Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

.1 Jumlah Penderita Hipertensi di Puskesmas 1 Ulu


Berdasarkan laporan 10 penyakit terbanyak tahun 2016 di Puskesmas 1 Ulu,
hipertensi menempati urutan ke-3 dengan jumlah penderita sebanyak 1499 orang,
648 diantaranya laki-laki, 852 perempuan. Berdasarkan data prolanis Puskesmas 1
Ulu bulan Januari 2017, didapatkan jumlah penderita hipertensi sebanyak 270
pasien. Penelitian ini dilakukan selama tiga pekan pada Januari Februari 2017 di
Balai Pengobatan (BP) Umum Puskesmas 1 Ulu Palembang. Penelitian dilakukan
terhadap pasien hipertensi yang berobat di BP Umum Puskesmas 1 Ulu
Palembang. Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 pasien.
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dengan analisis univariat seperti
bentuk nilai rata-rata, median, standar deviasi, distribusi frekuensi, dan persentase
dari tiap variabel.
4.1.1 Distribusi Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Pada penelitian ini, diperoleh rata-rata tekanan darah pasien
hipertensi Puskesmas 1 Ulu Palembang adalah 135 mmHg dengan standar
deviasi 19,299, nilai minimum 110 dan maksimum 180. Tekanan darah
kemudian diklasifikasikan sesuai JNC-VII, yaitu normal, hipertensi stage I
dan hipertensi stage II. Jumlah responden yang memiliki tekanan darah
normal berjumlah lebih banyak yaitu 27 orang (54%), daripada hipertensi
stage I (13 orang) dan stage II (10 orang) (Grafik 1).

20
21

54%
60%

50%

40%
26%
30% 20%
20%

10%

0%
Normal Hipertensi stage I Hipertensi stage II

Grafik 1. Distribusi Tekanan Darah Pasien Hipertensi


4.1.2 Distribusi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi
Dalam penelitian ini, jumlah pasien hipertensi laki-laki
lebih sedikit daripada perempuan. Pasien hipertensi laki-laki
berjumlah 20 orang (40%) sedangkan perempuan berjumlah 30
orang (60%) (Grafik 2).

40%
60%
Laki-laki Perempuan

Grafik 2. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi

4.1.3 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia


Dari analisis 50 pasien yang mengikuti penelitian ini
didapatkan rerata usia pasien hipertensi pada penelitian ini adalah
44,98 tahun. Usia tertinggi pasien hipertensi dalam penelitian ini
adalah 76 tahun dan usia paling rendah adalah 19 tahun.
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan pasien hipertensi paling banyak
adalah usia 4554 tahun dengan jumlah 15 orang (30%)
22

sedangkan jumlah paling sedikit terdapat pada usia 1524 tahun,


yaitu 2 orang (4%) (Tabel 1).
Tabel 3. Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Kategori Usia.
Kategori Usia Frekuensi %
15-24 tahun 2 4
25-34 tahun 10 20
35-44 tahun 12 24
45-54 tahun 15 30
55-64 tahun 5 10
65-74 tahun 3 6
75 tahun 3 6
Total 50 100

4.1.4 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Tingkat


Pendidikan
Jumlah terbanyak pasien hipertensi dengan tekanan darah lebih
dari normal berasal dari tamatan SMA yaitu sebanyak 19 orang (38%),
sedangkan tekanan darah normal terbanyak juga berasal dari tamatan SMA
yaitu 12 orang (24%). Jumlah pasien hipertensi paling sedikit berasal dari
kelompok tidak sekolah yaitu sebanyak 1 orang (2%) baik dengan tekanan
darah normal ataupun lebih dari normal (Tabel 6).
Tabel 4. Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Variabel Tekanan Darah
Tingkat Hipertensi Normal
Pendidikan N (%) N (%)
Tidak Sekolah 1 (2) 1 (2)
SD 4 (8) 3 (6)
SMP 5 (10) 2 (4)
SMA 7 (14) 12 (24)
Diploma/Sarjana 6 (12) 9 (18)
Total 23 (46) 27 (54)

4.1.5 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Alamat


Dalam penelitian ini, data pasien berdasarkan rekam medic
didapatkan bahwa warga 1 ulu RT 12 memiliki pasien terbanyak dengan
hipertensi yaitu sebanyak 18 orang (36%). Jumlah pasien paling sedikit
berasal dari warga 1 ulu RT 14 yaitu sebanyak 3 orang ( 6 % ).
23

