Anda di halaman 1dari 5

Meneropong Persiapan Indonesia dalam menghadapi

Tantangan sektor kedaulatan Teknologi dalam


menghadapi AEC (Asean Economy Community) 2015.
Posted by Ahmad Khairudin on 19.47 with No comments

*Ahmad Khairudin
Jumat, 30 Mei 2014

Pendahuluan
Untuk menghadapi tantangan masyarakat ekonomi ASEAN, Indonesia masih perlu
berbenah secara serius. Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2013
menyebutkan bahwa postur tenaga kerja Indonesia adalah pekerja lulusan Sekolah Dasar
(SD) ke bawah berjumlah sebesar 52 juta orang (46,93%) atau hampir setengah dari total
pekerja sebesar 110,8 juta orang. Kemudian pekerja lulusan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebesar 20,5 juta orang (18,5%), pekerja lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar 17,84 juta orang (16,1%). Jumlah paling rendah ditemui pada pekerja lulusan
universitas dengan jumlah 7,57 juta orang (6,83%) dan lulusan diploma sejumlah 2,92 juta
orang (2,63%).

Sebagai perbandingan, menurut data Department of Statistics Malaysia (DOSM) pada


tahun 2012, jumlah tenaga kerja Malaysia adalah 13,12 juta orang dengan postur sebesar 7,32
juta orang (55,79%) adalah lulusan sekolah menengah dan sejumlah 3,19 juta orang (24,37%)
adalah lulusan universitas dan diploma. Negara ASEAN lainnya seperti Singapura, menurut
data World Bank pada tahun 2012 memiliki jumlah tenaga kerja sebesar 3,22 juta orang
dengan pekerja lulusan sekolah menengah sebesar 49,9% dan lulusan universitas dan diploma
sebesar 29,4%. Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa hampir dari separuh tenaga kerja
Indonesia (46,93%) adalah low skilled labour lulusan SD yang secara kontras dibandingkan
dengan Singapura dan Malaysia yang sekitar 80% tenaga kerjanya adalah lulusan sekolah
menengah dan perguruan tinggi. Hal ini menyiratkan ketidaksiapan Indonesia dalam pasar
bebas tenaga kerja di ASEAN jika AEC (Asean Economy Community) diberlakukan per 31
Desember 2015 nanti.1[1]

Fakta menunjukan, akhir tahun 2015 akan menjadi batas waktu bagi Indonesia untuk
memasuki masyarakat ekonomi ASEAN yang membuka batas-batas aturan mengenai pajak,
tarif dan bea untuk barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara. Hadirnya AEC ini juga akan
berpengaruh pada banyak sektor, tidak hanya pada sektor perdagangan bebas untuk berbagai
produk barang tetapi juga akan berpengaruh terhadap sektor tenaga kerja dan perkembangan
teknologi. Nantinya berbagai negara di ASEAN akan dengan bebas bersaing untuk mengisi
sektor tenaga kerja di seluruh negara ASEAN. Bagi negara yang memiliki tenaga kerja
dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi yang tinggi, ini akan menjadi peluang untuk
melakukan ekspansi tenaga kerja ke negara ASEAN lainnya. Pertanyaannya adalah
bagaimana dengan Indonesia? apakah sudah merasa cukup dari data hasil BPS tentang
kualitas SDM yang disebutkan ?

AEC
Apakah itu AEC (Asean Economy Community), ASEAN community merupakan
komunitas negara-negara yang bergabung di The Association of Southeast Asian Nation
(ASEAN), yang bekerjasama dibeberapa bidang anatara lain bidang ekonomi, sosial budaya,
dan politik-keamanan. Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) adalah
salah satu keputusan Bali Concord II, yang mensyaratkan sebelum 2015 Asia Tenggara akan
menjadi satu pasar tunggal dan basis produksi. Artinya, sebelum 2015 semua rintangan
perdagangan akan diliberalisasi dan deregulasi. Semua arus perdagangan akan dibebaskan
dari biaya tarif yang selama ini menjadi penghalang perdagangan dan implementasi
proteksionisme.

Satu Visi Satu Identitas Satu Komunitas menjadi visi dan komitmen bersama
yang hendak diwujudkan oleh ASEAN pada tahun 2020. Tetapi mungkinkah cita-cita tersebut
dapat dicapai oleh negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang
dari satu dasawarsa lagi. Berdasarkan catatan dan laporan dari berbagai sumber menunjukkan
bahwa cita-cita bersama yang terintegrasi dalam suatu komunitas yang disebut Masyarakat
Asean (Asean Community) ini masih harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan
yang terdapat pada masing-masing negara anggota.2[2]

1[1] https://www.selasar.com/politik/pendidikan-dan-masyarakat-ekonomi-asean , di akses 30


Mei 2014 pukul 01.00 WIB
2[2] http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/12/indonesia-asean-economic-community-2015-
607350.html , di akses 30 Mei 2014 pukul 01.30 WIB
Jadi nanti pada tahun 2015 itu organisasi ASEAN akan ber "integrasi" menjadi sebuah
organisasi kawasan yang lebih solid dan maju, membangun kebersamaan untuk satu tujuan
(satu visi, satu identitas, satu komunitas), mendorong terciptanya kekompakan, kesamaan visi
satu tujuan, kesejahteraan bersama, dan saling peduli diantara Negara-Negara di kawasan
Asia Tenggara. Dasar terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 sendiri ditopang oleh tiga pilar
utama yaitu:
1. Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN.
2. Komunitas Ekonomi ASEAN.
3. Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN.

Pertanyaannya yang kemudian muncul adalah, apakah pemerintah dan masyarakat


indonesia siap untuk hal ini ?. Karena bisa dipastikan kerjasama bebas komunitas masyarakat
antara negera-negara di ASEAN ini bisa jadi kekuatan bisa jadi malah membuat kondisi
indonesia yang semakin terpuruk jika tidak dipersiapkan. Dalam hal ini secara otomatis
Indonesia akan menghadapi fenomena pasar bebas, dimana barang-barang import akan
mudah masuk di pasar Indonesia dan ikut bersaing dengan produk lokal Indonesia sendiri.
Walaupun dari beberapa fakta membuktikan bahwa negara-negara yang mengadakan
kesepakatan pasar bebas mengalami penikatan yang pesat (ex: India dan Cina).

Kendala dan kendali menuju kedaulatan teknologi

Menurut Data Household Download Index dari Ookla yang terkenal sebagai penyedia
layanan Speedtest.com, dikutip dari Kompas (21/4/2014), dari 190 negara dalam daftar
kecepatan internet, Indonesia ada di urutan ke-148. Dalam data dari 7 Maret hingga awal
April 2014 diketahui, Indonesia adalah salah satu yang paling lambat di Asia Tenggara.
Dengan kecepatan rata-rata 4,1 Mbps, dari 10 negara anggota ASEAN, koneksi internet
Indonesia ternyata hanya lebih cepat dari Filipina dan Laos. Negara seperti Malaysia,
Vietnam, Myanmar, dan Kamboja tercatat memiliki kecepatan internet yang jauh melampui
Indonesia. Posisi juara ditempati Singapura dengan kecepatan 61 Mbps, dan Thailand di
urutan kedua dengan 17,7 Mbps. Setyanto P Santosa, Ketua Umum Masyarakat
Telekomunikasi Indonesia seperti diberitakan Tempo tahun lalu mengatakan layanan
telekomunikasi Indonesia 95 persennya masih mengandalkan jaringan nirkabel, yaitu sistem
seluler dan satelit. Padahal, kualitas prasarana telekomunikasi ini lebih rendah kualitasnya
dan kecepatan sinyalnya lebih lambat dibandingkan kabel serat optik.3[3]

Layanan telekomunikasi di negara maju, 60 persen menggunakan kabel serat optik.


