0.3638

R-squared 0.889010 Mean dependent var 0.444444


Adjusted R-squared 0.874534 S.D. dependent var 0.506370
S.E. of regression 0.179362 Akaike info criterion -0.462863
Sum squared resid 0.739930 Schwarz criterion -0.270887
Log likelihood 10.24865 F-statistic 61.40890
Durbin-Watson stat 0.716464 Prob(F-statistic) 0.000000

112

Anda mungkin juga menyukai