Anda di halaman 1dari 20

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1964
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NO. 3 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I
LAMPUNG DENGAN MENGUBAH UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 1959
TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA SELATAN
(LEMBARAN NEGARA TAHUN 1964 NO. 8) MENJADI UNDANG-UNDANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan berdasarkan
Undang-undang No. 25 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No.
70) perlu ditinjau kembali
b. bahwa untuk lebih mengintensifkan dan melancarkan jalannya
pemerintahan, daerah Sumatera Selatan perlu dibagi menjadi dua daerah
pemerintahan dengan membentuk Daerah Tingkat I baru, yang berhak
mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri;
c. bahwa untuk itu bagian Selatan dari wilayah Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan yang meliputi wilayah Daerah Tingkat II Lampung Utara,
Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Kotapraja Tanjungkarang-
Telukbetung perlu dipisahkan untuk dijadikan wilayah Daerah Tingkat I
yang baru, yaitu Daerah Tingkat I Lampung;
d. bahwa karena keadaan mendesak Pemerintah berdasarkan pasal 22 ayat
I Undang-undang Dasar, telah mengatur hal tersebut dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang;
e. bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang itu perlu
ditetapkan menjadi Undang-undang;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat 1, pasal 18, pasal 20 dan pasal 22 ayat 2 Undang-undang
Dasar;
2. Undang-undang No.1 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 No.
6) seperti telah diubah dan ditambah;
3. Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan) (Lembaran-
Negara tahun 1959 No. 129) dan Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960
(disempurnakan) (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 6);
4. Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960
No, 11);
5. Undang-undang No. 25 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959
No.70);
6. Undang-undang No. 10 Prp, tahun 1960 jo Keputusan Presiden No.
239 tahun 1964;

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN
1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I LAMPUNG
DENGAN MENGUBAH UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 1959
TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA
SELATAN (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1964 NO. 8) MENJADI
UNDANG-UNDANG.

BAB I.
KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.
(1) Membentuk Daerah Tingkat I Lampung, yang meliputi wilayah
Daerah Tingkat II Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung
Selatan dan Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung yang dipisahkan
dari Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dimaksud dalam Undang-
undang No.25 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 70).
(2) Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dimaksud dalam Undang-undang
No. 25 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 70) diubah
menjadi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan baru, setelah sebagian
wilayahnya dipisahkan seperti dimaksud pada ayat (1), sehingga
wilayahnya meliputi:
1. Daerah Tingkat II Musi-Banyuasin,
2. Daerah Tingkat II Ogan-komering Ilir,
3. Daerah Tingkat II Ogan-Komering Ulu,
4. Daerah Tingkat II Muara Enim,
5. Daerah Tingkat II Lahat,
6. Daerah Tingkat II Musi-Rawas,
7. Daerah Tingkat II Bengkulu Utara,
8. Daerah Tingkat II Bengkulu Selatan,
9. Daerah Tingkat II Rejang Lebong,
10. Daerah Tingkat II Bangka,
11. Daerah Tingkat II Belitung,
12. Kotapraja Palembang,
13. Kotapraja Bengkulu dan
14. Kotapraja Pangkalpinang.

Pasal 2.
(1) Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Selatan berkedudukan di
Palembang.
(2) Pemerintah Daerah Tingkat I Lampung berkedudukan di
Tanjungkarang-Telukbetung.

Pasal 3.
Dengan memperhatikan ketentuan pada Undang-undang No. 1 tahun 1957,
pasal 7 ayat (1) juncto Undang-undang No. 73 tahun 1957 dan Penetapan
Presiden No,. 5 tahun 1960 (disempurnakan), Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Gotong Royong Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Daerah
Tingkat I Lampung masing-masing terdiri atas 35 orang anggota.

Pasal 4.
Bagi masing-masing Daerah Tingkat I dimaksud pada pasal I berlaku
ketentuan-ketentuan pada Undang-undang No.25 tahun 1959 sepanjang
ketentuan-ketentuan itu tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

BAB II.
KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 5.
Ketentuan-ketentuan berdasarkan peraturan-perundangan Negara atau
Daerah, yang berlaku bagi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan lama,
mutatis-mutandis berlaku bagi Daerah Tingkat I Lampung yang dibentuk
berdasarkan pasal 1, sampai saat ketentuan-ketentuan itu ditambah, diganti
atau dicabut.

Pasal 6.
(1) Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan lama pada saat Undang-
undang ini berlaku tetap sebagai Kepala Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan.
(2) Sesuai dengan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960, Lembaran-
Negara tahun 1960 No. 11, kemudian Presiden dapat mengangkat
seorang Wakil Kepala Daerah baik bagi Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan maupun bagi Daerah Tingkat I Lampung.

Pasal 7.
(1) Pada saat Undang-undang ini berlaku, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Tingkat I Sumatera Selatan
lama tetap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gotong Royong Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, dengan
ketentuan, bahwa:
a. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong
Daerah Tingkat I Sumatera Selatan lama, yang bertempat tinggal
pokok di dalam Daerah Tingkat II Lampung, berhenti sebagai
anggota,
b. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong
Daerah Tingkat I Sumatera Selatan lama yang tidak memenuhi
syarat tersebut dalam Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960
(disempurnakan), Lembaran-Negara tahun 1960 No. 6, atas usul
Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan diberhentikan oleh
Menteri Dalam Negeri.
(2) Lowongan Keanggotaan yang terjadi berdasarkan ketentuan pada
ayat (1), huruf a dan b, diisi menurut ketentuan yang berlaku.
(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong
dimaksud pada ayat (1), huruf a, oleh Menteri Dalam Negeri
diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong
Royong Daerah Tingkat I yang wilayahnya mencakup tempat tinggal
pokok anggota yang bersangkutan, kecuali apabila ia tidak lagi
memenuhi syarat dimaksud pada ayat (1), huruf b.

Pasal 8.
Pada saat Undang-undang ini berlaku, bagi Daerah Tingkat I Lampung oleh
Presiden ditunjuk Penguasa yang dimaksud pada-pasal 75 ayat (3),
Undang-undang No. 1 tahun 1957.

Pasal 9.
(1) Pada saat Undang-undang ini berlaku, anggota Badan Pemerintah
Harian Daerah Tingkat I Sumatera Selatan lama tetap sebagai
anggota Badan Pemerintah Harian Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan, dengan ketentuan, bahwa:
a. anggota Badan Pemerintah Harian Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan lama, yang diangkat pada kedudukan itu semata-mata
karena mengingat kepentingan wilayah yang kini telah diliputi oleh
Daerah Tingkat I Lampung, atas usul Kepala Daerah Tingkat I
Sumatera Selatan diberhentikan sebagai anggota;
b. anggota Badan Pemerintah Harian Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan lama, yang tidak memenuhi syarat dimaksud pada pasal 10
Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan),
Lembaran-Negara tahun 1959 No, 129, serta syarat sebagaimana
berlaku bagi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gotong Royong dimaksud pada pasal 7, atas usul Kepala Daerah
Tingkat I Sumatera Selatan setelah mendengar pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang
bersangkutan, diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Lowongan keanggotaan yang terjadi berdasarkan ketentuan pada ayat
(1), huruf a dan b, diisi menurut ketentuan yang berlaku.
(3) Anggota Badan Pemerintah Harian dimaksud pada ayat (1),huruf a,
oleh Menteri Dalam Negeri diangkat menjadi anggota Badan
Pemerintah Harian dari Daerah Tingkat I Lampung, kecuali apabila ia
tidak lagi memenuhi syarat tersebut pada ayat (1), huruf b.

Pasal 10.
(1) Dengan memperhatikan kepentingan masing-masing Daerah secara
timbal-balik, Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan
menyerahkan kepada Kepala Daerah Tingkat I Lampung:
a. pegawai-pegawai yang karena jabatannya diperlukan oleh Daerah
Tingkat I Lampung sebagai tenaga pangkal pada saat pelaksanaan
pembentukan;
b. tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak
lainnya, yang menjadi hak milik atau dikuasai oleh Daerah Tingkat
I Sumatera Selatan lama, apabila barang-barang itu terdapat,
terletak atau berfungsi dalam Daerah Tingkat I Lampung;
c. alat pengangkutan di laut atau di sungai dan perlengkapannya;
d. alat pengangkutan di darat;
e. surat-surat berharga, uang, biaya untuk pengeluran modal dan
pengeluaran rutine yang telah tersedia;
f. perkakas, perlengkapan kantor, arsip, dokumentasi, perpustakaan
dan barang bergerak lainnya.
(2) Penyelesaian penyerahan dimaksud pada ayat (1) seperlunya
dilakukan dengan perantaraan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri
Dalam Negeri.

Pasal 11.
(1) Usaha menyiapkan perlengkapan pertama organisasi Daerah Tingkat
I Lampung, dalam jangka waktu tiga tahun dalam anggaran belanja
dan pendapatan Negara disediakan biaya yang diperlukan.
(2) Penyediaan biaya seperti dimaksud pada ayat (1) juga diadakan untuk
menyiapkan perlengkapan pertama jawatan-jawatan atau dinas-dinas
Pemerintah Pusat, yang harus dibentuk di Daerah Tingkat I Lampung.

BAB III.
KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 12.
Kesulitan yang timbul pada pelaksanaan Undang-undang ini diselesaikan
oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 13.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan mempunyai
daya surut sampai tanggal 1 Januari 1964.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan

pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-


Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 1964
PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Dr. SUBANDRIO.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 1964
SEKRETARIS NEGARA,
ttd
MOHD. ICHSAN,

LEMBARAN NEGARA TAHUN 1964 NOMOR 95

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG No. 14 TAHUN 1964
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NO.
TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I LAMPUNG
DENGAN MENGUBAH UNDANG-UNDANG No. 25 TAHUN 1959
TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA SELATAN,
(LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1964 No. 8), MENJADI UNDANG-UNDANG.

UMUM.

1. Undang-undang ini membagi Sumatera Selatan dalam dua daerah pemerintahan


berbentuk Daerah tingkat I, masing-masing sebagai badan hukum yang berhak
mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri dengan keuangan sendiri.
2. Jalan yang ditempuh ialah:
a. memisahkan bagian Selatan dari wilayah Daerah tingkat I Sumatera Selatan
dengan terus memakai nama Daerah tingkat I Sumatera Selatan bagi wilayah
yang tidak dipisahkan;
b. membentuk Daerah tingkat I Lampung yang meliputi wilayah yang
dipisahkan berdasarkan sub a.
3. Pada penetapan wilayah Daerah tingkat I Lampung, diikuti batas-batas wilayah
Keresidenan Lampung.
4. Sebagai ibukota Daerah tingkat I Lampung ditetapkan ibukota Keresidenan
Lampung dahulu.
5. Jalan pikiran yang diuraikan di atas menjadi dasar pula, dalam menetapkan
kedudukan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Gotong Royong,
Kepala Daerah dan para anggota BPH i.c. Sumatera Selatan. Dalam pada itu,
dengan sendirinya untuk mengadakan penyegaran, maka pejabat-pejabat pemerintah
Daerah yang tidak sesuai atau tidak dapat lagi mengikuti jalannya revolusi seperti
bekas anggota partai/organisasi terlarang, bekas pemberontak-kontra revolusi, yang
tidak dapat membuktikan kesetiaannya terhadap Panca Sila sebagai falsafah Negara,
tidak turut serta aktif melaksanakan Manipol Usdek, perlu diberhentikan untuk
diganti dengan tenaga-tenaga baru yang progresip revolusioner, serta mewakili
golongan aliran yang hidup dalam daerah.
6. Untuk Daerah tingkat I Lampung dengan sendirinya perlu dibentuk alat-perlengkapan
Daerah yang baru. Sebelum pengangkatan Kepala Daerah menurut prosedure biasa,
Presiden menunjuk seorang Penguasa seperti.dimaksud pada pasal 8, yang
menjalankan kekuasaan, tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah hingga Pemerintah
Daerah tersusun berdasarkan peraturan-perundangan yang berlaku.
7. Penyusunan Peraturan ini dilakukan dengan berpegang pada Undang-undang No. 25
tahan 1959, seraya mengubah itu seperlunya, agar perujudan dua Daerah tingkat I
dimaksud pada dasarnya tidak berbeda dalam bentuk dan isinya.
Penyeragaman isi rumah-tangga Daerah dengan Daerah-daerah lain memerlukan
ketentuan tersendiri.
8. Hal yang memerlukan perhatian pula ialah penyediaan biaya untuk perlengkapan
pertama organisasi Daerah yang baru dibentuk. Diharapkan bahwa dalam tempo tiga
tahun keperluan itu dapat dicukupi.
9. Keperluan perlengkapan pertama itu tidak saja meliputi organisasi Daerah tingkat I
yang bersangkutan, melainkan juga tiap organisasi dinas/jawatan vertikal, yang
sebagai akibat pembentukan ini, dipecah menjadi dua organisasi yang harus dibangun
secara memadai.
10. Untuk membedakan Daerah tingkat I. Sumatera Selatan dimaksud dalam Undang-
undang No. 25 tahun 1959, Lembaran Negara tahun 1959 No. 70, dengan Daerah
tingkat I Sumatera Selatan berdasarkan Undang-undang ini, dimana perlu
dipergunakan sebutan Sumatera Selatan lama.

PASAL DEMI PASAL.


Pasal 1 dan 2
Lihat penjelasan umum.

Pasal 3.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku, formal anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong berjumlah 32 untuk Daerah tingkat I
Sumatera Selatan dan 35 untuk Daerah tingkat I Lampung.
Mengingat bahwa Daerah tingkat I Sumatera Selatan lama sampai saat
perubahan wilayah telah memiliki 35 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gotong Royong maka wajarlah bahwa dalam kelanjutan jumlah anggota itu tidak
dikurangi.

Pasal 4 dan 5.
Cukup jelas.

Pasal 6.
Pada ayat (2) ditandaskan lagi kemungkinan pengangkatan Wakil Kepala Daerah
berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960, bilamana pengangkatan itu
dipandang perlu.

Pasal 7.
Persyaratan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong
termaktub pada pasal 3 dan 4 Penetapan Presiden No, 5 tahun 1960 (disempurnakan).
Makna pasal 7 ini bersifat mengadakan penyegaran untuk menetapi ketentuan tersebut.
Dengan sendirinya anggota yang menurut pendapat Kepala Daerah yang
bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan, seperti dimaksud pada angka 5
penjelasan umum, harus diberhentikan.
Dalam hal ini Kepala Daerah sejauh mungkin mendengar pendapat Front
Nasional serta fihak yang bersangkutan.

Pasal 8.
Cukup jelas.

Pasal 9.
Pada dasarnya ketentuan mengenai penyegaran yang berlaku mengenai Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, berlaku pula bagi BPH.
Selain persyaratan keanggotaan BPH berdasarkan pasal 10 Penetapan Presiden
No. 6 tahun 1959 (disempurnakan)juncto pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah No. 8 tahun 1960, dalam Undang-undang ini diperlakukan pula
persyaratan perjuangan sebagaimana berlaku bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Gotong-Royong.

Pasal 10, 11, 12 dan 13.


Cukup jelas.

Mengetahui
Wakil Sekretaris Negara,

SANTOSO, S.H.
Brig,. Jend. T.N.I.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 2688


STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

Ruang lingkup standar kebidana meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai


berikut:
a) Standar Pelayanan Umum (2 standar)
b) Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
c) Standar Pertolongna Persalinan (4 standar)
d) Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
e) Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar)

A. STANDAR PELAYANAN UMUM

STANDAR 1 : PERSIAPAN UNTUK KEHIDUPAN KELUARGA SEHAT

Tujuan:
Memberikan penyuluh kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan yang
sehat dan terencana serta menjadi orang tua yang bertanggung jawab.
Pernyataan standar
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan
masyarakat terhadap segala hal yag berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan
kesehatan umum, gizi, KB dan kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi
calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang
baik.
Hasil dari pernyataan standar
Masyarakat dan perorangan ikut serta dalam upaya mencapai kehamilan yang sehat
Ibu, keluarga dan masyarakat meningkat pengetahuannya tentang fungsi alat-alat
reproduksi dan bahaya kehamilan pada usia muda
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan diketahui oleh keluarga dan masyarakat.
Persyaratan
1. Bidan bekerjasama dengan kader kesehatan dan sector terkait sesuai dengan
kebutuhan
2. Bidan didik dan terlatih dalam:
2.1 Penyuluhan kesehatan.
2.2 Komunikasi dan keterampilan konseling dasar.
2.3 Siklus menstruasi, perkembangan kehamilan, metode kontrasepsi,gizi, bahaya
kehamilan pada usia muda, kebersihan dan kesehatan diri, kesehatan/ kematangan
seksual dan tanda bahaya pada kehamilan.
3. tersedianya bahan untuk penyuluhan kesehatan tentang hal-hal tersebut di atas.
Penyuluhan kesehatan ini akan efektif bila pesannya jelas dan tidak membingungkan.

STANDAR 2 : PENCATATAN DAN PELAPORAN

Tujuannya:
Mengumpulkan, mempelajari dan menggunakan data untuk pelaksanaan penyuluhan,
kesinambungan pelayanan dan penilaian kinerja.
Pernyataan standar:
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya dengan seksama
seperti yang sesungguhnya yaitu, pencatatan semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian
peayanan yang telah diberikan sendiri oleh bidan kepada seluruh ibu hamil/ bersalin,
nifas dan bayi baru lahir semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat.
Disamping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu
hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu hamil, ibu dalam
proses melahirkan,ibu dalam masa nifas,dan bayi baru lahir. Bidan meninjau secara
teratur catatan gtersebut untuk menilai kinerja dan menyusun rencana kegiatan pribadi
untuk meningkatkan pelayanan.
Hasil dari pernyataan ini:
Terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang baik.
Tersedia data untuk audit dan pengembangan diri.
Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kehamilan, kelahiran bayi dan pelsysnsn
kebidanan.
Prasyarat :
1. Adanya kebijakan nasional/setempat untuk mencatat semua kelahiran dan kematian
ibu dan bayi
2. Sistem pencatatan dan pelaporan kelahiran dan kematian ibu dan bayi dilaksanakan
sesuai ketentuan nasional atau setempat.
3. Bidan bekerja sama dengan kader/tokoh masyarakat dan memahami masalah
kesehatan setempat.
4. Register Kohort ibu dan Bayi, Kartu Ibu, KMS Ibu Hamil, Buku KIA, dan PWS KIA,
partograf digunakan untuk pencatatan dan pelaporan pelayanan. Bidan memiliki
persediaan yag cukup untuk semua dokumen yang diperlukan.
5. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menggunakan format pencatatan tersebut
diatas.
6. Pemetaan ibu hamil.
7. Bidan memiliki semua dokumen yang diperlukan untuk mencatat jumlah kasus dan
jadwal kerjanya setiap hari.

Hal yang harus diingat pada standar ini:


Pencatatan dan pelaporan merupakan hal yang penting bagi bidan untuk mempelajari
hasil kerjanya.
Pencatatn dan pelaporan harus dilakukan pada saat pelaksanaan pelayanan. Menunda
pencatatan akan meningkatkan resiko tidak tercatatnya informasi pentig dalam
pelaporan.
Pencatatn dan pelaporan harus mudah dibaca, cermat dan memuat tanggal, waktu dan
paraf

B. STANDAR PELAYANAN ANTENATAL

STANDAR 3 : IDENTIFIKASI IBU HAMIL

Tujuannya :
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya
agar mendorong ibu untuk memerikasakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
Hasil dari identifikasi ini :
Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan
Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara
dini dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil.
Meningkatnya cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 16
minggu.
Persyaratannya antara lain :
Bidan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menemukan ibu hamil
dan memastikan bahwa semua ibu hamil telah memeriksakan kandungan secara dini dan
teratur.
Prosesnya antara lain :
Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan masyarakat secara teratur untuk
menjelaskan tujuan pemeriksaan kehamilan kepada ibu hamil, suami, keluarga maupun
masyarakat.

STANDAR 4 : PEMERIKSAAN DAN PEMANTAUAN ANTENATAL

Tujuaanya :
Memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan.
Pernyataan standar :
Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi
anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangsung normal.
Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/ kelsinan khususnya anemia, kurang gizi,
hipertensi, PMS/infeksi HIV ; memberikan pelayanan imunisasi,nasehat, dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Hasilnya antara lain :
Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan
Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat. Deteksi dini dan komplikasi
kehamilan.
Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya kehamilan dan
tahu apa yang harus dilakukan.
Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan.
Persyaratannya antara lain :
Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas, termasuk penggunaan KMS
ibu hamil dan kartu pencatatanhasil pemeriksaan kehamilan (kartu ibu )
Prosesnya antara lain :
Bidan ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan.

STANDAR PELAYANAN 5 : PALPASI ABDOMINAL

Tujuannya :
Memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi
dan bagian bawah janin.
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama dan melakukan partisipasi
untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamialn bertambah, memeriksa
posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk
mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Hasilnya :
Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik.
Diagnosis dini kehamilan letak, dan merujuknya sesuai kebutuhan.
Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain serta merujuknya sesuai dengan
kebutuhan
Persyaratannya :
1. Bidan telah di didik tentang prosedur palpasi abdominal yang benar.
2. Alat, misalnya meteran kain, stetoskop janin, tersedia dalam kondisi baik.
3. Tersedia tempat pemeriksaan yang tertutup dan dapat diterima masyarakat.
4. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA , kartu ibu untuk pencatatan.
5. Adanya sistem rujukan yang berlaku bagi ibu hamil yang memerlukan rujukan.
Bidan harus melaksanakan palpasi abdominal pada setiap kunjungan antenatal.

STANDAR 6 : PENGELOLAAN ANEMIA PADA KEHAMILAN

Tujuan :
Menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan tindak lanjut yang
memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung.
Pernyataan standar :
Ada pedoman pengolaan anemia pada kehamilan.
Bidan mampu :
Mengenali dan mengelola anemia pada kehamilan
Memberikan penyuluhan gizi untuk mencegah anemia.
Alat untuk mengukur kadar HB yang berfungsi baik.
Tersedia tablet zat besi dan asam folat.
Obat anti malaria (di daerah endemis malaria )
Obat cacing
Menggunakan KMS ibu hamil/ buku KIA , kartu ibu.
Proses yang harus dilakukan bidan :
Memeriksa kadar HB semua ibu hamil pada kunjungan pertama dan pada minggu ke-
28. HB dibawah 11gr%pada kehamilan termasuk anemia , dibawah 8% adalah anemia
berat. Dan jika anemia berat terjadi, misalnya wajah pucat, cepat lelah, kuku pucat
kebiruan, kelopak mata sangat pucat, segera rujuk ibu hamil untuk pemeriksaan dan
perawatan selanjutnya.sarankan ibu hamil dengan anemia untuk tetap minum tablet zat
besi sampai 4-6 bulan setelah persalinan.

STANDAR 7 : PENGELOLAAN DINI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN

Tujuan :
Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan
tindakan yang diperlukan.
Pernyataan standar:
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenal tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat
dan merujuknya.
Hasilnya:
Ibu hamil dengan tanda preeklamsi mendapat perawatan yang memadai dan tepat
waktu.
Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklampsi.
Persyaratannya :
1. Bidan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, pengukuran tekanan darah.
2. Bidan mampu :
Mengukur tekanan darah dengan benar
Mengenali tanda-tanda preeklmpsia
Mendeteksi hipertensi pada kehamilan, dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan
ketentuan.
STANDAR 8 PERSIAPAN PERSALINAN

Pernyataan standar:
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada
trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman
serta suasana yang menyenangkan akan di rencanakan dengan baik.
Prasyarat:
1. Semua ibu harus melakukan 2 kali kunjungan antenatal pada trimester terakhir
kehamilan
2. Adanya kebijaksanaan dan protokol nasional/setempat tentang indikasi persalinan
yang harus dirujuk dan berlangsung di rumah sakit
3. Bidan terlatih dan terampil dalam melakukan pertolongan persalinan yang aman dan
bersih.
4. Peralatan penting untuk mel;akukan pemeriksaan antenatal tersedia
5. Perlengkapan penting yang di poerlukan untuk melakukan pertolongan poersalinan
yang bersih dan aman tersedia dalam keadaan DTT/steril
6. Adanya persiapan transportasi untuk merujuk ibu hamil dengan cepatjika terjadi
kegawat daruratan ibu dan janin
7. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA kartu ibu dan partograf.
8. Sistem rujukan yang efektif untuk ibu hamil yang mengalami komplikasi selama
kehamilan.

