20
21
54%
60%
50%
40%
26%
30% 20%
20%
10%
0%
Normal Hipertensi stage I Hipertensi stage II
40%
60%
Laki-laki Perempuan
4. 4 PEMBAHASAN
a. Karakteristik Sosiodemografi Pasien Hipertensi
Dari hasil penelitian, faktor risiko yang didapatkan berupa jenis
kelamin, usia, suku, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Jenis kelamin yang
paling banyak berisiko untuk menderita hipertensi pada penelitian ini
adalah perempuan. Hasil penelitian ini memiliki perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sulistyowati. 23 yang
24
akan terjadi. Hal ini dikemukakan oleh American Heart Association yang
menjelaskan bahwa 16% laki-laki dan 11% perempuan yang memiliki
tingkat pendidikan yang rendah memiliki risiko tinggi untuk mengalami
hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya. Risiko ini akan meningkat
seiring dengan kebiasaan anak dewasa muda sekarang banyak
mengonsumsi rokok.26
b. Hubungan Usia Dengan Tekanan Darah
Pada penelitian ini didapatkan hubungan usia dengan tekanan darah
pasien hipertensi dengan nilai Berdasarkan hasil analisis, didapatkan
bahwa usia lebih dari sama dengan 45 tahun merupakan faktor risiko
hipertensi dengan nilai p=0,004; OR=5,667 dan 95% CI=1,661-19,336
p=0,343 (p>0,005). Artinya terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dengan tekanan darah pasien hipertensi.
Insidensi hipertensi akan bertambah seiring bertambahnya usia. Hal
ini berkaitan dengan proses degenerasi yang terjadi karena pertambahan
usia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice,S (2010)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur pada responden
obesitas dengan hipertensi.27
c. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tekanan Darah
Berdasarkan tabel 13, dari 50 responden yang diwawancarai dalam
penelitian sebagian besar adalah perempuan, dengan jumlah perempuan 30
responden (60%). Berdasarkan jenis kelamin kategori tekanan darah
terbanyak untuk stage 1 dan stage 2 adalah perempuan. Hal ini mungkin
disebabkan karena sebagian besar pasien yang datang untuk berobat ke BP
umum puskesmas 1 Ulu berjenis kelamin perempuan, meskipun
berdsarkan data PROLANIS puskesma 1 Ulu jumlah penderita hipertensi
antara laki-laki dan perempuan berjumlah sama banyak.
Pada analisis menggunakan chi square test didapatkan hasil p=0,643,
yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin
dengan tekanan darah pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas 1 Ulu.
Hal ini berbeda dengan penelitian meylen (2014) yang menyatakan
26
rentan dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok, masuk kedalam
aliran darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakaulah penyebab meningkatnya tekanan darah
segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,
nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-
paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin
sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon
yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung
untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah
merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10 mmHg.
e. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah
Berdasarkan analisis menggunakan chi square test tidak dijumpai
adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan
darah (p = 0,109). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meylen (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara aktivitas fisik dengan tekanan darah pasien hipertensi.28
Olahraga atau aktivitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi
tertentu.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita DM dan
hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang
tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
28
besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Olah raga atau aktifitas fisik
ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi.
Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama
30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah.
f. Hubungan Obesitas Dengan Tekanan Darah
Berdasarkan tabel 10 didapatkan jika nilai p=0,108 (p>0,005), yang
artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan
tekanan darah pasien darah tinggi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
meylen (2014) yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara
obesitas dengan tekanan darah pasien hipertensi.28
Secara teori obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai
indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)
juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi.
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer
berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan
aktivitas renin plasma yang rendah.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mubarok,
Khamim (2011) dalam penelitinnya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor
Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Masa
Tubuh dengan tekanan darah pada pasien hipertensi.29
Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa penyakit
degeneratif dan metabolik, salah satunya penyakit hipertensi. Peningkatan
Indeks Masa Tubuh (IMT) erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik
laki laki maupun perempuan. Kenaikan berat badan sangat berpengaruh
pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi orang yang obes akan tetapi
pada mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara jelas namun
diduga pada orang yang obes terjadi peningkatan volume plasma dan curah
29
jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Menurut data dari Swedish
Obese Study diketahui bahwa angka kejadian hipertensi pada penderita
obes sebesar 13,6%.