4.1.6 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Riwayat


Hipertensi dalam Keluarga

Pada penelitian ini, didapatkan bahwa jumlah pasien


hipertensi sebagian besar memiliki riwayat hipertensi dalam
keluarganya, yaitu sebanyak 26 orang (52%) (Tabel 8).
Tabel 6. Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Riwayat Hipertensi dalam
Keluarga
Riwayat Hipertensi Frekuensi %
dalam Keluarga
Ya 26 52
Tidak 24 48
Total 50 100

4.1.7 Distribusi Indeks Massa Tubuh Pasien Hipertensi

Dari 50 responden yang mengikuti penelitian didapatkan Indeks Massa


Tubuh (IMT) tertinggi adalah 29,09 kg/m2 dan IMT terendah adalah 16,82
kg/m2, dengan rerata IMT responden adalah 21,83 kg/m 2. Berdasarkan Tabel
6 maka didapatkan jumlah pasien hipertensi dengan obesitas lebih sedikit (5
orang) dibanding dengan jumlah pasien hipertensi tanpa obesitas (45 orang)
(Tabel 11).
Tabel 7. Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Indeks Masssa Tubuh.
Obesitas Frekuensi %
Kurus 6 12
Normal 36 72
Berat Badan Lebih 3 6
Obesitas 5 10
Total 50 100

4. 4 PEMBAHASAN
a. Karakteristik Sosiodemografi Pasien Hipertensi
Dari hasil penelitian, faktor risiko yang didapatkan berupa jenis
kelamin, usia, suku, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Jenis kelamin yang
paling banyak berisiko untuk menderita hipertensi pada penelitian ini
adalah perempuan. Hasil penelitian ini memiliki perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sulistyowati. 23 yang
24

menunjukkan bahwa proporsi laki-laki lebih banyak menderita hipertensi.


Menurut penelitian tersebut, tingginya risiko pria mengalami hipertensi
dipicu oleh perilaku yang tidak sehat merokok, depresi, rendahnya status
pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Daugherty et
al24 yang menyatakan bahwa pria lebih berisiko mengalami hipertensi
dibandingkan perempuan, tetapi total angka mortalitas pada wanita
memiliki nilai tertinggi dalam hipertensi dibandingkan laki-laki. Tingginya
jumlah perempuan hipertensi pada penelitian ini dapat dipengaruhi oleh
banyaknya perempuan yang menjadi subjek penelitian dibandingkan laki-
laki.
Berdasarkan kelompok usia, hasil penelitian ini menujukkan jumlah
terbanyak berasal dari kelompok usia 45-54 tahun sebanyak 30%, diikuti
dengan kelompok usia 35-44 tahun sebanyak 24%. Tingginya hipertensi
seiring dengan bertambahnya umur disebabkan oleh perubahan struktur
pada pembuluh darah yang semakin kaku dan sempit sehingga
meningkatkan tekanan darah sistolik.
Berdasarkan status pekerjaan, pasien yang bekerja memiliki jumlah
terbanyak dari sampel penelitian sebanyak 40 %. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zagozdon et al 25 yang
menyebutkan bahwa pasien yang bekerja berisiko mengalami hipertensi
dan hiperkolesterolemia. Berdasarkan penelitian tersebut, mereka
menemukan fenomena bahwa risiko hipertensi dapat dipengaruhi oleh
faktor kebiasaan dan psikologi yang mungkin dapat menjelaskan risiko
hipertensi pada individu yang tidak bekerja. Risiko tersebut dapat berupa
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, diet, dan determinan sosioekonomi
lainnya yang perlu diteliti lebih lanjut.25
Berdasarkan tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat pendidikan
tamatan SMA memiliki jumlah terbanyak menderita hipertensi sebanyak
14%. Tingkat edukasi yang rendah rentan memiliki sedikit pengetahuan
mengenai gaya hidup yang sehat dan risiko-risiko terhadap penyakit yang
25