C. STANDAR PERTOLONGAN PERSALINAN

STANDAR 9 : ASUHAN PERSALINAN KALA SATU

Tujuan :
Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam mendukung pertolongan
persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
pernyataan standar:
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai,kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses
persalinan berlangsung.
Hasilnya:
1. Ibu bersalin mendapatkan pertolongan darurat yang memadai dan tepat waktu bia
diperlukan.
2. Meningkatkan cakupan persalinan dan komplikasi lainnya yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih
3. Berkurangnya kematian/ kesakitan ibu atau bayi akibat partus lama.

STANDAR 10: PERSALINAN KALA DUA YANG AMAN

Tujuan :
Memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi
Pernyataan standar:
Menggunakmengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendekt dengan
benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Persyaratan:
1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ ketuban pecah
2. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menolong persalinan secara bersih dan
aman.
3. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan termasuk sarung tangan steril
4. Perlengkapan alat yang cukup.

STANDAR 11: PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA III

Tujuan :
Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap untuk
mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek kala 3, mencegah
atoni uteri dan retensio plasenta
Pernyataan standar:
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.

STANDAR 12: PENANGANAN KALA II DENGAN GAWAT JANIN MELALUI


EPISIOTOMY

Tujuan :
Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomi jika ada tanda-tanda gawat janin
pada saat kepala janin meregangkan perineum.
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.

D. STANDAR PELAYANAN MASA NIFAS

Standar 13 : perawatan bayi baru lahir

Tujuan : menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta
mencegah hipotermi, hipokglikemia dan in feksi
Pernyataan standar:
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan
mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau
merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah dan menangani
hipotermia.

Standar 14: penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan

Tujuan : mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersi dan aman selama kala 4
untuk memulihkan kesehata bayi, meningkatkan asuhan sayang ibu dan sayang
bayi,memulai pemberian IMD
Pernyataan standar:
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua
jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang di perlukan.

Standar 15: pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

Tujuan : memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan
dan penyuluhan ASI ekslusif
Pernyataan standar:
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari
ketiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk membantu proses
pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini
penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta
memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,
makanan bergizi, ;erawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

E. STANDAR PENANGANAN KEGAWATAN OBSTETRI DAN NEONATAL

STANDAR 16 : PENANGANAN PERDARAHANDALAM KEHAMILAN PADA


TRIMESTER III

Tujuan : mengenali dan melakukan tindakan cepat dan tepat perdarahan dalam
trimester 3 kehamilan
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.

STANDAR 17 : PENANGANAN KEGAWATAN DAN EKSLAMSIA

Tujuan : mengenali secara dini tanda-tanda dan gejala preeklamsi berat dan
memberiakn perawatan yang tepat dan segera dalam penanganan kegawatdaruratan bila
ekslampsia terjadi
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklampsia mengancam, serta merujuk
dan atau memberikan pertolongan pertama.

STANDAR 18 : PENANGANAN KESGAWATAN PADA PARTUS LAMA

Tujuan : mengetahui dengan segera dan penanganan yang tepat keadaan


kegawatdaruratan pada partus lama/macet.
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama serta melakukan penanganan
yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.

STANDAR 19 : PERSALINAN DENGAN PENGGUNAAN VAKUM


EKSTRAKTOR

Tujuan : untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan


vakum ekstraktor.
Pernyataan standar:
Bidan mengenali kapan di perlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin / bayinya.

STANDAR 20 : PENANGANAN RETENSIO PLASENTA

Tujuan : mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta
total / persial.
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama
termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan kebutuhan.

STANDAR 21 : PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER

Tujuan : mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang tepat


pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer / atoni uteri.
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama
untuk mengendalikan perdarahan.

STANDAR 22 : PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

Tujuan : mengenali gejala dan tanda-tanda perdarahan postpartum sekunder serta


melakukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, atau
merujuknya.

STANDAR 23 : PENANGANAN SEPSIS PUERPERALIS

Tujuan : mengenali tanda-tanda sepsis puerperalis dan mengambil tindakan yang tepat.
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.

STANDAR 24 : PENANGANAN ASFIKSIA NEONATURUM

Tujuan : mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum,
mengambil tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru
lahir yang mengalami asfiksia neonatorum.
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang di perlukan dan memberikan
perawatan lanjutan.

Anda mungkin juga menyukai