Teknologi itu memiliki beberapa kelebihan, antara lain bebas gangguan, berkecepatan tinggi,
dan berkapasitas tinggi. Sebenarnya pengembangan jaringan telekomunikasi kanal lebar
berbasis kabel serat optik telah dicanangkan sejak 1996 melalui Program Nusantara 21.
Namun, program ini justru terhenti sebelum masuk abad 21. Dengan konektivitas memainkan
peran penting di dalam daya saing sebuah negara, tentu hal ini menjadi catatan penting.
Apalagi, sebentar lagi kita memasuki era integrasi kawasan dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015.
3[3] https://www.selasar.com/gaya-hidup/internet-di-indonesia-terlelet-ketiga-di-asia-tenggara
, di akses 30 Mei 2014 pukul 01.40 WIB
Di lain sisi, Indonesia terancam krisis pasokan listrik. Lembaga konsumen Indonesia
memprediksi dalam dua tahun ke depan, krisis listrik akan menimpa Indonesia jika
pemerintah tidak segera membenahi persoalan pasokan listrik tanah air. Seperti diketahui,
beberapa waktu lalu, gardu listrik Muara Karang mengalami masalah. Akibatnya,
pemadaman listrik bergilir terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta dan Banten.

Tulus Abadi, anggota harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)


mengatakan jika pemerintah tidak segera mengatasi masalah listrik, Indonesia dapat
mengalami krisis listrik pada tahun 2016. "Jadi yang ada saat ini pertumbuhan listrik di pulau
Jawa itu memerlukan 2500 megawatt dalam satu tahun. Tapi ironisnya PLN tidak dapat
membangun pembangkit baru sehingga dua tahun ke depan cadangan yang ada itu akan
dimakan dengan pertumbuhan yang ada sehingga praktis kalau ada gangguan sedikit, kita
tidak akan punya cadangan," jelas Tulus seperti dikutip oleh BBC. Padahal listrik adalah hal
primer dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi.

Dalam hal ini kendala sistem telekomunikasi dan krisis listrik yang terjadi di
indonesia menjadi dua masalah yang menjadi point penting dalam pengembangan teknologi
yang terjadi di indonesia dalam mempersiapkan AEC selain dari persiapan sektor pendidikan
yang matang untuk menyiapkan sdm yang mampu bersaing dengan bangsa ASEAN lainnya
nanti. Jika hal ini tidak di persiapkan secara baik, bisa sangat merugikan bagi perkembangan
laju ekonomi dan persaingan antar negera ASEAN, namun jika sektor perbaikan sdm dan
pemerintah menangani secara khusus masalah krisis energi serta perbaikan struktur dan
infrastruktur sistem telekomunikasi ini bisa menjadi kendali dalam menstabilkan kondisi
negara dan bahkan mampu meningkatkan kualitas indonesia untuk menghadapi AEC.

Kesiapan kedaulatan teknologi Indonesia menghadapi Asean Economy Community


2015

Keterbatasan infrastruktur dalam negeri menjadi masalah krusial menghadapi


masyarakat ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) 2015 mendatang.
Persoalan ini tentunya harus diselesaikan oleh pemerintah dalam jangka waktu satu tahun
mendatang. Selain menyiapkan Rancangan Instruksi Presiden tentang Peningkatan Daya
Saing Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti, pemerintah juga
menyiapkan beberapa strategi.

1. Pertama, terkait infrastruktur. Upaya yang sedang dan akan terus dilakukan adalah
memanfaatkan pelabuhan dan bandara berstatus internasional serta PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (PII) untuk meningkatkan promosi investasi di bidang infrastruktur.
Selain itu, meningkatkan kerjasama infrastruktur dengan sektor swasta, meningkatkan
anggaran dalam pembangunan infrastruktur dan pembangunan konektivitas antar provinsi,
meningkatkan kerjasama subregional agar pembangunan infrastruktur tidak terkonsentrasi di
Semenanjung Malaya dan Indochina. Juga, meningkatkan pasokan energi dan listrik agar
dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur yang lebih baik.

2. Kedua, dalam upaya mendorong pengembangan industri nasional, pemerintah akan


memberikan insentif fiskal. Pemberian insentif fiskal dan tersebut seperti pembebasan Pajak
Penghasilan badan untuk jangka waktu 5 sampai dengan 10 tahun serta tambahan
pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 50 persen selama dua tahun untuk industri pionir.
Ditambah lagi dengan investement allowance sebesar 30 persen dari nilai penanaman modal,
percepatan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengurangan tauf PPh atas dividen
luar negeri dan perpanjangan kompensasi kerugian bagi investasi di bidang usaha atau daerah
dengan prioritas tinggi skala nasional.4[4]

Semoga saja beberapa strategi pemerintah untuk mempersiapkan indonesia dalam


persaingan AEC bisa maksimal. Terlebih indonesia harusnya bisa memaksimalkan beberapa
aplikasi energi terbarukan dan tidak bergantung pada pemanfaatan PLTU, PLTA maupun
PLTS saja. Dari sekian banyak sumber energi terbahurui seperti angin, biomass dan hydro
power, penggunaan energi melalui solar cell / sel surya merupakan alternatif yang paling
potensial. Hal ini dikarenakan jumlah energi matahari yang sampai ke bumi sangat besar,
sekitar 700 Megawatt setiap menitnya. Bila dikalkulasikan, jumlah ini 10.000 kali lebih besar
dari total konsumsi energi dunia. Sel surya bekerja menggunakan energi matahari dengan
mengkonversi secara langsung radiasi matahari menjadi listrik. Sel surya yang banyak
digunakan sekarang ini adalah Sel surya berbasis teknologi silikon yang merupakan hasil dari
perkembangan pesat teknologi semikonduktor elektronik.5[5]

Indonesia merupakan Negara Kepulauan Yang Terdiri dari 17.508 pulau besar dan
kecil dengan garis pantai sepanjang 810.000 km dan luas 3.1 juta km2. Dengan jumlah desa
lebih dari 65.000 desa yang tersebar luas dibelasan ribu pulau tersebut, hanya kurang dari
setengahnya yang telah menikmati jaringan listrik negara seperti didaerah-daerah lain masih
jauh dari harapan, sebagian besar dari mereka masih menggunakan lampu minyak
tanah/patromak untuk penerangan. Untuk memperoleh informasi dari Radio mereka
menggunakan batu batere, sedangkan untuk televisi adakalanya mereka menggunakan
accu/aki yang charge didaerah yang ada listrik generator dengan berjalan yang cukup jauh.

Seperti banyak negara berkembang lainnya, Indonesia belum dianggap sebagai negara
yang terkemuka di dunia dalam perkembangan sains dan teknologi. Namun, sepanjang
sejarahnya, ada prestasi penting dan kontribusi yang dibuat oleh Indonesia untuk sains dan
teknologi. Teknologi konstruki, Teknologi kedirgantaraan, Teknologi transportasi, Teknologi
informasi dan komunikasi dan teknologi robotika, hal ini tidak menutup kemungkinan
revolusi dan perbaikan infrastruktur yang disiapkan pemerintah dalam mempersiapkan AEC
2015 akan menjadikan indonesia siap dengan persaingan global. Semoga dengan
diberlakukannya AEC, pemerintah beserta masyarakat indonesia bisa lebih sadar tentang
pemanfaatan dan perkembangan teknologi untuk kesejahteraan bersama. (AK)

*|Ahmad Khairudin |
Mahasiswa Pendidikan Teknik Elektronika FT UNJ |
ahmad.khairudin5@gmail.com | @A_khairudin | 763F4422 |
ahmadkhairudin5.blogspot.com |

4[4] http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/12/indonesia-asean-economic-community-2015-
607350.html , di akses 30 Mei 2014 pukul 04.00 WIB

5[5] http://rajarenewableenergy.blogspot.com/ , di akses 30 Mei 2014 pukul 08.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai