BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan
keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi
organisme tersebut Artinya bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri
terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan
tingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam
pengaturan homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan
(Tunas. 2005;16).
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie. 1990; 180).
Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu
(Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993; 71), air memiliki beberapa sifat termal yang
unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya
Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada
di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama. Oleh karena itu, mahluk akuatik
sering memiliki toleransi yang sempit.
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh,
sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Hoole
et al, dalam Tunas. 2005; 16). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme
fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan
perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta. 2004:
14). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa species
mampu hidup pada suhu air mencapai 29 C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air
yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas
(Sukiya. 2005; 9). Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan
mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari
perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara species ikan satu dengan
lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan
kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan.
fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17). Telah diketahui diatas bahwa suhu merupakan faktor
abiotik yang paling berpengaruh pada lingkungan perairan, maka perlu diketahui bagaimana
suhu mempengaruhi aktifitas biologis species ikan tertentu, salah satunya adalah pada ikan
impun/Lebistes (Poecilia reticulata).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum kali ini adalah:
1. Bagaimana preferensi suhu pada ikan impun/Lebistes (Poecilia reticulata) juvenile,
jantan dan gravit terhadap suhu air yang berbeda-beda ?
2. Bagaimana respon tingkah laku ikan impun/Lebistes (Poecilia reticulata)juvenile,
jantan dan gravit akibat perubahan suhu air ?
1.3 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil praktikum yang optimal, dibutuhkan batasan-batasan
masalah yang harus diperhatikan, diantaranya :
1. Ikan Lebistes yang digunakan adalah ikan jantan, juvenile, dan ikan betina yang
sedang bertelur (gravit) masing-masing sebanyak 20 ekor
2. Suhu yang digunakan adalah 20 C, 24 C, 26 C, 28 C, dan 30 C.
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah:
1. Mengetahui preferensi suhu pada ikan impun/Lebistes (Poecilia reticulata) juvenile,
jantan dan gravit terhadap suhu air yang berbeda-beda.
2. Mengetahui respon tingkah laku ikan impun/Lebistes (Poecilia reticulata) juvenile,
jantan dan gravit akibat perubahan suhu air
BAB II
ADAPTASI FISIOLOGI IKAN TERHADAP TEMPERATUR
2.1 Adaptasi Organisme Ikan
Adaptasi diartikan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan
lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan
hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi
untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan (Djamal. 1992; 58).Ada beberapa
jenis adaptasi yakni; adaptasi morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku.
Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki
keanekaragaman sangat besar (Sukiya. 2005; 33). Ikan adalah anggota vertebrata
poikilotermik (berdarah dingin) atau hewan ektoterm yang tidak menghasilkan panas tubuh,
sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya. Ikan
merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah species lebih
dari 27,000 di seluruh dunia (Fujaya,1999 dalam Dhamadi. 2009).
Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, seperti vertebrata
poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat tergantung atas
suhu lingkungan (Sukiya.2005;9-10). Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa beberapa
ikan mempunyai perilaku istimewa seperti ikan Glodok yang dapat berjalan di atas daratan
dan memanjat pohon.
2.2 Pengaruh Suhu Air terhadap Ekosistem Perairan
Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan air peka terhadap
perubahan suhu dan perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografis, ketinggian tempat,
lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air (Tunas. 2005;16, 18). Suhu
merupakan faktor yang sangat menentukan aktivitas enzim di dalam tubuh organisme.
Peningkatan suhu tubuh pada rentang kisaran toleransi hewan akan menyebabkan kenaikan
aktivitas enzim dalam membantu reaksi metabolisme. Suhu yang ekstrim tinggi
menyebabkan protein, sebagai komponen utama penyusun enzim akan rusak atau denaturasi
dan menyebabkan enzim tidak mampu lagi dalam melakukan fungsinya sebagai
biokatalisator. Demikian juga jika suhu tubuh turun sangat ekstrim bahkan di bawah kisaran
toleransinya akan menyebabkan aktivitas enzim sangat rendah. Dibandingkan dengan
lingkungan daratan, lingkungan perairan mempunyai variasi suhu yang relatif sempit. Hal ini
karena air sebagai penutup permukaan bumi memiliki peran peredam panas dari pancaran
matahari. Sehubungan dengan itu maka kisaran toleransi hewan-hewan akuatik seperti ikan
pada umumnya relatif sempit dibandingkan dengan hewan-hewan daratan. Selain itu,
berjenis-jenis ikan dan hewan invertebrate yang hidup di perairan pada umumnya kurang
tahan terhadap suhu tinggi (Agus Dharmawan,2005)
Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut
(Kanisius. 2005; 22-23):
a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
b. Kecepatan reaksi kimia meningkat
c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan
mati.
Selanjutnya menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu air dapat
menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawa-
senyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas
logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25C
menjadi 300 C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter.
2.3 Pengaruh Suhu Air terhadap Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ikan Poecilia
Berdasarkan Preferensi Suhu.
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat
berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit
(Tunas. 2005;16). Selanjutnya ada sumber yang menambahkan bahwa ikan akan mengalami
stres manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi tidak
selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk
jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal