Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

CLOSED FRAKTUR
SUBTROCHANTER FEMUR SINISTRA

PENYUSUN :
Ririk Riyanti (1102010246)
Ristianti Affandi (1102010248)

PEMBIMBING :
Dr. H. Husodo Dewo Adi, SpOT, K-spine

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DR.SLAMET GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI

GARUT

2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah diskontinuitas tulang, tulang rawan, tulang rawan epifisis baik yang
bersifat total maupun parsial. Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union
secara klinis dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan
pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur,
pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya adanya atau perasaan nyeri pada
penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila
tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat ditemukan adanya medula
atau ruangan dalam daerah fraktur.

Pada proses penyembuhan tulang dapat terjadi hasil yang tidak diinginkan, dimana
tulang menyatu sesuai dengan harapan, baik cara penyatuan maupun waktu terjadinya
penyatuan. Proses penyembuhan yang dimaksud adalah malunion, delayed nonunion dan
union.

2
BAB II

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R
Usia : 13 th
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Samarang
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Suku : Sunda
Agama : Islam
Ruang Rawat : Marjan Atas
Tanggal Masuk RS : 15-11-14

ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis tanggal 26-11-14

Keluhan Utama : Nyeri hebat pada paha kiri dan luka lecet di tangan sejak 3 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet, Garut dengan keluhan nyeri pada paha kiri
sejak 3 jam SMRS. Keluhan ini berawal dari kecelakaan lalu lintas yang menimpa pasien
pada tgl 15 November 2014 sekitar jam 19.00 WIB. Pasien mengeluh nyeri terutama saat di
tekan dan saat digerakkan sehingga membuat pasien tidak bisa berdiri dan tidak bisa berjalan,
namun pasien masih bisa menggerakkan kaki bagian bawah. Keluhan disertai luka lecet
dikedua lengan. Pingsan setelah kecelakaan disangkal pasien.
Kronologi kejadian, pasien bertabrakan dengan motor lain dengan kecepatan cukup
tinggi kemudian jatuh dan kaki kanan tertimpa bagian motor, pasien langsung dibawa ke
rumah sakit, keluhan mual dan muntah disangkal. Buang air kecil dan besar tidak ada
keluhan. Perdarahan yang keluar dari kepala, hidung dan telinga disangkal. Setelah
mendapatkan perawatan di IGD, lalu pasien dibawa ke ruang rawat inap untuk diobservasi
dan terapi lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu :

3
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya

Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit gula disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, asma dan keganasan pada anggota keluarga
disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan :

Pasien belum berobat sebelumnya.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 75x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36.0C

Tinggi Badan : 155 cm

Berat Badan : 56 kg

Keadaan Gizi : Baik

Status Generalis :

Kepala

4
Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
terdapat jejas maupun benjolan

Mata
Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Telinga
Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, darah (-/-) sekret (-/-), serumen (+/+),
membran timpani utuh, benda asing (-/-).

Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-), tidak
hiperemis, sekret (-/-), darah (-/-).

Mulut
Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral hygiene
baik.

Leher
Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)
Palpasi : Bentuk normal, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan (-)

Thorax
Paru Paru
Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-),
jejas (-), oedem (-), hematom (-), deformitas (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Genitalia
Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri
5
Ekstremitas bawah

Kanan Kiri

Otot Eutrofi Eutrofi

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Gerakkan Aktif Terbatas

Kekuatan Normal Normal

Oedema Tidak Ada Ada

Status lokalis regio femur sinistra :

Look :
- (+) pembengkakan di lutut dan tungkai atas kiri; (-) angulasi; (-) rotasi
- (+) deformitas
- Ditemukan luka lecet di kedua tangan

Feel :
- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri dan lutut, suhu kulit normal, teraba keras, (-)
mobile, (+) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 1

Move :
- (-) krepitasi

- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

LABORATORIUM

Hematologi

Masa perdarahan/BT : 2 menit (1-3 Menit)

Masa pembekuan/CT : 8 menit (5-11 Menit)

Darah Rutin
6
Hb : 11,0 (13,0-18.0 g/dl)

Hematokrit : 39 (40-51 %)

Leukosit : 6.730/mm3 (3.600 10.600/mm3)

Trombosit : 312.000/mm3 (150.000 440.000/mm3)

Eritrosit : 3.76 juta/mm3 (3.5 6.5 juta/mm3)

Hitung Jenis Leukosit

Basofil :0% (0-1)

Eosinofil : 2% (1-6%)

Batang : 0% (3-5%)

Netrofil : 66% (50-70%)

Limfosit : 29% (30-45%)

Monosit : 3% (1-10%)

Kimia Klinik

Bilirubin Total : 0.57 mg/dL (s/d 1.0)

Bilirubin Direk : 0.10 mg/dL (s/d 0.2)

Protein Total : 6.92 g/dL (s/d 6.6 -6.7)

Albumin : 4.30 g/dL (3.5 - 5)

AST (SGOT) : 15 U/L (s/d 27)

ALT (SGPT) : 14 U/L (s/d 40)

Ureum : 45 mg/dL (15-50)

Kreatinin : 0.8 mg/dL (0.50-0,70)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan foto rontgen regio Femur sinistra Ap/Lat


7
8
DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

9
Closed Fraktur Subtrochanter Sinistra

Multiple Vulnus Excoriosum

PENATALAKSANAAN

Rencana Pasang ORIF

Sedia darah 2 labu

Konsul anastesi

Medikamentosa

Inf RL 20 gtt / mnt

Inj Cefotaxime 2 x 1g IV

Inj. Ranitidin 2x1 IV

Inj. Keterolac 2x1 IV

Non Medikamentosa

Diet Bebas

PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Fungsionam : ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,
baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma
berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya
sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat
menimbulkan fraktur.
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah
mengalami proses paotologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma
multipel, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat
menimbulakan fraktur.
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, misalnya fraktur
fibula pada pelari jarak jauh, frkatur tibia pada penari balet, dan sebagainya.

B. Anatomi, Fisiologi dan Histologi


Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1) sistem tulang, (2)
sistem sendi, (3) sistem otot, (4) sistem saraf.
1. Sistem tulang
1) Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus dan
collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan
acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia
pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan
terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang
paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis
distalis.

11
Gambar 1 dan Gambar 2
Keterangan gambar 1
1. Lig. Pubofemorale
2. Canalis obturatorius
3. Membrana obturatoria
4. Trochanter minor
5. Trochanter major
6. Pars transversa
7. Pars descendens Lig. iliofemorale
8. M. rectum femoris, Tendo

Keterangan gambar 2 :
1. Caput reflexum
2. Caput rectum
3. Lig. Iliofemorale
4. collum femoris
5. trochanter major
6. Tuberositas glutea
7. Trochanter minor
8. Lig. Ischio femorale
9. Lig. Sacrotuberale
10. Lig. sacrospinale

- Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat
cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris
yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major ke arah
medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan,
kedua bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea
intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan ini
dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat dari belakang
pula, maka disebelah medial trochantor major terdapat cekungan disebut
fossa trochanterica.
- Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang
merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran
yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies
medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea
aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar
disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium
mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari
linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga
disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis disebut
linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium
medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis.
- Epiphysis distalis

12
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah
bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis.
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat
dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk
bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya
terdapat garis disebut linea intercondyloidea.
2) Os. Patella
Terjadi secara desmal. Berbentuk segitiga dengan basis menghadap proximal dan
apex menghadap ke arah distal. Dataran muka berbentuk convex. Dataran
belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2 dataran
sendi yaitu facies articularis lateralis yang lebar dan facies articularis medialis
yang sempit.
3) Os. Tibia
Terdiri 3 bagian yaitu epipysis proximalis, dialysis dan epiphysis distalis:
Epiphysis proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah atas terdapat dataran sendi disebut facies articularis superior,
medial dan lateral. Tepi atas epiphysis melingkar yang disebut infra articularis
medialis dan lateralis oleh suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea,
yang disebelah lateral dan medial terdapat penonjolan disebut tuberculum
intercondyloideum terdapat cekungan disebut fossa intericondyloidea anterior dan
posterior. Tepi lateral margo infra glenoidalis terdapat dataran disebut facies
articularis fibularis untukbersendi dengan os fibulae.
4) Os. Fibula
Tulang fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia, terletak
disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan
epiphysis distalis, epiphysis proximalis membulat disebut capitullum fibula yang
proximal meruncing menjadi apex capitis fibula pada capitullum terdapat dua
dataran yang disebut facies articularis, capitullum fibula untuk bersendi dengan
tibia.

2. Arthrologi/sistem sendi
Sendi adalah hubungan antara dua tulang atau lebih dari sistem sendi, disini
meliputi sistem sendi panggul dan sendi lutut.
1) Sendi panggul
Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput femoris. Facies
lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan cekungan bentuk simetris
terbentang melampaui equator labium acetabuli, labium acetabuli mengandung
zat rawan fibrosa. Facies lunata dan labium menjadi dua pertiga caput femoris
lekuk tulang tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh lig trasuersum,
acetabuli, dimana terdapat bantalan lemak menuju caput femoris. Kapsul sendi
melekat pada tulang panggul sebelah luar labium acetabuli sehingga labium
aetabuli dengan bebas masuk ke rongga kapsul. Sendi panggul diperkuat oleh
ligamentum-ligamentum yang diantaranya:
a) Ligamentum Iliofemorale
Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterium dan interior
berfungsi mencegah gerakan extensi dan exirotasi tungkai atas yang
berlebihan pada sendi pangkal paha.
b) Ligamentum pubofemorale

13
Berbentuk segitiga, dasarnya ligamen pada ramus superior pubis, berfungsi
mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan.
c) Ligamentum ischiofemorale
Berbentuk spiral, melekat pada corpus ischium dekat tepi aetabulum.
d) Ligamentum transferum acetabuli
Dibentuk oleh labium acetabulare. Berfungsi mencegah keluarnya caput
femoris dari acetabuli.
e) Ligamentum cepitis femoris
Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput femoris. Berfungsi sebagai
tempat berjalan vasa dan saraf, meratakan sinovial pada permukaan sendi.
2) Sendi Lutut
Sendi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh kapsul
sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella yang mana pada facet
sendi terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral, yang mana pada satu
permukaan bagian medial otot vastus lateralis menarik patella ke arah proximal
sedangkan otot vastus medialis menarik patela ke arah medial, sehingga patella
stabil. Pada posisi 30o, 40o dari ekstansi, patellah tertarik oleh mekanisme gaya
kerja otot sangat kuat.

14
C. EPIDEMIOLOGI
a. Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka
yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan
pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki laki
yang berhubungan dengan meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause. Tahun 2001, di Amerika Serikat
terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang disebabkan olahraga papan selancar
dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian
besar penderitanya laki laki dengan umur di bawah 15 tahun. Di Indonesia,
jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih
banyak terjadi pada laki laki daripada perempuan.
Berdasarkan Tempat dan Waktu
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena
dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam
beraktivitas. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di
Australia setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang
panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi.
Di negara negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena
peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada
tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50 64 tahun
yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka
yang lebih tinggi di Maroko pada tahun 2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per
100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan
penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.
b. Determinan Fraktur
Faktor Manusia
Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau
patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga
dan massa tulang.
o Umur
Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat
daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung
mengalami kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan
tulang bisa saja patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah cukup
tinggi dengan pergerakan yangcepat pula dapat meningkatkan risiko
terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens
kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok umur
muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari
ketinggian.
15
Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di Rumah Sakit Haji
Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah tulang, di antaranya
banyak penderita kelompok umur muda. Penderita patah tulang pada
kelompok umur 11 20 tahun sebanyak 14% dan padakelompok umur 21
30 tahun sebanyak 38% orang.
o Jenis Kelamin
Laki laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang
menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan.
Pada umumnya Laki laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas
daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja
sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera.
Cedera patah tulang umumnya lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalu
lintas. Tingginya kasus patah tulang akibat kecelakaan lalulintas pada laki
laki dikarenakan laki laki mempunyai perilaku mengemudi dengan
kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal
dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada tahun 2002 di
Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak 169 kasus
dimana jumlah penderita laki laki sebanyak 68% dan perempuan sebanyak
32%. Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia pada
tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami
fraktur adalah sekitar 20%.
Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang licin dapat
mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut usia yang cenderung
akan mengalami fraktur bila terjatuh.
Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2005 terdapat 83 kasus
fraktur panggul, 36 kasus fraktur tulang belakang dan 173 kasus pergelangan
tangan, dimana sebagian besar penderita wanita >60 tahun dan penyebabnya
adalah kecelakaan rumah tangga.

D. ETIOLOGI

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir
(shearing).
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok,
memutar dan tarikan. Trauma dapat bersifat :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak
ikut mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan extensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa :
Tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

16
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah
misalnya pada bahan vertebra.
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

E. KLASIFIKASI
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar,
bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang


dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas
tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
Derajat I :
1. Luka <1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
4. Kontaminasi minimal
Derajat II :
1. Laserasi >1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulse
3. Fraktur kominutif sedang
4. Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III
terbagi atas:

17
1. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
3. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.

2. Berdasarkan bentuk patahan tulang


a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah
dikontrol dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan
ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks
tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering
terjadi pada anak anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

18
3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini
relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak
anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga
kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah
klasifikasi fraktur menurut Salter Harris :
a) Tipe I
Fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis
sangat baik setelah dilakukan reduks i tertutup.
b) Tipe II
Fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis ,
prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III
Fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempengpertumbuhan.Prognosis
cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV
Fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko
gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
19
e) Tipe V
Cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.

4. Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :


a. Fraktur collum femur :
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur subtrochanter femur :

20
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,
dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah
dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. Fraktur batang femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- Tertutup
- Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

21
Fraktur femur kanan 1/3 distal Fraktur femur kanan 1/3 proksimal
Spiraldisplaced tertutup kominutif displaced tertutup

d. Fraktur supracondyler femur :


Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,
hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius,
biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena
kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
e. Fraktur intercondyler femur :
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
f. Fraktur condyler femur :

22
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

F. GAMBARAN KLINIK
Riwayat
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai
yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat
menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun
acetabulum.Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat
cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah
gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera
jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.

Tanda tanda local :


a) Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi,
rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah
kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera
terbuka
b) Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah
adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
c) Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal
cedera.

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesa (Ada tidaknya trauma)
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur yang terjadi adalah fraktur patologis. Jika
terjadi trauma, harus diperinci jenis, berat-ringannya trauma, arah trauma, dan posisi
penderita atau ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
2. Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multiple,
fraktur pelvis, serta tanda-tanda fraktur terbuka terinfeksi.
3. Pemeriksaan status lokalis
1. Look
1. Deformitas
a. Penonjolan yang abnormalitas
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Shortning
2. Fungsio laesa (hilangnya fungsi) seperti pada fraktur cruris menyebabkan
tidak bisa berjalan.
3. Warna kulit yang kemerahan atau kehitaman atau hiperpigmentasi
2. Feel (palpasi)
1. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit
2. Apabila ada pembengkakan, apakah terjadi fruktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian
23
3. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, dan letak kelainan
3. Move
1. Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tp ini bukan cara yang baik dan
kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung
tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa
krepitasi.
2. Nyeri bila ditekan, baik pada gerak aktif maupun pasif
3. Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak
mampu dilakukan (ROM)
4. Gerakan yang tidak normal : gerakan yang terjadi tidak pada sendi, misalnya
pertengahan femur bisa digerakkan
4. Pemeriksaan Laboratorium
1. HB dan hematokrit menurun akibat perdarahan
2. Laju endap darah (LED) meningkat pada jaringan rusak yang meluas
3. Kalsiom dan posfat meningkat pada masa penyembuhan
4. Kreatinin meningkat pada trauma yang terjadi pada otot
5. Alkalin posfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
5. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskular
akibat fraktur.

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif :
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi
kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi
definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal

24
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit
melalui tulang/jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
o Mengurangi nyeri akibat spasme otot
o Memperbaiki dan mencegah deformitas
o Immobilisasi
o Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
o Mengencangkan pada perlekatannya.

2. Terapi operatif
ORIF (Open Reduction internal fixation)
Indikasi ORIF :
o Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
o Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
o Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
o Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi

I. Stadium Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :
a. Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum sehingga
timbul hematom.
b. Organisasi
Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom disertai dengan
infiltrasi sel sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan darah diubah menjadi
jaringan granulasi fibroblastik vaskular.
c. Kalus sementara
Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau pulau kartilago dan jaringan osteoid dalam
jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia fibroblas dan
jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam dari ujung tulang.
Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan trabekula, mengalami
mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak teratur ini terbentuk
dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar lengkap pada sekitar hari kedua
puluh lima.
d. Kalus definitive
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang yang teratur
dengan susunan havers kalus definitif.
e. Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling akibat
pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi
secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus
yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari tulang tersusun
kembali.
25
J. Kelainan Penyembuhan Fraktur
Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat terjadi
sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses penyembuhan.
a. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.
b. Penyatuan tertunda
Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada umumnya banyak
diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus.
Faktor yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain karena infeksi,
terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi yang tidak adekuat, distraksi,
avaskularitas, fraktur patologik, gangguan gizi dan metabolik.
c. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang kadang
dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor yang dapat menyebabkan
non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar
dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.

K. KOMPLIKASI
a. Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
b. Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi
lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini
paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,
pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang
menetap pada saat menahan beban.
d. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
26
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih
besar
e. Gangren Gas
Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik gram-
positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium perfringens.
Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan
suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat
edema, gelembung gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi
toksin tersebut dapat berakibat fatal.

L. PENCEGAHAN
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur
disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada
dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati hati, memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak
memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan
pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang
yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui
bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan
dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun
eksternal.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan
rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk
dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya.
Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan
latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang
patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan
pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas
ringan secara bertahap.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang


Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal: 149-153

2. Apley, A. G. Dan Louis Solomon, 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley, Edisi Ketujuh. Penerbit Widya Medika, Jakarta

3. Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara
Medisina FK UI< Jakarta, 1987.

4. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim de Jong,
EGC, Jakarta, 1997.

5. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston. Editor : dr.
Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.

6. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :


Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta,
1995.

28

Anda mungkin juga menyukai