akan terjadi. Hal ini dikemukakan oleh American Heart Association yang
menjelaskan bahwa 16% laki-laki dan 11% perempuan yang memiliki
tingkat pendidikan yang rendah memiliki risiko tinggi untuk mengalami
hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya. Risiko ini akan meningkat
seiring dengan kebiasaan anak dewasa muda sekarang banyak
mengonsumsi rokok.26
b. Hubungan Usia Dengan Tekanan Darah
Pada penelitian ini didapatkan hubungan usia dengan tekanan darah
pasien hipertensi dengan nilai Berdasarkan hasil analisis, didapatkan
bahwa usia lebih dari sama dengan 45 tahun merupakan faktor risiko
hipertensi dengan nilai p=0,004; OR=5,667 dan 95% CI=1,661-19,336
p=0,343 (p>0,005). Artinya terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dengan tekanan darah pasien hipertensi.
Insidensi hipertensi akan bertambah seiring bertambahnya usia. Hal
ini berkaitan dengan proses degenerasi yang terjadi karena pertambahan
usia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice,S (2010)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur pada responden
obesitas dengan hipertensi.27
c. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tekanan Darah
Berdasarkan tabel 13, dari 50 responden yang diwawancarai dalam
penelitian sebagian besar adalah perempuan, dengan jumlah perempuan 30
responden (60%). Berdasarkan jenis kelamin kategori tekanan darah
terbanyak untuk stage 1 dan stage 2 adalah perempuan. Hal ini mungkin
disebabkan karena sebagian besar pasien yang datang untuk berobat ke BP
umum puskesmas 1 Ulu berjenis kelamin perempuan, meskipun
berdsarkan data PROLANIS puskesma 1 Ulu jumlah penderita hipertensi
antara laki-laki dan perempuan berjumlah sama banyak.
Pada analisis menggunakan chi square test didapatkan hasil p=0,643,
yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin
dengan tekanan darah pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas 1 Ulu.
Hal ini berbeda dengan penelitian meylen (2014) yang menyatakan
26

terdapat hubungan yang bermakna antar jenis kelamin dengan tekanan


darah. Muhammadun AS (2010) juga menyatakan bahwa wanita pada usia
50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki
pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki
resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama.27
Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sarastini, Ni Made (2008) tentang faktor faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat kelompok usia
30 tahun keatas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kota Depok,
dimana terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi.
Dari hasil penelitian didapatkan penyakit hipertensi cenderung lebih
tinggi pada perempuan dibandingkan laki laki. Hal ini disebabkan karena
penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring dengan bertambahnya
usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga apalagi ibu rumah tangga yang
bekerja dengan tingkat stres yang tinggi.

d. Hubungan Merokok Dengan Tekanan Darah


Berdasarkan tabel 15 didapatkan hubungan antara kebiasaann merokok
aktif dengan tekanan darah memiliki nilai p=0,325 (p>0,005) yang berarti
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara merokok secara aktif
dengan tekanan darah. Pada tabel 16 juga didapatkan kesimpulan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan perokok pasif dengan
tekanan darah pasien hipertensi (p=0,419 (p>0,005)).
Dari 27 responden sebagian besar mereka bukan merupakan perokok
aktif. Tetapi, banyak dari mereka mengaku jika anggota keluarga mereka
memiliki kebiasaan merokok, dan mereka ikut terpapar oleh asap rokok.
Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya merokok,
risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
per hari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih
27

rentan dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok, masuk kedalam
aliran darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakaulah penyebab meningkatnya tekanan darah
segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,
nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-
paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin
sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon
yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung
untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah
merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10 mmHg.
e. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah
Berdasarkan analisis menggunakan chi square test tidak dijumpai
adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan
darah (p = 0,109). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meylen (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara aktivitas fisik dengan tekanan darah pasien hipertensi.28
Olahraga atau aktivitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi
tertentu.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita DM dan
hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang
tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
28

besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Olah raga atau aktifitas fisik
ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi.
Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama
30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah.
f. Hubungan Obesitas Dengan Tekanan Darah
Berdasarkan tabel 10 didapatkan jika nilai p=0,108 (p>0,005), yang
artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan
tekanan darah pasien darah tinggi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
meylen (2014) yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara
obesitas dengan tekanan darah pasien hipertensi.28
Secara teori obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai
indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)
juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi.
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer
berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan
aktivitas renin plasma yang rendah.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mubarok,
Khamim (2011) dalam penelitinnya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor
Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Masa
Tubuh dengan tekanan darah pada pasien hipertensi.29
Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa penyakit
degeneratif dan metabolik, salah satunya penyakit hipertensi. Peningkatan
Indeks Masa Tubuh (IMT) erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik
laki laki maupun perempuan. Kenaikan berat badan sangat berpengaruh
pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi orang yang obes akan tetapi
pada mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara jelas namun
diduga pada orang yang obes terjadi peningkatan volume plasma dan curah
29

jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Menurut data dari Swedish
Obese Study diketahui bahwa angka kejadian hipertensi pada penderita
obes sebesar 13,6%.

Anda mungkin juga menyukai