Anda di halaman 1dari 39

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sungai

Menurut Soewarno (1991:20) dalam Munadi (2002:7)

mengemukakan bahwa sungai adalah torehan permukaan bumi yang

merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang

dibawanya dari bagian hulu ke hilir, atau dari tempat tinggi ke tempat yang

rendah kemudian bermuara ke laut. Sedangkan menurut Triatmojo

(1996:103) saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan

muka air bebas. Akibat tekanan atmosfir, tekanan pada permukaan air

adalah sama. Pada saluran terbuka (saluran alam) variabel aliran tidak

teratur baik terhadap ruang, maupun waktu. Variabel itu adalah tanpang

lintang saluran, kekasaran, kemiringan dasar, belokan, debit aliran, dan

sebagainya.

Tipe aliran saluran terbuka menurut Triatmojo (1996:104) adalah

turbulen karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding yang besar.

Aliran saluran terbuka akan turbulen apabila angka Reynold Re>1.000

dan laminer apabila Re<500. Aliran saluran terbuka disebut seragam

(uniform) apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah,

kecepatan, dan debit pada setiap tampang pada setiap aliran adalah

konstan terhadap waktu. Aliran disebut tidak seragam atau berubah (non

uniform atau varied flow), apabila variabel aliran seperti kedalaman,


8

tampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan terhadap

waktu.

B. Konsep Dasar Aliran

Menurut ilmu mekanika fluida aliran fluida khususnya air

diklasifikasikan berdasarkan perbandingan antara gaya inersia dan gaya-

gaya kekentalanya menjadi tiga bagian yaitu aliran laminar, turbulin, dan

transisi (French, 1985). Variable yang dipakai untuk klarifikasi ini adalah

bilangan Reynolds.
1. Karakteristik Aliran

Kondisi biofisik setiap saluran terbuka memiliki karakter yang

berbeda yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu saluran.

Pengumpulan data fisik dengan mencatat beberapa faktor yang dominan

pada suatu wilayah akan mencerminkan karakteristik suatu saluran.

Karakteristik aliran adalah gambaran spesifik mengenai aliran yang

dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan topografi, tanah,

geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi, dan manusia.


Aliran pada saluran terbuka merupakan aliran yang mempunyai

permukaan yang bebas. Permukaan yang bebas itu merupakan

pertemuan dua fluida dengan kerapatan (density) yang berbeda.

Biasanya pada saluruan terbuka itu dua fluida itu adalah udara dan air

dimana kerapatan udara jauh lebih kecil daripada kerapatan air.


Gerakan air pada saluran terbuka berdasarkan efek dari grafitasi

bumi yang didistribusi tekanan dalam air umumnya bersifat hidrostatis

karena kuantitasnya tergantung dari berat jenis aliran dalam kedalaman.

Karena jenis berat aliran dapat diasumsikan tetap, maka tekanan hanya
9

tergantung dari kedalamannya, semakain dalam tekanannya semakin

besar. Namun pada beberapa kondisi bisa ditemukan distribusi tekanan

tidak hidrostatis.
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran dalam saluran

terbuka, dan dapat pula berupa aliran dalam pipa. Kedua jenis aliran

tersebut memiliki prinsip yang sangat berbeda. Aliran melalui saluran

terbuka adalah aliran yang memiliki permukaan bebas sehingga memiliki

tekanan udara walaupun berada dalam saluran tertutup. Adapun aliran

dalam pipa merupakan aliran yang tidak memiliki permukaan bebas,

karena aliran air mengisi saluran secara terus menerus, sehingga tidak

dipengaruhi oleh tekanan udara dan hanya dipengaruhi oleh tekanan

hidrostatik. Banyak faktor aliran yang berpengaruh terhadap pengendapan

partikel dalam suatu aliran, tetapi yang terpenting adalah kecepatan

endap dan karakteristik aliran (Takamatsu dan Naito,1967). Simmon dan

Senturk (1992) menekankan pentingnya turbulensi terhadap keberadaan

sedimen di dalam suspensi. Turbulensi menjaga sedimen yang

tersuspensi untuk tidak mengendap, bahkan mampu mengangkat

sedimen yang sudah mengendap untuk tersuspensi lagi.


Karakter aliran yang paling sesuai untuk mengendapkan partikel

sedimen adalah aliran laminar dengan kecepatan yang rendah. Banyak

cara dilakukan untuk mendapatkan pola aliran yang seperti ini, atau yang

lebih dikenal denganplug-flow, seperti merancang posisi inlet dan outlet

(Pearson et.al, 1995), mencegah pembentukan gelombang dipermukaan

dengan meminimalkan angin (Kim dan Kim, 2000),menggunakan


10

baffle/sekat (Muttamara dan Puetpaiboon, 1997), dan merancang bentuk

atau geometri dari konstruksi (EuropeanInvestment Bank, 1998).


2. Sifat aliran

Sifat-sifat aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh

adanya Pengaruh kekentalan (viscositas) dan pengaruh gravitasi dalam

perbandingannya dengan gaya-gaya kelembaman (inersia) dari

aliran.Tegangan permukaan sebenarnya juga dapat berpengaruh pada

sifat-sifat aliran, namun dalam kebanyakan aliran tegangan permukaan

tidak memegang peranan penting, oleh karena itu tidak diperhitungkan.

Selanjutnya apabila perbandingan antara pengaruh gaya-gaya

kelembaman dengan gaya-gaya kekentalan yang dipertimbangkan maka

aliran dapat dibedakan menjadi: aliran laminer, dan aliran turbulen serta

aliran transisi. Parameter yang dipakai sebagai dasar untuk membedakan

sifat aliran tersebut adalah suatu parameter tidak berdimensi yang dikenal

dengan angka Reynold (Re) yaitu: perbandingan (ratio) dari gaya

kelembaban (inersia) terhadap gaya- gaya kekentalan (viscositas)

persatuan volume.

1. Sifat-sifat aliran berdasarkan pengaruh gaya kelembaman dengan

gaya kekentalan yaitu:


a. Aliran Laminer yaitu suatu aliran dimana gaya-gaya kekentalan relatif

lebih besar dibanding dengan gaya kelembaman sehingga kekentalan

berpengaruh besar terhadap sifat aliran. Pada aliran ini partikel cairan

seolah-olah bergerak secara teratur menurut lintasan tertentu.


b. Aliran Turbulen yaitu apabila kecepatan aliran lebih besar daripada

kekentalan dalam hal ini butiran-butiran air bergerak menurut lintasan


11

yang tidak teratur, tidak lancar, tidak tetap, walaupun butiran bergerak

maju dalam kesatuan aliran secara keseluruhan.


c. Aliran Transisi yaitu Aliran peralihan dari laminar ke aliran turbulen

dimana kekentalan relatif terhadap kecepatan.

Pengaruh kekentalan terhadap kelembaban dapat dinyatakan

dengan bilangan Reynold. Reynold menerapkan analisa dimensi pada

hasil percobaannya dan menyimpulkan bahwa perubahan dari aliran

laminar ke aliran turbulen terjadi suatu harga yang dikenal dengan

angkaReynold (Re). Angka ini menyakatan perbandingan antara gaya-

gaya kelembaman dengan gaya-gaya kekentalan yaitu:

R (1)
=

Dimana:

Re = Angka Reynold

= Kecepatan rata-rata

aliran (m/det)

R = Jari-jari Hidrolis (m)

= kekentalan (viscositas) kinematik cairan (m2/det)

Kemudian dari berbagai percobaan disimpulkan bahwa untuk saluran

terbuka :

Re < 500 aliran laminar


12

500< Re < 12.500 aliran transisi

Re >12.500 aliran turbulen

Gambar 1: Aliran Turbulen dan laminer

2. Sifat-sifat aliran berdasarkan Perbandingan gaya kelembaman

dengan gaya Gravitasi.


a. Aliran super kritis yaitu suatu aliran dimana kecepatan alirannya lebih

besar daripada kecepatan gelombangnya.


b. Aliran kritis yaitu suatu aliran dimana kecepatan alirannya sama besar

dengan kecepatan gelombangnya.


c. Aliran subkritis yaitu suatu aliran dimana kecepatan alirannya lebih

kecil daripada kecepatan gelombangnya.

Parameter yang membedakan ketiga aliran tersebut adalah

parameter yang tidak berdimensi yang dikenal dengan angka Froude (Fr)

yaitu angka perbandingan antara gaya kelembaman dan gaya gravitasi, di

rumuskan dengan :

(2)
Fr=
g .h
13

Dimana:

Fr = Angka Froude

= Kecepatan rata-rata aliran (m/det)

h = Kedalaman aliran (m)

g = Gaya Gravitasi (m/det2)

Sehingga:

a. Aliran bersifat Kritis apabila Fr = 1, dimana kecepatan aliran sama

dengan kecepatan rambat gelombang .


b. Aliran bersifat subkritis apabila Fr<1, dimana kecepatan aliran lebih

kecil daripada kecepatan rambat gelombang .


c. Aliran bersifat superkritis apabila Fr >1, dimana kecepatan aliran lebih

besar daripada kecepatan rambat gelombang.

Berikut gambar aliran sub kritis, aliran super kritis, aliran kritis:

Gambar 2 : Pola penjalaran gelombang disaluran terbuka (Bambang


14

Triatmojo, 2008)
Pada gambar di atas diperlihatkan suatu saluran panjang dengan tiga

jenis kemiringan, subkritis, kritis dan superkritis. Pada kemiringan subkritis

(Gambar a) permukaan air di zona peralihan tampak bergelombang. Aliran

dibagian tengah saluran bersifat seragam namun kedua ujungnya bersifat

berubah. Pada kemiringan kritis (Gambar b) permukaan air dari aliran

kritis ini tidak stabil. Dibagian tengah dapat terjadi gelombang tetapi

kedalaman rata-ratanya konstan dan alirannya dapat dianggap seragam.

Pada kemiringan subkritis ( Gambar c) permukaan air bealih dari keadaan

subkritis menjadi superkritis setelah melalui terjunan hidrolik lambat laun.


3. Debit Aliran
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume

per satuan waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dar

daerah aliran sungai (DAS). satuan debit yang digunakan adalah meter

kubik per detik (m/det). Debit aliaran adalah laju aliran air (dalam bentuk

volume air) yang melewati suatu penempang melintang sungai per satuan

waktu (asdak, 2002). Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada

tampang melintang diabaikan, dan kecepatan aliran dianggap seragam di

setiap titik
pada tampang melintang yang besarannya sama dengan kecepatan

rerata V, sehingga debit aliran adalah :

Q = A x V(4)

Dengan :

Q = debit aliran (m/det)


15

A = luas penampang (m)

V = kecepatan aliran (m/det)

Debit air sungai merupakan tinggi permukaan air sungai yang

terukur oleh alat ukur permukaan air sungai (mulyana, 2007).

C. Sedimen

1. Angkutan Sedimen (Transpor Sedimen)

Akibat adanya aliran air, timbul gaya-gaya yang bekerja pada

material sedimen. Gaya-gaya tersebut mempunyai kecenderungan untuk

menggerakkan atau menyeret butiran material sedimen. Pada waktu

gaya-gaya yang bekerja pada butiran sedimen mencapai suatu harga

tertentu, sehingga apabila sedikit gaya ditambah akan menyebabkan

butiran sedimen bergerak, maka kondisi tersebut disebut kondisi kritis.

Parameter aliran pada kondisi tersebut, seperti tegangan geser (0),

kecepatan aliran (U) juga mencapai kondisi kritik (sumber: skripsi kajian

perubahan pola gerusan pada tikungan sungai akibat penambahan debit).


Menurut polprasert dan battarai (1985), pengendapan sedimen

dipengaruhi oleh turbulensi. Aliran yang laminer mendorong pengendapan

lebih cepet karena jarak yang dibutuhkan partikel untuk mengendap lebih

pendek. Pengendapan partikel bisa dihalangi oleh anginn yang tertiup

dipermukaan karena angin bisa menimbulkan gelombang dan

menyebabkan turbulensi. Selain itu, pengendapan sedimen ini juga

dipengaruhi oleh kecepatan endap partikel ( puslitbang pengairan, 1986).


16

Menurut Mardjikoen (1987), angkutan sedimen merupakan

perpindahan tempat bahan sedimen granular (non kohesif) oleh air yang

sedang mengalir searah aliran.Banyaknya angkutan sedimen T dapat

ditentukan dari perpindahan tempat suatu sedimen yang melalui suatu

tampang lintang selama periode waktu yang cukup.


Lihat Gambar 3. T dinyatakan dalam (berat, massa, volume) tiap satuan

waktu.

Gambar 3. Tampang panjang saluran dengan dasar granuler.


(Mardjikoen, 1987)
Laju sedimen yang terjadi bias dalam kondisi seimbang

(equilibrium). Erosi (erosion), atau pengendapan (deposition), maka dapat

ditentukan kuantitas sedimen yang terangkut daam proses tersebut.


Proses sedimentasi di dasar saluran dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 4. Angkutan sedimen pada tampang panjang dengan


dasar granuler.(Mardjikoen, 1987)

Tabel 1. proses sedimen dasar


17

Proses yang terjadi


Perbandingan T
Sedimen Dasar

T1 = T2 Seimbang Stabil

T1< T2 Erosi Degradasi

T1> T2 Pengendapan Agradasi

(Mardjikoen, 1987)

Partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai

secara keseluruhan disebut dengan muatan sedimen dasar (bed load).

Adanya muatan sedimen dasar ditunjukan oleh gerakan partikel-partikel

dasar sungai. Gerakan itu dapat bergeser, menggelinding, atau meloncat-

loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai. Gerakan ini

kadang-kadang dapat sampai jarak tertentu dengan ditandai

bercampurnya butiran partikel tersebut bergerak ke arah hilir.

Menurut Asdak (2014), besarnya transport sedimen dalam aliran

sungai merupakan fungsi dari suplai sedimen dan energi aliran sungai

(steam energy). Ketika besarnya energi aliran sungai melampaui besarnya

suplai sedimen, terjadilah degradasi sungai. Pada sisi lain, ketika suplai

sedimen lebih besar dari pada energi aliran sungai , terjadilah agradasi

sungai.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa aliran sungai

merupakan sistem yang bersifat dinamika sehingga aliran air sungai

selalu bervariasi.

Menurut Asdak (2014), proses Transportasi sedimen adalah begitu

sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah transpor


18

sedimen. Kecepatan transport merupakan fungsi dari kecepatan aliran

sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti

tanah liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash

load). Sedang partikel yang lebih besar, antara lain, pasir cenderung

bergerak dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar dari pasir,

misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau

menggelinding di dasar sungai.

(bed load) seperti pada gambar berikut :

Gambar 5. Transpor sedimen dalam aliran air sungai (Asdak, 2014)

Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh

interaksi faktor-faktor sebagai berikut : ukuran sedimen yang masuk

kedalam sungai/saluran air, karakteristik saluran, debit, dan karakteristik

fisik partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk ke sungai dan

besarnya debit ditentukan oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi,


19

dan cara bercocok tanamdi daerah tangkapan airyang merupakan asal

datangnya sedimen. Sedang karakteristik sungai yang penting, terutama

bentuk morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai, dan kemiringan

sungai. Interaksi dan masing-masing faktor tersebutdi atas akan

menentukan jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan transport sedimen.

Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah

serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya, dikenal

bermacam jenis sedimen seperti pasir, liat, dan lain sebagainya.

Tergantung dari ukuran partikelnya, sedimen ditemukan terlarut dalam

sungai atau disebut muatan sedimen (suspended sediment) dan merayap

di dasar sungai atau dikenal sebagai sedimen merayap (bed load).

Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi (Asdak, 2014) :

Tabel 2. Jenis sedimen Menurut Ukurannya.

Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm)


Liat < 0,0039

Debu 0,0039 0,0625

Pasir 0,0625 2,00

Pasir Besar 2,00 64

Proses pengangkutan sedimen (sediment transport) dapat

diuraikan meliputi tiga proses sebagai berikut :

a) Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen

yang terdapat diatas tanah sebagai hasil dari erosi percikan (splash
20

erosion) dapat menggerakkan partikelpartikel tanah tersebut dan akan

terangkut bersama-sama limpasan permukaan (overland flow).

b) Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan

sedimen yang terdapat di permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan

masuk kedalam alur-alur (rills), dan seterusnya masuk kedalam

selokan dan akhirnya ke sungai.

c) Pengendapan sedimen, terjadi pada saat kecepatan aliran yang

dapat mengangkat (pick up velocity) dan mengangkut bahan sedimen

mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity) yang

dipengaruhi oleh besarnya partikel-partikel sedimen dan kecepatan

aliran.

Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat

dibagi menjadi:

1)Endapan arus traksi

2) Endapan arus pekat (density current) dan

3) Endapan suspense

2. Macam macam Angkutan Sedimen

Pembagian angkutan sedimen menurut sumber asalnya dapat di bedakan

menjadi:
1) Muatan material dasar (bed material transport ), dimana sumber asal

material yaitu dari dasar. Angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar

aliran angkutan bed material dapat berubah angkutan dasar maupun

angkutan melayang tergantung dari jenis, ukuran dan keadaan

materialnya.
21

2) Muatan bilas (wash load), angkutan partikel-partikel halus berupa

lempung (silt) dan debu (duts) yang terbawah oleh aliran sungai.

Partikel-partikel ini akan terbawah oleh aliran sungai sampai ke laut

atau dapat juga terendapkan pada aliran tenang atau pada aliran yang

tergenang. Sumber utama dari muatan bilas adalah hasil pelapukan

lapisan atas batuan atau tanah daerah pengaliran sungai, hasil

pelapukan ini akan terbawah oleh aliran permukaan atau angin

kedalam sungai.
Sedangkan menurut mekanisme pengangkutan dapat dibedakan

menjadi:
1) Muatan sedimen dasar (bed load), dimana gerakan dan perpindahan

tanahnya selalu pada dasar saluran atau aliran dengan cara

melompat (jatuh), berguling dan menggelinding. Akan tetapi partikel

angkutan dasar ini lambat laun kemungkinan dapat berubah diri

menjadi angkutan melayang.


2) Muatan sedimen melayang (suspended load), dimana perpindahan

partikel-partikel tanahnya begerak melayang-layang dalam air dan

terbawah aliran air.


Secara skematis angkutan sedimen dapat digambarkan sebagai

berikut :

Muatan Material DasarBergerak Sebagai Sedimen Dasar

Berdasarkan Sumber Asal (original) Berdasarkan Mekanisme Angkutan Transpo

Bergerak Sebagai Muatan Sedimen Melayang


Muatan Bilas
22

Gambar 6. Bagan mekanisme dan asal bahan sedimen


(Mardjikoen, 1987)

D Sedimentasi

1. Pengertian sedimentasi

Sedimentasi adalah suatu proses pengapungan, penggelindingan,

penyeretan atau pemercikan jarah-jarah tanah hasil pemecahan dan telah

terlepas dari satuan tubuh tanahnya, menempuh rentang jarak tertentu

sampai tertahan di tempat peng-endapan (Yang, 1996; Wulandari, 1999).

Selain itu, sedimentasi berarti pengendapan atau hal

mengendapkan benda padat karena pengaruh gaya berat. Kerusakan

daerah aliran sungai menyebabkan meningkatnya angkutan sedimen

yang terbawa aliran ke saluran irigasi. Jika kecepatan aliran ini rendah

maka akan terjadi proses pengendapan di saluran irigasi tersebut.

Akibatnya, terjadi perubahan pola aliran permukaan dan peningkatan laju

erosi permukaan. Peningkatan laju erosi permukaan menyebabkan

meningkatnya angkutan sedimen yang terbawa aliran ke saluran irigasi

melalui pintu intake di bendung.

Sedimentasi pada saluran disebabkan karena kecepatan aliran

tidak bisa mengangkut partikel sedimen yang ada dalam saluran.


23

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang

tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter

maksimum yang diizinkan (0.06 ~ 0.07 mm).

Erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah

dari induknya dari suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh

gerakan air atau angin kemudian diikuti oleh pengendapan material yang

terjadi di tempat lain(bersumberkan jurnal teknik sipil Universitas

Hasanuddin).
Sedimentasi dan erosi adalah dua hal yang sangat berkaitan erat.

Erosi dan sedimentasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu air,

aliran glester (es).Erosi juga sering disebut sebagai faktor penyebab

banyaknya sedimen yang terangkut oleh air.


Beberapa dampak dari sedimentasi yang merupakan akibat dari

erosi antara lain:


a) Di sungai, pengendapan sedimen didasar sungai menyebabkan

naiknya dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya muka air

sehingga berakibat sering terjadinya banjir.


b) Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran di aliri air yang

penuh sedimen akan terjadi pengendapan sedimen di saluran, sudah

tentu di butuhkan biaya yang besar untuk pengerukan sedimen.


c) Di waduk-waduk, pengendapan sedimen diwaduk akan mengurangi

volume efektifnya.
d) Di bendungan atau pintu-pintu air, menyebabkan kesulitan dalam

mengoperasikan pintu-pintunya.
e) Di daerah sepanjang sungai, sebagaimana telah diuraikan diatas

bahwa banjir akan lebih sering terjadi didaerah-daerah yang tidak di


24

lindungi. Daerah yang dilindungi oleh tanggul akan aman, selama

tanggulnya selalu dipertinggi.


Untuk mengupayakan agar tidak terjadi sedimentasi maka ruas-

ruas saluran hendaknya mengikuti kriteria IR konstan atau makin

besar ke arah hilirnya. I adalah kemiringan dasar saluran, R adalah jari-

jari hidraulik penampang saluran.


Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila

kapasitas angkut sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas

debit di bagian hilir dari jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga

agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit (kapasitas angakutan

sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar.


Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut Suripin (2002)

tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan

lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan

melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah

dapat menyebabkan sedimentasi di saluran sehingga dapat mengurangi

daya tampung saluran. Sejumlah bahan erosi yang dapat mengalami

secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik kontrol dinamakan

hasil sedimen (sediment yield). Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam

satuan berat (ton) atau satuan volume (m 3) dan juga merupakan fungsi

luas daerah pengaliran. Dapat juga dikatakan hasil sedimen adalah

besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah

tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu (Asdak

C., 2007).
25

Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di saluran

yang diangkut keluar dari daerah irigasi, sedangkan yang lain mengendap

di lokasi tertentu dari saluran (Gottschalk, 1948, dalam Ven T Chow, 1964

dalam Suhartanto, 2001).Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi

dua bagian yaitu (sumber :wordpress.com) :


a) Proses sedimentasi secara geologis : Sedimentasi secara geologis

merupakan proses erosi tanah yang berjalan secara normal, artinya

proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas

yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses

degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.


b) Proses sedimentasi yang dipercepat : Sedimentasi yang dipercepat

merupakan proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari

proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang cepat,

bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu

keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian

tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah

tanah. Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi

tanah dan sedimentasi yang tinggi.

E. Bangunan Penahan Sedimen

Sand Pocket merupakan bangunan dam atau bangunan dengan

pelimpas yang dibangun untuk mencegah sedimentasi. Berdasarkan

pengalaman beberapa proyek sabodam, fungsi sand pocket secara lebih

khusus adalah untuk menahan sementara sedimen yang akan turun dari
26

hulu ke hilir semaksimal mungkin. Kemudian sedimen ini dialirkan sesuai

kapasitas tampung bangunan hilir.


Sebelum menempatkan bangunan sand pocket, perlu diketahui

terlebih dahulu informasi tentang volume sedimen yang akan turun dari

daerah hulu dan arah pergerakannya. Informasi ini dapat diperoleh dari

pihak vulkanologi. Dengan data tersebut, pihak proyek lalu memeriksa

palung-palung sungai, apakah akan mampu menampung sedimen.

Bangunan sand pocket berbeda dengan bendungan untuk irigasi. Sand

Pocket tidak memerlukan kekedapan tertentu sedangkan bendung harus

kedap air untuk menjaga kestabilan bangunan terhadap bahaya guling

atau geser. Namun demikian, dari segi pondasi tidak jauh berbeda, karena

tubuh sand pocket berdiri di atas pondasi yang terletak di bawah muka

dasar sungai. Kedalaman pondasinya mencapai 4 sampai 5 meter di

bawah dasar sungai.

Kendala yang dihadapi dalam pembuatan pondasi tubuh sand

pocket sama dengan pada pekerjaan pondasi bendung, yaitu berupa

gangguan besarnya rembesan air yang mengalir ke lokasi pekerjaan.

Untuk mengatasinya, seiring dengan pelaksanaan kontruksi sand pocket

perlu dilakukan dewatering dengan menempatkan beberapa buah pompa

yang berdiameter 6 inchi.

Sand Pocket dibangun sepanjang sungai, semakin ke hilir

kerapatannya semakin jarang. Sedimen yang mengalir ke sungai akan

tertahan di sand pocket. Apabila sand pocket pertama penuh, sedimen

akan melimpas ke sabo-sabo berikutnya. Dengan demikian, aliran


27

sedimen dapat diperlambat. Selain itu, kerusakan di sekitar aliran sungai

juga diharapkan dapat dikurangi.

Teknologi Sabo atau lebih populer dengan sebutan Tekno Sabo

adalah teknologi untuk mencegah terjadinya bencana sedimen dan

mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan lahan. Tujuan dari

pembangunan prototipe sand pocket adalah untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh bangunan prototipe sand pocket terhadap pengurangan

sedimentasi waduk, karena fungsi dari sand pocket adalah untuk

menahan, menampung dan mengendalikan sedimen. Semula, teknologi

ini dipergunakan untuk mengendalikan material lahar gunung api.

Kondisi alur sungai awal pasca pembangunan sand pocket perlu

diketahui, dan secara berkala bentuk alur ini diamati perubahan-

perubahannya, utamanya setelah terjadi banjir, sehingga dapat diketahui

perubahan dasar sungai (riverbed fluctuation) dari waktu ke waktu, maka

volume sedimen yang mengendap pada alur sungai dapat dihitung dan

selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan pengaruh

pembangunan sand pocket terhadap pengurangan sedimentasi.

Adapun menurut Khoirul Murod (2002:9) menyebutkan jenis

bangunan pengendali sedimen menurut fungsinya dibedakan menjadi :

1. Stepped Dam yaitu dam bertingkat yang dibuat dibagian alur yang

rusak,mudah longsor untuk mencegah produksi sedimen karena erosi

galur.
28

2. Check Dam atau Sabo Dam yaitu dam penahan sedimen yang harus

dibangun di lembah sungai yang cukup dalam untuk menahan,

menampung dan mengendalikan sedimentasi, sehingga jumlah sedimen

yang mengalir diperkecil.

3. Sand Pocket (Kantong Pasir) yaitu bangunan pengendali sedimen yang

dibuat di daerah sungai yang berbentuk kipas alluvial untuk menampung

sejumlah sedimen yang mengalir cukup besar sehingga sisa dari yang

ditahan check dam ditampung disini. Pads umumnya kantong pasir

dilengkapi dengan tanggul keliling untuk mencegah limpasan.

4. Groundsill atau ambang pengendali dasar adalah check dam yang

rendahdibangun melintang sungai untuk menstabilkan dasar sungai dan

mengarahkan aliran sedimen.

5. Channel Works yaitu bangunan berupa kanal di daerah kipas alluvial

untuk menstabilkan arah alur dan mengalirkan banjir dengan aman,

karena pada umumnya di daerah tersebut selalu berubah akibat fluktuasi

debit.

Dalam perencanaanya, kapasitas tampungan bangunan pengendali

sedimenperlu diperhitungkan secara matang, karena kapasitas ini bisa

menentukan potensi dan jenis sedimen yang akan melewati Dam dalam

kurun waktu yang direncanakan.

a) Bagian-bagian pada konstruksi Sand Pocket

Sand Pocket memiliki beberapa bagian, antara lain:

1. Mercu bendung
29

2. Pelimpah

3. Sayap

4. Kemiringan bagian hilir

5. Kemiringan bagian hulu

6. Lubang drainase (driphole)

7. Lebar bawah bendung

8. Kolam olak

9. Tembok tepi

10. Sub Dam

Gambar 7. Potongan melintang sungai dan Konstruksi Sand Pocket


30

Gambar 8. Potongan memanjang sungai dan Konstruksi Sand Pocket

b) Jenis-jenis Sand Pocket

Berdasarkan jumlahnya, Sand Pocket dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis, antara lain:

Jenis Sand Pocket Sketsa

Bendungan tunggal (single

dam)
31

Bendungan menerus

(continous dam)

Bendungan berterap (step

dam)

c.) Perencanaan Desain Sand Pocket

Perencaan desain sand pocket mengacu pada peraturan

Perencanaan Teknis Bendung Pengendali Dasar Sungai (Pd T-12-2004-

A) yang dibuat oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

antara lain :

1. Menentukan gaya-gaya yang bekerja

Dalam pedoman Pd T-12-2004-A dijelaskan bahwa gaya-gaya luar

yang terjadi pada penampang Sabo Dam dengan H < 15 m dapat dilihat

pada lampiran F, antara lain :

a. Berat sendiri bangunan

b. Tekanan air statik

c. Tekanan sedimen
32

d. Gaya angkat

2. Dimensi pelimpah

Mercu pelimpah pada konstruksi bangunan Sand Pocket

berfungsi ganda, karena selain sebagai pelimpas air mercu pelimpah ini

juga berfungsi sebagai penahan tekanan yang dihasilkan oleh aliran

sedimen.

Perencanaan dimensi pelimpah

Untuk merencanakan bagian pelimpah pada bendung, digunakan

rumus:

2 3 /2
2 g B1 B2 h3
Q = 15 . C . . ( 3 + ) .

....................................................... (3)

Keterangan :
3
Q = debit rencana ( m /detik)

C = koefisien pelimpah (0,6-0.66)


2
g = percepatan gravitasi (9,81 m/ detik )

B1
= lebar pelimpah bagian bawah (m)

B2
= lebar muka air di atas pelimpah (m)

h3
= tinggi muka air di atas pelimpah (m)

m2
= kemiringan tepi pelimpah

(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis, Pd T-12-2004-A)


33

Dalam merencanakan dimensi pelimpah diperlukan pula

ketinggian yang diukur dari permukaan air maksimum sampai permukaan

tanggul saluran tinggi jagaan (pustaka.pu.go.id). Tinggi jagaan menurut

Pedoman Perencanaan teknis, Pd T-12-2004-A dapat dilihat pada

lampiran D.

b1
3. Lebar mercu pelimpah ( )

Untuk merencanakan bagian pelimpah pada bendung, digunakan

rumus:

n air t 4 v2
b1
= f . beton . (t + 2 ) . ( 1 + 100

)...........................................(4)

Q
Dengan V = A ............................................................................

(5)

Keterangan :

n = koefisien keamanan (2-3)

t = dalamnya scouring di depan mercu (m)

V = kecepatan aliran saat banjir (m/detik)

f = koefisien gesekan dalam titik bendung (0,8)

w 3
= berat volume aliran air (1-1,2 t/ m )

c 3
= bert volume bendung (t/ m )
34

t = tinggi muka di depan mercu (m)

b1
= lebar mercu pelimpah (m)

3
Q = debit desain ( m /dt)

2
A = luas penampang pelimpah ( m )

Selain menggunakan persamaan tersebut, penentuan lebar mercu

pelimpah dapat juga dengan memperhatikan kondisi material dan

hidrologis setempat dengan mengacu pada Pedoman Perencanaan

teknis, Pd T-12-2004-A dan dapat dilihat pada lampiran E.

4. Tinggi Bendung (H)

Tinggi bendung utama yang disarankan maksimum 5 meter,

ditentukan dengan pedoman pada keadaan sungai yang ada dan

kecenderungannya di masa mendatang.

(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis, Pd T-12-2004-A)

5. Kemiringan tubuh bendung bagian hilir (n)

Kemiringan bagian hilir pada bendung ditentukan agar aliran tidak

menyusur permukaan bagian hilirnya, perbandingan tegak dan datar 1 : n,

nilai standart indeks n = 0,2 atau harga n dapat ditentukan menggunakan

persamaan berikut :

n = V . 2
g. H

..................................................................................(6)

Keterangan :
35

n = kemiringan tubuh bendung utama bagian hilir

V = kecepatan aliran (m/detik)


2
g = percepatan gravitasi (9,81 m/ detik

H = tinggi total bendung utama (m)

(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis, Pd T-12-2004-A)

6. Kemiringan tubuh bendung bagian hulu (m)

Kemiringan bagian hulu dari bendung utama harus ditentukan

berdasarkan syarat stabilitas bangunan menggunakan persamaan :

(1+). m2 + { 2 ( n = ) + n. ( 4 + ) + 2 . . } . m ( 1 + 3

. ) + . ( 4n + ) = . ( 3 . n . + 2 + n2 ) =

0 .................................(7)

Keterangan :

n = kemiringan tubuh bendung utama bagian hilir

h3
= H = perbandingan tinggi air di atas pelimpah dan tinggi

bendung

m = kemiringan tubuh bendung utama bagian hulu

b1
= H = perbandingan lebar mercu pelimpah dan tinggi

bendung

beton
= air = perbandingan berat volume beton dan berat volume air
36

tubuh bendung

utama

1:n 1: m H

Gambar 9. Sketsa main dam

7. Tebal lantai kolam olak (t)

Tebal kolam olak harus cukup untuk menahan tekanan yang

berasal dari benturan air terjun dan batu, ditentukan berdasarkan

persamaan :

Kolam olak tanpa subdam


H1 h3
t= 0,2 . (0,6 + 3

1) .................................................................(8)
Kolam olak menggunakan sub dam
H1 h3
t= 0,1 . (0,6 + 3 -

1) .................................................................(9)

Keterangan :

t = tebal lantai kolam olak (m)

H1
= tinggi bendung utama dari permukaan lantai kolam olak

(m)

h3
= tinggi muka air di atas pelimpah (m)

(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis, Pd T-12-2004-A)


37

8. Panjang kolam olak (L)

a. Persamaan Hidraulik

Keterangan :

lw
= jarak terjunan (m)

X = panjang loncatan air (m)

b2
= lebar mercu sub dam (m)

Q0 3
= debit per meter pada pelimpah ( m /detik/m)
38

h3
= tinggi air di atas pelimpah bendung utama (m)

H1
= tinggi bendung utama dari lantai kolam olak (m)

= koefisien besarnya (4,5-5,0)

hj = tinggi dari permukaan lantai kolam olak (permukaan

batuan dasar) sampai ke muka air di atas mercu sub dam

h1 = tinggi air pada titik jatuh terjunan (m)

q1 = debit aliran air tiap meter lebar pada titik jatuh terjunan (

m3 /detik/m)

V1 = kecepatan jatuh pada terjunan (m/dt)

r1
F = angka Froude aliran pada titik terjunan

b. Persamaan Empiris

H1 h3
L = (1,5 s/d 2,0) x ( +

) ............................................................(18)

Keterangan :

L = jarak bendung utama dan sub dam (m)

H1
= tinggi bendung utama dari permukaan lantai kolam olak

(m)

h3
= tinggi air di atas pelimpah utama

9. Menghitung Tinggi Sub dam (d)


39

Tinggi sub dam, yaitu tinggi lantai bagian bawah sampai pada

mercu sub dam dapat ditentukan berdasarkan rumus berikut:

a. Secara Hidraulik

b. Secara Empiris

Keterangan :

d = tinggi sub dam (m)

h1
= tinggi air pada titik terjunan (m)

r1
F = angka Froude pada titik terjunan

H = tinggi main dam (m)

t = tebal lantai kolam olak (m)

(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis, Pd T-12-2004-A)


40

Gambar 10. Sketsa Sabo dam

10. Stabilitas Sand Pocket

Untuk menghitung Stabilitas Sand Pocket, digunakan petunjuk

dari Pedoman Perencanaan teknis, Pd T-12-2004-A. Dengan beban

rencana sebagai berikut :

Kebutuhan stabilitas

Dalam mendesain dam, dibutuhkan perhitungan untuk menguji

kestabilan bangunan agar dapat meminimalisir kemungkinan kegagalan

bangunan. Berikut adalah penyebab runtuhnya bangunan:

1. Geser (slidiing)

Keterangan :

f geser
S = faktor keamanan

PV = gaya vertikal total (t)

PH = gaya horixontal total (t)

f = koefisien geser antara dasar badan bendug dan

tanah dasar

= tegangan geser badan bendung

l = panjang bidang geser (m)

2. Guling (overturning)

Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultan semua gaya

yang bekerja pada bagian.


41

Keterangan :

X = M / Pv ....................................................................................

(22)

e = X D/2 ...................................................................................

(23)

Pada umumnya besarnya X diisyaratkan :

D/3 < X < 2D/3 atau e < 1/6 . D

SF = Mv / MH ........................................................................(24)

Keterangan :

X = jarak dari tumit bendung tepi (hulu) sampai ke titik tangkap

resultan gaya (m)

e = jarak dari as sampai ke titik tangkap resultan gaya (m)

Mv = jumlah momen yang menahan (tm)

MH = jumlah momen yang menggulingkan (tm)

M = momen total (Mv MH) (tm)

PV = gaya vertikal total (t)

3. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)

Untuk menghitung piping pada bendung digunakan persamaan :

1
CL L V + 3 LH
(hitung) =
H

.............................................................................. (25)

Keterangan :
42

LV : tinggi bendungan

LH : panjang bendungan

H : tinggi muka air di atas mercu

4. Stabilitas terhadap daya dukung

Untuk menghitung stabilitas bendung terhadap daya dukung

digunakan persamaan :

1,2
= ( PD )
V
(1 6.De )
................................................................... (26)

Keterangan :

1 2
= tegangan vertikal pada ujung hilir bendung (t/ m )

2 2
= tegangan vertikal pada ujung hulu bendung (t/ m )

PV
= gaya vertikal total (t)

D = lebar dasar bendung utama (m)

e = eksentrisitas resultan gaya yang bekerja ( X D2 ) (m)

11. Menentukan Kapasitas Tampungan Sabo Dam


43

Gambar 11. Sketsa kapasitas tampungan sedimen

Keterangan gambar :

H = tinggi sabo dam

L1
= panjang tampungan sedimen

Kapasitas tampungan pada Sabo Dam dapat dihitung melalui

rumus:

L1
V = . b . H .........................................................................

(27)

Keterangan :

V = kapasitas tampungan sabo dam

b = lebar sungai

12. Berat jenis tanah

Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah

dengan berat air pada suhu tertentu. Dalam menghitung berat jenis tanah

digunakan persamaan berikut:

W 2W 1
Gs = ( W 4 W 1 )( W 3W 2 )

........................................................... (28)

Keterangan :
44

W1
= berat picnometer (gr)

W2
= berat picnometer + tanah (gr)

W3
= berat picnometer + tanah + air (gr)

W4
= berat picnometer + air (gr)

W 4
= berat picnometer + air terkoreksi (gr)

13. Penentuan lokasi sand pocket

Tata letak bendung pengendali dasar sungai harus memenuhi

ketentuanketentuan, sebagai berikut :

a. Lokasi bendung harus direncanakan pada tempat yang dasar

sungainya

dikhawatirkan akan turun;

b. Disekitar titik pertemuan kedua sungai dengan lokasi di sebelah

hilirnya;

c. Untuk melindungi fondasi dan bentuk konstruksi lainnya, lokasi

bendung pengendali dasar sungai harus dibangun disebelah hilirnya;

d. Direncanakan pada alur sungai yang tidak stabil dan diharapkan alur

dapat diatur dan stabil oleh konstruksi bendung pengendali dasar sungai;

e. Sumbu bendung pengendali dasar sungai didesain tegak lurus dengan

alur sungai disebelah hilirnya.

(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis, Pd T-12-2004-A)


45

Anda mungkin juga menyukai